Anda di halaman 1dari 16

KORBAN KDRT

DISUSUN OLEH :

MAYANG AFRIOLA (1710142010015)

SINDY EKA PUTRI (1710142010038)

TIOVANNY OKTAVIA DEWI (1710142010040)

ZAINUL EFINA (1710142010044)

DOSEN PEMBIMBING :

NS. ENGLA RATI PRATAMA S.KEP, M.KEP

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES YARSI SUMBAR

BUKITTINGGI

2018/2019

1
A. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi
manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi.
2
Syaiful Bahri Djamarah. Pola Komunikasi: orang tua dan anak dalam keluarga. Jakarta : PT. Rineka Cipta
(2004) hal 17.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.
Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik. Kekerasan domestik sebetulnya tidak
hanya menjangkau para pihak dalam hubungan perkawinan antara suami dengan istri saja,
namun termasuk juga kekerasan yang terjadi pada pihak lain yang berada dalam lingkup
rumah tangga. Pihak lain tersebut adalah 1) anak, termasuk anak angkat dan anak tiri; 2)
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak karena
hubungan darah, perkawinan (misalnya: mertua, menantu, ipar dan besan), persusuan,
pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga serta 3) orang yang bekerja
membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Siapapun sebetulnya
berpotensi untuk menjadi pelaku maupun korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku
maupun korban kekerasan dalam rumah tangga pun tidak mengenal status sosial, status
ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, suku maupun agama.

B. BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah
tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a). Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar,
memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,

2
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
b). Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis3 atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan /
atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
3
Siti Sundari. Kesehatan Mental : dalam kehidupan. Jakarta : PT. Rineka Cipta(2005) hal 47.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari
dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
c). Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan seksual berat, berupa:
1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik,
terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak
menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan
tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan
korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar
verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi
wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi
kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
d). Kekerasan ekonomi

3
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari
kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.

Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian


lewat sarana ekonomi berupa:
· Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
· Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
· Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau
memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan
korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.

C. FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi isu global yang
mengundang perhatian berbagai kalangan. Kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini
banyak terjadi dapat dikatakan sebagai suatu fenomena gunung es. Artinya bahwa persoalan
kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini terekspose ke permukaan (publik) hanyalah
puncaknya saja. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang muncul dalam sebuah
keluarga lebih banyak dianggap sebagai sebuah permasalahan yang sifatnya pribadi dan harus
diselesaikan dalam lingkup rumah tangga (bersifat tertutup dan cenderung sengaja ditutup-
tutupi). Di masa sekarang ini tindak kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga, semakin sering terjadi
pada perempuan, terutama pada istri, anak perempuan (tidak hanya anak kandung tetapi
termasuk juga anak angkat, anak tiri, atau keponakan) dan pembantu rumah tangga yang
mayoritas adalah perempuan.

Strauss A. Murray mengidentifikasikan hal dominasi pria dalam konteks struktur


masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(Marital Violence) sebagai berikut :

 Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

4
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumberdaya dibandingkan dengan wanita sehingga
mampu mengatur dan mengendalikan wanitA.
 Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita
(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan,
 Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika
terjadi hal yan tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga
terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
 Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk
mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak
untuk melakukan kekerasan sebagai seorag bapak melakukan kekerasan terhadap anak agar
menjadi tertib
 Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri didalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya,
diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan
yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami
melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari kekerasan dalam
rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan tidak hanya pada perempuan yang
menjadi korban secara langsung, namun juga berdampak pada anak-anak.

Dampak Kekerasan pada Anak


1. Dampak pertama adalah ketegangan. Anak senantiasa hidup dalam bayang-bayang
kekerasan yang dapat terjadi kapan saja dan ini menimbulkan efek antisipasi. Anak selalu
mengantisipasi jauh sebelumnya bahwa kekerasan akan terjadi sehingga hari-harinya
terisi oleh ketegangan.
2. Berikut adalah mengunci pintu perasaan. Ia berupaya melindungi dirinya agar tidak
tegang dan takut dengan cara tidak mengizinkan dirinya merasakan apa pun. Singkat kata,
ia membuat perasaannya mati supaya ia tidak lagi harus merasakan kekacauan dan
ketegangan.

