Anda di halaman 1dari 15

https://koasdaily.wordpress.

com/2014/10/15/lapsus-dermatitis-kontak-iritan/

LAPSUS : DERMATITIS
KONTAK IRITAN

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan penyakit yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi


polimorfik berupa eritema, edema, papula, vesikel, skuama, dan likenifikasi. Salah satu jenis
dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah respon terhadap pajanan bahan
atau substansi tertentu, dapat berupa alergen maupun bahan iritan. Peradangan akibat pajanan
terhadap alergen disebut dermatitis kontak alergi (DKA). Pajanan terhadap bahan iritan
disebut dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah peradangan pada kulit
yang dapat berupa eritema, edema, dan scale/skuama. DKI merupakan respons nonspesifik
kulit terhadap berbagai kerusakan kimia dengan melepaskan mediator inflamasi terutama dari
sel-sel epidermis1,2.

Dalam kehidupan sehari-hari, iritan yang menyebabkan DKI meliputi air, deterjen, berbagai
pelarut, asam, basa, bahan adhesi, cairan bercampur logam, kosmetik, minyak oles, dan
substansi topikal lainnya. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan
merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan terluar,
membiarkan iritan masuk lebih dalam, dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan cara
memicu proses inflamasi2.

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit kulit akibat kerja karena
berkaitan dengan oleh pajanan berulang substansi di area kerja, seperti bahan pembersih,
deterjen, dan pelarut. Penggunaan zat-zat tertentu pada area kulit yang sensitif juga
menyebabkan timbulnya gejala klinis penyakit ini1. DKI dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin2.

DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi
(DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak cenderung membahas DKA. Tidak ada
uji diagnostik untuk DKI, sehingga diagnosis bersandar pada eksklusi penyakit dermatitis
lainnya. Tangan merupakan tempat predileksi tersering penyakit ini. Terkadang penampakan
klinis DKI kronik mirip dengan DKA. DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit
dibedakan dengan DKA. Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter
untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat
diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif. Laporan kasus ini membahas penderita DKI
pada jari jari tangan dengan riwayat kontak dengan bahan-bahan salon kecantikan1,2.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah jenis dermatitis yang berupa efek sitotosik lokal langsung dari
bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang
paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopik menderita gejala yang lebih
berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara
langsung pada kulit tanpa proses sensitisasi2,3.

Dermatitis kontak iritan dapat dibagi menjadi dua, yaitu oleh karena iritan absolut dan relatif.
DKI oleh karena iritan absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan
semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak karena iritan relatif dapat timbul
sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali baru timbul bila ada faktor
fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi, oleh karena itu sering disebut traumatic
dermatitis. Kelainan yang timbul biasanya berupa hiperpigmentasi, hiperkeratosis,
likenifikasi, fisura, dan kadang-kadang eritema dan vesikel4.

2.2 Epidemiologi

Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura memperlihatkan bahwa
97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3 % diantaranya adalah DKI dan
33,7% adalah DKA. Sebagai penyakit yang sering dihubungkan dengan kerja dengan
kecenderungan pajanan terhadap bahan-bahan iritan berulang, maka dermatitis kontak iritan
sering insidennya pada profesi cleaning service, hospital care, tukang masak, dan pegawai
salon. Insiden di Jerman 4,5 pasien per 10.000 tukang masak. Pegawai salon mempunyai
insiden dermatitis kontak iritan tertinggi yaitu 46,9 kasus per 10.000 perkerja per tahun nya1,5.

Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita
faktor lingkungan lebih berperan dibanding faktor genetik yang lebih berperan pada pria.
Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada umur > 50 tahun karena keadaan kulit
yang lebih kering dan tipis1.

2.3 Etiologi

Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan
garam konsentrat, plastik berat molekul rendah, dan bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit
yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor
lingkungan dan faktor individu penderita1,4,2.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada
kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang
sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai
iritan. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak, baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum
korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan
penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Riwayat atopik, personal hygiene, dan luas
dari paparan menentukan kerentanan seorang individu untuk terkena DKI. Efek dari iritan
merupakan concentration-dependent dan biasanya mengenai tempat primer kontak4.

