Gaya bahasa (figures of speech) adalah konsep lebih umum dari yang disebut
‘Kiasan’. Kiasan simili dan kiasan metafora termasuk dua jenis gaya bahasa. Arti
dasar dari ‘Kiasan’ adalah ‘gambaran’ atau ‘gaya bahasa yang menggambarkan
sesuatu’. Jadi istilah ‘Kiasan’ meliputi semua gaya bahasa yang mempunyai
Perbandingan antara Topik dan Gambaran.
Jenis-jenis kiasan termasuk
➔ Simili
➔ Metafora (Simili dan Metafora sudah dibicarakan dalam Pelajaran 25.)
➔ Metonimia
◆ Sinekdoke
◆ Eufemisme— yaitu kiasan penghalus, yang sering bisa juga diteliti
sebagai Metafora atau Metonimia.
Tetapi ada beberapa jenis gaya bahasa yang bukan termasuk kiasan—
termasuk
➔ Litotes
➔ Hiperbol
➔ Sarkasme
➔ Ironi
➔ Personifikasi
➔ Apostrofe
Secara umum, semua jenis gaya bahasa dipakai untuk menarik perhatian pembaca
atau untuk menghidupkan perasaan pembaca. Biasanya dalam gaya bahasa, arti
harfiah dari kata-katanya menjadi hilang. Jadi gaya bahasa jangan diartikan
menurut arti kata-katanya saja. Kalau dimengerti menurut arti kata-katanya saja,
artinya sering menjadi lucu atau aneh.
Gaya bahasa yang hampir tidak dipakai dalam bahasa Indonesia termasuk
Peronifikasi dan Apostrofe. Metonimia dan Sinekdoke dipakai dalam bahasa
Indonesia tetapi berbeda dari Metonimia dan Sinekdoke dalam Alkitab.
18
1. Metonimia (kata yang mewakili hal lain)
Kata Metonimia berasal dari bahasa Yunani ‘meto nym’— yang berarti ‘perubahan
nama’. Dalam Metonimia, kata benda atau kadang-kadang kata sifat mewakili hal
lain. Dalam bahasa Indonesia orang bisa berkata, “Kita perlu itu hitam di atas
putih.” Artinya memang, “…secara tertulis (di atas kertas).” Perhatikan bahwa
kita bisa berkata bahwa ‘hitam’ dan ‘putih’ menggambarkan tinta dan kertas
dalam sebuah tulisan, tetapi ini lain dari Metafora, karena kata itu hanya mewakili
dan tidak sebagai Perbandingan.
❖ Sinekdoke:
_gambaran sebagian/anggota mewakili _topik keseluruhan_
_gambaran keseluruhan_ mewakili _topik sebagian/anggota_
❖ Eufemisme:
_gambaran_(yang lebih halus) mewakili _topik (yang kasar/kurang sopan)
Contoh Metonimia yang terkenal dan bersejarah dalam bahasa Inggris adalah
“The pen is mightier than the sword.” Kalimat ini mempunyai dua metonimia,
Pena lebih perkasa/kuat/berpengaruh dari pedang. ‘Pedang’ mewakili perang.
‘Pena’ mewakili tulisan— seperti buku, surat kabar, atau surat perjanjian yang
mengubah pandangan masyarakat.
Saya (Phil) sendiri sudah sempat mengajar tentang metonimia kepada beberapa
kelompok mahasiswa, dan saya pernah melihat mereka cukup bingung untuk
mengerti contoh, “Pena lebih perkasa dari pedang.” Saya pernah berpikir bahwa
mungkin bahasa Indonesia tidak memakai metonimia, tetapi itu salah. Salah satu
contoh dalam bahasa Indonesia adalah, “Markus mencari nasi di negeri orang.”
Pasti Saudara tahu bahwa bukan nasi saja yang Markus cari. Sedangkan, orang
Amerika yang mendengar kalimat itu pasti merasa bingung kenapa Markus perlu
pergi jauh-jauh hanya untuk mendapatkan nasi. Setiap kebudayaan memilih
kiasan lain untuk mewakili hal yang berbeda-beda.
19
Oleh karena itu, seorang penerjemah Alkitab harus menyadari bahwa kalau
menerjemahkan Metonimia dalam Alkitab secara harfiah, terjemahannya tidak
akan masuk akal bagi para pembaca bahasa sasaran. Banyak Metonimia dalam
Alkitab— kalau diterjemahkan secara harfiah, merupakan bahasa yang aneh bagi
orang-orang Indonesia.
Contoh
❖ Mat. 10:34 Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
‘Pedang’ mewakili ‘pertentangan yang bisa membawa kematian’.
❖ Luk. 4:20 mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya
‘Mata’ mewakili apa yang dilakukan oleh mata— yaitu mengamati.
❖ Yoh. 3:27 Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya,
kalau tidak dikaruniakan dari sorga.
‘Sorga’— tempat di mana Allah berada, dipakai untuk menggantikan
Allah.
