Anda di halaman 1dari 79

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD) DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A,
RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

CHRISTAL YEREMIA, S.Kep.


0806333676

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JULI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD) DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A,
RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar ners

CHRISTAL YEREMIA, S.Kep.


0806333676

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JULI 2013
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka
memenuhi mata kuliah Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
(PKKMP) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, saya tidak dapat
menyelesaikan KIAN ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Dewi Irawaty, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
(2) Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
(3) Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom.selaku koordinator mata ajar
Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PKKMP) Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
(4) Yulia, S.Kp., M.N., Ph.D. selaku dosen pembimbing KIAN yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan kesabaran dalam mengarahkan saya
dalam penyusunan KIAN ini.
(5) Pihak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, khususnya pihak ruang rawat
Ilmu Penyakit Dalam lantai 7A Gedung A, yang telah bekerjasama dan
selalu memberikan bantuan, masukan, serta pengalaman yang sangat
berharga selama di lahan praktik.
(6) Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi, dan
dukungan finansial selama profesi dan penyusunan KIAN ini.
(7) Teman-teman FIK UI 2008 kelompok praktik RSCM yang telah banyak
memberikan pembelajaran dan motivasi dalam penyusunan KIAN ini.
(8) Teman-teman Marching Band Madah Bahana Universitas Indonesia yang
tidak pernah berhenti memberikan: dukungan, aura positif, semangat, dan

iv
warna dalam kehidupan saya, beserta kritik, saran, dan perhatiaan yang tak
terhingga dalam proses penyusunan KIAN ini.
(9) Semua pihak yang telah membantu penyusunan KIAN ini dan tidak bisa
disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan KIAN ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
KIAN ini membawa manfaat bagi berbagai pihak, terutama pengembangan ilmu
keperawatan.

Depok, 12 Juli 2013

Penulis

v
vi
ABSTRAK

Nama : Christal Yeremia


Program Studi : Profesi – Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang IPD,
Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo

Hipertensi merupakan salah satu penyebab terjadinya CKD, dan hipertensi juga
merupakan komplikasi dari CKD yang dapat memperburuk kasus CKD. Perilaku
tidak sehat masyarakat perkotaan di Indonesia sangat mempengaruhi kasus CKD
maupun hipertensi. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk menganalisis
intervensi pengontrolan tekanan darah untuk mencegah perburukan pada pasien
CKD di Ruang Rawat IPD, Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.
Metodologi yang digunakan adalah metode studi kasus dan analisa penelitian
yang telah ada. Hasil analisa yang didapatkan menunjukkan bahwa intervensi
pengontrolan tekanan darah dapat menurunkan sistolik dan diastolik.
Pengontrolan yang dapat dilakukan oleh perawat adalah: memeriksa dan
mengawasi tekanan darah harian pasien, mengajarkan bagaimana cara yang benar
untuk mengecek tekanan darah secara manual ataupun digital di rumah, dan
memberikan pendidikan kesehatan terkait: patofisiologi hipertensi pada CKD;
resiko hipertensi pada CKD; pentingnya memantau dan mencatat tekanan darah
setiap hari; pembatasan asupan garam; dan retriksi cairan.

Kata kunci : gagal ginjal kronis; hipertensi; pengontrolan tekanan darah

vii
ABSTRACT

Name : Christal Yeremia


Study Program : Clinical nursing
Title : Analysis of Urban Health Clinical Nursing Practice in
Patient with Chronic Kidney Disease (CKD) in Internal
Medicine Room Care, 7th floor Zone A, Cipto
Mangunkusumo Hospital

Hypertension is one of the causes of CKD, and it is a complication of CKD that


can accelerate progression of renal disease. Unhealthy behaviors among urban
communities in Indonesia greatly affect to CKD and hypertension. This final
clinical nursing paper aimed to analyze blood pressure control intervention to
preventing accelerating of progression to patient CKD in Internal Medicine Room
Care, 7th floor Zone A, Cipto Mangunkusumo Hospital. The methods are case
study and analyze existing research. Result shown that the intervention did
significantly lower systolic and diastolic blood pressure. A nurse can control the
blood pressure with many ways, they are: measure and monitor daily blood
pressure of the patient, teaching the patient how to proper blood pressure
measurement technique, and health education about: pathophysiology of
hypertension on CKD; risk of hypertension on CKD; to measure and record
his/her own blood pressure, whenever possible; salt restriction; and fluid
restriction.

Keywords: chronic kidney disease; blood pressure control; hypertension

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………................... i


LEMBAR PERNYATAAN ORISINAL ……………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….... iii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………………... vi
ABSTRAK …………………………………………………………………….. vii
ABSTRACT …………………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 4
1.3. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….. 4
1.4. Manfaat Penulisan …………………………………………………….... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... 5
2.1. Ginjal …………………………………………………………………..... 5
2.1.1. Anatomi Ginjal ……………………………………………………... 5
2.1.2. Pembuluh Darah Ginjal ……………………………………………. 6
2.1.3. Fungsi Ginjal ………………………………………………………. 6
2.2. Gagal Ginjal Kronis …………………………………………………...... 7
2.2.1. Penyebab Gagal Ginjal Kronis …………………………………….. 7
2.2.2. Manifestasi Klinis ………………………………………………….. 8
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ……………………….. 10
3.1. Pengkajian ……………………………………………………………..... 10
3.1.1. Informasi Umum …………………………………………………… 10
3.1.2. Riwayat Masuk ……………………………………………………... 10
3.1.3. Pengkajian Saat Ini ………………………………………………..... 10
3.1.4. Pemeriksaan Penunjang …………………………………………….. 11
3.1.5. Diagnosa Medis …………………………………………………….. 13
3.1.6. Terapi Medis ……………………………………………………….. 13
3.2. Analisa Data …………………………………………………………….. 14
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan ………………………………………….. 16
3.3.1. Risiko Ketidakstabilan Gula Darah ……………………………….... 16
3.3.2. Kerusakan Integritas Kulit ………………………………………….. 18
3.3.3. Risiko Ketidakseimbangan Nurtisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh .. 20
3.4. Evaluasi …………………………………………………………………. 22
3.4.1. Evaluasi 25 Mei 2013 ……………………………………………… 22
3.4.2. Evaluasi 27 Mei 2013 ……………………………………………… 23
3.4.3. Evaluasi 28 Mei 2013 ………………………………………………. 25
3.4.4. Evaluasi 29 Mei 2013 ………………………………………………. 26
3.4.5. Evaluasi 30 Mei 2013 ………………………………………………. 28
3.4.6. Evaluasi 31 Mei 2013 ………………………………………………. 29

ix
3.4.7. Evaluasi 01 Juni 2013 ………………………………………………. 31
BAB 4 ANALISIS SITUASI ………………………………………………… 33
4.1. Profil Lahan Praktek …………………………………………………….. 33
4.2. Analisis Masalah Keperawatan ………………………………………….. 34
4.3. Analisis Intervensi ………………………………………………………. 35
4.4. Alternatif Pemecahan ……………………………………………………. 38
BAB 5 PENUTUP ……………………………………………………………. 39
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………………… 39
5.2. Saran …………………………………………………………………….. 39
DAFTAR REFERENSI ……………………………………………………… 40
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Garis Besar struktur ginjal ……………………………………... 5

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Fungsi Ginjal ……………………………………………. 6

Tabel 3.1. Pemeriksaan penunjang ………………………………………... 11

Tabel 3.2. Analisa Data ………………………………………………….... 14

Tabel 3.3. Renpra risiko ketidakstabilan gula darah ………………………. 16

Tabel 3.4. Renpra kerusakan integritas kulit ………………………………. 18

Tabel 3.5. Renpra risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


Kebutuhan tubuh ……………………………………………….. 20

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar obat


Lampiran 2. Daftar pemberian obat
Lampiran 3. Rencana dan tindakan keperawatan
Lampiran 4. Pemantauan harian pasien rawat inap
Lampiran 5. Pemantauan pemberian cairan 25 Mei 2013
Lampiran 6. Pemantauan pemberian cairan 27 Mei 2013
Lampiran 7. Pemantauan pemberian cairan 28 Mei 2013
Lampiran 8. Pemantauan pemberian cairan 29 Mei 2013
Lampiran 9. Pemantauan pemberian cairan 30 Mei 2013
Lampiran 10. Pemantauan pemberian cairan 31 Mei 2013
Lampiran 11. Pemantauan pemberian cairan 01 Juni 2013
Lampiran 12. Educational outline
Lampiran 13. Home BP log
Lampiran 14. 24-hours fluid intake recall
Lampiran 15. Salt intake checklist
Lampiran 16. Sodium handout
Lampiran 17. Helpful hints for fluid control handout

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) merupakan
masalah kesehatan dunia dimana terdapat gangguan pada fungsi renal yang
bersifat progresif dan ireversibel sehingga tubuh tidak dapat
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta metabolisme
yang menyebabkan terjadinya uremia (Smeltzer dan Bare, 2002).
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) tahun 2002, CKD terjadi
apabila GFR (glomerular filtration rate) kurang dari 60 ml/min/1,73m
selama tiga bulan atau lebih (NKF, 2002).