2.4 Patogenesis

DKI merupakan dermatitis dengan mekanisme non alergi. Patogenesis DKI dapat dijelaskan
sebagai berikut :

Penetrasi bahan iritan à kerusakan membran lipid keratinosit à dalam beberapa menit-jam à
difusi bahan iritan melalui membrane akan merusak lisosom, mitokondria, dan komponen inti
sel à pengaktifan fosfolipase à menghasilkan asam arakidonik à asam arakidonik
membebaskan prostaglandin dan leukotrin à pembuluh darah dan transudasi faktor sirkulasi
dari komplemen dan sistem kinin3,6.

Dalam patogenesis penyakit ini, sel-sel yang berperan seperti resident epidermal cells,
dermal fibroblast, endothelial cells, dan berbagai macam leukosit yang berinteraksi satu sama
lain di bawah control jaringan mediator lipid dan sitokin. Keratinosit memegang peranan
penting di dalam inisiasi reaksi inflamasi kulit atas responnya terhadap sitokin. Berbagai
stimuli yang bertindak sebagai iritan, seperti substansi kimia dapat merangsang keratinosit
epidermis untuk mengeluarkan sitokin inflamasi (IL-1, TNF-α), sitokin kemotaksis (IL-8, IL-
10), growth-promoting cytokines (IL-6, IL-7, IL-15, GMC-SF, TGF α), dan sitokin pengatur
imunitas humoral dan selular (IL-10, IL-12, IL-18). ICAM 1 menyebabkan infiltrasi leukosit
ke epidermis, sehingga menyebabkan reaksi inflamasi di kulit1.

Penarikan neutrofil dan limfosit serta pengaktifan sel mast à membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin3.

Platelet Activating Factor à aktivasi platelets à perubahan vaskuler3.

Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator.
Perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik yaitu dermatitis kontak iritan tidak
melalui fase sensitisasi3.

Semua bahan iritan menunjukkan pola yang sama dalam hal infiltrasi seluler di dalam lapisan
dermis. Densitas infiltrasi sel sebanding dengan intensitas inflamasinya1.

2.5 Patofisiologi

Ada 3 bentuk perubahan patofisiologi, yaitu kerusakan barrier kulit, kerusakan seluler
epidermis, dan pengeluaran sitokin. Dengan keluarnya sitokin pro inflamasi dari sel-sel kulit,
terutama keratinosit, menyebabkan inflamasi sebagai respon terhadap pajanan bahan-bahan
iritan1,7.

Banyak bahan kimia dengan konsentrasi dan waktu pajanan tertentu yang dapat bertindak
mengiritasi kulit. Kebanyakan penyakit ini menurut data epidemiologi disebabkan oleh
pajanan zat-zat iritan dalam konsentrasi rendah namun berulang, yang diistilahkan sebagai
dermatitis kontak iritan kumulatif. Bahan pelarut adalah salah satu substansi yang
menyebabkan iritasi karena substansi ini menghilangkan kandungan lemak dan minyak dari
kulit, padahal lapisan lemak ini adalah barrier kulit dari trauma sekaligus menjaga
kelembapan kulit, hal ini mengakibatkan peningkatan penguapan air secara transepidermal
dan meningkatkan ambang sensitivitas kulit terhadap pajanan bahan toksik, bahkan substansi
yang sebelumnya dapat ditoleransi dengan baik1.

2.6 Faktor predisposisi dan risiko

Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopik sebelumnya,
daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah
respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka
memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat5. Beberapa faktor yang berpengaruh dan dapat
diidentifikasi pada DKI antara lain :

 Kecenderungan terpajan dengan bahan iritan dalam jangka waktu dan intensitas
tertentu
 Riwayat atopik
 Polimorfisme pada gen fillagrin (FLG)

Dengan adanya riwayat iritasi kulit terhadap substansi tertentu, hal ini menjadi faktor
predisposisi terjadinya sensitisasi terhadap bahan-bahan topikal lainnya. Eksaserbasi DKI
dapat menyebabkan perkembangan menjadi DKA1.

Faktor predisposisi lainnya yang menyebabkan orang cenderung terkena dermatitis kontak
iritan adalah riwayat atopik. Pengaruh genetik juga berperan sebagai faktor predisposisi.
Polimorfisme pada FLG gen menyebabkan terhentinya produksi FLG dan pada akhirnya
terjadi perubahan barier kulit1.

