Anda di halaman 1dari 16

TUGAS UJIAN PERBAIKAN MUSKULO SKELETAL

“FRAKTUR”

Oleh:

Dwi Indra Laksono (1511011085)


Narista Ovi Lajuning Ati (1511011086)
Darmila (1511011087)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019
ISI MAKALAH
1. Definisi
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya
tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai
dengan perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddrat). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2007 : 1138). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543)
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-
kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu
:
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil
2. Etiologi dan Predisposisi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama
tekanan membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal yang dapat
mengakibatkan fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan. Misalnya karena trauma yang tiba tiba mengenaii tulang dengan
kekuatan dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga terjadi patah.
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat
spiral atau oblik
3. Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses patologis.
Contohnya:
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos secara cepat dan
rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena trauma minimal.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang disebabkan oleh
bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan tulang
rawan.
(Arif Muttaqin, 2008)
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma Baik itu karena
trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya:
seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat
tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pathway

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas tulang Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung tulang
kerusakan pada jaringan dan menembus otot dan kulit
pembuluh darah

Luka
Ketidakstabilan posisi fraktur,
apabila organ fraktur digerakkan
Perdarahan lokal
Gangguan integritas
kulit
Hematoma pada daerah fraktur
Fragmen tulang yang patah
menusuk organ sekitar

Kuman mudah masuk


Aliran darah ke daerah distal
Gangguan rasa berkurang atau terhambat
nyaman nyeri Resiko tinggi
(warna jaringan pucat, nadi lemas, infeksi
cianosis, kesemutan)
Sindroma kompartemen
keterbatasan aktifitas

Kerusakan neuromuskuler
Defisit perawatan diri

Gangguan fungsi organ distal

Gangguan mobilitas fisik


4. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri
dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi interna
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada
bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan
densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit
dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan
dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan
sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat.
5. Klasifikasi
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed
union, non-union, dan infeksi tulang
6. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5
cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau beberapa hari setelah cedera.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
8. Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
9. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya
dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat
utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada
derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates
dan protesa pada tulang yang patah
ASUHAN KEPARAWATAN

1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner &
suddarth, 2002)
b. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi
perawatan post operasi
B. Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak
hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola
istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan
dampak hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga
aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang
sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri,
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya,
namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien
ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu
dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat
muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya
pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak
berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
C. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
D. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita adalah
nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri
tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
E. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
F. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada
pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner &
Suddarth, 2002)
2. Diagnosa
1. Nyeri akut yang berhubungan degan fraktur
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
3. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan invasif
3. Intervensi

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Nyeri akut yang NOC : Managemen Nyeri
berhubungan v Pain Level
- Kaji nyeri secara
fraktur v Pain control
komprehensif termasuk lokasi,
v Comfort level
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil :
· Mampu mengontrol - Observasi reaksi nonverbal
nyeri (tahu penyebab dari ketidaknyamanan
nyeri. - Ajarkan tentang teknik non
· Mampu menggunakan farmakologi, tehnik relaksasi
tehnik nonfarmakologi - Berikan analgetik untuk
untuk mengurangi mengurangi nyeri
nyeri, mencari bantuan) - Kolaborasikan dengan dokter
· Melaporkan bahwa jika ada keluhan dan tindakan
nyeri berkurang dengan nyeri tidak berhasil
menggunakan - Atur posisi pasien yang
manajemen nyeri nyaman
· Wajah rileks
· Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
· Tanda vital dalam
rentang normal
Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Kerusakan NOC : NIC :
mobilitas fisik yang Tujuan : kerusakan - Pertahankan tirah baring
berhubungan mobilitas fisik dapat dalam posisi yang
dengan cedera berkurang setelah diprogramkan
jaringan sekitar dilakukan tindakan - Tinggikan ekstrimitas
fraktur, kerusakan keperaawatan yang sakit
rangka Kriteria hasil - Instruksikan klien/bantu
neuromuskuler NOC : dalam latihan rentang gerak
· Meningkatkan pada ekstrimitas yang sakit
mobilitas pada dan tak sakit
tingkat paling - Beri penyangga pada
tinggi yang ekstrimit yang sakit diatas dan
mungkin dibawah fraktur ketika
bergerak
· Mempertahankan - Jelaskan pandangan dan
posisi fungsinal keterbatasan dalam aktivitas
· Meningkaatkan
kekuatan /fungsi
yang sakit
· Menunjukkan
tehnik mampu
melakukan aktivitas
Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Resiko infeksi yang NOC : Infection Control (Kontrol
berhubunga dengan v Immune Status infeksi)
tindakan invasif v Risk control - Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : - Gunakan sabun
v Klien bebas dari tanda antimikrobia untuk cuci
dan gejala infeksi tangan
v Menunjukkan - Cuci tangan setiap sebelum
kemampuan untuk dan sesudah
mencegah timbulnya tindakan keperawatan
infeksi - Gunakan sarung tangan
v Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
batas normal - Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi
- Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kulit pada
area epidema
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
- Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari
infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif

4. Implementasi
Implementasi merupakan salah satu unsur pertahapan dari keseluruhan
pembangunan sistem komputerisasi, dan unsur yang harus dipertimbangkan dalam
pembangunan sistem komputerisasi yaitu masalah perangkat lunak (software), karena
perangkat lunak yang digunakan haruslah sesuai dengan masalah yang akan
diselesaikan, disamping masalah perangkat keras (hardware) itu sendiri.
5. Evaluasi

TGL/jam dx EVALUASI (SOAP)


18/05/2019 1 S: klien mengatakan nyeri berkurang
O: Ekspresi wajah tenang
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
2. S: Klien mengatakan pemenuhan kebutuhan sehari
hari masih sdikit dibantu.
O: Pemenuhan kebutuhan klien sebagian dibantu.
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
3. S: Klien mengatakan cukup nyaman pada posisinya
O: keadaan klien membaik
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal BedahEdisi8 Volume2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.(2000). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Syamsuhidayat. (2004). Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4 EGC. Jakarta, hal :1117-1119
https://id.scribd.com/doc/244576755/Pathway-Fraktur#scribd

Anda mungkin juga menyukai