CKD merupakan penyakit yang semakin banyak dialami oleh masyarakat di


seluruh dunia. Berdasarkan penelitian oleh The Third National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES III), pada tahun 1988-1994
didapatkan sekitar 11% dari populasi USA yang mengalami penyakit CKD.
Tahun 1999-2000, NHANES III menemukan bahwa prevalensi penderita
CKD masih stabil, yaitu sekitar 11% (Coresh dkk., 2005). US Renal Data
System menyebutkan bahwa penderita CKD lebih kurang sebanyak 1.311
tiap sejuta penduduk dengan jumlah penderita sebesar 20 juta, hal ini
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025. Hal ini juga
terjadi di Indonesia. Prevalensi penderita CKD di Indonesia pada tahun
1970 kurang dari 500.000 kasus, dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2
juta (Yogiantoro, 2012). Berdasarkan hasil statistika rekam medik, terdapat
531 kasus CKD sebagai diagnosa utama pada tahun 2012 di RS Cipto
Mangun Kusumo (RSCM) Jakarta.

Penyakit ginjal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit dan juga
gaya hidup. Berbagai macam penyakit penyebab CKD antara lain: hipertensi
yang tidak terkontrol, diabetes melitus, glomerulonefrotis kronis,
pielonefritis, obstruksi traktus urinarius, lesi herediter seperti penyakit ginjal
1
2

polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, ataupun agen toksik


(Smeltzer dan Bare 2002). Australian institute of health and welfare
(AIHW) mengelompokkan faktor risiko ESRD (end stage renal disease) di
Australia menjadi empat kelompok, yaitu: (1) faktor lingkungan-sosial yang
meliputi status sosial ekonomi, lingkungan fisik, ketersediaan lembaga
pelayanan kesehatan, 2) faktor risiko biomedik meliputi: diabetes,
hipertensi, obesitas, sindroma metabolisma, infeksi saluran kemih, batu
ginjal, batu saluran kemih, glomerulonefritis, infeksi streptokokus,
keracunan obat, 3) faktor risiko perilaku antara lain: merokok, pengguna
alkohol, kurang olahraga, kekurangan makanan, dan 4) faktor predisposisi
yaitu: umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga dan genetik (AIHW, 2005).

Semakin berkembangnya zaman semakin tinggi tingkat perilaku hidup tidak


sehat yang terjadi di masyarakat. Perilaku ini sangat mempengaruhi kejadian
CKD, diantaranya adalah merokok, konsumsi alkohol, dan kurang olahraga.
Prevalensi masyarakat Indonesia pada tahun 2007 terhadap perilaku tidak
sehat terdsebut adalah: minum minuman beralkohol sebesar 4,6%, kurang
olahraga sebesar 48,2%, dan merokok didapatkan sebesar 45,8% (Riskesdas
2007). Prevalensi merokok ini terlihat meningkat pada tahun 2011 menjadi
67% laki-laki merokok (GATS 2011). Shanker menyebutkan bahwa mantan
perokok memiliki peluang untuk mengalami gagal ginjal lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tidak perokok, dan perokok sekarang memiliki risiko
paling tinggi untuk CKD. Risiko ini meningkat jika dikombinasikan dengan
mengkonsumsi alkohol (Shanker A., Klein R., Klein B.E.K., 2006).

Penyakit CKD memiliki banyak dampak atau komplikasi, antara lain:


hipertensi, proteinuria, anemia, protein-energy malnutrition (PEM),
kelainan pada tulang, dyslipidemia, penurunan kualitas hidup (NKF, 2002).
Komplikasi-komplikasi dari CKD ini dapat menyebabkan kesehatan klien
semakin memburuk serta mempercepat terjadinya penyakit kardiovaskular
jika tidak ditangani dengan cepat (NKF, 2005).

Universitas Indonesia
3

Hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar dari CKD dan juga
merupakan komplikasi dari CKD yang mempercepat perburukan dari
penyakit ginjal (Bakris dkk., 2000). Data penelitian dari NHANES II
memperlihatkan bahwa sebanyak 40% dari individu dengan eGFR kurang
atau sama dengan 90 ml/min/1,73 m2 memiliki hipertensi (Coresh dkk.,
2001). Klag et al (1996) membuktikan adanya hubungan antara derajat
hipertensi dengan kejadian ESDR pada laki-laki, dimana semakin tinggi
derajat hipertensi semakin tinggi pula risiko untuk mengalami kejadian
ESRD.

Penelitian Hidayati dkk. (2008) menemukan bahwa semakin lama menderita


hipertensi, semakin tinggi risiko untuk mengalami CKD. Responden yang
menderita hipertensi satu hingga lima tahun berpeluang 13 kali, yang
menderita selama enam hingga sepuluh tahun berpeluang 24 kali, dan yang
menderita selama lebih dari sepuluh tahun berpeluang 34 kali dari yang
tidak hipertensi untuk mengalami CKD. Prevalensi hipertensi di Indonesia
terus meningkat dari 8,3% (SKRT 1995) menjadi 14% (SKRT 2004). Di
Indonesia terdapat kurang lebih 20,8% dari penderita CKD yang disebabkan
karena hipertensi (Yogiantoro, 2012).

Berbahayanya komplikasi dan perburukan dari CKD, penting bagi perawat


untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi setiap penderita
CKD, khususnya untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah
yang semakin tinggi. Peran perawat pada pasien CKD memiliki efek pada
perkembangan dari penyakit CKD. Berdasarkan dari latar belakang ini
penulis tertarik untuk menganalisa praktik klinik keperawatan pada kasus
CKD sehingga mendapat gambaran jelas bagaimanan asuhan keperawatan
yang terdapat di lapangan dan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien
CKD berdasarkan penelitian-penelitian yang ada (evidence based).

Universitas Indonesia
4

1.2. Rumusan Masalah


Salah satu penyebab terjadinya CKD adalah hipertensi, dan hipertensi juga
merupakan komplikasi dari CKD yang dapat memperburuk kasus CKD.
Perawat perlu untuk memperhatikan asuhan keperawatan yang tepat untuk
diberikan kepada pasien CKD, salah satunya untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan darah lebih dari normal. Hal ini menyebabkan penulis
tertarik untuk menganalisa asuhan keperawatan pada pasien CKD di lahan
praktek dan berdasarkan penelitian yang telah ada.

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ners (KIAN) ini adalah melaporkan
kegiatan praktek klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
(PKKKMP) pada asuhan keperawatan kasus CKD beserta analisa salah satu
implementasi berdasarkan penelitian yang telah ada di lahan praktek
(RSCM).

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.4.1. Manfaat aplikatif
Hasil penulisan ini dapat digunakan untuk mengurangi perburukan
pada pasien dengan CKD.
1.4.2. Manfaat bagi keilmuwan keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan peran serta
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
CKD.
1.4.3. Manfaat metodologi
Hasil penulisan ini dapat dijadikan data dasar bagi penulisan maupun
penelitian lainnya dalam area keperawatan terkait.

Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal
2.1.1. Anatomi Ginjal
Ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian eksternal (korteks) dan
internal (medula). Setiap nefron pada ginjal terdiri dari kapsula bowman
yang mengitari glomerulus serta tubulus renal yang terbagi menjadi tiga
bagian yaitu: tubulus proksimal, ansa Henle, dan tubulus distal. Tubulus
distal dari setiap nefron bersatu membentuk duktus pengumpul dan
berujung pada pelvis ginjal. Pelvis ginjal membentuk ureter yang
bermuara ke kandung kemih sebagai tempat sementara penampungan
urin. Urin mengalir hingga ke luar tubuh melalui uretra. (Guyton dan
Hall, 1997; Price dan Willson, 1995; Smeltzer dan Bare, 2002).

Gambar Garis Besar Struktur Ginjal. A. Permukaan Anterior; B. Potongan


Longitudinal

Price S., dan Wilson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

5
6

2.1.2. Pembuluh Darah Ginjal


Arteri renalis dari masing-masing ginjal berasal dari aorta abdominalis.
Arteri renalis masuk ke hilus ginjal dan bercabang-cabang menjadi
arteria interna yang berada di antara piramid, selanjutnya menjadi
arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks, lalu menjadi
ateriola aferen dan berakhir pada rumbai-rimbai kapiler atau glomerulus
dan bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler (kapiler
peritubular) yang mengelilingi tubulus. Darah kemudian dialirkan ke
vena, mulai dari vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, vena
renalis, hingga ke vena kava superior. Ginjal dialiri darah sebanyak 20-
25% dari curah jantung per menit. Lebih dari 90% darah berada pada
korteks, dan sisanya dialirkan ke medula.

2.1.3. Fungsi Ginjal

Tabel 2.1. Fungsi Ginjal

Fungsi Ekskresi Fungsi Non-ekskresi


1. Mempertahankan osmolalitas plasma 1. Menghasilkan renin (penting untuk
sekitar 285 mOsmol dengan mengubah- pengaturan tekanan darah)
ubah sekresi air 2. Menghasilkan eritropoietin (faktor
2. Mempertahankan kadar masing-masing penting dalam stimulasi produksi sel
elektrolit plasma dalam rentang normal darah merah oleh sumsum tulang)
3. Mempertahankan pH plasma sekitar 7.4 3. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk
+
dengan mengeluarkan kelebihan H dan aktifnya
-
membentuk kembali HCO3 4. Degradasi insulin
4. Mengekskresikan produk akhir nitrogen 5. Menghasilkan prostaglandin
dari metabolisme protein, terutama urea,
asam urat dan kreatinin

Sumber: Price S., dan Wilson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.

Universitas Indonesia
7

2.2. Gagal Ginjal Kronis


2.2.1. Penyebab Gagal Ginjal Kronik
Beberapa penyebab gagal ginjal kronik berdasarkan Guyton dan Hall
(1997), dan Price dan Wilson (1995), antara lain: gangguan imunologis
(glomerulonefritis, poliarteritis nodosa, lupus aritematosus), gangguan
metabolik (diabetes melitus, amiliodosis), gangguan pembuluh darah
ginjal (aterosklerosis, nefrosklerosis), infeksi (pielonefritis, tuberkolosis),
gangguan tubulus primer (nefrotoksin), obstruksi traktus urinarius (batu
ginjal, hipertrofi prostat, konstriksi uretra), kelainan kongenital (penyakit
polikistik, hipoplasia renalis/ tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
kongenital)
2.2.1.1. Kerusakan Rangkaian Pembuluh Darah Ginjal
Lesi vaskular yang dapat menyebabkan iskemia ginjal dan kematian
jaringan ginjal, antara lain:
(1) Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar sehingga
menyebabkan penurunan fungsi ginjal unilateral.
(2) Hyperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar
sehingga dapat menyumbat pembuluh darah dan juga dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
(3) Nefrosklerosis yaitu keadaan yang disebabkan oleh lesi sklerotik
arteri kelcil, arteriola, dan glomeruli yang dapat menimbilkan
penurunan sekitar 10% jumlah nefron fungsional setiap 10
tahunnya setelah berumur 40 tahun.
2.2.1.2. Kerusakan Glomerulus (Glomerulonefritis)
Glomerulonefritis kronis dapat menimbulkan gagal ginjal yang
ireversibel. Keaadan ini diawali dengan akumulasi kompleks antigen-
antibodi yang mengendap di membran glomerulus yang mengakibatkan
terjadinya inflamasi, penebalan membran secara progresif, dan pada
akhirnya dapat menurunkan kapiler penyaring karena banyak
glomerulus yang digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat
menyaring cairan.

Universitas Indonesia
8

2.2.1.3. Kerusakan Interstisium Ginjal (Pielonefritis)


Penyakit primer atau sekunder pada interstisium ginjal disebut nefritis
interstisial yang pada ummnya disebabkan oleh kerusakan vaskular,
glomerulus, tubulus, racun, obat-obatan, dan infeksi bakteri. Kerusakan
interstisium ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri disebut
pielonefritis. Jenis bakteri yang paling utama adalah Escherichia coli
dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius. Bakteri ini dapat
berkembang biak sehingga terjadi peradangan pada kandung kemih
(sistitis). Hal ini dapat semakin parah jika bakteri tersebut dapat
mencapai pelvis renal dan medula sehingga terjadi gangguan
kemampuan pemekatan urin, dan semakin lama dapat menimbulkan
kerusakan progresif pada tubulus renalis, glomerulus, dan seluruh ginjal
dan hingga akhirnya menjadi gagal ginjal kronis.

2.2.2. Manifestasi Klinis


(1) Manifestasi kardiovaskular
Mencakup: hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
renin-angiotensin-aldosteron, gagal jantung kongestif, edema
periorbital akibat cairan berlebih, perikarditis akibat iritasi lapisan
perikardial oleh toksin uremik, dan pembesaran vena leher.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul: kelebihan volume
cairan dan intoleransi aktifitas.
(2) Gejala pulmoner
Gejala yang dapat terjadi antara lain: krekels, sputum kental dan
liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul, edema pulmoner karena
cairan berlebih. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
kelebihan volume cairan, ketidakefektifan pembersihan jalan napas,
dan ketidakefektifan pola napas.
(3) Gejala dermatologi
Gejala yang sering terjadi adalah rasa gatal yang parah (pruritis),
warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, tipis dan

Universitas Indonesia
9

rapuh, ekimosisi, rambut tipis dan kasar. Diagnosa keperawatan


yang mungkin muncul: kerusakan integritas kulit.
(4) Gejala gastrointestinal
Gejala gastrointestinal yang sering terjadi adalah anoreksia, mual,
muntah, napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal,
dan cegukan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, diare,
konstipasi, mual, dan kekurangan volume cairan.
(5) Perubahan neuromuskuler
Perubahan yang terjadi adalah perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul: konfusi akut/ kronis dan
kerusakan memori.
(6) Gejala muskuloskeletal
Gejala muskuloskeletal yang sering terjadi, antara lain: kram otot,
kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop. Penyakit tulang
dapat terjadi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar
aluminium. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
hambatan mobilitas fisik.
(7) Anemia
Hal ini dapat terjadi karena penurunan eritropoetin, rentang usia
eritrosit, perdarahan saluran cerna akibat dari iritasi karena toksin,
dan kehilangan darah selama proses hemodialisa. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul: intoleransi aktifitas.

Universitas Indonesia
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1. Pengkajian
3.1.1. Informasi Umum
Nama : Tn. R
Tanggal lahir : 27 September 1961
Umur : 51 tahun
Suku bangsa : Jawa
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 21 Mei 2013 jam 18.00

3.1.2. Riwayat Masuk


Tn. R datang ke RSCM dengan keluhan sesak yang memberat beserta
mual, muntah, badan bengkak, dan batuk tidak berdahak sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Klien mengatakan sejak 2 minggu
SMRS merasakan sesak dan bertambah berat jika beraktivitas. Klien
mengatakan memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (DM) lebih
kurang 20 tahun dan hipertensi yang tidak terkontrol lebih kurang 10
tahun. Klien mengatakan buang air kecil lebih kurang satu liter/hari.
Klien telah didiagnosa CKD sejak tiga bulan SMRS. Pasen rujukan dari
RS Fatmawati untuk hemodialisa di RSCM. Klien mengatakan ayahnya
memiliki penyakit hipertensi dan ibunya memiliki riwayat DM.

