Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan Konsep Arteri Coroner Akut dan Pemberian Oksigenasi.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 10 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................3

A. Latar Belakang ......................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................3

C. Tujuan.....................................................................................................................................4

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN ........................................................................................5

A. Definisi Syndrom Coroner Akut ..........................................................................................5


B. Etiologi .................................................................................................................................5
C. Pathway ...............................................................................................................................7
D. Manifestasi Klinis ...............................................................................................................8
E. Komplikasi ...........................................................................................................................8
F. Penatalaksanaan ..................................................................................................................8
G. Konsep Asuhan Keperawatan ..............................................................................................9
H. Anatomi Fisiologi Pernapasan …………………………………………………………
13
I. Oksigenasi ..........................................................................................................................17

BAB III PENUTUP ................................................................................................................................ 32

A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 32
B. Saran ............................................................................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................33

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan spectrum kegawatan koroner yang
terdiri dari : infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), infark miokard
akut tanpa elevasi segmen ST (N STEMI) dan angina pectoris tak stabil (UAP).
Angka kejadian NSTEMI lebih sering dibandingkan dengan STEMI. Mortalitas di
RS pada pasien STEMI lebih tinggi dibandingkan dengann N STEMI (7vs5%), namun
setelah 6 bulan mortalitas keduanya ( 12vs 13%). Pada pemantauan jangka pangjang
angka kematian pada NSTEMI lebih tinggi di bandingkan STEMI, yaitu 2 kali lebih
besar setelah 4 tahun. Perbedaan survival ini mungkion karena perbedaan profil pasien,
dimana pasien NSTEMI cenderung usianya lebih tua, dengan lebih banyak penyakit
penyerta (komorbid), terutama diabetes dan gagal ginjal. Perbedaan ini dapat juga
disebabkan perkembangan penyakit jantung coroner dan vascular yang lebih berat ataua
adanya factor pemicu yang menetap seperti infalamasi. Tatalaksana SKA mengalami
perubahan yang pesat seiring dengan banyaknya penelitian randomized clinical trial pada
pasien STEMI maupun NSTEMI.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi dari ACS ?
2. Apa Saja Etiologi dari ACS ?
3. Bagaimana Pathway dari ACS ?
4. Bagaimana Manifestasi dari ACS ?
5. Apa Saja Komplikasi yang dapat terjadi pada ACS ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan dari ACS ?
7. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan ACS ?
8. Apa yang di maksud dengan oksigenasi?
9. Bagaimana pemberian oksigen?

3
C. TUJUAN
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar
teori dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada pasien dengan Sindrome Koroner
Akut serta Pemberian Oksigenasi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI SYNDROM CORONER AKUT


Syndrome coroner akut (ACS) merupakan suatu situasi darurat yang ditandai dengan
awitan akut iskemia miokard yang terjadi akibat kematian otot jantung (misalnya infark
miokard jika intervensi yang tepat tidak diterima oleh sesegera mungkin). Walaupun
istilah oklusi coroner, serangan jantung, dan infark miokard memiliki makna yang sama,
namun infark miokard sering digunakan. Pada angina tak stabil, terjadi penurunan aliran
darah pada arteri coroner, yang sering disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis, tapi
arteri tidak sepenuhnya tersumbat. Ini merupakan kondisi akut yang terkadang mengarah
ke angina pra-infark karena pasien kemungkinan akan mengalami miokard infark jika
intervensi tidak segera di lakukan.
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu istilah atau terminology yang
digunakan untuk menggambarkan spectrum penyakit arteri coroner yang bersifat
trombolitik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya
plaque aterom. Pecahnya plaque aterom ini akan menimbulkan thrombus yang nantinya
akan menyebabkan iskemik sampai infark miokard.

B. ETIOLOGI
Faktor risiko seseorang untu menderita ACS ditentukan melalui interaksi dua atau lebih
fator resiko. Faktor risiko ACS dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor yang tidak
dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi.
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Merokok
b. Hipertensi
c. Diabetes mellitus
d. Stress
e. Diet tinggi lemak
f. Kurangnya aktivitas fisik

5
2. Faktor yang dapat dimodifikasi :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Suku/ras
d. Riwayat penyakit (Bender, et all. 2011)

6
C. PATHWAY

7
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada banyak kasus, tanda dan gejala syndrome coroner akut ialah :
1. Nyeri dada yang terjadi tiba-tiba dan terus berlanjut meskipun beristirahat atau
diberi obat, merupakan gejala utama yang ditampakan.
2. Beberapa pasien sebelumnya pernah mengalami gejala yang sama atau sebelumnya
pernah di diagnosis penyakit akut coroner, tetapi sekitar separuh pasien
melaporkan tidak mengalami gejala sebelumnya.
3. Pasien seringkali datang dengan kombinasi gejala, meliputi nyeri dada, sesak,
mual, muntah dan cemas pasien kemungkinan juga menhgalami dingin, pucat, dan
kulit teraba lembab, frekuensi jantung dan pernapasan dapat meningkat. Tanda dan
gejala yang disebabkan oleh stimulasi system saraf simpatis kemungkinan muncul
hanya dalam beberapa saat atau kemungkinan menetap.