Metonimia dengan ‘nama’ Tuhan
Metonimia yang paling sering ditemukan dalam Alkitab adalah tentang ‘nama’
Allah. Ingatlah bahwa orang-orang Israel dilarang untuk “menyebut nama Allah
dengan sembarangan.” Seperti orang Yahudi membuat untuk semua hukum
Tuhan, mereka menambah berbagai kebiasaan dan peraturan supaya mereka
jangan melanggar hukum Tuhan. Oleh karena itu, waktu mereka membaca
20
Perjanjian Lama, orang Yahudi mengikuti kebiasaan untuk tidak pernah
menyebut nama Allah yang ditulis YHWH. Setiap kali orang Yahudi membaca
YHWH mereka ucapkan ‘Adonai’— yang berarti ‘Tuhan’. (Oleh karena itu,
sekarang tidak diketahui pengucapan persis utuk huruf vokal yang terdengar oleh
Musa dalam nama itu!) Dan salah satu cara lain mereka menghindari dari
mengucap kata ‘Elohim/Allah’ adalah mereka menggunakan ‘Surga/Sorga’ seperti
dalam contoh Yoh. 3:27 dan Mat. 16:19 di atas. Dan cara lain lagi, mereka membuat
kiasan dengan kata ‘nama’. Dan sifat bahasa Ibrani dalam hal ini terbawa ke dalam
bahasa Yunani.
❖ Kis. 2:21 Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan
diselamatkan.
Saya sudah bertanya kepada kelompok mahasiswa STT, “Apakah wajar dalam
bahasa Indonesia ‘berseru kepada nama Tuhan’, dan mereka segera menjawab
bahwa itu wajar. Lalu saya bertanya, “Apakah seseorang bisa (dalam bahasa
Indonesia) berseru kepada nama SBY?” Dan mereka tertawa. Ternyata tanpa
menyadari artinya, beberapa metonimia tentang ‘nama Tuhan’ sudah termasuk
‘bahasa gereja’. Tetapi sebenarnya metonimia itu adalah sesuatu yang asing
dalam bahasa Indonesia. Itu sebabnya TSI menerjemahkan ayat ini, “Dan setiap
orang yang berseru kepada Tuhan meminta pertolongan-Nya akan
diselamatkan.”
❖ Luk. 24:47 dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan
pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari
Yerusalem.
➔ Perhatikan bahwa dalam bentuk pasif ‘disampaikan …dalam
nama-Nya’, tersirat bahwa ada pelaku yang akan
menyampaikan.
➔ Perhatikan bahwa secara harfiah Yesus berbicara tentang
diri-Nya seperti berbicara tentang orang lain dengan memakai
(46) ‘Mesias/Kristus’ …‘dalam nama-Nya’— bukan ‘dalam
nama-Ku’. Kebanyakan bahasa daerah di Indonesia— bahkan
bahasa Indonesia, tidak wajar berbicara tentang dirinya seperti
21
orang lain, dengan ‘dia’ atau ‘nya’. Karena itu, kami usulkan
setiap penerjemah mengikuti seperti TSI setiap kali Yesus
berbicara tentang diri-Nya seperti orang lain— seperti waktu
Dia menyebut diri-Nya ‘Anak Manusia’.
Ada lebih dari satu cara untuk menerjemahkan metonimia ini berdasarkan
arti.
1) Deibler menerjemahkan, “They wrote that his followers should preach
that message, claiming his authority [MTY]. They wrote that they
should start preaching it in Jerusalem and then go and preach it to all
ethnic groups.”
➔ ‘His followers’ sudah dibuat tersurat. Dan Deibler menunjukkan
bahwa metonimia ini bisa diteliti: ‘Nama-Nya’ mewakili
‘otoritas-Nya’.
2) TSI menerjemahkan, “Lalu utusan-utusan Aku akan mengabarkan
berita keselamatan kepada seluruh bangsa— mulai dari Yerusalem,
supaya mereka bertobat dan dosa-dosa mereka diampuni.”
➔ TSI juga membuat pelaku tersurat dengan kata
‘utusan-utusan’. Dan TSI mengubah ‘-Nya’ menjadi ‘Aku’,
karena tidak wajar dalam bahasa Indonesia untuk orang
berbicara tentang dirinya seperti tentang orang lain. Dan ‘dalam
nama-Nya’ menjadi agak tersirat dalam TSI, tetapi kalau Yesus
mengutus orang untuk mengabarkan, secara otomatis kabar itu
disampaikan ‘dalam nama-Nya’. Sekali lagi, ‘nama-Nya’ di ayat
47 ini adalah metonimia di mana ‘nama’ mewakili ‘Yesus’.
❖ Kis. 2:38 Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu
masing-masing memberi dirimu* dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk
pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.
BIS: …hendaklah kalian masing-masing dibaptiskan atas nama Yesus
Kristus …
*Persoalan dengan kata ‘memberi dirimu’ sudah dijelaskan dalam
pelajaran lain.
