Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian, terutama pada anak. Penyakit ini juga sering menimbulkan
kejadian luar biasa atau wabah. Anak-anak dengan DHF umumnya menunjukkan
peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai dengan kemerahan wajah dan gejala
konstitusional non-spesifik yang menyerupai DF, seperti anoreksia, muntah, sakit
kepala, dan nyeri otot atau tulang dan sendi (WHO, 2011).Virus dengue akan masuk
ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi
dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan
C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa
penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara
berkembang. Di Indonesia, masalah penyakit tersebut muncul sejak tahun 1968 di
Surabaya. Belakangan ini, masalah DBD telah menjadi masalah klasik yang
kejadiannya hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada awal musim
penghujan (Depkes, 2009). Kasus itu juga terjadi di seluruh kabupaten/kota se Bali
yang jumlah kasusnya paling banyak terjadi di Denpasar (Dinkes Bali, 2009).
Serangan penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material dan moral
berupa biaya rumah sakit dan pengobatan pasien, kehilangan produktivitas kerja bagi
penderita, kehilangan wisatawan akibat pemberitaan buruk terhadap daerah kejadian
dan yang paling fatal adalah kehilangan nyawa (Lloyd, 2013).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,
sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870. Di
Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di Amerika
Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta penderita. Dalam
1
2

kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007-2010, kasus DBD di Indonesia meningkat
tiap tahunnya. Terdapat dua puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115 kasus
dan 2009 terdapat sekitar 158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus
(Insiden Rate = 59,02 per 100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar
140.000 kasus.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Kesehatan Provinsi Bali selama
Januari 2019 sudah tercatat sebanyak 211 kasus DBD yang terjadi di provinsi Bali. Di
Kabupaten Tabananselama enam bulan di tahun 2019, sudah ditemukan 116
kasus DBD positif yang tersebar di empat kecamatan.Jumlah ini meningkat jauh atau
hampir 200 persen dibandingkan angka kasus DBD di Tabanan tahun 2018 yang
hanya 44 kasus.Dinas Kesehatan Tabanan menyebutkan banyak faktor yang
menyebutkan peningkatan kasus ini seperti satu di antaranya adalah musim pancaroba
atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.Menurut data jumlah
penderita DBD yang tercatat sampai bulan Juni dengan kasus sebanyak 38di bulan
Maret justru turun ke angka 5 kasus.Saat April kembali meningkat menjadi 16 kasus
dan Bulan Mei 25 kasus, dan sampai saat ini Juni ditemukan sebanyak 38 kasus.Kasus
ini terjadi di empat kecamatan langganan setiap tahun terserang wabah DBD karena
merupakan wilayah endemic adalah Kecamatan Tabanan, Kediri, Kerambitan dan
Selemadeg.
Hal ini sesuai dengan data awal yang penulis dapatkan pada saat melaksanakan
studi pendahuluan pada tanggal 12 November 2019 di pusat coding data rumah sakit
umum daerah Tabanan, yaitu jumlah kasus pasien yang mengalami demam berdarah
pada bulan Januari sampai bulan Oktober tahun 2019 sebanyak 345 kasus dan dirawat
di ruang Dahlia Garing sebanyak 79 pasien. Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan tersebut, maka penulis bermaksud untuk melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan DHF.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Febris hari ke-7 e.c DHF Grade I + Vomiting
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien Ny.S denganFebris hari ke-7 e.c DHF Grade I +

Vomiting
3

b. Menyusun rencana keperawatan pada klien Ny.S dengan diagnosa Febris hari ke-7
e.c DHF Grade I + Vomiting
c. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien Ny.S dengan diagnosa Febris hari ke-
7 e.c DHF Grade I + Vomiting
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Ny. S dengan diagnosa Febris hari
ke-7 e.c DHF Grade I + Vomiting
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien Ny. S dengan diagnosa Febris hari ke-7
e.c DHF Grade I + Vomiting

C. METODE PENULISAN
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan laporan kasus asuhan
keperawatan ini adalah dengan metode gabungan, yaitu gabungan antara study pustaka
dan study lapangan. Penulisan yang diawali dari teori dan fakta yang terjadi pada
klien, bertujuan untuk mengadakan perpaduan antara teori dan praktik, menetapkan
konsep-konsep, membuktikan dan / mengembangkan teori kedalam kenyataan yang
terjadi pada klien
Adapun unsur-unsur dalam penulisan ini adalah :
1. Pengumpulan konsep dasar teori
2. Pembelajaran konsep dasar teori
3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan pada klien pada waktu yang
bersamaan
4. Data merupakan sumber teori yang akan disatukan dengan teori
5. Study perbandingan untuk menentukan beberapa ketimpangan antara teori dan
kenyataannya.
6. Study penyebab ketimpangan antara teori dan ketimpangan yang terjadi
Skema tahap-tahap dalam penelitian ini adalah :
Pengumpulan data
Pengumpulan Pengkajian pada Analisis data
data klien