3.1.3. Pengkajian Saat Ini


Saat ini (25 Mei 2013) klien telah menjalani hemodialisa, klien tidak
tampak sesak, tidak merasa nyeri ataupun meringis. Tn. R mengeluh
batuk terutama ketika sedang tidur malam, sehingga harus berada dalam
posisi duduk, gatal-gatal pada seluruh tubuh terutama pada kaki, dan
tampak bekas garukan pada kaki klien, kulit tampak kering, tidak ada
edema. Tekanan darah 150/70 mmHg, nadi 100 kali per menit, respiratory
rate 20 kali per menit. Sebaran rambut klien merata, tidak mudah rontok.

10
11

Mata anemis, tidak ikterik, memakai alat bantu kacamata, klien


mengeluhkan matanya sedikit terganggu. Bibir kering, tidak ada
gangguan pada menelan, tidak ada pembesaran kelenjar. Tinggi badan
162 cm, berat badan 57 kg, indeks massa tubuh (IMT) 21,7 (normal).
Gula darah klien pada saat pengkajian sebesar 225 mg/dl. Klien telah
menjalani retriksi cairan sebanyak 600 ml per 24 jam, jumlah urin rata-
rata dalam tiga hari ini sebanyak 700 ml per 24 jam.

3.1.4. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.1. Pemeriksaan Penunjang

Jenis 22 Mei 23 Mei 28 Mei 30 Mei


Rentang Normal
Pemeriksaan postHD 2013 2013 postHD
Hemoglobin 13-16g/dl 7,1 7,2 6,5 8,6
Hemotokrit 40-48% 21,6 22,4 20,6 27,2
Eritrosit 4,5-5,5 ribu/ µl 2,7 2,83 2,47 3,28
Leukosit 5-10 ribu/mm3 6,25 6,09 7,93 7,29
Trombosit 150-400 ribu/mm3 348 305 341 305
MCV/ VER 82-92 fl 79,4 79,2 83,4 82,9
MCH/ HER 27-31 pg 26,1 25,4 26,3 26,2
MCHC/ KHER 32-36 g/dl 32,9 32,1 31,6 31,6
Elektrolit
Natrium darah 135-147 mEq/l 136 145 143
Kalium darah 3,5-5,5 mEq/l 4,17 5,53 4,88
Klorida darah 100-106 mEq/l 97,5 108,4 100,8
Kalsium ion 1,01-1,31 mmol/l 1,29 1,16 1,12
Magnesium darah 1,70-2,55 mg/dl 2 1,56
Kalsium darah 8,4-10,2 mg/dl 9,1 8,2
Prokalsitonin < 0,1 ng/ml 5,37 4,28
Fosfat Inorganik
2,7-4,5 mg/dl 3,8 3,6 3,8 3,4
(P) darah
Kadar fibrinogen 136-384 mg/dl 460,6 437,5 441,8 490
LED 0-10 mm 125 133
d-Dimer 0-300 µg/L 1100 1200 1600 2100
kuantitatif
PT 9,8-12,6 detik 11,7 11,3 11,5 11,7
APTT 31-47 detik 32,2 31,4 33,1 34,6
Universitas Indonesia
12

Ureum darah < 50 mg/dl 92 109 153 82


Kreatinin darah 0,8-1,3 mg/dl 6,70 7,60 8,5 4,7
Asam urat darah 3,5 5,0
Protein total 6,4-8,7 g/dl 6,1 6,3 6 6,8
Albumin 3,4-4,8 g/dl 3,2 3,28 3,26 3,54
Globulin 1,8-3,9 g/dl 2,9
Albumin-globulin ≥1 0,9
ratio
Glukosa POCT mg/dl 191 93
Gliko Hb (HbA1c) < 5,7 5,9 (res,DM)
GDS 70-140 mg/dl 204 140
SGOT <33 u/l 18 17 12 16
SGPT <50 u/l 14 14 12 14
Bilirubin total < 1 mg/dl 1,31 0,31
Bilirubin direk < 0,3 mg/dl 0,1 0,12
Bilirubin indirek 0,1-0,7 mg/dl 0,21 0,19
AGD
pH 7,350-7,450 7,426 7,459
pCO2 35-45 mmHg 38,10 32,10
pO2 75-100 mmHg 70,70 139,6
HCO3 21-25 mmol/l 25,3 23
O2 saturasi 95-98% 93,20 99,10
Standard HCO3 22-24 mmol/l 25,8
Standard BE mmol/l 0,7
Trigliserida < 150 mg/dl 87
Kolesterol
LDL <100mg/dl=optimal 122
100-129 =
mendekati optimal
HDL ≥ 40 mg/dl 44
Total 120-200 mg/dl 195
Kreatinin urin 40-280 mg/dl 50,3
Amilase < 53 u/l
68
pankreatik
Lipase darah < 60 u/l 101

Pemeriksaan sputum (24 Mei 2013)


Batang gram (-) : sedang
Batang gram (+) : sedang
Leukosit : 20-25/lpk
Epitel : 25-30/lpk
BTA : negatif

Universitas Indonesia
13

3.1.5. Diagnosa Medis


Diagnosa medis Tn. R tanggal 21 Mei 2013:
1. CKD stage V dengan overload
2. HCAP (hospital community acute pneumonia) disertai dengan TB
dengan infeksi sekunder
3. DM tipe II, normal weight, gula darah belum terkontrol
4. Hipertensi grade I
5. Hipoalbuminemia ringan

3.1.6. Terapi Medis


CKD
- Lasix 2 x 40 mg IV (STOP )
- Bicnat 3 x 500 mg oral
- B12 3 x 50 mg oral
- CaCO3 3 x 500 gr oral
- Omeprazole 1 x 40 gr IV
- Ondansentron 4 mg IV (jika mual)
- Hemodialisa 2x/ minggu
- Transfusi on HD target Hb > 8
- Pasang CDL
Target GDS < 180, GDP 110
- Rencana GDS tiap ½ jam sebelum makan senin-rabu-jumat
Target TD < 125/75 mmHg
- Amlodipin 1 x 10 mg oral
- Valsartan 1 x 80 gr oral
- TD/hari
- Profil lipid
- Diet rendah garam < 2 gr/hari
CAD anteroseptal
- Ascardia 1 x 80 mg oral
- Profil lipid
Target Albumin > 3
- Diet ginjal, protein
- Asam folat 1 x 15 mg oral
- Simvastatin 1 x 10 mg oral
Tambahan:
- Cetirizine 1 x 10 mg oral (29/05)
- Fluimucyl 3 x 5 ml oral (29/05)
- Cefepim 2 x 1gr IV (30/05)
- Ventolin 3 x 2.5 gr inhalasi (31/05)
- Aspar 3 x 1 tab oral (31/05)
Universitas Indonesia
14

3.2. Analisa Data

Tabel 3.2. Analisa Data

Data subjetif/ objektif Diagnosa Keperawatan

DS:
- Klien mengatakan memiliki riwayat
DM selama ±20 tahun dari ibunya
- Klien mengatakan gula darah selama
ini tidak pernah dipantau (hanya
membatasi asupan makanan)
- Keluarga mengatakan berat badan
menurun dari 88 kg menjadi 52 kg
selama dua tahun Ketidakstabilan gula darah
DO:
- Gula darah harian (22 Mei 2013)
225 mg/dl
- BB 57 kg, TB 162 cm, IMT 21,7
(normal weight)
- Hasil lab gliko Hb (HbA1C) 5,9
(berisiko DM)

DS:
- Klien mengatakan kulit terasa gatal
terutama pada kaki
- Klien mengatakan kulit gatal setelah
menjalani hemodialisa
DO: Kerusakan integritas kulit
- Klien tampak menggaruk seluruh
tubuh
- Tampak garukan pada kaki klien
- Kulit tampak kering, terkelupas di
area kaki
- Kadar ureum darah 109

DS:
- Klien mengatakan sebelum masuk Risiko ketidakseimbangan nutrisi:
rumah sakit mengalami penurunan kurang dari kebutuhan tubuh
nafsu makan, mual, muntah
Universitas Indonesia
15