Saya pernah hadir waktu seorang remaja dibaptis. Saat pendeta
mencelupkan remaja itu ke dalam air, Pak Pendeta berteriak “Dalam
nama Yesus!” (Itu diucapkan dengan suara besar dan tidak termasuk
dalam sebuah kalimat.) Dengan demikian ternyata Pak Pendeta tidak
mengerti firman Tuhan, karena kelakuannya itu menunjukkan bahwa
dia merasa ucapan ‘dalam nama Yesus’ adalah perkataan ajaib—
seperti yang dipakai oleh pemain sulap. Maksud Petrus bukan bahwa
setiap kali orang dibaptis perkataan itu harus disebut. Bandingkanlah
TSI:
TSI: Petrus menjawab, “Hendaklah kalian masing-masing bertobat dan
dibaptis sebagai pengikut Kristus Yesus. Dengan berbuat begitu
dosa-dosamu diampuni, dan kamu akan menerima Roh Kudus.
Lebih lengkap dan benar— menurut saya, kalau pendeta membaptis
dengan berkata seperti ini, “Saudaraku, saya membaptismu sebagai
pengikut Kristus Yesus.”
Catatan: Dalam bahasa Indonesia sehari-hari, memang ada hal
yang dibuat ‘atas nama’ dan ‘dalam nama’ seseorang. ‘Dalam
nama’ menunjukkan kepunyaan, seperti dalam kalimat,
22
“Mobil itu dalam nama anak saya.” ‘Atas nama’ dipakai waktu
orang lain mewakili pihak lain untuk berkata sesuatu, seperti
dalam contoh ini: “Atas nama keluarga besar ____ saya
mengucapkan terima kasih.” Atau, “Atas nama Bupati Jayapura
saya meresmikan …” Metonimia ‘dalam nama’ dan ‘atas nama’
dengan arti seperti itu sudah termasuk kebudayaan kita dan
wajar dalam bahasa Indonesia. Kalau tafsiran seperti Deibler
diikuti dalam Luk. 24:47, kita bisa menerjemahkan, “Atas nama
Kristus para pengikut-Nya akan menyampaikan berita …” Tetapi
waktu BIS memakai ‘atas nama’ dalam Kis. 2:38, itu kurang pas
sesuai arti yang dimaksudkan oleh Lukas— penulis ayat itu.
Yang penting, kalau memakai metonimia dalam terjemahan
berdasarkan arti, harus sesuai dengan bahasa sasaran—
bukan bahasa sumber yang diterjemahkan.
Ingatlah:
Metafora diteliti:
_Topik__ seperti __Gambaran__ karena keduanya _Perbandingan_
Metonimia diteliti:
_Gambaran__ mewakili __Topik__
Cara menerjemahkan Metonimia
❖ Menerjemahkan sesuai artinya dalam bahasa sasaran. Itu berarti Metonimia
dalam bahasa sasaran tidak akan dipertahankan dalam terjemahan.
❖ Menggunakan catatan kaki untuk menunjukkan bentuk bahasa sumber
kalau terjemahan harfiah untuk metonimia itu sudah terkenal. Contohnya,
Mat. 6:9 di atas.
❖ Ada metonimia yang tidak istimewa dan hanya ungkapan yang wajar dalam
bahasa sumber. (Contohnya dalam bahasa Indonesia, ‘atas nama’— seperti
dijelaskan di atas.) Tetapi ada metonimia yang dikarang oleh si penulis
untuk membuat tulisan lebih puitis/indah dan untuk memikat perasaan.
Waktu menerjemahkan Metonimia yang bersifat puitis atau istimewa, tetap
menerjemahkan artinya dan berusaha menambah keindahan atau tekanan
dengan cara yang lain.
❖ Bahasa sumber dengan bahasa sasaran biasanya tidak bisa menggunakan
Metonimia yang sama— kecuali beberapa menjadi hampir universal,
termasuk ‘gelap’ lawan ‘terang’, ‘darah’ dan ‘kunci’.
Latihan
Dalam setiap ayat di bawah ini:
1. Garis bawahi kata yang dipakai sebagai metonimia.
2. Meneliti metonimia itu sesuai konteks ayat. Lalu tulis apa yang diwakili oleh
kata metonimia itu. Tidak perlu menerjemahkan seluruh ayat.
Contoh: Luk. 1:32 Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta
Daud, bapa leluhur-Nya.
➔ takhta Daud mewakili kerajaan/pemerintahan Daud
A. Mat. 21:25 Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari
manusia?
B. Luk. 21:17 dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku
C. Kis. 5:28 kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami
D. Yoh. 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini
E. Ibr. 10:31 Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.
F. Hab. 2:12 Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah
G. Mat. 15:8 Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya
jauh dari pada-Ku.
H. TL Luk. 21:15 Karena Aku ini memberi lidah kepadamu dan hikmat
I. Yoh. 12:27 Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk
itulah Aku datang ke dalam saat ini.
J. Yoh. 15:18 Jikalau dunia membenci kamu
K. Kis. 3:6 Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!
L. Roma 3:19 supaya tersumbat setiap mulut
M. 1Kor. 11:26 setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini
N. Ibr. 1:8a Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya,
O. Ibr. 13:4 janganlah kamu mencemarkan tempat tidur
24