5
3. Kebalikan dari yang sebelumnya adalah justru membuka pintu perasaan selebar-lebarnya,
dalam pengertian ia tidak lagi memunyai kendali atas perasaannya. Ia mudah marah,
takut, sedih, tegang dan semua perasaan ini mengayunkannya setiap waktu.
4. Dampak berikut adalah terhambatnya pertumbuhan anak. Untuk dapat bertumbuh dengan
normal anak memerlukan suasana hidup yang tenteram. Ketakutan dan ketegangan
melumpuhkan anak dan menghambat pertumbuhan dirinya. Misalnya, dalam
kepercayaan, ia sukar sekali memercayai siapa pun dan masalah ini akan memengaruhi
relasinya kelak sebab ia akan mengalami kesulitan membangun sebuah relasi yang intim.
5. Terakhir adalah kekerasan dalam rumah tangga akan mendistorsi pola relasi. Pada
akhirnya anak rawan untuk mengembangkan pola relasi bermasalah seperti manipulatif,
pemangsa, pemanfaat, dan peran korban.

Tipe Pelaku Kekerasan dalam rumah tangga


1. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengekspresikan kemarahan. Biasanya orang
ini mengalami masa kecil yang sarat ketegangan dan kekerasan. Alhasil sewaktu ia
marah, kemarahan muncul dalam kadar yang besar. Ditambah dengan pembelajaran cara
pengungkapan yang keliru, ia rentan untuk melakukan tindak kekerasan kepada
pasangannya. Biasanya orang dengan tipe ini menyadari bahwa tindakannya salah namun
ia sendiri tidak dapat mengendalikan dirinya tatkala marah.
2. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengumbar kekuasaan. Orang seperti ini
cenderung memandang pasangannya sebagai obyek yang perlu dikuasai dan diajar. Ia
cepat menafsir bantahan pasangan sebagai upaya untuk menghina atau melawannya—
tindakan yang "mengharuskannya" untuk mengganjar pasangannya. Orang ini biasanya
tidak merasa bersalah sebab ia menganggap tindakannya dapat dibenarkan sebab
menurutnya, pasangan memang seharusnya menerima ganjaran itu.
3. Orang yang menggunakan kekerasan untuk menyeimbangkan posisi dalam pernikahan.
Pada umumnya orang ini merasa diri inferior terhadap pasangan dan cepat menuduh
pasangan sengaja untuk merendahkannya. Itu sebabnya ia menggunakan kekerasan untuk
merebut kembali kekuasaan dalam rumah tangganya, biasanya ia tidak merasa bersalah.
4. Orang yang menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar terakhir untuk menyelesaikan
konflik. Pada umumnya orang ini tidak terbiasa menggunakan kekerasan namun dalam
keadaan frustrasi, ia pun merasa terdesak sehingga secara spontan menggunakan

6
kekerasan. Pada dasarnya ia tidak menyetujui cara ini dan merasa bersalah telah
melakukannya.

Tipe Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga


1. Orang yang berjenis penantang. Orang ini hanya mengenal bahasa menaklukkan atau
ditaklukkan oleh karena masa kecil yang juga sarat dengan kekerasan. Itu sebabnya
sewaktu terjadi perselisihan, ia cepat bereaksi menantang seakan-akan perselisihan
merupakan ajang adu kekuatan alias perkelahian. Tidak jarang, korban dengan tipe
penantang adalah pihak pertama yang menggunakan kekerasan.
2. Orang yang bergantung. Orang ini tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan
pasangan untuk "menghidupinya." Orang tipe bergantung membuat pasangan kehilangan
respek sehingga dalam kemarahan ia mudah terjebak dalam penggunaan kekerasan.
Kekerasan merupakan wujud keinginannya untuk melepaskan diri dari kebergantungan
pasangan pada dirinnya sekaligus ekspresi dari ketidakhormatan kepada pasangan yang
bergantung.
3. Orang yang berperan sebagai pelindung. Orang ini senantiasa berusaha keras menutupi
masalah keluarganya demi menjaga nama baik. Orang bertipe ini cenderung menoleransi
kekerasan alias membiarkannya sehingga masalah terus berulang. Orang ini selalu
berusaha mengerti namun tindakan ini berakibat buruk pada pasangan yang menggunakan
kekerasan. Ia makin leluasa menggunakan kekerasan karena tidak ada konsekuensi yang
menantinya.