E. KOMPLIKASI
Masalah kolaboratif atau komplikasi potensial
1. Edema pulmonal akut
2. Gagal jantung
3. Syok kardiogenik
4. Disritmia dan henti jantung
5. Efusi pericardial dan tamponade jantung

F. PENATALAKSANAAN
Pengkajian dan metode diagnostik
1. Riwayat pasien (deskrpsi gejala yang muncul, riwayat penyakit sebelumnya dan
riwayat kesehatan keluarga, khususnya penyakit jantung). Pada riwayat masa lalu
juga harus di peroleh informasi tentang factor factor resiko penyakit jantung.
2. Elektrokardigrafi (EKG) dalam 10 menit dari awiatan nyeri atau dari kedatangan
pasien ke unit gawat darurat ekokardiografi untuk menilai fungsi ventrikel
3. Enzim jantung dan biomarker jantung ( myoglobin dan troponin)

8
Penatalaksanaan medis bertujuan meminimalkan kerusakan miokard mempertahankan
fungsi miokard dan mencegah terjadinya komplikasi seperti disritmia letal dan syok
kardiogenik.

 Reperfusi dengan penggunaan darurat obat obat trombolitik atau intervensi coroner
perkutan (PCI)
 Menurunkan kebutuahan oksigen miokard dan meningkatkan suplai oksigen
dengan obat obatan, pemberian oksigen dan tirah baring
 Pintas arteri coroner (koronari arteri baypas) atau pintas arteri coroner invasive
minimal

Terapi farmakologis

 Nitrat (nitrogliserin) untuk meningkatkan supplai oksigen


 Anti koagulan (aspirin dan heparin)
 Analgesic (morpin sulfat)
 Penghambat enzim peng konversi angiotensin
 Memulai pemberian beta blocker dan pemberian terus dilanjutkan setelah pasien
pulang
 Trombolitik (alteplase) [t-PA, Activase] dan [r-PA, TNKase] ; harus diberikan
sedini mungkin setelah awitan gejala, umumnya sampai 6 jam

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Dapatkan data dasar tentang status terkini pasien meliputi riwayat nyeri dada
atau ketidaknyamanan, kesulitan bernafas, palpitasi, kelelahan yang tidak biasa,
pingsan, atau berkeringat. Lakukan pengkajian fisik lengkap, pemeriksaan harus
meliputi :
 Evaluasi nyeri dada
 Kaji frekuensi dan irama jantung disritmia dapat mengindikasikan
ketidakcukupan oksigen ke miokardium

9
 Kaji bunyi jantung, dapat menjadi tanda dini yang menunjukan kegagalan
ventrikel kiri
 Ukur tekanan darah untuk menentukan respon terhadap nyeri dan terapi, catat
tekanan nadi, yang kemungkinan menyempit setelah miokard infark, yang
dapat menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
 Kaji nadi perifer frekuensi, irama dan volume
 Evaluasi warna dan temperature kulit
 Auskultasi lapang paru dengan interfal yang sering untuk mendeteksi gagal
ventrikel (kreakles pada dasar paru)
 Kaji motolitas usus trombosis arteri mesenterika merupakan komplikasi
potensial yang sangat fatal
 Observasi haluaran urine dan periksa adanya edema tanda dini syok
ardiogenik merpupakan hipotensi yang disertai oliguria
 Periksa jalur dan sisi IV secara sering

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Ketidakefektifan perfusi jaringan jantung b.d penurunan aliran darah coroner
 Resiko ketidakseimbangan volume cairan
 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perfifer yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung akibat disfungsi ventrikel kiri
 Ansietas kematian
 Defisiensi pengetahuan tentang perawatan diri pasca ACS

3. PERENCANAAN DAN TUJUAN


Tujuan utama pasien meliputi penurunan nyeri atau tanda iskemia (Misal.
Perubhaan segmen ST) dan gejala iskemia, pencegahan kerusakan miokard, tidak
terjadi disfungsi pernapasan pemeiliharaan dan pencapaian perfusi jaringan yang
adekuat, penurunan kecemasan, kepatuhan terhadap program perawatan diri, dan
tidak munculnya tanda-tanda dini komplikasi. Meredakan nyeri serta tanda dan
gejala iskemia lainnya

