Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ENCEPHALITIS

Disusun oleh:

Chairunisa Zata Yumni

1102013149

Pembimbing:

dr. Ariefianto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 22 JUNI – 31 AGUSTUS 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI
RSUD PASAR REBO
JAKARTA
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien:

1. Nama : By. R
2. Umur : 17 minggu
3. Tanggal lahir : 22-Maret-2019
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jakarta Timur
7. Tanggal masuk rumah sakit : 28 Juli 2019
8. Tanggal pemeriksaan : 3 Agustus 2019
9. Ruang rawat : Bangsal mawar
10. Nomor rekam medis : 2019-832158

B. Identitas Orang tua:

Ibu

Nama Ny. D

Usia 18 tahum

Agama Islam

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Alamat Jakarta Timur

Hubungan Anak kandung


dengan
anak

2
C. Anamnesa:

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pada tanggal 3 Agustus 2019
pukul 06.00 WIB

1. Keluhan Utama:

Kejang 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo karena rujukan dari


Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dengan keluhan kejang sejak 1 jam SMRS.
Pasien Datang ke IGD pukul 20.00 tanggal 28 Juli 2019. Menurut pengakuan
orang tua pasien, pasien baru saja dari RSUD Pasar rebo setelah satu minggu
dikarenakan demam sudah 1 minggu serta kejang. Kejang terjadi seacara tiba
tiba saat dirumah dan langsung dibawa ke Puskesmas, menurut pengakuan orang
tua kejang berupa kedua tangan menekuk dan kedua kaki lurus serta mata
melihat keatas dan mulut tertutup, lalu setelah kejang pasien langsung tertidur,
pasien sempat sadarkan diri setelah tidur namun pasien langsung menangis. Saat
datang ke IGD RSUD Pasar Rebo pasien sudah tidak kejang namun tertidur
pulas, Saat di IGD RSUD Pasar Rebo saat pasien sedang di infus pasien
langsung kembali kejang, dengan kedua tangan menekuk dan kedua kaki lurus,
kepala menghadap ke kanan serta mata melihat keatas yang berlangsung selama
5-7 menit, dan setelah kejang pasien langsung tertidur kembali.
Menurut pengakuan orang tua pasien tidak ada demam, namun terdapat
batuk, batuk seperti berdahak, namun dahak sulit keluar, dahak bewarna putih,
keruh namun tidak terdapat darah. Batuk yang dialami pasien sudah berlangsung
selama 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Batuk diduga dimulai saat pasien
baru pulang dari rumah sakit sekitar 1 minggu yang lalu, suara nafas juga

3
terdengar seperti “grok-grok”. Pasien diduga ada kesulitan bernafas,
dikarenakan nafas terlihat cepat dan bersuara, dan tidak seperti biasanya.
Pilek (-) muntah (+) setiap kali ingin masuk minuman, pasien tidak mau
banyak minum, minum ASI hanya sedikit, namun keluhan muntah darah (-).Saat
datang ke IGD RSUD Pasar Rebo sudah BAB sebanyak 2 kali hari ini, dengan
konsistensi BAB kental, bewarna kuning, tidak ada darah dan tidak bewarna
hitam , BAK (+) banyak dan sudah 3 kali ganti popok, tidak ada darah dan
berwarna kuning jernih. Pasien masih mau minum 10 cc ASI setiap menyusui,
Pasien menyusui setiap 30 menit sekali, dan durasi menyusui sekitar 30 menit –
1 jam, dan isapan kuat. Saat di IGD RS Pasar Rebo suhu tubuh pasien 37 °C,
pasien tampak lemas.
Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
dengan kejang dan diberi obat kejang melalui anus, dan saat sampai di IGD
pasien langsung di berikan sibital melalu injeksi setelah itu pasien langsung
dibawa ke PICU.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Kejang Demam : (+)
b. Epilepsi : (+)
c. Asma : (-)
d. Penyakit Jantung bawaan : (-)
e. TB paru : (-)

4
3. Riwayat penyakit keluarga:
a. Kejang Demam : (+)
kaka dan adik dari orang tua pasien memiliki riwayat kejang saat
demam saat kecilnya.
b. Epilepsi : (-)
c. Asma : (-)
d. Hipertensi : (-)
e. Diabetes mellitus : (-)
f. TB paru : (-)

4. Silsilah Keluarga (Genogram)

Tn.S Ny D

By. R

Keterangan:

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan

5. Riwayat Tumbuh Kembang:

Pasien di usianya sekarang belum bias apa-apa, baru hanya bias memiringkan
kepala, pasien mengalami keterlambatan perkembangan.