- Keluarga mengatakan berat badan


menurun dari 88 kg menjadi 52 kg
selama dua tahun
- Klien mengatakan tidak terlalu
lemas
DO:
- Hasil lab 22 Mei 2013: hemoglobin
7,1; hemotokrit 21,6; eritrosit
2.720.000; albumin 3,2
- Klien tidak tampak kurus.
- BB 57 kg, TB 162 cm, IMT 21,7
(normal weight)

Universitas Indonesia
16

3.3. Rencana Asuhan Keperawatan


3.3.1. Risiko Ketidakstabilan Gula Darah

Tabel 3.3. Rencana Asuhan Keperawatan Risiko Ketidakstabilan Gula Darah

Tindakan / Intervensi Rasional


Observasi tanda-tanda hipoglikemi (misalnya glukosa serum < 60 mg/dl, Metabolisme karbohidrat tergantung pada asupan makanan klien, dan
pucat, takikardia, diaforesis, gugup, penglihatan kabur, iritabilitas, insulin yang diberikan.
menggigil, dingin, konfusi) dan hiperglikemi (misalnya glukosa serum >
300 mg/dl, napas bau keton, plasma positif, sakit kepala, penglihatam
kabur, mual, muntah, poliuri, polidipsi, polifagia, kelemahan, letargi,
hipotensi, takikardia, pernapasan kusmaul).

Pantau asupan dan haluaran. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik

Beri pendidikan kesehatan mengenai diabetes, penerapan diet dan latihan Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga
fisik untuk mencapai keseimbangan kadar glukosa, obat-obatan yang untuk memahami perawatan klien.
digunakan untuk mengendalikan diabetes, penatalaksanaan diabetes
selama sakit, pemantauan secara mandiri kadar glukosa dan keton.

Kolaborasi
Pantau kadar gula darah dengan menggunakan finger stick sesuai dengan Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan
program atau protokol. keadaan saat dilakukan pemeriksaan) daripada memantau gula dalam urin
yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan
dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya
Universitas Indonesia
17

retensi urin/ gagal ginjal.

Manajemen hipoglikemia:
beri karbohidrat sederhana, karbohidrat kompleks dan protein sesuai Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
indikasi (konsultasi dengan ahli diet). Pertahankan akses intravena jika memenuhi kebutuhan nutrisi pasien; larutan glukosa mungkin dibutuhkan.
perlu.

Sumber: Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Universitas Indonesia
18

3.3.2. Kerusakan Integritas Kulit

Tabel 3.4. Rencana Asuhan Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit

Tindakan/ Intervensi Rasional


Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan
kemerahan, ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura. pembentukan dekubitus/ infeksi.

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.

Inspeksi area tergantung terhadap edema. Jaringan edema lebih cenderung rusak/ robek.

Ubah posisi dengan sering; gerakan klien dengan perlahan; beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengna perfusi burk untuk
pada tonjolan tulang. menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik stasis vena
terbatas/ pembentukan edema.

Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun, berikan salep atau Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi
krim (mis., lanolin, Aquaphor). pengeringan daripada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.

Pertahankan linen kering, bebas keriput. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.

Selidiki keluhan gatal. Meskipun dialisis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan
uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk

Universitas Indonesia
19

sisa, mis., Kristal fosfat (berkenaan dengan hiperparatiroidisme pada


penyakit tahap akhir).

Anjurkan klien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.
memberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus. Pertahankan
kuku pendek; berikan sarung tangan selama tidur jika diperlukan.

Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar. Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit.

Kolaborasi
Berikan matras busa/ flotasi Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi
selular yang menyebabkan iskemia/ nekrosis.

Sumber: Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Universitas Indonesia
20

3.3.3. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Tindakan/ Intervensi Rasional


Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan
utilisasinya).

Awasi konsumsi makanan/ cairan dan hitung masukan kalori per hari. Mengidentifikasi kekurangan nutrisi/ kebutuhan terapi.

Anjurkan klien mempertahankan masukan makanan makanan harian, Membantu klien utnuk menyadari “gambaran besar’ dan memungkinkan
termasuk perkiraan jumlah konsumsi elektrolit (perhatian individu, contoh kesempatan untuk mengubah pilihan diet untuk memenuhi keinginan
natrium, kalium, kloridam meagnesium), dan protein. individu dalam pembatasan yang diidentifikasi.

Ukur massa otot melalui lipatan trisep atau prosedur serupa. Mengkaji keadekuatan penggunaan nutrisi melalui pengukuran perubahan
deposit lemak yang dapa memperkirakan adanya/ tak adanya katabolisme
jaringan.

Perhatikan adanya mual/muntah. Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah/
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi.

Dorong klien untuk berpartisipasi dalam perencanaan menu. Dapat meningkatkan pemasukan oral dan meningkatkan perasaan kontrol/
tanggung jawab.

Berikan makan sedikit dan frekuensi sering. Jadwalkan makan sesuai Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan. Tipe dialisis
dengan kebutuhan dialisis. mempengaruhi pola makan, contoh klien dengan hemodialisa mungkin
tidak makan sebelum/ selama prosedur, karena ini dapat mengubah

Universitas Indonesia
21

pembuangan cairan.

Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan. Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial makan.

Berikan perawatan mulut sering. Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut, yang dapat mempengaruhi masukan makanan.

Kolaborasi
Rujuk ke ahli gizi. Berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan budaya/
pola hidup meningkatkan kerja sama klien.

Berikan diet tinggi karbohidrat yang meliputi jumlah protein kualitas Memberikan nutrien cukup untuk memperbaiki endergi, mencegah
tinggi dan asam amino essensial dengan pembatasan natrium/ kalium penggunaan otot, meningkatkan regenerasi jaringan/ penyembuhan, dan
sesuai indikasi. keseimbangan elektrolit.

Berikan multivitamin, termasuk asam askorbat, asam folat, vitamin D, dan Menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/ anemia atau selama
tambahan besi sesuai indikasi. dialisis.

Berikan tambahan parenteral sesuai indikasi. Hiperalimentasi mungkin diperlukan untuk meningkatkan regenerasi
tubulus ginjal/ perbaikan proses penyakit dasar dan untuk memberikan
nutrien bila makan per oral/ enteral dikontraindikasikan.

Awasi kadar protein/ albumin serum. Indikator kebutuhan protein.

Berikan antiemetic, contoh proklorperazine (compazine). Menurunkan stimulasi pada pusat muntah.

Masukan/ pertahankan selang nasogastrik sesuai indikasi. Perlu bila terjadi muntah menetap atau bila makan enteral diinginkan.

Sumber: Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Universitas Indonesia
22

3.4. Evaluasi
3.4.1. 25 Mei 2013
Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan: telah memiliki riwayat DM dari ibunya, dan
memiliki DM selama ± 20 tahun, gula darah tidak pernah dipantau
(hanya membatasi asupan makanan saja)
O:
- Gula darah harian (25 Mei 2013) 225 mg/dl, BB 57 kg, TB 162 cm,
IMT 21,7 (normal weight)
A:
Ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan makanan klien
- Kolaborasi pemantauan gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi (sakit kepala, penglihatan kabur,
mual, muntah, kelemahan, takikardi, kusmaul)
- Motivasi dan edukasi klien untuk mengontrol gula darah dari asupan
makanan
- Kolaborasi pemberian terapi insulin
- Kolaborasi dengan ahli gizi terkait diet DM

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengatakan kulit terasa gatal terutama di kaki setelah
hemodialisa
O:
- Klien tampak menggaruk tubuh, tampak bekas garukan pada kaki, kulit
kering, terkelupas terutama pada kaki. Tekanan darah 150/70 mmHg, gula
darah 225 mg/dl (gangguan sirkulasi arteri), kadar ureum 109 mg/dl
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi

Universitas Indonesia
23

P:
- Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
- Berikan perawatan kulit dan motivasi keluarga untuk perawatan kulit
- Anjurkan kompres lembab dan dingin untuk memberi tekanan (dari
pada garukan) pada area yang gatal
- Pertahankan kuku pendek
- Kolaborasi pemberian salep/ obat oral