10
 Berikan oksigen bersama dengan terapi medikasi untuk meredakan gejala
(inhalasi oksigen) menurunkan nyeri akibat penurunan kadar oksigen sirkulasi
 Kaji tanda-tanda vital dengan sering sepanjang pasien mengalami nyeri
 Bantu pasien untuk beristirahat dengan meninggikan punggung guna mengurangi
kenyamanan dada dan dyspnea
 Memperbaiki fungsi pernapasan
 Kaji fungsi pernapasan untuk mendeteksi tanda awal terjadinya komplikasi
 Pantau status volume cairan untuk mencegah jantung paru
 Anjurkan pasien bernapas dalam dan sering rubah posisi untuk mencegah
akumulasi cairan di dasar paru

MENINGKATKAN PERFUSI JARINGAN YANG ADEKUAT

 Pertahankan pasien tetap di tempat tidur atau dikursi untuk mengurangi konsumsi
oksigen miokard
 Periksa temperature kulit dan nadi perifer secara sering untuk memastikan perfusi
jaringan yang adekuat

MENURUNKAN ANSIETAS

 Bina hubungan saling percaya dan saling peduli dengan pasien, sampaikan
informasi dengan jujur dan supportif kepada pasien dan keluarga
 Ciptakan lingkungan yang tenang, cegah gangguan yang dapat mengganggu
tidur, gunakan sentuhan yang wajar dan penuh kepedulian, tunjukan humor, dan
berikan dukungan spiritual yang konsisten dengan keyakinan pasien.

TERAPI MUSIK DAN TERAPI HEWAN PELIHARAAN JUGA DAPAT


MEMBANTU

 Berikan pasien kesempatan untuk menyampaikan kekhawatiran dan rasa takutnya


secara pribadi dan sering.
 Ciptakan suasana penuh penerimaan untuk membantu pasien menyadari bahwa
perasaanya suatu hal yang realistis dan normal

11
MEMANTAU DAN MENGATASI KOMPLIKASI

Pemantauan tepat terhadap tanda dan gejala kardiovaskular yang menunjukan


awitan komplikasi. Meningkatkan perawatan di rumah dan komunitas

MENGAJARKAN PASIEN TENTANG PERAWATAN DIRI

 Identifikasi prioritas pasien, berikan pendidikan kesehatan yang memadai tentang


pola hidup jantung sehat dan fasilitasi kelibatan pasien dalam program rehabilitasi
 Bekerjasama dengan pasien untuk menyusun rencana dalam memenuhi kebutuhan
pasien

MELANJUTKAN ASUHAN

Rujuk pasien dan keluarga untuk mendapatkan asuhan keperawatan di rumah

 Bantu pasien dalam menyusun jadwal kunjungan, tindak lanjut dan mematuhi
regimen rehabilitasi yang diprogramkan
 Ingatkan pasien tentang pemantauan tindak lanjut, meliputi pemeriksaan labolatirum
dan EKG secara periodic serta pemeriksaan kesehatan umum.
 Pantau kepatuhan pasien terhadap pembatasan diet dan konsumsi obat yang
diresepkan.
 Jika pasien menjalani terapi oksigen di rumah, pastikan bahwa pasien menggunakan
oksigen dengan dosis yang tepat dan aman.
 Jika pasien ternyata pernah mengalami gagal jantung akibat Miokard Infark, pedoman
perawatan gagal jantung dirumah harus dipatuhi oleh pasien

4. EVALUASI

Hasil yang diharapkan untuk pasien

 Mengalami penurunan angina


 Status kardiovaskular dan pernapasan stabil
 Mempertahankan perfusi yang adekuat
 Menunjukan penurunan kecemasan

12
H. OKSIGENASI
1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin kesediaan untuk
kelangsungan metabolisme dan pertukaran gas. Melalui peran system respirasi
oksigen diambil dari atmosfer, ditransport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran
gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didisfusi
masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer, kemudian
oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut,
faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti
trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier (submental), terminal
bronkiolus dan selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk jalan masuknya udara ke
organ pernapasan bagian bawah, organ pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk
pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk pernapasan bagian
bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melepaskan gas. Sedangkan fungsi organ
pernapasan bagian bawah, selain sebagai tempat masuknya oksigen, beberapa juga
proses disfusi gas.
1. Respirasi
Respirasi adalah proses pertukaran oksigen dan karbodioksida baik yang
terjadi di paru-paru, maupun di jaringan. Proses respirasi dibagi menjadi dua
yaitu: respirasi eksternal (pernapasan luar) dan respirasi internal (pernapasan
dalam).
a) Respirasi Eksternal
Merupakan proses pertukaran oksigen dan karbodioksida di paru-paru
dan kapiler pulmonal dengan lingkungan luar. Pertukaran gas ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan dan konsentrasi antara udara lingkungan
dengan di paru-paru. Konsentrasi gas di atmosfer terdiri atas nitrogen
(78,62%), oksigen (20,84%), karbondioksida (0,04%), dan air (0,5%). Adanya
konsentrasi gas menimbulkan tekanan parsial dari masing-masing gas
tersebut. Tekanan parsial gas adalah tekanan yang diberikan oleh gas suatu