Tingkat keparahan dermatitis ini sangat bervariasi dan tergantung pada banyak faktor,
termasuk diantaranya8:

 Jumlah dan intensitas iritan


 Durasi dan frekuensi pajanan
 Kerentanan kulit
 Lingkungan (misalnya suhu tinggi atau rendah atau kelembaban)

2.7 Tipe dan gejala klinis

Dua bentuk DKI didasarkan pada penyebabnya, yaitu DKI oleh karena fisik dan DKI oleh
karena bahan kimia. DKI oleh karena fisik contohnya friksi, prolong rubbing, dan pakaian
yang kasar. DKI oleh karena bahan kimia contohnya alkohol, latex, kerosene, dan alkali9.

Beberapa penggolongan DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor individu serta
lingkungan antara lain10:

 DKI akut
o Iritan kuat seperti asam sulfat dan HCl menghasilkan reaksi yang cepat begitu
kontak terjadi. Kulit terasa pedih, panas, lesi tampak berupa eritema, edema,
bula, dan nekrosis dengan pinggir berbatas tegas dan asimetris.
 DKI akut lambat
o Gambaran sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24 jam atau lebih
setelah kontak. Dermatitis venenata merupakan salah satu contoh tipe ini.
 DKI kumulatif
o DKI ini termasuk tipe kronis. Hal ini didasarkan pada kontak berulang-ulang
dengan iritan lemah. Kelainan tampak setelah bermingu-minggu hingga
bertahun-tahun. gambaran berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
hyperkeratosis. DKI tipe ini yang sering berhubungan dengan dermatitis akibat
kerja.
 DKI iritan
o Bentuk subklinik pada seseorang yang terpajan pekerjaan basah, seperti penata
rambut, kelainan juga cenderung monomorf seperti skuama, vesikel, pustul,
dan erosi.
 DKI traumatik
o Kelainan kulit setelah trauma panas atau laserasi. Bentuknya dermatitis
numularis dengan masa penyembuhan kira-kira 6 minggu.
 DKI subyektif
o Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti
terbakar. Disebut juga DKI sensori.
 DKI noneritematosa
o DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis.

2.8 Diagnosis

Langkah-langkah penegakan diagnosis untuk penyakit dermatitis kontak iritan antara lain :

 Anamnesis
o Anamnesis terarah tentunya diperlukan untuk mengeksplor riwayat pajanan
terhadap bahan atau substansi kimia tertentu1,4.
o Onset penyakit sangat penting ditanyakan untuk mengetahui tipe dermatitis
kontak iritan. Onset penyakit sampai timbulnya gejala klinis dalam hitungan
menit sampai jam tergolong tipe simpel akut. Tipe akut lambat biasanya dalam
hitungan 8-24 jam. Tipe kumulatif cenderung merupakan konsekuensi dari
pajanan berulang dengan konsentrasi substansi yang rendah. Penting juga
menyertai riwayat keluarga atau orang di sekitar yang juga mengalami gejala
yang sama. Riwayat atopik dan alergi juga ditanyakan1,4.
 Pemeriksaan klinis
o Pemeriksaan klinis sangat penting untuk mengeksklusi pernyakit lain.
Menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas. Biasanya tempat predileksi
DKI adalah pada tangan dan lengan. Pemeriksaan tubuh secara menyeluruh
sangat dianjurkan untuk melihat lesi di tempat-tempat tertentu1,4.
 Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan penunjang seperti patch test dapat dilakukan untuk eksklusi
dermatitis kontak alergi1,3,4.
o Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis kontak
alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi penyakit
jamur1,3,4.
 Pemeriksaan histopatologis
o Penunjang diagnostik yang akurat salah satunya adalah histopatologis.
Didapatkan gambaran intraselular edema atau spongiosis. Spongiosis tidak
begitu tampak jelas pada dermatitis kontak alergi. Gambaran parakeratosis
juga bisa muncul pada dermatitis kontak iritan kronik disertai hiperplasia
sedang sampai berat, dan pemanjangan rete ridges1.