5
6. Riwayat Pribadi:
Kehamilan Masalah kehamilan G1P2A0,Usia
kehamilan 28 minggu

ANC Sebulan sekali di RS

Kelahiran Tempat persalinan dokter

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Spontan

Usia gestasi 28 minggu

Paska lahir Keadaan Bayi Berat lahir :1500 gr

Panjang badan: 37 cm

Menangis spontan: ya

Kelainan bawaan : tidak


ada

7. Riwayat Imunisasi:

Hepatitis B : 1x

BCG : 0x

DPT : 0x

Polio : 1x

6
Imunisasi Usia

Bulan Tahun

Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5

Hep B 0√ 1 2 3

Polio 0√ 1 2 3

BCG

DPT 1 2 3

Hib 1 2 3

PCV 1 2 3 4

Rotavirus 1 2 3

Influenza

Campak 1

MMR 1

Tifoid

Hep A

Varisela

HPV

Japanese
Encephalitis

Dengue

7
8. Riwayat Makanan:
ASI : Pasien ASI setiap 30 menit sekali, isapan kuat dan menyusu
selama 30 menit – 1 jam.
9. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan:
Pasien tinggal bersama kedua orang tua kandungnya dan saudara
kembarnya dirumah dengan ventilasi yang bagus.
10. Riwayat Kebiasaan:
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, pasien tinggal bersama
kedua orangtua kandungnya dan saudara kembarnya. Kedua orangtuanya
bekerja, pasien lebih sering kesehariannya bersama ibunya.

D. Status Generalis
Di IGD 28/04/2019 pukul 20.00 WIB
• Keadaan umum :Tampak sakit sedang
• Kesadaran umum : Composmentis
• Frekuensi nadi : 158 kali/menit ,teraba kuat
• Suhu : 36,7oC
• Tekanan Darah : 90/60 mmhg
• Frekuensi nafas : 38 kali/menit, reguler
• Berat badan : 3500 gr
• SpO2 : 98%

8
PERWATAN DI MAWAR
03/08/2019 pukul 06.00
S : Pasien sudah dipindahkan dari PICU ke mawar kemarin sore dikarenakan
kondisi sudah stabil, namun tadi malam sempat sesak karena tersedak susu, pasien
nafas bersuara “grok grok”, suara “grok grok” mulai terdengar saat hari selasa saat di
PICU, Pasien juga terdapat batuk berdahak, namun dahak tudak keluar, dahak bewarna
putih dan tidak ada darah, Pasien juga tidak ada kejang lagi, pasien terahir kejang hanya
saat di IGD saja. BAB dan BAK tidak ada keluhan, namun pada bibir vagina terlihat
bengkat dan merah. Demam di sangkal dan tidak ada pilek serta muntah.
O : KU tampak sakit sedang, Nadi 158 x permenit, Pernafasan 52 x permenit,
suhu 36,8 derajat celcius, saturasi 98% akral hangat, nadi teraba kuat, CRT <3
abdomen supel, mual (-) batuk (+) berdahak, thoraks : rhonchi +/+, produksi
urin (+).
Status Gizi :
a. Berat badan : 3500 gr
b. Tinggi badan : 37 cm
c. Lingkar Kepala : : 36 cm
d. BB/U : 79,5% (Gizi Kurang)
e. TB/U : 68% (Severe Stunting)
f. Lingkar kepala : 98 % (Normocephal)
A : Epilepsi, Ensefalitis, ISK, Gizi Kurang
P :
INFUS KAEN 1B Oral Candistin 3x0,3ml
Injeksi RanitidiN 2x1 amp Oral Cefixime 2x1 cth
Injeksi Sibital 1x1 amp Oral Ambroxol 3x1cth
Injeksi Ceftriaxone 2x150 mg Inhalasi V1N2 setiap 4 jam
Injeksi Kalmet 2x 1,5mg
Injeksi Phenitoin 2x 15mg