13
gas campuran (hukum gas). Dengan demikian, perbedaan konsentrasi gas
mengakibatkan perbedaan tekanan parsial gas. Misalnya, konsentrasi oksigen
di alveoli lebih tinggi dari konsentrasi kapiler pulmonal, sehingga tekanan
parsial gas juga lebih tinggi.
Respirasi eksternal melibatkan kegiatan-kegiatan berikut:
 Pertukaran udara dari luar atau atmosfer dengan udara alveoli melalui aksi
mekanik yang disebut ventilasi.
 Pertukaran oskigen dan karbodioksida antara alveoli dengan kapiler
pulmonal melalui proses disfusi.
 Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah dari paru-paru ke
seluruh tubuh dan sebaliknya.
 Pertukaran oksigen dan karbondioksida darah dalam pembuluh kapiler
jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses disfusi.
b) Respirasi internal
Respirasi internal merupakan proses pemanfaatan oksigen dalam sel yang
terjadi di minitokondria untuk metabolisme dan produksi karbon dioksida
proses pertukaran gas pada respirasi internal hampir sama dengan proses
respirasi eksternal. Adanya peran tekanan persial gas dan proses difusi untuk
pertukaran gas antara kapiler sistemik dengan ke jaringan. Tekanan parsial
oksigen (pO2) di jaringan selalu lebih rendah dari darah arteri sistemik dengan
perbandingan 40mmHg dan 104mmHg. Dengan demikian oksigen akan
masuk dari sistemik ke jaringan sampai terjadi keseimbangan, sedangkan
karbon dioksida akan bergerak dengan cepat masuk kealiran vena dan kembali
ke jantung.
2. Mekanisme Pernapasan
Pernapasan atau ventilasi pulmonal merupakan proses pemindahan udara
dari dan ke paru-paru. Proses bernapas terdiri atas dua fase yaitu inspirasi
(periode ketika aliran udara luar masuk ke paru-paru) dan ekspirasi (periode
ketika udara meninggalkan paru-paru keluar atmosfer).
Proses bernapas merupakan proses yang kompleks dan tergantung pada
perubahan volume yang terjadi pada rongga toraks dan perubahan tekanan.

14
Hubungan antara tekanan dan volume gas dinyatakan dalam hokum Boyle, yang
menyatakan bahwa volume suatu gas bervariasi, berlawanan, atau berbanding
terbalik dengan tekanan pada temperature konstan tekanan. Tekanan yang
berperan dalam proses bernapas adalah tekanan atmosfer, tekanan intrapulmonal
atau intraalveoli, dan tekanan intrapleural. Adanya perbedaan tekanan yang terjadi
mengakibatkan perubahan rongga toraks menjadi lebih besar atau mengecil.
a. Tekanan atmosfer, yaitu tekanan udara luar, besarnya sekitar 760 mmHg.
Tekanan ini diakibatkan oleh kandungan gas yang berada di atmosfer.
b. Tekanan intrapulmonal atau intraalveoli, yaitu tekanan yang terjadi dalam
alveoli paru-paru. Ketika bernapas normal atau biasa terjadi perbedaan
tekanan dengan atmosfer. Pada saat inspirasi. Tekanan intrapulmonal 759
mmHg, lebih rendah 1 mmHg dan atmosfer dan pada saat di ekspirasi
tekanannya menjadi lebih tinggi naik 1 mmHg menjadi 761 mmHg. Tekanan
intrapulmonal akan meningkat ketika bernapas maksimum, pada inspirasi
perbedaan meningkat mencapat -30 mmHg dan ekspirasi +100 mmHg.
c. Tekanan intrapleura adalah tekanan yang terjadi pada rongga pleura yang
ruang antara pleura parietalis dan viseralis. Besarnya tekanan ini kurang dari
tekanan pada alveoli atau atmosfer sekitar -4 mmHg atau sekitar 756 mmHg
pada pernapasan biasa dan dapat mencapai -18 mmHg pada inspirasi dalam
atau kuat.

3. Inspirasi
Inspirasi terjadi ketika tekanan alveoli dibawah tekanan atmosfer. Otot
yang paling penting dalam inspirasi adalah diafragma, bentuknya melengkung dan
melekat pada iga paling bawah dan otot interkosa eksterna. Ketika diafragma
berkontraksi, bentuknya menjadi datar dan menekan bagian bawahnya yaitu
abdomen dan mengangkat iga. Keadaan ini menyebabkan pembesaran rongga
toraks dan paru-paru. Meningkatnya ukuran dada menurunkan tekanan
intrapleural sehingga paru-paru mengembang. Mengembangnya paru-paru
berakibat pada turunnya tekanan alveolus sehingga udara bergerak menurut
gradien tekanan dari atmosfer ke paru-paru. Hai ini terus berlangsung sampai

15
tekanan menjadi sama dengan tekanan atmosfer, demikian seterusnya. Sebelum
inspirasi dimulai, tekanan intraalveolus sama dengan tekanan atmosfer atau
selisihnya 0.