Gambar 1. Dermatitis kontak iritan pada kedua tangan13

(Dikutip dari DermNet NZ, 2010)

Gambar 2. Dermatitis kontak iritan pada kulit penis14

(Dikutip dari DermAtlas, 2010)

2.9 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan adalah dermatitis kontak alergi dan dermatitis
atopik1.

No. DKI DKA


1. Cenderung akut Cenderung kronik
Hanya orang
Semua orang bisa tertentu (riwayat
2.
terkena alergi/sensitisasi)
yang terkena
Lesi awal berupa : Lesi awal berupa :
makula, eritema, makula, eritema,
3.
vesikel, bula, dan papula, melebar
erosi. dari tempat awal
Penyebab : iritan
4. Penyebab : alergen
primer
Tidak tergantung
Tergantung dengan
konsentrasi bahan konsentrasi.
iritan dan status Konsentrasi rendah
5. swar kulit. Terjadi sekalipun sudah
jika bahan iritan dapat memicu
melewati ambang DKA. Bergantung
batas pada tingkat
sensitisasi
Onset pada saat Onset pada saat
6.
kontak pertama kontak berulang

Tabel 1. Perbandingan DKI dan DKA4,11

Perlu dibandingkan DKI dengan DKA dan dermatitis atopik sebab terkadang memberi
gambaran klinis yang mirip satu sama lain4,5,11.

 DKA
o Dermatitis kontak alergi disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang
bersifat alergen. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis karena mungkin
penyebabnya juga campuran.
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis
kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya
sangat peka (hipersensitif).
 Dermatitis Atopik
o Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta eritem,
untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada dermatitis atopik
mempunyai tiga tanda khas yaitu :
 Pruritus.
 Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan
daerah lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan pergelangan
tangan).
 Cenderung menjadi kronis kambuh.

o Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi, asma
bronkial),dan pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia dan
peningkatan kadar IgE, sedangkan pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat
riwayat atopik.

2.10 Penatalaksanaan

 Prinsip penatalaksanaan pada DKI ada 3, yaitu penghentian pajanan terhadap bahan
iritan yang dicurigai, perlindungan bagian tubuh yang terpapar, dan penggantian
bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan1,12.
 Medikamentosa1,12,13
o Penatalaksanaan dermatitis iritan tipe akut dapat secara simtomatis.
Penggunaan hand rub berbasis alkohol dengan kandungan berbagai macam
emollient dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan kulit, kekeringan, dan
iritasi.
o Terapi medikamentosa untuk dermatitis kontak iritan mempunyai beberapa
prinsip, seperti, emollient, menghindari iritasi, dan krim yang mengandung
dimethicone adalah terapi yang digunakan sebagai Agen-agen terapeutik yang
mengandung propilen glikol dan urea dapat mengakibatkan inflamasi sehingga
harus dihindari sebagai terapi.
o Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti pruritus.
o Topikal kortikosteroid digunakan sebagai antiinflamasi, supresi aktivitas
mitotik, dan vasokonstriksi. Efek steroid juga dapat mensupresi pengeluaran
histamine, sehingga bisa juga sebagai antipruritus.
 KIE kepada pasien terutama dalam hal penggunaan dan pajanan bahan iritan sehari-
hari, seperti1,4:
o Pendidikan kepada pekerja suatu perusahaan tentang penggunaan alat dan
akibat buruk yang mungkin terjadi kalo terpajan.
o Jika pasien adalah pekerja yang sering kontak dengan bahan-bahan iritan,
dapat memberikan edukasi ke pasien dan perusahaan tempatnya bekerja
berupa pencegahan seperti pemakaian masker, sarung tangan, perawatan kulit
sehari-hari terutama yang mempunyai kulit sensitif.
o Penggunaan bahan-bahan iritan di dalam rumah tangga sehari-hari seperti
detergent, larutan pembersih, kosmetik, dan obat-obatan topikal tertentu juga
harus dipantau, jika terjadi reaksi akut, maka penghentian pemakaian substansi
tersebut harus segera dilakukan dan segera menghubungi pelayanan kesehatan
setempat.
o Pelaksanaan uji tempel pada calon pekerja, sehingga dapat menempatkan
pekerja di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan.
o Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala kepada para pekerja.
o Dalam penggunaan bahan-bahan tertentu di dalam keseharian di rumah dan
jangan menggunakan bahan yang sensitif terhadap kulit.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak iritan antara lain1:

 Peningkatan risiko sensitisasi terhadap terapi topikal


 Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini
dipermudah jika terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat manipulasi yang dilakukan
penderita.
 Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus) akibat penderita dermatitis
kontak iritan yang mengalami stress psikis.
 Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
 Scar, biasanya setelah terkena agen korosif.

