Anda di halaman 1dari 5

PERAN HEMISFER KIRI DAN KANAN

Seperti yang sering dijelaskan, hemisfer kiri merupakan hemisfer yang bertanggungjawab
tentang ihwal kebahasaan. Persoalannya, apakah peran yang dimiliki oleh hemisfer kanan?
Apakah iya juga bersangkut dengan ihwal kebahasaan. Pandangan lama memang mengatakan
bahwa ihwal kebahasaan itu ditangani oleh hemisfer kiri dan sampai sekarang padangan itu
masih juga dianut banyak orang dan banyak pula benarnya. Penelitian Wada (1949) yang
memasukkan cairan ke kedua hemisfer menunjukkan bahwa bila hemisfer kiri “ditidurkan”
maka terjadilah gangguan wicara. Tes yang dilakukan oleh Kimura (1961) yang dinamakan
dichotic listening test juga menunjukkan hasil yang sama. Kimura memberikan input katakana
lah kata da pada telinga kiri , dan ba pada telinga kanan secara simultan. Hasil eksperimen ini
menunjukkan bahawa input yang masuk ke telinga kanan jauh lebih akurat dari yang lewat
telinga kiri.

Satu operasi yang dinamakan hemispherectomy telah dilakukan di mana satu hemisfer
kiri diambil dalam rangka mencegah epilepsi dan terbukti juga bahwa bila hemisfer kiri
diambil, maka kemampuan berbahasa orang itu juga menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila
yang diambil hemisfer kanan, orang itu masih mampu berbahasa meskipun tidak lagi
sempurna. Meskipun kasus-kasus sebegini memberikan dukungan kepada peran hemisfer kiri
sebagai hemisfer bahasa, dari penelitian-penelitian mutahir, pandangan ini tidak selalu benar
kerana hemisfer kanan juga ikut memainkan peran penting.

Pada saat manusia dilahirkan, kedua hemisfer yang dimiliki belum ada lateralisasi,
yakni, belum wujud pembagian tugas. Hal ini terbukti dengan dengan adanya kasus-kasus di
mana sebelum umur belasan bawah (11, 12, 13 tahun), anak yang tercedera hemisfer kirinya
dapat memperoleh bahasa seperti anak yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa hemisfer
kanan pun mampu untuk melaksanakan fungsi kebahasaan.

Di samping itu, ada hal-hal yang berkaitan dengan bahasa yang ternyata ditangani oleh
hemisfir kanan. Dari orang-orang yang hemisfer kanannya terganggu didapati bahwa
kemampuan mereka dalam mengurutkan peristiwa sebuah cerita atau narasi menjadi kacau.
Mereka tidak lagi mampu menyatakan apa yang terjadi mulai dari awal, pertengahan dan akhir
peristiwa. Orang-orang ini juga sukar dalam menarik inferensi. Kalau orang mendengar atau
membaca sebuah cerita tentang misalnya seorang pria yang sering, menemui, menghubungi
dan mengajak pergi seorang wanita, maka dia akan kesukaran untuk menarik kesimpulan kalau
pria tersebut menyukai wanita itu.
Orang yang terganggu hemisfer kanannya juga tidak dapat mendekteksi kalimat ambigu
kesukaran memahami metafora atau sarkasme. Intonasi kalimat interogatif juga tidak
dibedakan dari intonasi kalimat deklaratif sehingga kalimat Dia belum datang? Dikiranya
sebagai kalimat deklaratif Dia belum datang.

Dari gambaran ini, jelas tampak bahwa hemisfer kanan juga mempunyai peran bahasa,
tetapi memang tidak seintensif seperti hemisfer kiri. Namun demikian, tetap saja hemisfer
kanan memegang peran yang cukup penting.

HEMISFER YANG DOMINAN

Menurut Yule (1985) fungsi bagian tertentu pada satu daerah otak yang mengalami
kerusakan akan digantikan oleh penggantinya dibagian otak yang lain. Oleh karena itu, sangat
diperlukan kecermatan untuk menyatakan hubungan-hubungan antara aspek-aspek perilaku
linguistik dan letaknya dalam otak.

Krashen (1977) lebih jauh mengatakan bahwa cara kerja hemisfer tertentu pada setiap
orang dapat bervariasi dalam dua hal berikut.

Sebagian orang kurang mendapat lateralisasi daripada sebagian orang yang lain.
Maksudnya, untuk orang-orang tertentu kemampuan berbahasa dikendalikan oleh hemisfer kiri
orang-orang tertentu lain oleh hemesfer kanan.

Sebagian orang lebih cenderung pada penggunaan salah satu hemisfer kiri atau kanan,
secara lebih siap untuk kondisi kognitif.

Teori mengenai daerah konvergensi bahasa itu antara lain mengatakan berikut ini.

Setiap orang memiliki pola otak yang unik yang mendasari kemampuan berbahasa yang
dimilikinya. Hal ini dibuktikan dengan hasil temuan bahwa ternyata wanita memiliki pola otak
yang membuat IQ verbalnya lebih besar dibanding pria.

