Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka
memenuhi mata kuliah Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
(PKKMP) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, saya tidak dapat
menyelesaikan KIAN ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Dewi Irawaty, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
(2) Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
(3) Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom.selaku koordinator mata ajar
Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PKKMP) Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
(4) Yulia, S.Kp., M.N., Ph.D. selaku dosen pembimbing KIAN yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan kesabaran dalam mengarahkan saya
dalam penyusunan KIAN ini.
(5) Pihak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, khususnya pihak ruang rawat
Ilmu Penyakit Dalam lantai 7A Gedung A, yang telah bekerjasama dan
selalu memberikan bantuan, masukan, serta pengalaman yang sangat
berharga selama di lahan praktik.
(6) Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi, dan
dukungan finansial selama profesi dan penyusunan KIAN ini.
(7) Teman-teman FIK UI 2008 kelompok praktik RSCM yang telah banyak
memberikan pembelajaran dan motivasi dalam penyusunan KIAN ini.
(8) Teman-teman Marching Band Madah Bahana Universitas Indonesia yang
tidak pernah berhenti memberikan: dukungan, aura positif, semangat, dan
iv
warna dalam kehidupan saya, beserta kritik, saran, dan perhatiaan yang tak
terhingga dalam proses penyusunan KIAN ini.
(9) Semua pihak yang telah membantu penyusunan KIAN ini dan tidak bisa
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan KIAN ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
KIAN ini membawa manfaat bagi berbagai pihak, terutama pengembangan ilmu
keperawatan.
Penulis
v
vi
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu penyebab terjadinya CKD, dan hipertensi juga
merupakan komplikasi dari CKD yang dapat memperburuk kasus CKD. Perilaku
tidak sehat masyarakat perkotaan di Indonesia sangat mempengaruhi kasus CKD
maupun hipertensi. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk menganalisis
intervensi pengontrolan tekanan darah untuk mencegah perburukan pada pasien
CKD di Ruang Rawat IPD, Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.
Metodologi yang digunakan adalah metode studi kasus dan analisa penelitian
yang telah ada. Hasil analisa yang didapatkan menunjukkan bahwa intervensi
pengontrolan tekanan darah dapat menurunkan sistolik dan diastolik.
Pengontrolan yang dapat dilakukan oleh perawat adalah: memeriksa dan
mengawasi tekanan darah harian pasien, mengajarkan bagaimana cara yang benar
untuk mengecek tekanan darah secara manual ataupun digital di rumah, dan
memberikan pendidikan kesehatan terkait: patofisiologi hipertensi pada CKD;
resiko hipertensi pada CKD; pentingnya memantau dan mencatat tekanan darah
setiap hari; pembatasan asupan garam; dan retriksi cairan.
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
3.4.7. Evaluasi 01 Juni 2013 ………………………………………………. 31
BAB 4 ANALISIS SITUASI ………………………………………………… 33
4.1. Profil Lahan Praktek …………………………………………………….. 33
4.2. Analisis Masalah Keperawatan ………………………………………….. 34
4.3. Analisis Intervensi ………………………………………………………. 35
4.4. Alternatif Pemecahan ……………………………………………………. 38
BAB 5 PENUTUP ……………………………………………………………. 39
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………………… 39
5.2. Saran …………………………………………………………………….. 39
DAFTAR REFERENSI ……………………………………………………… 40
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit dan juga
gaya hidup. Berbagai macam penyakit penyebab CKD antara lain: hipertensi
yang tidak terkontrol, diabetes melitus, glomerulonefrotis kronis,
pielonefritis, obstruksi traktus urinarius, lesi herediter seperti penyakit ginjal
1
2
Universitas Indonesia
3
Hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar dari CKD dan juga
merupakan komplikasi dari CKD yang mempercepat perburukan dari
penyakit ginjal (Bakris dkk., 2000). Data penelitian dari NHANES II
memperlihatkan bahwa sebanyak 40% dari individu dengan eGFR kurang
atau sama dengan 90 ml/min/1,73 m2 memiliki hipertensi (Coresh dkk.,
2001). Klag et al (1996) membuktikan adanya hubungan antara derajat
hipertensi dengan kejadian ESDR pada laki-laki, dimana semakin tinggi
derajat hipertensi semakin tinggi pula risiko untuk mengalami kejadian
ESRD.
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ginjal
2.1.1. Anatomi Ginjal
Ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian eksternal (korteks) dan
internal (medula). Setiap nefron pada ginjal terdiri dari kapsula bowman
yang mengitari glomerulus serta tubulus renal yang terbagi menjadi tiga
bagian yaitu: tubulus proksimal, ansa Henle, dan tubulus distal. Tubulus
distal dari setiap nefron bersatu membentuk duktus pengumpul dan
berujung pada pelvis ginjal. Pelvis ginjal membentuk ureter yang
bermuara ke kandung kemih sebagai tempat sementara penampungan
urin. Urin mengalir hingga ke luar tubuh melalui uretra. (Guyton dan
Hall, 1997; Price dan Willson, 1995; Smeltzer dan Bare, 2002).