9
10
E. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
1. Bentuk : normochepal
2. Kulit
1. Warna : Sawo matang
2. Jaringan Parut: Tidak ada
3. Pigmentasi : dalam Batas Normal
4. Turgor : Baik
5. Ikterus : Tidak ada
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Tidak ada
8. Rambut : dalam Batas Normal

3. Mata
1. Exophthalmus : Tidak ada
2. Enopthalmus : Tidak ada
3. Edema kelopak : Tidak ada
4. Konjungtiva anemi : -/-
5. Sklera ikterik : -/-
6. Pupil : isokor
7. Refleks cahaya : langsung (+/+) tidak langsung (+/+)

4. Hidung
1. Bentuk : Normotia
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum deviasi : Tidak ditemukan
4. Sekret : Tidak ditemukan

11
5. Telinga
1. Bentuk : Normotia
2. Pendengaran : Dalam batas normal
3. Darah & sekret : Tidak ditemukan

6. Mulut
1. Trismus : Tidak ada
2. Faring : faring hiperemis (-)
3. Lidah : lidah tidak kotor berwarna putih, deviasi (-)
4. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
5. Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)
7. Leher
1. Trakea : Tidak deviasi
2. Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
8. Paru-paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis kanan kiri. Retraksi (-)
2. Palpasi : Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang paru.
Fremitus taktil statis kanan kiri.
3. Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : Suara dasar napas vesicular +/+, rhonki basah halus +/+,
wheezing -/-
9. Jantung
1. Inspeksi : Iktus cordis terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis teraba kuat, pada intercostal 4 dextra dibawal
papilla mammae
3. Perkusi : Batas kanan jantung : ICS 4 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 4 linea mid clavicular sinistra

12
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal regular takikardi, gallop (-) murmur
(-)
10. Abdomen
1. Inspeksi : buncit simetris
2. Auskultasi : Bising usus (+) normal
3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadaran, shifting dullness (-)
4. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) hepar tidak teraba membesar, lien tidak
teraba membesar, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), undulasi (-), kandung
kemih tidak teraba penuh.
11. Genitalia
Inspeksi : Labiya mayor vagina hiperemis (+), edema(+)
12. Ekstremitas
1. Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan-kiri
2. Edema tidak ada pada ekstremitas bawah kanan-kiri
3. Capilarry refill time< 2 detik

Status Neurologis

GCS : E4M6V5(15) Chaddock : -/- Gordon : -/-

Kaku kuduk :- Oppenheim: -/- Schaeffer : -/-

Laseque : >70o / >70o

Brudzinski I :-/-

Kernig : >135o / >135o

Brudzinski II :-/-

Refleks patologis

Babinski : -/- Gorda : -/-

13
13. Pemeriksaan Penunjang

Jenis 28 Juli
Pemeriksaan 2019
(20:50 WIB)

Hematologi Kimia Klinik

Hemoglobin 9,4 g/dl PH L7.267

Hematokrit 29 %(L) PC02 L32,6

Eritrosit 3,4 juta/𝜇𝐿 P02 H201

Leukosit 11.90 10∧3/𝜇𝐿 HC03 L14,4

Trombosit L316.000/ 𝜇𝐿 TC02 L15

Natrium L 134 mmol/L BC ECF L-11,2

Kalium 4,5 mmol/L BE (B) -11,20

Klorida 106 mmol/L SATURASI 99,40&

LAKTAT 1,3

URINALISA Analisa
Tinja

Makroskopis Agak Keruh Leukosit 2-4/LPB

Darah Positif 2 Eritrosit 1-2/LBP

Jamur Spora +

Leukosit Positif 1
Esterase

Leukosit H 25 𝜇𝐿

Eritrosit H355 𝜇𝐿

14
USG KEPALA
Kortikal sulci dan gyri terlihat baik
Tidak tampak pelebaran system
ventrikel
Tidak tampak lesi hiperkhoik
intra/periventricular
Tidak tampak kelainan pada corpus
callosum dan basal ganglia
Thalamus kanan dan kiri tak tampak
kelainan
Batang otak dan cerebellum tak tampak
kelainan
Kesan:
Tidak tampak kelainan radiologis pada
USG kepala saat ini