Uraian dan konsep Teori yang


berdasarkan data dan teori menerangkan
yang ada data
4

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam memahami laporan kasus ini maka penulis
mengklasifikasikannya menjadi lima BAB dengan sistematika sebagai berikut :
1. BAB I yaitu pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan
penulisan, metode dan sistematika penulisan.
2. BAB II mencakup tinjauan teoritis dan tinjuan kasus
a. Tinjauan teoritis meliputi konsep dasar kasus dan konsep dasar asuhan
keperawatan, konsep dasar kasus menguraikan definisi penyakit, epidemiologi
penyakit, penyebab penyakit, patofisiologi penyakit, klasifikasi, gejala klisnis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, diagnosis, komplikasi dan
penatalaksanakan medis. Konsep dasar asuhan keperawatan meliputi pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
b. Tinjauan kasus meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
3. BAB III berisikan data dan asuhan keperawatan kepada klien dengan DHF.
4. BAB IV berisikan pembahasan antara teori yang ada dengan praktik yang ditemukan
pada klien.
5. BAB V yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.
5

BAB II
TIANJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
DHF (dengue haemorhagic fever), adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(betina).DHF (dengue haemorrhagic fever) terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi dan
tulang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.(Soedarmo, 2012).

2. Epidemiologi
Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di
Kepulauan Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit
yang menyerupai Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan
beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit
dan virus Dengue melalui transportasi laut. Seorang pakar bernama Rush telah
menulis tentang Dengue berkaitan dengan break bone fever yang terjadi di
Philadelphia tahun 1780. Kebanyakan wabah ini secara klinis adalah demam
Dengue walaupun ada beberapa kasus berbentuk haemorrhargia. Penyakit
DBD di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan
Bangkok tahun 1958 (Sustini, 2004 dalam Soegijanto, 2013) dan dilaporkan
menjadi epidemi di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965), dan
Calcutta (1963) (Soedarmo, 2012).
DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968,
tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1970. Kasus pertama di
Jakarta dilaporkan tahun 1968, diikuti laporan dari Bandung (1972) dan

5
6

Yogyakarta (1972) (Soedarmo, 2012). Epidemi pertama di luar Jawa


dilaporkan tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul Riau, Sulawesi
Utara, dan Bali (1973), serta Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat
(1974). DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 1997
dan telah terjangkit di daerah pedesaan (Suroso, 2000). Angka kesakitan rata-
rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1983),
dan mencapai angka tertinggi tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk
dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang (Soegijanto, 2014). Selama
awal tahun epidemi di setiap negara, penyakit DBD ini kebanyakan menyerang
anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun.
Walaupun demikian, berbagai negara melaporkan bahwa kasus-kasus dewasa
meningkat selama terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto, 2014). Jumlah kasus
dan kematian Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir
menunjukkan angka yang fluktuatif, namun secara umum cenderung
mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 dan 2004 terjadi lonjakan kasus yang
cukup drastis karena adanya KLB, yaitu tahun 2001 sebanyak 8246 penderita
(angka insiden: 23,50 per-100 ribu penduduk), dan tahun 2004 (sampai dengan
Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu penduduk).
Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok umur
baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun
perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di
perkampungan maupun di perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam
Berdarah (Huda, 2014).
Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2004 sebesar 0,7 dan
insidence rate sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan
berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur
penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus, prevalensi serotipe
virus Dengue, dan kondisi metereologis. DBD secara keseluruhan tidak
berbeda antara laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih
banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki (Sustini, 2004 dalam
Soegijanto, 2013). Distribusi umur pada mulanya memperlihatkan proporsi
7

kasus terbanyak adalah anak berumur <15 tahun (86-95%), namun pada wabah
selanjutnya jumlah kasus dewasa muda meningkat (Soedarmo, 2012).

3. Etiologi
Penyebab DBD ini adalah virus dengue yang terdiri dari 4 serotipe
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Penularan DBD ini melalui cara :
1. Manusia sebagai host virus dengue.
2. Vektor perantara : nyamuk aedes aegepty (nyamuk rumah) dan aedes
albopictus (nyamuk kebun) (Soedarmo, 2012).