4. Ekspirasi
Selama pernapasan biasa, ekspirasi merupakan proses pasif, tidak ada
kontraksi otot-otot aktif. Pada akhir inspirasi, otot-otot respirasi relaks,
membiarkan elastisitas paru dan rongga dada untuk mengisi volume paru.
Ekspirasi terjadi ketika tekanan alveolus lebih tinggi dari tekanan atmosfer.
Relaksasi diafragma dan otot interkosta eksterna mengakibatkan recoil elastis
dinding dada dan paru sehingga terjadi peningkatan tekanan alveolus dan
menurunkan volume paru. Dengan demikian, udara bergerak dari paru-paru ke
atmosfer.

5. Otot-otot Pernapasan
Perubahan volume paru-paru terjadi karena kontraksi otot-otot sketal,
khususnya otot-otot iga dan diafragma yang merupakan pembatas rongga dan
toraks dan rongga abdomen. Otot-otot utama pernapasan adalah diafragma dan
otot-otot interkosta eksterna pada keadaan pernapasan normal. Otot-otot
tambahan atau aksesori juga berperan dalam pernapasan kuat, peningkatan
pernapasan seperti otot interkosta interna, sternokleidomastodeus, serratus
anterior, pektoris minor, tranversus thoracis, eksternal dan internal obliquus dan
rektus abdominalis.
a. Otot-otot yang digunakan pada inspirasi.
Inspirasi adalah proses aktif dengan peran satu atau lebih otot-otot berikut :
 Otot diafragma, otot ini berbentuk lengkung pada keadaan tidak
berkontraksi. Pada saat kontraksi diafragma menjadi datar dan menekan isi
abdomen sehingga rongga toraks menjadi membesar. Diafragma
memegang peranan besar kira-kira 75% dalam proses pernapasan normal.
 Kontraksi dari otot-otot interkosta eksterna, membantu dalam inspirasi
dengan mengangkat iga-iga sehingga rongga toraks menjadi membesar.

16
Otot ini memegang peranan sekitar 25% dari volume udara masuk ke
paru-paru pada pernapasan normal.
 Otot-otot aksesoris, seperti otot interkosta interna,
strernokleidomastoideus, seratu anterior, pektoris minor, tranversus
thoracis, abliquus eksternal dan internal, serta rektus abdominalis,
memegang peranan dalam peningkatan kecepatan dan jumlah pergerakan
iga.
b. Otot-otot Ekspirasi
Ekspirasi merupakan proses pasif atau aktif, tergantung aktivitas
pernapasan. Ketika ekspirasi, otot-otot yang berperan adalah otot-otot berikut
ini :
 Otot interkosta interna dan tranversus untuk menurunkan iga dan rongga
toraks.
 Otot intraabdominalis, termasuk obliquus eksterna dan interna intraversus
abdominalis, dan rektus abdominalis, berperan dalam membantu otot
interkosta internal untuk ekspirasi dengan menekan abdomen dan
mengangkat diafragma.

6. Pertukaran dan Transpor Gas Pernapasan


Pertukaran gas terjadi antara udara luar dengan darah dalam membrane
respiratory. Pernapasan adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada
alveolus dan tingkat kapiler (pernapasan eksternal) dan sel dalam jaringan
(pernapasan internal). Selama pernapasan, jaringan tubuh membutuhkan oksigen
untuk metabolism dan karbondioksida untuk dikeluarkan.
Udara yang kita butuhkan dari atmosfer untuk dapat dimanfaatkan oleh
tubuh membutuhkan proses yang kompleks, yang meliputi proses ventilasi,
perfusi, difusi ke kapiler, dan transportasi.

2. OKSIGENASI
Terapi oksigen pertama kali dipakai, dalam bidang kedokteran pada tahun
1800 oleh Thomas Beddoes. Terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari

17
udara/athmosphere atau FiO2 > 21%. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah asidosis respiratorik,
mencegah hipoksia jaringan, menurunnkan kerja napas dan otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 lebih dari 60mmHg atau SaO2 > 90%. Oksigenasi adalah
pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2) sistem pernapasan berperan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen sistem terdiri atas saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah.
Terapi oksigen merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen
pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan
indikasi serta metode pemberian oksigen merupakan bekal bagi perawat agar
asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen sebagai intervensi medis, yang
dapat untuk berbagai tujuan di kedua perawatan pasien kronis dan akut. Oksigen
sangat penting untuk metabolisme sel, dan pada gilirannya, oksigenasi jaringan
sangat penting untuk semua fungsi fisiologis normal.