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan makan pagi dan siang habis satu porsi
O:
- Klien tidak tampak kurus, BB 57 kg, TB 162 cm, IMT 21,7 (normal
weight). Hasil lab 22 Mei 2013: hemoglobin 7,1; hemotokrit 21,6;
eritrosit 2.720.000; albumin 3,2
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau konsumsi makanan/ cairan
- Motivasi klien untuk mempertahankan masukan makanan harian sedikit
tapi sering
- Awasi adanya mual/muntah
- Kolaborasi dengan ahli gizi terkait diet nutrisi klien
- Kolaborasi pemberian multivitamin
- Awasi kadar protein/ albumin serum

3.4.2. 27 Mei 2013


Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan tidak makan yang manis-manis, tidak ada keluhan
terkait gula darah

Universitas Indonesia
24

O:
- GD harian (11.00) 182 mg/dl, makan siang habis 1 porsi dengan menu
rumah sakit, BB 60,6 kg (normal weight), tidak ada tanda-tanda
hiperglikemi
A:
Ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau asupan nutrisi harian
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengeluh badan masih terasa gatal, Klien mengatakan lotion atau
minyak tertinggal di rumah
O:
- Klien tampak menggaruk seluruh tubuh, kulit tampak kering, terdapat
140
bekas garukan. Tekanan darah /70 mmHg, gula darah 182 mg/dl
(gangguan sirkulasi arteri)
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Pantau hidrasi klien
- Berikan perawatan kulit dengan minyak atau lotion
- Kolaborasi pemberian salep atau obat penghilang rasa gatal dengan
dokter

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan makan pagi dan siang habis satu porsi, tidak ada
mual, muntah, nafsu makan tetap baik

Universitas Indonesia
25

O:
- Klien tidak tampak kurus, berat badan pagi ini 60, 6 kg. Hasil lab 22
Mei 2013: hemoglobin 7,1; hemotokrit 21,6; eritrosit 2.720.000;
albumin 3,2
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi klien
- Pantau hasil pemeriksaan darah (Hb, Ht, eritrosit, albumin)
- Awasi adanya mual dan muntah

3.4.3. 28 Mei 2013


Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait gula darah
O:
- GDS lab 204 mg/dl, makan siang habis 1 porsi dengan menu rumah
sakit, BB 60,6 kg (normal weight)
A:
Ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau asupan nutrisi harian
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengatakan: kulit masih gatal, sudah mengompres bagian yang
gatal namun masih memilih untuk digaruk, belum mengambil atau
membeli lotion atau minyak, sudah bisa membatasi cairan yang
diminum

Universitas Indonesia
26

O:
- Kulit tampak kering, ada bekas garukan, tampak masih menggaruk
namun sudah jarang, intake cairan pagi ini 120 ml, urin 300 ml.
150
Tekanan darah /80 mmHg, gula darah 204 mg/dl (gangguan sirkulasi
arteri). Hasil lab 28 mei 2013: ureum 153
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Berikan perawatan kulit
- Kolaborasi dengan dokter terkait obat penghilang gatal
- Pantau hidrasi klien setiap hari

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan makanan habis satu porsi, tidak ada keluhan, tidak
ada muntah, tidak ada mual
O:
- Berat badan 60,6 kg, klien tidak tampak lemas. Hasil lab 28 mei: Hb
6,5; Ht 20,6; eritrosit 2.470.000; albumin 3,26; protein total 6
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi
- Motivasi klien untuk makan telur
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium

3.4.4. 29 Mei 2013


Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait gula darah

Universitas Indonesia
27

O:
- Gula darah jam 04.00 adalah 106, jam 11.00 adalah 133
A:
Risiko ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan makanan klien
- Pantau gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi/ hipoglikemi

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengatakan rasa gatal berkurang setelah minum obat
O:
- Klien tampak menggaruk tubuh sesekali, kulit tampak sedikit lembab
setelah diberi perawatan dengan lotion, intake cairan pagi: 130 ml, urin
50 ml. Tekanan darah 140/90 mmHg (gangguan sirkulasi arteri)
- Hasil lab terakhir (28 Mei 2013): ureum 153, kreatinin 8,5
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Pantau perawatan kulit secara rutin oleh keluarga
- Pantau hidrasi per hari klien
- Kolaborasi pemberian cetirizine 1x10 mg

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan makan pagi dan siang habis satu porsi, tidak ada
keluhan mual, muntah, dan lemas
O:
- Klien tidak terlihat lemas. Hasil lab terakhir (28 mei 2013): Hb 6,5; Ht
20,6; eritrosit 2.470.000; albumin 3,26; protein total 6

Universitas Indonesia
28

A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi
- Motivasi klien untuk makan telur
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium

3.4.5. 30 Mei 2013


Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait gula darah, makan tidak
habis dan tidak nafsu makan
O:
- Pemeriksaan gula darah terakhir (29 Mei 2013 jam 18.00) adalah 126
mg/dl, berat badan pagi ini 61 kg
A:
Risiko ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi yang cukup bagi klien setiap hari
- Pantau gula darah klien
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi dan hipoglikemi

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengatakan rasa gatal telah berkurang, sudah memberi perawatan
kulit setelah mandi
O:
- Kulit tampak masih kering, klien hanya sesekali menggaruk, intake 50
ml, urin 300 ml. Tekanan darah 130/80 mmHg (gangguan sirkulasi arteri).
Hasil lab terakhir (28 Mei 2013): ureum 153, kreatinin 8,5.

Universitas Indonesia
29

A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Rencana hemodialisa malam ini, periksa urin lengkap, darah perifer
lengkap, dan ureum kreatinin post HD
- Pantau hidrasi dan perawatan kulit klien setiap hari

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan lemas, pusing, makan pagi habis hanya setengah
porsi, makan siang habis hanya tiga per empat porsi, tidak ada mual,
tidak ada muntah
O:
- Klien tampak lemas, mata anemis, berat badan pagi ini 61 kg. Hasil lab
terakhir (28 mei 2013): Hb 6,5; Ht 20,6; eritrosit 2.470.000; albumin
3,26; protein total 6
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi klien setiap hari
- Pantau tanda klinis dan hasil pemeriksaan lab

3.4.6. 31 Mei 2013


Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait gula darah, asupan
makanan pagi dan siang tidak habis
O:
- Klien tampak lemas, gula darah post hemodialisa (30 Mei 2013) adalah
140 mg/dl, gula darah jam 06.00 adalah 110, jam 13.00 adalah 165

Universitas Indonesia
30

A:
Risiko ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan makanan per hari
- Pantau gula darah klien (senin-rabu-jumat)

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengatakan gatal-gatal di area punggung
O:
- Klien tampak menggaruk area punggung, kulit masih terlihat kering.
Hasil lab post hemodialisa (30 Mei 2013): ureum 82, kreatinin 4,7.
Intake cairan pagi sebanyak 100 ml, urin sebanyak 50 ml.
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Klien rencana konsul kulit dan kelamin
- Pantau status hidrasi dan perawatan kulit klien

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan nafsu makan berkurang, makan pagi dan siang hanya
habis setengah porsi, lemas, mulut terasa pahit, mual, tidak ada muntah.
O:
- Klien tampak lemas, berat badan pagi ini 61 kg. Hasil lab post HD (30
Mei 2013): Hb 8,6; Ht 27,2; eritrosit 3.280.000; protein total 6,8;
albumin 3,54; albumin-globulin ratio 0,9
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi klien

Universitas Indonesia
31

- Pantau tanda klinis dan pemeriksaan lab klien


- Awasi adanya mual dan muntah

3.4.7. 01 Juni 2013


Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan tidak ada keluhan
O:
- Gula darah terakhir (31 Mei 2013, 18.00) adalah 173 mg/dl, BB pagi ini
61,2 kg
A:
Risiko ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau gula darah harian klien
- Pantau asupan nutrisi klien

Kerusakan integritas kulit


S:
- Klien mengatakan kulit masih gatal di daerah punggung
O:
- Klien tampak sering menggaruk, kulit masih terlihat kering. Tekanan
140
darah /80 mmHg (gangguan sirkulasi arteri). Hasil lab post
hemodialisa (30 Mei 2013): ureum 82, kreatinin 4,7. Intake cairan pagi
sebanyak 150 ml, urin sebanyak 100 ml.
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Rencana hemodialisa mala mini, cek darah dan urin lengkap post HD
- Pantau perawatan kulit setiap hari oleh keluarga
- Pantau hidrasi setiap hari