4. Patofisiologi.
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil
yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi.
Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan agregasi trombosit sehingga
terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal
tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok
dan jika syok tidak teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya
terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena
kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga
perfusi jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hipoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia
8

terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada


daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi:
(1) Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosi yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular,
(2) Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi
mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan
(3) Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan.
(1) Peningkatan permiabilitas kapiler;
(2) Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia,
dan kuagulopati. (Soedarmo, 2012).

5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi
dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
9

d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi
tak teraba.

6. Gejala Klinis
a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah). (Sustini, 2004 dalam Soegijanto, 2013).

7. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital :
Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan, suhu tinggi, nadi
cepat,lemah,kecil sampai tidak teraba, tekanan darah menurun (sistole
menurun sampai 80 mmHg atau kurang.
2. Body system :
a. Pernapasan
Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis karena
demam yang tinggi,suara napas tambahan (ronchi; wheezing), pada
derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai penurunan
kesadaran.
10

b. Cardiovaskuler
Derajat 1 Uji torniquet positif, merupakan satu-satunya manifestasi
perdarahan.
- Derajat 2 ptekie,purpura,echymosis dan perdarahan konjungtiva
- Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral,nadi
cepat,hipotensi,sakit kepala ,menurunnya volome
plasma,meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah,trombositopenia dan diatesis hemoragic.
- Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
c. Persarafan
Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang
penurunan tingkat kesadaran ( composmentis, ke-apatis, ke-
somnolent,kesopor kekoma ) atau gelisah,GCS menurun,pupil miosis
atau midriasis,reflek fisiologis atau patologis sering terjadi pada
derajat 3 dan 4.
d. Perkemihan ( Eliminasi urin )
Produksi urin menurun(oliguria sampai anuria),warna berubah pakat
dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4.
e. Pencernaan ( Eliminasi fekal )
- Derajat 1 dan 2 Mukosa mulut kering,hiperemia tenggorokan
- Derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit
menelan, pembesaran limfe,nyeri tekan epigastrik, hematemisis
dan melena.
f. Tulang – otot – integumen
Nyeri pada sendi, otot, punggung dan kepala, kulit terasa panas,
wajah tampak merah dapat disertai tanda kesakitan, pegal seluruh
tubuh derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami
parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan (Soegijanto, 2013).
11

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %
3. HT meningkat lebih 20 %
4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5. Protein darah rendah
6. Ureum PH bisa meningkat
7. NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
2. Uji test tourniket (+)
(Soegijanto, 2013).

9. Diagnosis
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF
dan DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan
yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan
kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan
lingkungan bangsal RS yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat
yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler,
pernapasan, darah, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh banyak faktor,
antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
12

9. Ensefalopati
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan

10. Therapy
a. Medik
Pengganti cairan (volume plasma)
1. DBD tanpa renjatan :
a) Minum banyak 1,5 – 2 Liter / hari, berupa air gula, susu teh dengan
gula atau air buah.
b) Pemberian caira intravena, bila :
1) Penderita muntah-muntah terus
2) Intake tidak terjamin
3) Pemeriksaan berkala hematokrit cenderung meningkat terus.
Jenis cairan RL atau asering 5 10 ml / kg bb / hari. IVFD
dalam 24 jam, bila diperlukan infuse lanjutan diberi dengan
hanya memperhitungkan NWL dan CWL atau 5-7 ml / kg bb /
hari
2. DBD dengan renjatan
a) Derajat IV
Infus asering 5 / RL diguyur atau dibolus 100-200 ml sampai nadi
teraba serta tensi terukur. Biasanya sudah tercapai dalam 15-30
menit.
b) Derajat III
Infus asering 5 / RL dengan kecepatan 20 tetes permenit / kg bb/
jam. Setelah renjatan teratasi :
- Tekanan Sistol >80 mmHg
- Nadi jelas teraba
- Amplitudo nadi cukup besar
c) Kecepatan tetesan diubah jadi 10 ml / kg bb / jam selam 4 – 8 jam.
Bila keadaan umum tetap baik, jumlah caoiran dibatasi sekitar 5 – 7
13

ml / kg bb / jam dengan larutan RL / Dextrose 5 % 1:1 atau asering


5. Infus dipertahankan 48 jam setelah renjatan
d) Pada renjatan berat dapat diberikan cairan plasma atau pengganti
plasma (expander plasma / dextran L) denga kecapatan 10 – 20 ml /
kg bb / jam dan maksimal 20 – 30 ml / kg bb / hari. Dalam hal ini
dipasang 2 infus 1 untuk larutan RL dan 1 untuk cairan plasma atau
pengganti plasma.