3. INDIKASI TERAPI OKSIGEN


 Gagal nafas Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial
normal O2 dan CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran
O2 dan CO2 sehingga sistem pernapasan tidak mampu memenuhi
metabolisme tubuh.
 Gangguan jantung (gagal jantung) Ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
 Kelumpuhan alat pernafasan Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada
alat pernapasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan
kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran
gas O2 dan CO2.
 Perubahan pola napas.Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan),
dyspnea (kesulitan bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan

18
warna menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan
oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan
lebih lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea
(pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24x/menit
(Tarwoto&Wartonah, 2010:35)
 Keadaan gawat (misalnya:koma)Pada keadaan gawat, misal pada pasien
koma tidak dapat mempertahankan sendiri jalan napas yang adekuat
sehingga mengalami penurunan oksigenasi.
 TraumaParu-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera
akan mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
 Metabolisme yang meningkat:luka bakarPada luka bakar, konsumsi oksigen
oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan
hipermetabolisme.
 PostoperasiSetelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan
pengaruh dari obat bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh,
sehingga sel tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.
 Keracunan karbon monoksida Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat
berbahaya jika dihirup karena akan menggantikan posisi O2 yang berikatan
dengan hemoglobin dalam darah. (Aryani, 2009:53)
 Perubahan frekuensi atau pola napas
 Perubahan atau gangguan pertukaran gas
 Hipoksemia
 Menurunnya kerja napas
 Trauma berat

4. KONTRAINDIKASI
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat
pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada
khusus berikut ini
a) Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai
bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non

19
rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini
dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan
oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%.
b) Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah.
c) Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul

5. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN


OKSIGEN

 Perhatikan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau kurang dari
batas. Hal ini penting untuk mencegah kekeringan membran mukosa dan
membantu untuk mengencerkan sekret di saluran pernafasan klien

 Pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penyakit akut,
klien dengan keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi, perawat harus
mengobservasi lebih sering terhadap respon klien selama pemberian terapi
oksigen

 Pada beberapa klien, pemasangan masker akan memberikan tidak nyaman


karena merasa “terperangkat”. Rasa tersebut dapat di minimalisir jika perawat
dapat meyakinkan klien akan pentingnya pemakaian masker tersebut.

 Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu
melakukan perawatan kulit dan mulut secara extra karena pemasangan masker
tersebut dapat menyebabkan efek kekeringan di sekitar area tersebut.

 Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan ikatan
tali nasal kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan kassa
berukuran 4x4cm di area tempat penekanan tersebut.

 Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping klien
dengan terapi oksigen

20
 Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih
dahulu dengan contoh masker.

 Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi OFF

 Pasanglah tanda : “dilarang merokok : ada pemakaian oksigen” di pintu kamar


klien, di bagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di dekat tabung oksigen.
Instrusikan kepada klien dan pengunjung akan bahaya merokok di area
pemasangan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran

6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OKSIGENASI


Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi diantaranya
faktor fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan.
a) Faktor Fisiologi
 Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
 Menurunnya konsentrasi O2 yang di inspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas.
 Hypovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu.
 Meningkatnya metabolism sehingga adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain.
 Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, sehingga penyakit
kronis seperti TB paru.
b) Faktor Perkembangan
 Bayi premature : yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
 Bayi dan toddler : adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
 Anak usia sekolah dan remaja : risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
 Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.

21
 Dewasa tua : adanya proses menuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosclerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.
c) Faktor Perilaku
 Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang,
diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosclerosis.
 Latihan : dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
 Merokok : nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer
dan coroner.
 Penyalahgunaan substansi (alcohol dan obat-obat) : menyebabkan intake
nutrisi/FE menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
 Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat.

d) Faktor Lingkungan
 Tempat kerja (polusi)
 Temperature lingkungan
 Ketinggian tempat dari permukaan laut.

7. TIPE KEKURANGAN OKSIGEN DALAM TUBUH

Jika oksigen dalam tubuh berkurang, maka ada beberapa istilah yang
dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen tubuh yaitu hipoksia,
hipoksemia, dan gagal napas. Status oksigenasi tubuh dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dan oksimetri.

a) Hipoksemia
Hipoksemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah anteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah
normal (normal Pa O2 85-100 mmHg, Sa O2 95%). Pada neonates, Pa02
kurang dari 50 mmHg atau SaO2 kurang dari 88%. Pada dewasa, anak, dan
bayi, , Pa02 < 60 mmHg atau Sa02 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh

22
gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (Shunt), atau berada pada tempat
yang kurang oksigen.
Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan
cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan struk volume, vasodilatasi
pembuluh darah dan peningkatan nadi.
Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya sesak nafas frekuensi nafas
35 menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.

b) Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen dijaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen
yang di isnpirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab
lain hipoksia adalah :
 Menurunnya hemoglobin
 Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika berada pada puncak
gunung.
 Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan
sianida.
 Menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia.
 Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok .
 Kerusakan atau gangguan ventilasi.