Price S., dan Wilson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
5
6
Sumber: Price S., dan Wilson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1. Pengkajian
3.1.1. Informasi Umum
Nama : Tn. R
Tanggal lahir : 27 September 1961
Umur : 51 tahun
Suku bangsa : Jawa
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 21 Mei 2013 jam 18.00
10
11
Universitas Indonesia
13
DS:
- Klien mengatakan memiliki riwayat
DM selama ±20 tahun dari ibunya
- Klien mengatakan gula darah selama
ini tidak pernah dipantau (hanya
membatasi asupan makanan)
- Keluarga mengatakan berat badan
menurun dari 88 kg menjadi 52 kg
selama dua tahun Ketidakstabilan gula darah
DO:
- Gula darah harian (22 Mei 2013)
225 mg/dl
- BB 57 kg, TB 162 cm, IMT 21,7
(normal weight)
- Hasil lab gliko Hb (HbA1C) 5,9
(berisiko DM)
DS:
- Klien mengatakan kulit terasa gatal
terutama pada kaki
- Klien mengatakan kulit gatal setelah
menjalani hemodialisa
DO: Kerusakan integritas kulit
- Klien tampak menggaruk seluruh
tubuh
- Tampak garukan pada kaki klien
- Kulit tampak kering, terkelupas di
area kaki
- Kadar ureum darah 109
DS:
- Klien mengatakan sebelum masuk Risiko ketidakseimbangan nutrisi:
rumah sakit mengalami penurunan kurang dari kebutuhan tubuh
nafsu makan, mual, muntah
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Pantau asupan dan haluaran. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik
Beri pendidikan kesehatan mengenai diabetes, penerapan diet dan latihan Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga
fisik untuk mencapai keseimbangan kadar glukosa, obat-obatan yang untuk memahami perawatan klien.
digunakan untuk mengendalikan diabetes, penatalaksanaan diabetes
selama sakit, pemantauan secara mandiri kadar glukosa dan keton.
Kolaborasi
Pantau kadar gula darah dengan menggunakan finger stick sesuai dengan Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan
program atau protokol. keadaan saat dilakukan pemeriksaan) daripada memantau gula dalam urin
yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan
dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya
Universitas Indonesia
17
Manajemen hipoglikemia:
beri karbohidrat sederhana, karbohidrat kompleks dan protein sesuai Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
indikasi (konsultasi dengan ahli diet). Pertahankan akses intravena jika memenuhi kebutuhan nutrisi pasien; larutan glukosa mungkin dibutuhkan.
perlu.
Sumber: Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Universitas Indonesia
18
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
Inspeksi area tergantung terhadap edema. Jaringan edema lebih cenderung rusak/ robek.
Ubah posisi dengan sering; gerakan klien dengan perlahan; beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengna perfusi burk untuk
pada tonjolan tulang. menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik stasis vena
terbatas/ pembentukan edema.
Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun, berikan salep atau Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi
krim (mis., lanolin, Aquaphor). pengeringan daripada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
Pertahankan linen kering, bebas keriput. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
Selidiki keluhan gatal. Meskipun dialisis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan
uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk
Universitas Indonesia
19
Anjurkan klien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.
memberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus. Pertahankan
kuku pendek; berikan sarung tangan selama tidur jika diperlukan.
Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar. Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit.
Kolaborasi
Berikan matras busa/ flotasi Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi
selular yang menyebabkan iskemia/ nekrosis.
Sumber: Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Universitas Indonesia
20
Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Awasi konsumsi makanan/ cairan dan hitung masukan kalori per hari. Mengidentifikasi kekurangan nutrisi/ kebutuhan terapi.
Anjurkan klien mempertahankan masukan makanan makanan harian, Membantu klien utnuk menyadari “gambaran besar’ dan memungkinkan
termasuk perkiraan jumlah konsumsi elektrolit (perhatian individu, contoh kesempatan untuk mengubah pilihan diet untuk memenuhi keinginan
natrium, kalium, kloridam meagnesium), dan protein. individu dalam pembatasan yang diidentifikasi.
Ukur massa otot melalui lipatan trisep atau prosedur serupa. Mengkaji keadekuatan penggunaan nutrisi melalui pengukuran perubahan
deposit lemak yang dapa memperkirakan adanya/ tak adanya katabolisme
jaringan.