Universitas Indonesia
32

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


S:
- Klien mengatakan nafsu makan masih berkurang namun mencoba untuk
tetap memaksa makan, mual dan muntah tidak ada, pagi habis setengah
porsi, siang habis satu porsi
O:
- Klien tampak lemas, berat badan pagi ini 61,2 kg. Hasil lab post HD
(30 Mei 2013): Hb 8,6; Ht 27,2; eritrosit 3.280.000; protein total 6,8;
albumin 3,54; albumin-globulin ratio 0,9
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi
- Pantau tanda klinis dan hasil pemeriksaan lab
- Awasi adanya mual/muntah

Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI

4.1. Profil Lahan Praktek


Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit
pusat rujukan nasional yang memilki visi menjadi rumah sakit pendidikan
dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik 2014. Hal ini
diwujudkan dalam beberapa misi, yaitu: memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat,
menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan, dan tempat
penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel. Nilai positif
yang dimiliki oleh RSCM yaitu merupakan satu-satunya rumah sakit
pemerintah yang telah terakreditasi Joint Commission International (JCI)
sejak April, 2013. JCI merupakan badan internasional dari The Joint
Commission berupa organisasi non pemerintah non profit yang merupakan
badan akreditasi pelayanan kesehatan terbesar di Amerika untuk
meningkatkan mutu keselamatan pelayanan kesehatan di komunitas
internasional (Pdpersi, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan RSCM sudah lebih baik dibandingkan rumah sakit lainnya.
RSCM telah menerapkan berbagai standar sesuai dengan JCI.

RSCM juga telah menerapkan ruang rawat berbasis asuhan MPKP (Model
Praktek Keperawatan Profesional) untuk meningkatkan asuhan keperawatan
melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan, baik dari segi
tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien, jenis tenaga di suatu ruang rawat, dan juga standar
rencana asuhan keperawatan. MPKP ini telah diterapkan di RSCM di
banyak ruangan, khususnya di Gedung A lantai tujuh zona A yang
merupakan unit rawat inap bagian penyakit dalam yang digunakan sebagai
tempat praktek mahasiswa profesi. Hal ini tampak dari susunan manajemen
ketenagakerjaan di ruangan disusun menjadi beberapa tim yang terdiri dari

33
34

perawat primer dan perawat asosiet; telah terdapatnya standar pencatatan


pasien dalam lembar catatan perkembangan pasien terintegrasi; terdapatnya
berbagai lembar pendokumentasian yang mempermudah pemberian asuhan
keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya, dan sebagainya yang tentunya
telah berdasarkan pada standar JCI.

4.2. Analisis Masalah Keperawatan


CKD merupakan penyakit ginjal yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam penyakit dan juga gaya hidup. AIHW mengelompokkan faktor
risiko ESRD di Australia menjadi empat kelompok, yaitu: (1) faktor
lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi, lingkungan fisik,
ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan, 2) faktor risiko biomedik
meliputi: diabetes, hipertensi, obesitas, sindroma metabolisma, infeksi
saluran kemih, batu ginjal, batu saluran kemih, glomerulonefritis, infeksi
streptokokus, keracunan obat, 3) faktor risiko perilaku antara lain: merokok,
pengguna alkohol, kurang olahraga, kekurangan makanan, dan 4) faktor
predisposisi yaitu: umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga dan genetik
(AIHW, 2005).

Faktor-faktor risiko CKD yang cukup banyak terdapat di masyarakat


perkotaan, di antaranya adalah: hipertensi, diabetes, dan pola hidup yang
tidak sehat seperti merokok, pengguna alkohol, dan kurang olahraga. Salah
satu faktor yang sangat berkembang pesat di Indonesia adalah merokok,
yaitu sebesar 45,8% pada tahun 2007 meningkat menjadi 67% pada tahun
2011 (Riskesdas, 2007, 2011). Selain itu berdasarkan pengukuran tekanan
darah, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 32,3%, sedangkan
prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau
riwayat minum obat hanya 7,8% atau hanya 24,2% dari kasus hipertensi di
masyarakat (Rahajeng dan Sulistyowati, 2009; Riskesdas 2007). Cukup
besarnya angka kejadian dari faktor-faktor risiko tersebut, dapat
memperlihatkan bahwa CKD merupakan dari masalah kesehatan
Universitas Indonesia
35

masyarakat perkotaan yang semakin berkembang dari tahun ke tahun,


sejalan dengan semakin banyaknya masyarakat yang memiliki pola hidup
tidak sehat, hipertensi, maupun diabetes.

Faktor-faktor risiko yang merupakan masalah perkotaan juga terdapat pada


kasus yang dikelola penulis. Kasus yang dikelola, adalah: lima pasien
berjenis kelamin laki-laki yang didiagnosis CKD, berumur antara 40-55
tahun, memiliki status ekonomi menengah ke bawah, dan di antaranya
terdapat: tiga kelolaan memiliki hipertensi, empat kelolaan memiliki
diabetes melitus, empat kelolaan memiliki riwayat merokok, empat kelolaan
memiliki riwayat minum minuman beralkohol, dan empat kelolaan
mengatakan jarang untuk berolahraga. Hal ini memperlihatkan bahwa
faktor risiko tersebut merupakan masalah kesehatan yang sering dialami
oleh masyarakat perkotaan, yang lama kelamaan dapat menyebabkan CKD.

Berdasarkan faktor risiko yang dikelompokkan oleh AIHW, 2005 ke dalam


faktor lingkungan-sosial, jelas terlihat bahwa hal tersebut tidak terjadi pada
kasus-kasus yang dikelola oleh penulis. Hal ini dibuktikan oleh: walaupun
terbentur oleh status sosial ekonomi pasien yang rata-rata menengah ke
bawah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik, namun kesulitan ini
dapat diselesaikan dengan tersedianya jaminan kesehatan yang ada, baik itu
dari pemerintah, daerah, maupun perusahaan swasta. Selain itu juga
kelolaan-kelolaan tidak terbentur oleh ada/ tidaknya lembaga pelayanan
kesehatan, karena terdapatnya lembaga pelayanan kesehatan yang cukup
kompeten dalam melayani masyarakat, khususnya RSCM yang menjadi
rumah sakit pemerintah sebagai pusat pelayananan rujukan nasional dari
berbagai daerah, dan memiliki kemudahan dalam pembayaran.

4.3. Analisis Intervensi


Intervensi yang dianalisa oleh penulis pada kasus CKD adalah pengontrolan
tekanan darah. Pengontrolan tekanan darah ini penting dilakukan bagi
Universitas Indonesia
36

pasien CKD untuk memperlambat perburukan dari penyakit ginjal (National


Kidney Foundation, 2005).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Klein, Z. (2011), salah satunya
memperlihatkan cara yang dapat diberikan oleh perawat untuk mengontrol
tekanan darah pada pasien CKD supaya tidak memperburuk perjalanan
penyakit CKD. Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok pasien dengan
ESRD di 6 unit hemodialisa. Setiap kelompok terdiri dari 59 responden,
yang dipilih secara acak dan memenuhi kriteria tertentu, salah satunya
150
adalah memiliki tekanan darah pre HD diatas /90 mmHg minimal selama
empat minggu terakhir. Penelitian ini memakai desain randomized
controlled, dimana kelompok pertama menjadi kelompok kontrol, dan
kelompok lainnya menjadi kelompok yang diberikan intervensi.

Terdapat perbedaan intervensi pada kedua kelompok tersebut. Kelompok


kontrol tidak diberikan intervensi yang khusus. Kelompok ini hanya
diberikan asuhan keperawatan yang standar yaitu pengecekan tekanan darah
dan medikasi oleh tenaga kesehatan di unit hemodialisa sekali seminggu
sesuai kebutuhan. Sedangkan pada kelompok lainnya diberikan intervensi
khusus oleh Klien, Z.