Tanda-tanda hipoksia diantaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya


kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam,
sianosis, sesak nafas, serta clubbing.

c) Gagal Napas
Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan

23
oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan CO2 dan pertukaran
O2 dalam darah secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh
gangguan system syaraf pusat yang mengontrol system pernapasan,
kelemahan neuromuscular, keracunan obat, gangguan metabolism, kelemahan
otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

d) Perubahan Pola Napas


Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar
18-22 x/menit, dengan irama teratur serta inspirasi lebih Panjang dari
ekspirasi. Pernapasan normal disebut eupnea. Perubahan pola napas dapat
berupa:
 Dispnea, yaitu kesulitan bernapas pada pasien dengan asma.
 Apnea, yaitu tidak bernapas atau berhenti napas.
 Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih
dari 24 x/menit.
 Bradypnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16 x/menit.
 Kussmaul, yaitu pernapasan dengan Panjang ekspirasi dan inspirasi sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada penyakit
DM dan uremia.
 Chyne-strokes, merupakan pernapasan cepat dalam kemudian berangsur-
angsur dangkal dan diikuti periode apneu yang berulang secara teratur.
Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantug, dan penyakit ginjal.
 Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apneu dengan
periode yang tidak teratur, pada meningitis

8. PERUBAHAN FUNGSI PERNAPASAN


a) Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-
paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan
oleh:

24
 Kecemasan
 Infeksi atau sepsis
 Keracunan
 Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic

Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek,


nyeri dada (chest pain), menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.

b) Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi penggunaan O2 tubuh atau mengeluarkan CO2 dengan cukup.
Biasanya terjadi pada keadaan atelectasis (kolabs paru).
Tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala,
penurunan kesadaran, disoreintasi, kardiakdisritmia, ketidakseimbanagan
elektrolit, kejang, dan kardiak arrest.

9. ALAT BANTU PERNAPASAN


a) Tabung dan Legulator Oksigen
Tabung oksigen mempunyai kemampuan untuk merubah air menjadi suatu
oksigen, oksigen lantas di alirkan melalui selang ke saluran pernapasan
pasien, bisa melalui hidung atau mulut pasien ke paru-paru. Sedangkan,
regulator adalahs ebuah alat yang berfungsi untuk mengendalikan tekanan
oksigen yang diberikan kepada pasien tersebut pasalnya, oksigen yang berasal
dari tabung mempunyai tekanan yang tinggi, sehingga perlu diatur agar aman
penggunaannya bagi pasien.
Fungsi utama tabung oksigen yaitu berfungsi sebagai tempat menyimpan
oksigen ke tubuh alat ini juga cukup banyak di gunakan dirumah karena bisa
sebagai alat pertolongan pertama.

25
b) Tabung oksigen portable
Berbeda dengan tabung oksigen yang ukurannya besar, oksigen portable di
kemas dalam tabung dengan ukuran kecil, oksigennya tersedia dalam bentuk
gas, tabung oksigen ini mudah dibawa kemana pun dan praktis.

c) Oksigen concentrator
Oksigen concentrator adalah alat yang bekerja menghasilkan oksigen murni
dari udara bebas yang kemudian alat bantu pernapasan ini biasa digunakan
untuk orang dengan gangguan pernapasan seperti asma.

d) Oksimeter

26
Adalah alat bantu pernapasan yang berfungsi untuk mengukur oksigen dalam
darah. Alat ini dihubungkan dengan sensor yang berfungsi untuk mengukur
kadar oksigen pada jari-jari pasien dan sebagai deteksi dini untuk kasus
hipoksia.

e) Nebulizer
Nebulizer adalabh alat yang berfungsi untuk mengubah alat asma yang
berbentuk cair menjadi berbentuk gas.gas ini akan di alirkan melalui selang ke
saluran poernapasan pasien. Dengan kata lain alat ini memiliki kemampuan
untuk menembakan langsung obat asma menuju organ target yaitu organ paru-
paru

f) CPAP
CPAP adalah singkatan dari COntinous Positif Airway Preasure yang
digunakan bagi pasien penderita sleap apnea. Orang dengan sleap apne
memiliki kesulitan bernapas saat tidur yang disebabkan dengan adanya
penyumbatan saluran pernapasan atau tidak stabilnya pusat kendali
pernapasan pada tubuh manusia. CPAP bekerja dengan mengontrol tekanan
udara yang konstan sehingga bisa membuat saluran pernapasan tetap terbuka