2.12 Prognosis

Umumnya baik untuk penderita tanpa riwayat atopik, tipe akut dan diagnosis serta
penatalaksanaan yang tepat1.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NKS

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Banjar Pacung, Abiansemal, Badung

Pekerjaan : Wiraswasta ( Pemilik Salon Kecantikan )

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Status perkawinan : Menikah

Tanggal pemeriksaan : 12 Agustus 2014

3.2 Anamnesis

Keluhan utama :

Gatal dan perih pada kedua jari tangan

Perjalanan penyakit :

Sebulan sebelumnya pasien mengeluh gatal dan perih pada jari-jari tangan.
Keseharian pasien adalah pemilik dari salon kecantikan di daerah Sangeh, Abiansemal.
Keluhan pertama yang timbul adalah bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal, kemudian
digaruk oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa tiap hari pasien kontak dengan bahan-bahan
salon kecantikan seperti sabun, shampoo, pewarna rambut, dan bahan lainnya. Karena
kesibukan pasien maka pasien baru dapat berobat sebulan setelah keluhan awal muncul.
Awalnya dirasakan sedikit gatal pada ujung-ujung jari kedua tangan diikuti munculnya
perubahan warna kulit menjadi kemerahan, kemudian sering digaruk. Gatal muncul hampir
setiap saat, baik pagi maupun malam hari dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Dua hari
sejak rasa gatal tersebut muncul gelembung-gelembung air dan menjadi luka akibat digaruk..

Riwayat pengobatan :
4 bulan sebelumnya pasien pernah berobat ke poli kulit dan kelamin RS Indra dengan
keluhan yang sama akibat kontak dengan bahan-bahan salon. Keluhan membaik setelah
diberikan pengobatan oleh dokter.

Riwayat penyakit terdahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan ini sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat atopi :

Pasien tidak mempunyai riwayat asthma pada dirinya maupun keluarganya.

Riwayat alergi :

Tidak ada riwayat alergi terhadap substansi atau obat-obatan tertentu pada pasien.

Riwayat sosial :

Pasien tidak mempunyai riwayat minum alkohol dan merokok. Salah satu pegawai
salon pasien mengatakan juga mengalami keluhan yang sama.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present :

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Nadi : dalam batas normal (dbn)

Respirasi : dbn

Temperatur : dbn

Status General :

Kepala : dalam batas normal (dbn)

Mata : dbn

THT : dbn

Thoraks : dbn

Abdoment : dbn
Ektremitas : dbn

Status Dermatologi :

Lokasi : Jari-jari tangan

Gambar 3. Lesi pada jari tangan pasien

Effloresensi : Makula eritema, bentuk bulat, diameter 1 cm, jumlah multipel, batas tegas,
distribusi terbatas pada jari-jari tangan. Di atas efloresensi primer terdapat efloresensi
sekunder berupa erosi eritema akibat garukan pasien.

3.4 Diagnosis Banding

 Dermatitis kontak alergi


 Dermatitis atopik

3.5 Resume

Pasien perempuan berumur 30 tahun mengeluhkan gatal dan perih pada jari-jari tangan sejak
1 bulan yang lalu setelah menggunakan bahan-bahan untuk salon kecantikan. Awalnya terasa
sedikit gatal pada ujung-ujung jari kedua tangan diikuti munculnya perubahan warna kulit
menjadi kemerahan, kemudian sering digaruk. Tidak ada riwayat penyakit atau keluhan yang
sama sebelumnya. Riwayat atopik, alergi, maupun riwayat keluarga juga tidak ada. Salah satu
pegawai pasien dikatakan mengalami keluhan yang sama.

Pemeriksaan fisik :

Status present : kesadaran compos mentis

Satus general : dbn

Status Dermatologi :

 Lokasi : Jari-jari tangan


 Effloresensi : Makula eritema, bentuk bulat, diameter 1 cm, jumlah multipel,
batas tegas, distribusi terbatas pada jari-jari tangan. Di atas efloresensi primer terdapat
efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat garukan pasien..