Perhatikan adanya mual/muntah. Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah/
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi.
Dorong klien untuk berpartisipasi dalam perencanaan menu. Dapat meningkatkan pemasukan oral dan meningkatkan perasaan kontrol/
tanggung jawab.
Berikan makan sedikit dan frekuensi sering. Jadwalkan makan sesuai Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan. Tipe dialisis
dengan kebutuhan dialisis. mempengaruhi pola makan, contoh klien dengan hemodialisa mungkin
tidak makan sebelum/ selama prosedur, karena ini dapat mengubah
Universitas Indonesia
21
pembuangan cairan.
Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan. Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial makan.
Berikan perawatan mulut sering. Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut, yang dapat mempengaruhi masukan makanan.
Kolaborasi
Rujuk ke ahli gizi. Berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan budaya/
pola hidup meningkatkan kerja sama klien.
Berikan diet tinggi karbohidrat yang meliputi jumlah protein kualitas Memberikan nutrien cukup untuk memperbaiki endergi, mencegah
tinggi dan asam amino essensial dengan pembatasan natrium/ kalium penggunaan otot, meningkatkan regenerasi jaringan/ penyembuhan, dan
sesuai indikasi. keseimbangan elektrolit.
Berikan multivitamin, termasuk asam askorbat, asam folat, vitamin D, dan Menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/ anemia atau selama
tambahan besi sesuai indikasi. dialisis.
Berikan tambahan parenteral sesuai indikasi. Hiperalimentasi mungkin diperlukan untuk meningkatkan regenerasi
tubulus ginjal/ perbaikan proses penyakit dasar dan untuk memberikan
nutrien bila makan per oral/ enteral dikontraindikasikan.
Berikan antiemetic, contoh proklorperazine (compazine). Menurunkan stimulasi pada pusat muntah.
Masukan/ pertahankan selang nasogastrik sesuai indikasi. Perlu bila terjadi muntah menetap atau bila makan enteral diinginkan.
Sumber: Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Universitas Indonesia
22
3.4. Evaluasi
3.4.1. 25 Mei 2013
Risiko ketidakstabilan gula darah
S:
- Klien mengatakan: telah memiliki riwayat DM dari ibunya, dan
memiliki DM selama ± 20 tahun, gula darah tidak pernah dipantau
(hanya membatasi asupan makanan saja)
O:
- Gula darah harian (25 Mei 2013) 225 mg/dl, BB 57 kg, TB 162 cm,
IMT 21,7 (normal weight)
A:
Ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan makanan klien
- Kolaborasi pemantauan gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi (sakit kepala, penglihatan kabur,
mual, muntah, kelemahan, takikardi, kusmaul)
- Motivasi dan edukasi klien untuk mengontrol gula darah dari asupan
makanan
- Kolaborasi pemberian terapi insulin
- Kolaborasi dengan ahli gizi terkait diet DM
Universitas Indonesia
23
P:
- Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
- Berikan perawatan kulit dan motivasi keluarga untuk perawatan kulit
- Anjurkan kompres lembab dan dingin untuk memberi tekanan (dari
pada garukan) pada area yang gatal
- Pertahankan kuku pendek
- Kolaborasi pemberian salep/ obat oral
Universitas Indonesia
24
O:
- GD harian (11.00) 182 mg/dl, makan siang habis 1 porsi dengan menu
rumah sakit, BB 60,6 kg (normal weight), tidak ada tanda-tanda
hiperglikemi
A:
Ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau asupan nutrisi harian
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi
Universitas Indonesia
25
O:
- Klien tidak tampak kurus, berat badan pagi ini 60, 6 kg. Hasil lab 22
Mei 2013: hemoglobin 7,1; hemotokrit 21,6; eritrosit 2.720.000;
albumin 3,2
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi klien
- Pantau hasil pemeriksaan darah (Hb, Ht, eritrosit, albumin)
- Awasi adanya mual dan muntah
Universitas Indonesia
26
O:
- Kulit tampak kering, ada bekas garukan, tampak masih menggaruk
namun sudah jarang, intake cairan pagi ini 120 ml, urin 300 ml.