Reaksi terhadap Kekerasan


1. Pada umumnya korban merasa ketakutan yang besar. Pada akhirnya hidupnya menjadi
lumpuh karena ia selalu dibayang-bayangi konsekuensi buruk yang menantinya.
2. Kebanyakan korban juga menyimpan marah dan benci kendati tidak selalu ia
memerlihatkannya karena takut.
3. Banyak korban kekerasan yang merasa malu. Mungkin malu dilihat orang berhubung
adanya bekas pemukulan tetapi kalaupun tidak ada bekasnya, ia merasa malu karena
perbuatan kekerasan merupakan aib dalam keluarga. Julukan "dipukuli suami" tetap
bukanlah julukan yang terhormat.

7
4. Terakhir adalah hilangnya respek pada pasangan. Dan, biasanya hilangnya respek diikuti
oleh hilangnya kasih. Sayangnya namun cukup sering terjadi, korban pun pada akhirnya
kehilangan respek pada diri sendiri dan cenderung melihat diri seperti sampah.
.

8
Contoh kasus KDRT
Ny.S wanita berusia 30 tahun datang P2TP2A untuk melaporkan tindakan suaminya yang
sering memukulinya. sang istri sudah tidak kuat lagi dengan tindakan suaminya itu.dia sering
dipukuli dengan menggunakan tangan atau benda-benda disekitarnya.suami sering memukuli
istris jika istri tidak memenuhi kebutuhannya dan terkadang suaminya sering melakukan
kekerasan dalam hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri namun perilaku dan
ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan kepada sang istri. Mata pencarian suami
adalah tukang becak yang sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpangmaka istri sudah
tidak pernah menerima nafkah lagi dari suaminya. Mereka tinggal di perkampungan kumuh
pinggiran suangi ciliwung. Anak sebanyak 5 orang yang tidak melanjutkan sekolah karena
masalah biaya. Sang istri menceritakan bahwa sang suami sering memukuli istrinya karena
masalah sepele, suaminya sudah sering memukuli sejak usia pernikahan 3 tahun yang lalu.
Saat dilakukan pemeriksaan terhadap istri, terdapat luka lebam disekujur badan, tampak
sering menangis dan ketakutan. Sering menyendiri dan tampak murung.

ANALISA DATA
NO MASALAH DIAGNOSA

1 DS: Isolasi sosial


Seorang wanita berusia 30 tahun datang
ke p2tp2a untuk melaporkan tindakan
kdrt
Pasien mengatakan sering dipukuli
menggunakan tangan atau benda-benda
lain.
Pasien mengatakan suami sering
melakukan kekerasan dalam hubungan
seksual
Pasien mengatakan perilaku dan ucapan
kasar sering dilontarkan suami kepadanya
Pasien mengatakan tidak kuat lagi dengan

9
tindakan suami.

DO:

Suami bekerja sebagai tukang becak


Keluarga tinggal di pnggiran sungai
ciliwung
Nafkah tidak terpenuhi lagi
Terdapat luka lebam pada tubuh istri
Pasien sering menangis danketakutan
Pasien sering menyendiri dan tampak
murung
Pasien memiliki anak sebanyak 5 orang

10
SAP

(SATUAN ACARA PENYULUHAN)

Topik penyuluhan : ISOLASI SOSIAL

Sasaran : KELUARGA yang anggotanya mengalami isolasi sosial

Tempat : KEDIAMAN NY. S

Hari/Tanggal :

Waktu :

Pengorganisasian Tempat

Penyuluhan akan dilakukan di kediaman Ny.S yang akan dihadiri keluarga dengan jumlah 3
orang.

PENYULUH
MED
MEDIA

PEMBIMBING
pPEMBIMPPPPPBGGPASTT
TpPPOPPPPPEMBIMBING

NnU TN. NN,


NY T A
.S

1. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang isolasi social diharapkan keluarga dapat mengerti dan
memahami hal-hal mengenai isolasi social serta penanganannya.

Tujuan khusus
Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dapat :
a. Mengerti dan memahami perngertian isolasi social
b. Mengerti dan memahami penyebab isolasi social
c. Memahami tanda dan gejala isolasi social
d. Mengetahui penanganan isolasi social

11
e. Memahami cara berkomunikasi dengan pasien isolasi social

2. Materi
(terlampir)
3. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
4. Media
a. Lembar balik
b. Leaflet
5. Kegiatan belajar mengajar
No Tahapan Kegiatan Penyuluhan Waktu Media Alat bantu
1 Preoperasional 1. Mengucapkan 5 menit Ceramah
salam
2. Menjelaskan Ceramah
tujuan dan
kontrak waktu
3. Menjelaskan Ceramah
materi dan
kontak waktu
2 Operasional 1. Menjelaskan 10 menit Ceramah Lembar
(inti) pengertian balik
isolasi
2. Menjelaskan Ceramah
penyebab
isolasi sosial
3. Menjelaskan Ceramah
tanda dan
gejala isolasi
sosial
4. Menjelaskan Ceramah
penanganan
isolasi sosial
5. Menjelaskan Ceramah
tindakan
penanganan
isolasi sosial
6. Menjelaskan Ceramah
tentang cara
berkomunikasi
dengan pasien
isolasi sosial
7. Memberikan Ceramah
kesempatan