Intervensi yang diberikan dibagi menjadi dua fase. Fase pertama terdiri dari
dua sesi berisikan pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan
mengontrol tekanan darah pada ESRD sesuai dengan NKF-KDOQI (2005).
Sesi pertama menjelaskan: patofisiologi hipertensi pada ESRD; resiko
hipertensi pada ESRD; dan intervensi self-care/tujuan untuk mengontrol
tekanan darah. Sesi kedua berisikan hal-hal untuk melibatkan responden
dalam membentuk lingkungan yang membangun sehingga mencapai tujuan,
yaitu: demonstrasi pemakaian alat monitor tekanan darah di rumah, cara
yang benar untuk mencatat tekanan darah di rumah, 24 hours fluid recall,
list pengecekan asupan garam, brosur terkait sodium, dan retriksi cairan.
Pengecekan tekanan darah dilakukan sebanyak dua kali sehari pada jam
Universitas Indonesia
37

enam sampai sepuluh pagi dan enam sampai sepuluh malam, dalam posisi
duduk, tidak merokok/ minum kopi/ beraktifitas berat/ olahraga satu
setengah jam sebelum pengecekan. Jika terjadi peningkatan tekanan darah
secara tiba-tiba, responden harus menuliskan catatan penyebab peningkatan
tersebut. Intervensi fase kedua berlangsung selama 12 minggu, dimana
Klien bertemu dengan responden selama 10-15 menit dalam sekali
seminggu untuk memantau hasil mingguan, dan membimbing dan
memberikan intervensi pada masalah responden supaya tujuan tercapai.

Hasil yang didapatkan terkait pengontrolan tekanan darah adalah terdapat


perbedaan yang signifikan pada sistolik maupun diastolik antara kelompok
satu dengan kelompok lain selama 12 dan 16 minggu. Terjadi penurunan
tekanan sistolik yang signifikan pada kelompok yang diberi intervensi
khusus yaitu dari 163 pada minggu pertama, menjadi 155 pada minggu ke-
12, dan menjadi 153,5 pada minggu ke-16. Sedangkan pada kelompok
kontrol tidak terjadi penurunan yang signifikan yaitu dari 164 menjadi
161,9, dan menjadi 160 pada minggu ke-16. Hal ini juga terlihat pada
penurunan diastolik pada dua kelompok tersebut. Penurunan yang cukup
signifikan ada pada kelompok yang diberikan intervensi khusus dari 84,8
menjadi 82,2 hingga menjadi 81. Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi
penurunan diastolik yang tidak signifikan dibanding kelompok yang diberi
intervensi yaitu dari 90 menjadi 88,4 dan pada minggu terakhir menjadi
86,8.

Penelitian yang dilakukan oleh Klien memiliki kekuatan dan kelemahan.


Kekuatannya adalah intervensi yang telah dilakukan yaitu supportive
educative intervention, dapat menurunkan tekanan sistolik dan diastolik
tekanan darah secara signifikan untuk meminimalkan perburukan pada
pasien ESRD; pasien dan keluarga dilibatkan secara penuh dalam
pengontrolan tekanan darah; meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga terkait hipertensi, ESRD, dan mengontrol tekanan darah.
Universitas Indonesia
38

Kelemahannya adalah sulitnya diterapkan karena banyaknya form/ lembaran


yang harus diisi oleh pasien.

Intervensi ini baik untuk dilakukan oleh perawat yang merawat pasien CKD,
namun hal yang menjadi kendala yaitu: terlalu banyaknya form/lembaran
yang harus diisi oleh pasien dan diperhatikan oleh perawat dan belum
ratanya pengetahuan perawat terkait pentingnya pengontrolan hipertensi
pada CKD.

4.4. Alternatif Pemecahan


Pengetahuan perawat yang belum rata terkait pentingnya pengontrolan
hipertensi pada CKD, dapat diatasi dengan melatih perawat-perawat untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam asuhan keperawatan
pada pasien CKD, terutama menitikberatkan pada pentingnya melakukan
pengontrolan tekanan darah. Kendala yang kedua yang disebabkan oleh
banyaknya lembaran yang harus diisi, dapat dipermudah melalui
pemeriksaan tekanan darah pada setiap pertemuan sekaligus
membandingkan dengan target tekanan darah normal, serta pemberian
pendidikan kesehatan berupa penjelasan secara langsung dibantu dengan
lefleat terkait: patofisiologi hipertensi pada CKD; resiko hipertensi pada
CKD; pentingnya memantau dan mencatat tekanan darah setiap hari;
pembatasan asupan garam; dan retriksi cairan. Selain itu perawat juga dapat
mengajarkan bagaimana cara yang benar untuk mengecek tekanan darah
secara manual ataupun digital di rumah. Pendidikan kesehatan ini dapat
diberikan dan dievaluasi secara kontiniu selama pasien di rawat di ruang
rawat inap, sehingga diharapkan pasien sudah dapat mandiri dalam
pengontrolan tekanan darah di rumah.

Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
CKD. Salah satu komplikasi dari CKD adalah hipertensi yang dapat mempercepat
perburukan dari penyakit ginjal. Mencegah perburukan yang cepat, penting bagi
perawat untuk mengontrol tekanan darah pasien CKD. Pengontrolan yang dapat
dilakukan adalah: memeriksa dan mengawasi tekanan darah harian pasien,
mengajarkan bagaimana cara yang benar untuk mengecek tekanan darah secara
manual ataupun digital di rumah, dan memberikan pendidikan kesehatan terkait:
patofisiologi hipertensi pada CKD; resiko hipertensi pada CKD; pentingnya
memantau dan mencatat tekanan darah setiap hari; pembatasan asupan garam; dan
retriksi cairan.

5.2. Saran
Seorang perawat harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien CKD, terutama untuk
memperlambat perburukan penyakit ginjal. Perburukan pada kasus CKD dapat
difasilitasi oleh rumah sakit melalui pelatihan bagi perawat ruangan untuk
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terkait asuhan keperawatan pada
pasien CKD, dan menerapkan standar prosedur asuhan keperawatan terkait
pengontrolan tekanan darah yang baik di setiap ruangan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Australian Institute of Health and Welfare. (2005). Chronic kidney disease in


Australia. Renal society of australasia journal, 4, 81-89.
Bakris, G.L., Williams, M., Dworkin, L., Elliott, W.J., Epstein, M., Toto, R., et al.
(2000). Preserving renal function in adults with hypertension and diabetes: A
consesus approach national kidney foundation’s hypertension and diabetes
executive commitess working group. American journal of kidney disease, 36,
646-661.
Coresh, J., Byrd-Holt, D., Astor, B.B., Briggs, J.P., Eggers, P.W.., Lacher, D.A.,
et al. (2005). Awareness, prevalence and trends among U.S. Adults, 1999 to
2000. Journal of the american society of nephrology, 16, 180-188.
Depkes (2007). Laporan Nasional Riskesdas. Juni 3, 2013.
http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007
Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Guyton, & Hall. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.
Hidayati, T., Haripurnomo, Suhardi. (2008). Hubungan antara hipertensi,
merokok, dan minuman suplemen energi dan kejadian penyakit ginjal kronik.
Berita kedokteran masyarakat, 24, 90-102.
Klien, Z. (2011). Improving blood pressure control in ESRD through a supportive
edicative nursing intervention. Makalah tidak diterbitkan. Juli 7, 2013.
Proquest database.
National Kidney Foundation. (2002). K/DOQI clinical practice guidelines for
chronic kidney disease: Evaluation, classification, and stratification. American
journal of kidney disease, 39, 1-266.
National Kidney Foundation. (2005). K/DOQI clinical practice guidelines for
cardiovascular disease in chronic kidney disease. American journal of kidney
disease, 45, 1-145.
Price, S., & Willson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Ed. 4. Jakarta: EGC.
Shanker, A., Klein R., dan Klein B. (2006). The association among smoking,
heavy drinking, and chronic kidney disease. Journal am epidemiol, 164, 263-
271.
Smeltzer, S. C., & Bare (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC.

40
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
(lanjutan)
Lampiran 4
Lamoiran 5
(lanjutan)
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
(lanjutan)
Lampiran 13
(lanjutan)
Lampiran 14
(lanjutan)
Lampiran 15
(lanjutan)
Lampiran 16
Lampiran 17
(lanjutan)
(lanjutan)

Anda mungkin juga menyukai