150
Tekanan darah /80 mmHg, gula darah 204 mg/dl (gangguan sirkulasi
arteri). Hasil lab 28 mei 2013: ureum 153
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Berikan perawatan kulit
- Kolaborasi dengan dokter terkait obat penghilang gatal
- Pantau hidrasi klien setiap hari
Universitas Indonesia
27
O:
- Gula darah jam 04.00 adalah 106, jam 11.00 adalah 133
A:
Risiko ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan makanan klien
- Pantau gula darah harian (senin-rabu-jumat)
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemi/ hipoglikemi
Universitas Indonesia
28
A:
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P:
- Pantau asupan nutrisi
- Motivasi klien untuk makan telur
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
Universitas Indonesia
29
A:
Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P:
- Rencana hemodialisa malam ini, periksa urin lengkap, darah perifer
lengkap, dan ureum kreatinin post HD
- Pantau hidrasi dan perawatan kulit klien setiap hari
Universitas Indonesia
30
A:
Risiko ketidakstabilan gula darah belum teratasi
P:
- Pantau asupan makanan per hari
- Pantau gula darah klien (senin-rabu-jumat)
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI
RSCM juga telah menerapkan ruang rawat berbasis asuhan MPKP (Model
Praktek Keperawatan Profesional) untuk meningkatkan asuhan keperawatan
melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan, baik dari segi
tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien, jenis tenaga di suatu ruang rawat, dan juga standar
rencana asuhan keperawatan. MPKP ini telah diterapkan di RSCM di
banyak ruangan, khususnya di Gedung A lantai tujuh zona A yang
merupakan unit rawat inap bagian penyakit dalam yang digunakan sebagai
tempat praktek mahasiswa profesi. Hal ini tampak dari susunan manajemen
ketenagakerjaan di ruangan disusun menjadi beberapa tim yang terdiri dari
33
34
Intervensi yang diberikan dibagi menjadi dua fase. Fase pertama terdiri dari
dua sesi berisikan pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan
mengontrol tekanan darah pada ESRD sesuai dengan NKF-KDOQI (2005).
Sesi pertama menjelaskan: patofisiologi hipertensi pada ESRD; resiko
hipertensi pada ESRD; dan intervensi self-care/tujuan untuk mengontrol
tekanan darah. Sesi kedua berisikan hal-hal untuk melibatkan responden
dalam membentuk lingkungan yang membangun sehingga mencapai tujuan,
yaitu: demonstrasi pemakaian alat monitor tekanan darah di rumah, cara
yang benar untuk mencatat tekanan darah di rumah, 24 hours fluid recall,
list pengecekan asupan garam, brosur terkait sodium, dan retriksi cairan.
Pengecekan tekanan darah dilakukan sebanyak dua kali sehari pada jam
Universitas Indonesia
37
enam sampai sepuluh pagi dan enam sampai sepuluh malam, dalam posisi
duduk, tidak merokok/ minum kopi/ beraktifitas berat/ olahraga satu
setengah jam sebelum pengecekan. Jika terjadi peningkatan tekanan darah
secara tiba-tiba, responden harus menuliskan catatan penyebab peningkatan
tersebut. Intervensi fase kedua berlangsung selama 12 minggu, dimana
Klien bertemu dengan responden selama 10-15 menit dalam sekali
seminggu untuk memantau hasil mingguan, dan membimbing dan
memberikan intervensi pada masalah responden supaya tujuan tercapai.
Intervensi ini baik untuk dilakukan oleh perawat yang merawat pasien CKD,
namun hal yang menjadi kendala yaitu: terlalu banyaknya form/lembaran
yang harus diisi oleh pasien dan diperhatikan oleh perawat dan belum
ratanya pengetahuan perawat terkait pentingnya pengontrolan hipertensi
pada CKD.
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
CKD. Salah satu komplikasi dari CKD adalah hipertensi yang dapat mempercepat
perburukan dari penyakit ginjal. Mencegah perburukan yang cepat, penting bagi
perawat untuk mengontrol tekanan darah pasien CKD. Pengontrolan yang dapat
dilakukan adalah: memeriksa dan mengawasi tekanan darah harian pasien,
mengajarkan bagaimana cara yang benar untuk mengecek tekanan darah secara
manual ataupun digital di rumah, dan memberikan pendidikan kesehatan terkait:
patofisiologi hipertensi pada CKD; resiko hipertensi pada CKD; pentingnya
memantau dan mencatat tekanan darah setiap hari; pembatasan asupan garam; dan
retriksi cairan.
5.2. Saran
Seorang perawat harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien CKD, terutama untuk
memperlambat perburukan penyakit ginjal. Perburukan pada kasus CKD dapat
difasilitasi oleh rumah sakit melalui pelatihan bagi perawat ruangan untuk
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terkait asuhan keperawatan pada
pasien CKD, dan menerapkan standar prosedur asuhan keperawatan terkait
pengontrolan tekanan darah yang baik di setiap ruangan.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
(lanjutan)
Lampiran 4
Lamoiran 5
(lanjutan)
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
(lanjutan)
Lampiran 13
(lanjutan)
Lampiran 14
(lanjutan)
Lampiran 15
(lanjutan)
Lampiran 16
Lampiran 17
(lanjutan)
(lanjutan)