b. Tindakan Lain
1. Transfusi darah dengan indikasi :
a) Perdarahan gastrointestinal berat: melena, hematemesis.
b) Dengan pemeriksaan hb, hct secara periodic terus terjadi
penurunan, sedang penderita masih dalam renjatan atau kea adan
akut semakain menurun. Jumlah yang diberikan 20 ml / kg bb /
hari dapat diulangi bila perlu
2. Anti konvulsan, bila disertai kejang maka diberi :
a) Diasepam 10 mg secara rectal atau intra vena
b) Phenobarbital 75 mg secara IM sesuai penatlaksanaan kejang
pada anak
3. Antipiretik dan kompres pada penderita dengan hiperpireksi. Obat
yang diberikan ialah paracetamol 10 mg / kg bb / hari
4. Oksigen diberikan pada pendertita renjatan dengan cianosis 2 – 4
menit
5. Antibiotika pada penderita dengan renjatan lama atau terjadi infeksi
sekunder
6. Korticosteroid diberikan pada pasien dengan ensefalopati

c. Keperawatan
1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam.
- Observasi intik output.
14

- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda


vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri
minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres.
- Ada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri
infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri
o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter,
obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
2. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena.
- Catat banyak, warna dari perdarahan.
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal.
3. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodic
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
4. Komplikasi
- Ensefalopati dengue
- Kelainan ginjal
- Udem paru. (Hadinegoro, 2015)
15

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas pasien:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam Berdarah Dengue
untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil,
dan saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara
hari ke 3 dan ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai
dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare
atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah Dengue,
anak bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah Dengue dengan
tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita Demam Berdarah Dengue dapat
bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat
beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita
DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan napsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
16

g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di
kamar).
h. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, napsu makan menurun.
2) Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang anak mengalami
diare atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada
grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering
kencing sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah
Dengue grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirihat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat
sarang nyamuk Aedes Aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau (grade)
Demam Berdarah Dengue, keadaan fisik anak adalah sebgai berikut:
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
3) Grade III: kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
17

4) Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. Sistem integumen
1) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis/tidak
3) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy),
mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis)
pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut
kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hiperemia pharing ( pada Grade II, III, IV).
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (
efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada
grade III dan IV.
5) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali), asites.
6) Ekstremitas.
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan :
a. Lemahnya otot pernafsan.
b. Penurunan ekspansi paru.
c. Diabetes melistus.
d. Merokok.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan:
a. Kehilangan volume cairan yang aktif.
18

b. Kegagalan mekanisme pengaturan.


3. Hipertermi berbubungan dengan :
a. Penyakit/trauma.
b. Peningkatan metabolisme.
c. Aktivitas yang berlebih.
d. Pengaruh medikasi.
e. Terpapar lingkungan panas.
f. Pakaian yang tidak tepat.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan
dengan :
a. Ketidakmamapuan mrnrlan makanan.
b. Penurunan absopsi nutrisi.
c. Muntah, anoreksia, gangguan digesti.
d. Depresi, stress, isolasi sosial.
6. Ansietas berhubungan dengan :
a. Perubahan kesehatan/sosio-ekonomik/fungsi peran.
b. Transmisi pengaruh buruk interpersonal.
c. Krisis situasi ,ancaman konsep diri.
7. Risiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
8. Risiko infeksi b.d tindakan invasif (pemasangan infus) ditandai
dengan terpasang infus pada tangan pasien.
9. Resiko perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit
19