3.6 Diagnosis Kerja

Dermatitis kontak iritan et causa bahan-bahan salon kecantikan

3.7 Penatalaksanaan

 Sistemik :
o Intidol tablet 4 mg 3 x 1.

o Interhistin (mebhidrolina napadisilat) tablet 50 mg 2 x 1.


 Topikal :
o Krim campuran mesone dan chlorampenicol 2% dioleskan 2 x sehari.
 KIE :
o Stop penggunaan bahan iritan (bahan-bahan salon) dan substansi lainnya
terutama untuk kulit di daerah sensitif.
o Menggunakan sarung tangan apabila terpaksa harus kontak dengan bahan
iritan.
o Senatiasa menjaga kebersihan badan.

3.8 Prognosis

Baik

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh timbul gatal dan perih pada jari
tangannya sejak 1 bulan yang lalu setelah kontak dengan bahan-bahan salon kencantikan.
Pasien merupakan pemilik salon kecantikan yang tiap hari kontak dengan bahan-bahan salon
seperti sabun, shampoo, pewarna rambut, dan bahan-bahan lainnya. Timbulnya keluhan
setelah bertahun-tahun kontak dengan bahan tersebut mengarahkan kecurigaan bahwa bahan
salon ini sebagai pemicu atau iritan terjadinya dermatitis kontak pada pasien ini. Perjalanan
yang lama hingga menimbulkan gejala sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan
kumulatif. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap substansi tertentu, hal ini sesuai
dengan DKI yang memang pemicunya adalah kontak dengan iritan primer.

DKI juga tidak mempunyai riwayat alergi terhadap allergen tertentu. Pasien juga
menyangkal ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien dan menyangkal
riwayat asthma di keluarganya. Namun ada pegawai salon pasien yang dikatakan mengalami
keluhan yang sama. Pada DKI memang tidak ada riwayat keluarga dan biasanya tidak ada
riwayat atopi, namun dapat terjadi pada orang lain yang kontak dengan bahan iritan yang
sama. Prognosis pasien ini baik oleh karena termasuk DKI tipe akut, cepat mendapatkan
pengobatan, dan tidak ada riwayat atopik pada pasien.

Lokasi effloresensi di jari tangan sesuai dengan lokasi predileksi dermatitis kontak
iritan yaitu pada tangan dan lengan. Selain itu juga dapat timbul di daerah kulit yang sensitif
apabila terpajan bahan iritan dengan konsentrasi dan durasi tertentu. Efloresensi berupa
makula eritema disertai erosi sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan pada
umumnya.

Pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnostik DKI tidak ada, KOH dan tes tempel
hanya untuk mengeksklusi penyakit jamur dan DKA. Dalam kasus ini, riwayat kontak dengan
iritan serta gambaran effloresensi khas untuk DKI, sehingga tidak diindikasikan untuk
melakukan pemeriksaan penunjang.
DKA sebagai diagnosa banding dapat disingkirkan dari sangkalan terhadap riwayat alergi
terhadap substansi tertentu. Dermatitis atopik dapat disingkirkan dari sangkalan pasien
terhadap riwayat atopi di keluarganya.

Penatalaksanaan pasien ini antara lain penghentian kontak dengan bahan-bahan salon yang
merupakan bahan iritan pemicu. Hal ini sesuai dengan prinsip terapi DKI, yaitu segera
hentikan pemakaian atau pajanan substansi pemicu. terapi medikamentosa yang diberikan
adalah berupa obat sistemik, yaitu interhistin yang mengandung mebhidrolina napadisilat.
Obat ini mempunyai efek antihistamin, sehingga bisa mengurangi gejala pruritus. Untuk
pengobatan topikal diberikan krim campuran mesone dan chloramphenicol..