27
dan tekanan udara yang dihasilkan disalurkan melalui topeng yang dikenakan
orang dengan Sleep apnea. Saat dia tidur dengkuran saat tidur akan berkurang
nantinya.

g) Air Cleaner
Digunakan untuk meningkatkan kualitas udara di sekitar. Alat ini bisa
digunakan dirumah ataupun di kantor karena biasanya alat ini digunakan jika
ada yang memiliki gangguan pernapasan seperti asma, empisema, atau alergi.
Alat ini juga baik digunakan untuk orang yang tinggi di are dengan kualitas
udara buruk, polusi udara yang tinggi, atau penuh debu dam tungau sehingga
membuat pernapasan terganggu.

h) Inhaler
Alat ini dapat mengirimkan obat kedalam saluran pernapasan secara langsung,
dengan cara dihirup melalui mulut dengan menggunakan obat asma.

28
i) Ventilator
Merupakan sebuah alat bantu atau pendukung pernapasan yang digunakan
oleh seorang yang memiliki permasalah pernasapan yang diderita.
Penggunaan ventilator sebagian besar digunakan oleh pihak rumah sakit mulai
oleh penggunaan pasien yang akan dioperasi atau di anastesi, perawatan dari
penyakit paru-paru dan gangguan pernapasan lain (Pneumonia, PPOK, Cidera
tulang belakang, Cidera Otak dan Overdosis obat)

j) BVM (Bug Valve Mask)

29
BVM adalah alat yang digunakan untuk membantu seseorang yang sedang
mengalami gangguan pernapasan atau yang membutuhkan oksigen tambahan
dalam tubu, oksigen yang dibutuhkan dapat membantu seseorang yang
kesulitan bernapas.

10. METODE PEMBERIAN OKSIGEN

Pemberian oksigen atau terapi oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut :

a) System aliran rendah


Pemberian system dengan menggunakan system ini ditujukan kepada
pasien yang membutuhkan oksigen tetapi masih mampu bernapas normal,
karena teknik system ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi atau tidak
konstan, sangat dipengaruhi oleh aliran, reservoir dan pola napas pasien.
Contoh pemberian oksigen dengan aliran rendah adalah sebagai berikut :
1) Nasal kanul, diberikan dengan continue aliran 1-6L/mnt dengan
konsentrasi oksigen 24-44%
2) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan continue atau selang
seling 5-10L/mnt dengan konsentrasi oksigen 40-60%. Sungkup muka
dengan kantong rebreathing. Sungkup ini memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat insipirasi ataupun saat ekspirasi. Pada pasien
inspirasi, oksigen masuk melalui lubang antara sungkup dan kantong

30
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang
ekspirasi pada kantung. Aliran oksigen 8-12L/mnt, dengan konsentrasi 60-
80%
3) Sungkup muka dengan kantong (non rebreathing) sungkup ini mempunyai
2 kantung. 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat
ekspirasi, dan satu katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk
pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian
oksigen, dengan aliran 10-12L/mnt konsentrasi oksigen 80-100%.

b) System aliran tinggi


System ini memungkinkan pemberian O2 dengan FiO2 lebih stabil dan
tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari system aliran tinggi adalah
dengan Venturi Mask atau sungkup muka dengan venturi dengan aliran 2-
15L/mnt. Prinsip pemberian oksigen dengan venturi adalah oksigen yang
menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsentrasi dapat
diatur sesuai dengan warna alat, mis : warna biru 24%, putih 28%, orange
31%, kuning 35%, merah 40% dan hijau 60%.

31
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu istilah atau terminology yang
digunakan untuk menggambarkan spectrum penyakit arteri coroner yang bersifat
trombolitik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya
plaque aterom. Pecahnya plaque aterom ini akan menimbulkan thrombus yang nantinya
akan menyebabkan iskemik sampai infark miokard.
Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin kesediaan untuk
kelangsungan metabolisme dan pertukaran gas. Melalui peran system respirasi oksigen
diambil dari atmosfer, ditransport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen
dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didisfusi masuk kapiler darah
untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme.

B. SARAN
Kami berharap makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah
wawasan bagi mahasiswa dan mahasiswi keperawatan dan apabila terdapat kekurangan
dalam makalah ini kami tim penulis mohon maaf karena masih dalam proses
pembelajaran

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth.2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta:EGC


2. Tarwoto and Wartonah.2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta:Salemba Medika
3. Alwi,Idrus.2012. Tatalaksana Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Interna
Publishing
4. Muttaqin,Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskular.
Jakarta:Salemba Medika
5. LeMone,Priscilla.dkk.2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta:EGC

33

Anda mungkin juga menyukai