12
audience
untuk
bertanya
3 Post 1. Menerangkan 10 menit Ceramah Leaflet
operasional semua materi
(penutup) yang telah
diberikan
2. Mengevakuasi Diskusi
secara lisan
dan melihat
tingkat
pemahaman
materi
3. Memberikan Ceramah
salam

6. Evaluasi
1. Jenis evalusi yang digunakan evaluasi formatif
2. Menggunkan teknik evalusi secara lisan,keluarga mampu :
a. Menyebutkan pengertian isolasi sosial
b. Menyebutkan penyebab isolasi sosial
c. Menyebutkan tanda dan gejala isolasi sosial
d. Menyebutkan penanganan isolasi sosial
e. Menjelaskan cara berkomunikasi dengan pasien isolasi sosial
7. Perorganisasian
- Penyuluh :
Tugas : Menjelaskan materi isolasi sosial

13
Lampiran

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetap tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito,1998)
Seseorang dengan perilaku perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, dan prestasi atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan umtuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian
dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998)
B. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan
yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu
takut salah, putus asa terhadap hubungan orang lain, menghindari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Sedangkan faktor presipitasi
dari faktor sosial kultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah
karena meninggal dan faktor psokologis seperti berpisah dengan orang yang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam
keluarga sehingga menyebabkan klien berespon menghindari dengan menarik diri
dari lingkungan.
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang dapat diobservasi pada pasien dengan isolasi sosial :
1. Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul
2. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang
lain, misalnya pada saat makan.
3. Komunikasi kurang / tidak ada. Klioen tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain / perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Kloen memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakapa-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

Karakteristik perilaku pasien dengan isolasi soisal :

1. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.


2. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.

14
3. Kemunduran secara fisik.
4. Tidur berlebihan.
5. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak tidur siang.
7. Kurang bergairah.
8. Tidak peduli lingkungan.
9. Kegiatan menurun.
10. Imobilisasi.
11. Mondar mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang)
12. Keinginan seksual menurun.
D. Dampak
Perilaku isolasi sosial menarik diri dapat beresiko terjadinya perbahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya
stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (penglihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah
halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan. Menurut Carpenito, L. J (1998)
perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana individu atau
kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola
atau intepretasi stimulus yang datang.
E. Penanganan isolasi sosial di rumah
1. Penuhi kebutuhan sehari-hari.
Bantu dan perhatikan pemenuhan kebersihan diri, latih kegiatan sehari-hari,
(makan sendiri).
2. Bantu komunikasi yang teratur.
Bicara jelas , kontak / bicara yang teratur. Pertahankan kontak mata saat bicara.
Lakukan sentuhan akrab, sabar, dan lembut.
3. Libatkan dalam kelompok.
Beri kesempatan nonton tv, baca koran, sediakan peralatan pribadi (tempat
tidur, lemari pakaian), pertemuan keluarga.
4. Keluarga perlu untuk peduli dengan pasien danjangan ingkar janji.
5. Keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan untuk dapat melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain.
6. Berilah pujian yang wajar jangan mencela kondisi yang dialami.
F. Cara berkomunikasi dengan pasien isolasi sosial.
1. Ajarkan keluarga untuk melatih klien tentang cara berinteraksi dengan orang
lain, mengucapkan salam, menyebutkan nama, nama panggilan yang kita sukai,
selanjutnya menanyakan nama orang yang diajak berkenalan, berikan pujian jika
dapat melakukan hal positif tersebut. (setelah percakapan tersebut lanjutkan
dengan percakapan yang menyenangkan seperti hobi, cuaca, dan hal
menyenangkan lainnya).

15
2. Bila ada kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua atau lebih orang.
Berikan pujian pada setiap interaksi yang dilakukan.
3. Keluarga menanyakan dan mendengarkan ekspresi perasaan setelah
berinteraksi dengan orang lain, beri motivasi agar tetap berinteraksi dengan
orang lain.

16

Anda mungkin juga menyukai