Penatalaksanaan yang tidak kalah pentingnya adalah KIE kepada pasien. Penghentian
penggunaan bahan iritan pemicu, menggunakan pelindung tangan seperti sarung tangan
apabila diharuskan kontak dengan bahan iritan, dan juga tetap mempehatikan kebersihan
tubuh. Prognosis kasus ini baik setelah mempertimbangkan beberapa hal, yaitu gejala klinis
yang ringan, tipenya akut, tidak ada riwayat atopik dan alergi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dermatitis kontak iritan adalah peradangan pada kulit sebagai respon terhadap bahan iritan
yang terpajan pada kulit. Dalam kasus ini bahan iritan pemicunya adalah minyak oles
sumbawa. Lokasi penyakit ini biasanya di lengan, tangan, dan di daerah berkulit sensitif,
seperti kasus ini yaitu pada jari jari tangan. Timbul kelainan berupa makula eritema, dan erosi
merupakan gambaran klinis DKI. Tidak ada penunjang diagnostik untuk DKI, biasanya
diagnosis dapat ditegakkan dengan riwayat terpajan kontak iritan dan gambaran efloresensi
yang sesuai dengan DKI. Prinsip terapi DKI adalah penghentian pajanan bahan pemicu,
terapi simtomatis berupa antihistamin sebagai antipruritus, krim campuran steroid sebagai
antiinflamasi dan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder pada daerah yang erosi.
KIE pasien dengan penghentian bahan iritan sangat penting untuk mencegah timbulnya
pajanan berulang dan komplikasi.

5.2 Saran

 KIE untuk menghentikan penggunaan bahan iritan pada daerah kulit yang sensitif
sangat diperlukan, entah itu di kehidupan sehari-hari atau di dalam pekerjaan, karena
DKI merupakan salah satu penyakit kulit akibat kerja.
 Penggunaan bahan-bahan iritan untuk kepentingan pekerjaan atau dalam kehidupan
sehari-hari agar dilengkapi dengan pemakaian alat pelindung sesuai bagian tubuh
yang terpapar.
 Segera mencari pengobatan ketika timbul gejala klinis seperti merah, panas, gatal,
atau kulit mengelupas setelah ada riwayat kontak dengan bahan iritan untuk
mendapatkan pengobatan yang adekuat dan mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Irritant. eMedicine; 2009. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/762139.
2. Sucipta C. Dermatitis Kontak Iritan. Citra Journey; 2008. Available at:
http://citrajourney.blogspot.com/2008/08/laporan-kasus-dermatitis-kontak-iritan.html.
3. Trihapsoro I. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam
Malik Medan. USU; 2003. p. 1-36.
4. Siregar RS. Dermatosis Akibat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 107; 1996.
Available at:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15DermatitisAkibatKerja107.pdf/15DermatitisA
kibatKerja107.html.
5. Irga. Dermatitis Kontak Iritan. Unhas; 2009. Available at:
http://www.irwanashari.com/2009/09/dermatitis-kontak-iritan.html.
6. Yoshiki T, Tomoko M. From Acute Irritant Contact Dermatitis to Chemical Burn.
Japanese Journal of Dermatology Vol. 113 No. 14; 2003. p. 2025-31. Available at:
http://sciencelinks.jp/j-east/article/200403/000020040304A0034714.php.
7. Wiley J. Irritant Contact Dermatitis. WileyInterscience; 2002. Available at:
http://www3.interscience.wiley.com/journal/118917880/abstract.
8. Sumantri FA, Febriani HT, Musa ST. Fakultas Farmasi UGM; 2008. Available at:
http://toshiworld.site90.com/cadangan/DERMATITIS%20KONTAK.pdf.
9. Wikipedia. Contact Dermatitis. Wikipedia; 2009. Available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/Contact_dermatitis.
10. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Jakarta; 2007; 129-53..
11. Wolff K. Dermatitis. In: Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas
& Synopsis of Clinical Dermatology 5th ed. Singapore; 2005. p.18-23.
12. Bourke J, Coulson I, English J. Guideline for the Contact Dermatitis: an Update.
British Journal of Dermatology. England; 2008. p. 946-55.
13. Ngan V. Irritant Contact Dermatitis. DermNet NZ; 2008. Available at:
http://dermnetnz.org/dermatitis/contact-irritant.html.
14. DermAtlas. Irritant Contact Dermatitis/Trauma. DermAtlas; 2008. Available at:
http://dermatlas.med.jhmi.edu/derm/resultNoCache.cfm.

Anda mungkin juga menyukai