Pemeriksan EEG
Hasil :
Pada pemeriksaan EEG tampak beberapa kali mucul gerakan mioklonik yang pada saat
yang sama gambaran EEG tidak tampak aktivitas patologis selain dari gambar artefak
gerakan.
Tampak beberapa kali gambaran cetusan epileptiform berupa gelombang paku ombak
di daerah temporal tengah kanan (T4 T6)
Kesan :
EGG interictal abnormal berupa gelombang epileptiform fokal di daerah temporal
tengah kanan (T4-T6)

15
Jantung kesan tidak membesar
Aorta dan Mediastinum superior tidak
melebar
Trakhea di garis tengah
Kedua Hilus menebal
Infiltrat di perihilar dan para kardial
kedua paru
Lengkung diafragma regular
Sinus kostoprenikus lancip
Tulang tulang tak tampak kelainan
Kesan:
Bronkhopneumonia

16
Follow Up
4 Agustus 2019
S: pasien sudah tidak ada kejang lagi dan tidak ada demam, batu masih ada batuk berupa batuk
dahak namun dahak sulit keluar, dahak bewarna putih dan tidak terdapat darah. Suara nafas
grok grok sudah tidak terlalu keras namun masih ada. Keluhan pilek disangkal, dan keluhan
bab cair disangkal.
O: Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital
Frekuensi Nadi :148x/menit
Frekuensi Nafas. :32x/menit
Suhu : 36,40 C
Tekanan Darah : 98/53 mmHg
SpO2 : 99%
Kepala: Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterik (-)
THT : sekret (-)
Tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Pembesaran KGB (-)
Cor : BJ I dan II reguler, gallop (-) murmur (-)
Pulmo : simetris kedua paru, vesikuler (+) wheezing (-) ronki (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
A: Ensefalitis,Epilepsi, ISK, Gizi Kurang
P:
INFUS KAEN 1B Oral Candistin 3x0,3ml
Injeksi RanitidiN 2x1 amp Oral Cefixime 2x1 cth
Injeksi Sibital 1x1 amp Oral Ambroxol 3x1cth
Injeksi Ceftriaxone 2x150 mg Inhalasi V1N2 setiap 4 jam
Injeksi Kalmet 2x 1,5mg
Injeksi Phenitoin 2x 15mg

17
5 Agustus 2019
S: pasien sudah tidak ada kejang lagi dan tidak ada demam, batu masih ada batuk berupa batuk
dahak namun dahak sulit keluar, dahak bewarna putih dan tidak terdapat darah. Suara nafas
grok grok sudah tidak terlalu keras namun masih ada. Keluhan pilek disangkal, dan keluhan
bab cair disangkal. Bak banyak dan bewarna kuning jernih, dan bibir vagina mulai mengecil
dan tidak terlalu merah.
O: Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital
Frekuensi Nadi :146x/menit
Frekuensi Nafas:30x/menit
Suhu :36,4˚C
SpO2 : 99 %
Tekanan Darah : 102/56 mmHg
Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), rash konvalesens (+)
A: Ensefalitis,Epilepsi, ISK, Gizi Kurang
P:
INFUS KAEN 1B Oral Candistin 3x0,3ml
Injeksi RanitidiN 2x1 amp Oral Cefixime 2x1 cth
Injeksi Sibital 1x1 amp Oral Ambroxol 3x1cth
Injeksi Ceftriaxone 2x150 mg Inhalasi V1N2 setiap 4 jam
Injeksi Kalmet 2x 1,5mg
Injeksi Phenitoin 2x 15mg

18
6 Agustus 2019
S:. pasien sudah tidak ada kejang lagi dan tidak ada demam, batu masih ada batuk berupa batuk
dahak namun dahak sulit keluar, dahak bewarna putih dan tidak terdapat darah. Suara nafas
grok grok sudah tidak terlalu keras namun masih ada. Keluhan pilek disangkal, dan keluhan
bab cair disangkal. Bak banyak dan bewarna kuning jernih, dan bibir vagina mengecil dan
tidak merah.
O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital
Frekuensi Nadi :143x/menit
Frekuensi Nafas:37x/menit
Suhu : 37,2 0C
Tekanan Darah : 116/68 mmHg
SPO2 : 98%
H2TL 14,2/ 40/ 60000/ 8150
A: Ensefalitis,Epilepsi, ISK, Gizi Kurang
P:
INFUS KAEN 1B Oral Candistin 3x0,3ml
Injeksi RanitidiN 2x1 amp Oral Cefixime 2x1 cth
Injeksi Sibital 1x1 amp Oral Ambroxol 3x1cth
Injeksi Ceftriaxone 2x150 mg Inhalasi V1N2 setiap 4 jam
Injeksi Kalmet 2x 1,5mg
Injeksi Phenitoin 2x 15mg

K. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia

19
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh virus.
Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi
otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk
konfusi mental dan kejang.[1,2]

Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensefalitis) disebabkan oleh
infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis sekunder (post infeksi
ensefalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.[3]

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh manusia
berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di AS, terdapat 5 virus
utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine
Encephalitis, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi wabah virus West Nile
(disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus menyebar hingga di seluruh AS.
Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5
kasus per 100.000 penduduk.

Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang
ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000
kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia Tenggara, dan anak benua
India.[4]

Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada
mereka yang berusia 3-8 bulan.[1]

III. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.
Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah Herpes
simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab
yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies,
cytomegalovirus (CMV).[5,6]

20
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik


a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine
encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley
encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster, Limfogranuloma,
Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia, pasca
mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak
spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru Japanese B
encephalitis yang ditemukan.

Klasifikasi berdasarkan penyebab

a)ENSEFALITIS SUPURATIVA

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,

streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

-Patogenesis:

Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis Media ,mastoiditis,sinusitis,atau


dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis
cranium, fraktur terbuka,trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.Reaksi dini
jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan
ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.

- Manifestasi klinis

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;

1.Demam

2.Kejang

3.Kesadaran menurun

21
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema
papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.(2,3,4,5)

2. ENSEFALITIS VIRUS

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

1. Virus RNA

Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili

Rabdovirus : virus rabies

Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virusdengue)

Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

2. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,virus Epstein-


barr

Poxvirus : variola, vaksinia

Retrovirus : AIDS

Manifestasi klinis

Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, Kesadaran menurun, timbul
serangan kejang-kejang, kaku kuduk,hemiparesis dan paralysis bulbaris.(1,2,3,4,5)

3. ENSEFALITIS KARENA PARASIT

a. Malaria serebral

Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.

Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama Lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara
difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala yang timbul : demam

22
tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi
kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala–


gejalakecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit
ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.

c. Amebiasis

Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah
demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

d. Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk
kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus,
berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam
meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.(2,4)

4. ENSEFALITIS KARENA FUNGUS

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucormycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor
yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.(2,4)

5. RIKETSIOSIS SEREBRI

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis.
Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yangterdiri atas sebukan sel-sel mononuclear,
yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah
yang terkena akan terjadi trombosis.

Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.(2,4)

23
IV. PATOGENESIS

Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui
kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus akan
menyebar dengan beberapa cara:

1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk
(permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar
melalui sistem saraf.[5]
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada kelainan
neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan
akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis. [5]

HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.[7]

Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:

1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan
vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.[5]
Tingkat demielinasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan aksonnya terutama
dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi. Korteks serebri terutama lobus
temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks; arbovirus cenderung mengenai seluruh
otak; rabies mempunyai kecenderungan pada struktur basal.[7]

Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus, kekuatan
teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat multiplikasi virus.

Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu menginokulasi virus
Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada beberapa virus seperti
varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun yang lemah, merupakan faktor
resiko utama.

24
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran darah
atau melalui sistem neural ( virus herpes simpleks, virus varisella zoster ). Patofisiologi infeksi
virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini masih belum
jelas.

Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatjan
fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara difus
menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).

Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel saraf yang
hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus herpes simpleks
mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.

Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas dimengerti.
Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung dari perifer ke
otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.

Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi primer biasanya
terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau
penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada
infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun
kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya bermanifestasi
sebagai herpes labialis.

Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel darah


yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak. Akibatnya timbul
daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak
yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma.

Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam
jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari
ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria
falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik.

Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus herpes
(badan inklusi intranuklear)

25
VI. MANIFESTASI KLINIS

Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.

Manifestasi klinis tergantung kepada :

1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :


- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama lobus temporalis

- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

2. Patogenesis agen yang menyerang.


3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan


hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran menurun,
sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan perasaan
tak enak pada perut.Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja.
Kejang dapat berlangsung berjam-jam.

Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya
paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.

Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan perubahan
pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.

26
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat
meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas
pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.Rabies memberi gejala pertama
yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma pada stadium paralisis.

Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau subakut. Pada
fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7 hari. Manifestasi
ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat.
Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau
umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor prognosis yang sangat
buruk, pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus dapat
menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema.

V. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis

Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi
ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan.[5]

Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf sentral (SSS) sering
didahului oleh demam akut non spesifik dalam beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat
berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi.
Nyeri kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita nyeri
retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan kaki, dan
fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis
yang berat ringannya tergantung dari keterlibatan meningen dan parenkim serta distribusi dan
luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia,
hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda rangsang meningeal dapat
terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat juga timbul gejala dari infeksi traktus
respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau infeksi gastrointestinal (enterovirus) dan tanda
seperti exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes viruses), parotitis, atau orchitis (mumps
atau lymphocytic chotiomeningitis).[5,7,8]

2. Pemeriksaan Penunjang

1. Pencitraan/ radiologi

27
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan LP (lumbal
punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna untuk memeriksa
adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.[9]

Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu minggu.Pada virus
Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus temporal, namun gambaran tidak tampak
tiga hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak membantu dalam membedakan berbagai
ensefalitis virus.[5]

MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium merupakan


pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2-
weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya
meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi herpes virus memperlihatkan lesi lobus temporal
dimana terjadi hemoragik pada unilateral dan bilateral.[8]

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat


bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG: 1)gelombang delta
aktif yang terus-menerus ;2)gelombang delta yang disertai spike (gelombang paku) ;3)pola koma
alpha.Pada St Louis ensefalitis karakteristik EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus
dan gelombang paku tidak menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau
CT-scan, pada daerah tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak
didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda
klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis

yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.[5]

2. Laboratorium

Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ; dari feces
untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.

Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang didominasi oleh sel
mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi, pleositosis
cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari
berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein meningkat. PCR
(polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis ensefalitis.[8,9]

28
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal biasanya
positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 75%
dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil postif pada 98% kasus yang telah terbukti
dengan biposi otak.Tes PCR untuk mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di
California.PCR digunakan untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese B
encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.

VI. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:

3. Sepsis dan bakteremia


2. Kejang demam
3. Measles
4. Mumps
5. Reye Syndrome[10]
VII. PENATALAKSANAAN
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit. Penanganan
ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah mempertahankan
fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma yaitu mengusahakan
jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan asam basa darah.

Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital. Paracetamol
10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila didapatkan tanda
kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari dilanjutkan
pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone tidak diindikasikan pada pasien
tanpa tekanan intrakranial yang meningkat atau keadaan umum telah stabil. Mannitol juga dapat
diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa
drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami
gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-
otot pernapasan. Pada pasien herpes ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15
mg/kgBB/hari IV diberikan selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian
Adenosine Arabinose untuk herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70%
menjadi 28%. Saat ini Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan
merupakan obat pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama
10 hari.[5]

29
VIII. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan
komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara, kehilangan memori, atau
berkurangnya kontrol otot.[11]

Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur anak. Jika
penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim maka prognosisnya jelek dengan
kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik, psikiatri, epileptik, penglihatan atau
pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes
simpleks.[7]

IX. PENCEGAHAN
• Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
• Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif menggigit.
• Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
• Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru lahir
• Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,
measles/campak)
• Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke daerah
dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease Control and
Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau
lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese
Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.[12]

30
XI.DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan
ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal373-5.
2. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996;hal880-2.
3. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust, John C.M.
In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International Edition. New York. Mc
Graw Hill. 2007;p449-54
4. Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor :Harsono.,Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.
5. Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab SA.EGC
Jakarta.2000;hal 1141-53
6. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses. Richard
G, Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential. Accessed January 31,2012
7. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G, Bachur,MD.
Updated on April 19th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760-
workup. Accessed January 31,2012
8. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.
Updated on April 19th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760-
overview. Accessed January 31,2012
9. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html. Accessed on January
31, 2012.
10. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16, 2011
Available from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_meningitis.
Accessed January 31,2012
11. Soldatos, Ariane MD. Encephalitis. Available from
http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html. Accessed January 31,2012

31
12. Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm. Accessed on January 31, 2012.
13. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm. Accessed on January 31, 2012.
14. Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Accessed on January 31, 2012.

32

Anda mungkin juga menyukai