Bahasa pertama (bahasa ibu) seseorang berkaitan erat dengan jaringan sel saraf, sedangkan
bahasa kedua berkaitan dengan otak. Ini dibuktilkan dari hasil penelitian terhadap orang
terserang stroke. Stroke yang menyerang salah satu bagian otak dapat membuat hilangnya
kemampuan bahasa pertama, sedangkan bahasa kedua (yang sedang dipelajari) masih melekat
atau dapat juga sebaliknya yang hilang bahasa kedua sedangkan bahasa pertama masih tetap
ada.
Kritik terhadap teori lateralisasi sebagai hasil penelitian lebih lanjut berujung pada
lahirnya hipotesis adanya hemisfer yang dominan yang mungkin pada hemisfer kiri dan
mungkin pula pada hemisfer kanan.

OTAK PRIA DAN OTAK WANITA

Kalau diamati kelas yang jurusannya adalah berkaitan bahasa maka akan kita dapati bahwa
mayoritas mahasiswanya adalah wanita. Dalam beberapa jumlah kelas ini bahkan bisa
mencapai lebih dari 80%. Pertanyaan yang menarik adalah apakah ada kaitan antara otak di
satu pihak dengan jenis kelamin di pihak yang lain.

Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan antara otak pria dengan otak wanita dalam
hal bentuknya, yakni hemisfer kiri pada wanita lebih tebal daripada hemisfer kanan (Steinberg
ddk 2001: 319). Keadaan seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi
oleh wanita. Akan tetapi, temua dari Philip (1987) menunjukkan bahwa meskipun ada
perbedaan dalam pemrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbedaan ini hanya mengarah
kepada pengaruh budaya daripada pengaruh genetik.

Mengenai otak pria dan wanita ini, ada kecenderungan yang lebih besar bagi wanita
untuk dapat sembuh dari penyakit afasia daripada pria. Begitu juga afasia akan lebih sering
muncul pada pria daripada wanita pada saat mereka terkena stroke.

OTAK WANITA

Majalah Femina edisi bulan Juni 1999 menurunkan artikel berjudul "Otak Kita, Keunggulan
Kita", dan yang dimaksud dengan kita di sini adalah wanita. Dalam tulisan itu diakui memang
ukuran otak pria lebih besar antara 10-15% dari pada otak wanita. Padahal temuan mutakhir
dibidang neurologi menegaskan bahwa dalam beberapa hal otak wanita lebih unggul.
Dimanakah letak keunggulan otak wanita?

a) Otak Wanita Lebih Seimbang

Asumsi adanya perbedaan cara kerja otak pria dan wanita itu terutama dikukuhkan oleh
perbedaan kepadatan sel-sel saraf atau neuron pada suatu daerah di otak. Hasil penelitian
menunjukan bahwa lepas dari soal ukuran, daerah tertentu otak wanita lebih kaya akan neuron
dibandingkan otak pria. Perlu dicatat makin banyak jumlah neuron di suatu daerah, makin kuat
fungsi otak di sana.
Selain itu, kalau kanak-kanak perempuan lebih cepat pandai bicara, membaca, dan jarang
mengalami gangguan belajar dibandingkan kanak-kanak laki-laki, para ahli memperkirakan
adanya kaitan dengan kemampuan wanita menggunakan kedua belah hemisfernya (kiri dan
kanan) ketika membaca atau melakukan kegiatan verbal lain. Sedangkan pria hanya
menggunakan salah satu hemisfernya (biasanya sebelah kiri).

b) Otak Wanita Lebih Tajam

Menurut Dr. Thomas Crook dan sejumlah ahli, setelah melakukan pengujian indra, bahwa
penglihatan wanita lebih tajam daripada pria, meski diakui bahwa lebih banyak wanita yang
lebih dulu memerlukan bantuan kecamata daripada pria. Penglihatan wanita mulai menurun
sejak memasuki usia 35 sampai 44 tahun, sedangkan pria mulai 45 sampai 54 tahun.

Begitu juga dengan pendengaran wanita lebih tajam daripada pria. Maka tak mengherankan
kalau pada malam hari tangisan bayi biasa membangunkan sang ibu, sementara sang ayah tetap
terlelap. Pendengaran wanita baru mulai berkurang menjelang usia 50-an.

Dr.Thomas Crook juga menyimpulkan bahwa ingatan pria kurang tajam dibanding dengan
ingatan wanita. Baik wanita maupun pria sama-sama akan mengalami penurunan daya ingat
sesuai dengan pertumbuhan usia. Ketajaman otak wanita bukan hanya pada indranya, tapi juga
pada perasaannya. Hal ini terbukti ketika diminta mengenang pengalaman emosionalnya
dengan bantuan MRI, tampak wanita lebih responsive daripada pria.

c) Lebih Awet dan Selektif

Dalam jurnal kedokteran Arhieves of Neurology terbitan tahun 1998 (femina, Juni 1999)
diungkapkan temuan bahwa otak pria mengerut lebih cepat daripada otak wanita. Ketika sama-
sama muda memang otak pria lebih besar daripada otak wanita, tetapi ketika keduanya
mencapai usia 40 tahun, otak pria menyusut (terutama dibagian depan) sehingga besarnya sama
dengan otak wanita.

Penyusutan otak pria itu, menurut temuan Ruben, berkaitan dengan efisiensi pemakaian
energi. Otak wanita memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kecepatan metabolisme otak
(pemakaian energi oleh otak) dengan umumnya, sedangkan kecepatan metabolisme pria
semakin boros energi dengan bertambahnya usia. Wanita meskipun juga mengalami
penyusutan jaringan secara menyeluruh ketika bertambah tua tubuhnya punya kecenderungan
untuk menghemat apa yang ada, termasuk otaknya.

Anda mungkin juga menyukai