3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1. Pola nafas tidak Tujuan : 1. Monitor jumlah pernapasan, 1. Mengetahui status pernapasan
penggunaan otot bantu pernapasan, 2. Meningkatkan pengembangan
efektif setelah diberikan asuhan keperawatan
batuk, bunyi paru, tanda vital, warna paru.
berhubungan selama 1 x 30 menit diharapkan kulit, AGD. 3. Mempertahankan oksigen arteri.
2. Posisi pasien fowler 4. Membantu mengeluarkan secret.
dengan pola napas klien efektif.
3. Berikan oksigen sesuai program. 5. Memungkinkan terjadi kesulitan
1. Lemahnya otot Dengan kriteria hasil : 4. Bantu dalam terapi inhalasi. bernapas yang akut.
pernapasan 5. Alat-alat emergency disiapkan dalam 6. Perlu adaptasi baru dengan
1. Irama pernapasan dan jumlah
2. Penurunan keadaan baik. kondisi sekarang.
pernapasan klien normal (16-24
ekspansi paru 6. Pendidikan kesehatan : 7. Apabila semua intervensi
x/mnt regular)
3. Diabetes militus  Perubahan gaya hidup. keperawatan belum berhasil,
2. Pasien tidak mengeluh sesak
4. Merokok
napas.  Menghindari allergen. bemberian obat dapat mengatasi
3. Klien tidak terlihat menggunakan  Teknik bernapas. msalah pernafasn tersebut.
otot tambahan.  Teknik relaksasi. Memberikan informasi tentang
7. Kolaboraskan pemerian obat. keseimbangan cairan, fungsi
ginjal, dan control penyakit usus
juga merupakan pedoman untuk
penggantian cairan.
2. Defisit volume cairan Tujuan : 1. Observasi hasil lab dan observasi tanda- 1. Mendeteksi
tanda perdarahan. homeostasis atau ketidakseimbangan
berhubungan setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Awasi masukan haluaran.
dan membantu menentukan
dengan: selama 3 x 24 jam, diharapkan 3. Pertahankan tirah baring, jadwalkan
aktivitas untuk memberikan periode kebutuhan penggantian.
1. Kehilangan keseimbangan cairan dapat
istirahat tanpa gangguan.
volume cairan 2. Aktivitas/muntah dapat
terpenuhi. 4. Observasi kulit kering, membrane
yang aktif. meningkatkan tekanan intra
mukosa, penurunan turgor kulit.
2. Kegagalan Dengan kriteria hasil : abdominal dan dapat
5. Catat tingkat kesadaran.
mekanisme mencetuskan perdarahan lanjut.
1. Membran mukosa lembab, turgor 6. Anjurkan klien minum banyak 2-3
pengaturan. 3. Perubahan dapat menunjukkan
20

kulit elastic, intake dan output liter/hari. penurunan perfusi jaringan infuse
balance, BAB normal. sekunder terhadap hipovolemia
4. Menunjukkan kehilangan cairan
7. Kolaborasikan dengan dokter dalam
berlebihan.
pemberian terapi cairan dan anti
5. Untuk mencegah terjadinya
perdarahan.
perdarahan yang berlebihan.
8. Kolaborasikan dengan tim dalam
6. Mengatasi kehilangan cairan
pemberian darah lengkap segar/kemasan
berlebihan dan mengatasi
sel darah merah.
terjadinya dehidrasi.
7. Untuk mengatasi kehilangan
cairan berlebih.
8. Darah lengkap segar
diindikasikan untuk perdarahan
akut, karena darah simpanan
dapat kekurangan faktor
pembekuan.
21

3 Hipertermi Tujuan : 1. Observasi tanda-tanda vital. 1. Dengan mengobservasi tanda-


tanda vital dapat menunjukkan
berbubungan setelah dilakukan tindakan keperawatan
respon dan efek peningkatan
dengan : selama 1x24 jam, diharapkan suhu tubuh.
2. Hasil observasi IWL dapat
1. Penyakit / masalah hipertermi dapat teratasi
membantu menetukan intake
trauma. 2. Observasi IWL.
Dengan kriteria hasil : cairan.
2. Peningkatan
3. Penurunanan tingkat kesadaran
metabolisme. 1. Suhu tubuh dalam rentang normal
menunjukkan kondisi pasien
3. Aktivitas yang (36-370 C).
yang memeburuk.
berlebih. 3. Observasi penurunanan tingkat
2. Nadi dalam rentang batas normal 4. Dapat menunjukan kondisi klinis
4. Pengaruh kesadaran.
(60-100 x/mnt) dan respirasi dalam pasien.
medikasi.
batas normal (16-24 x/mnt). 5. Dengan banyak minum dapat
5. Terpapar
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan 4. Monitor WBC, Hb, dan Hct. menggantikan cairan yang keluar.
lingkungan
tidak ada pusing. 6. Dengan pemberian antipiretik dan
panas.
antibiotik dapat mengontrol
6. Pakaian yang 5. Monitor intake dan output cairan.
demam dan panas.
tidak tepat.
7. Pengobatan segera dapat
6. Berikan antipiretik. membantu menyelamatkan
pasien.
8. Dengan kompres akan
memebantu mempercepat
7. Berikan pengobatan untuk mengatasi metabolism tubuh.
penyebab demam. 9. Membantu memperlancar
metabolism tubuh.
10. Mengganti cairan tubuh yang
8. Kompres pasien pada lipat paha dan
hilang.
aksila.

9. Tingkatkan srikulasi udara.

10. Kolaborasi pemberian cairan intravena.


22

4 Nyeri akut Tujuan; 1. Catat lokasi, karakteristik, dan intensitas 1. Membantu dalam evaluasi
nyeri (0-10) . kebutuhan dan keefektifan
berhubungan setelah dilakukan tindakan keperawatan
intervensi. Perubahan dapat
dengan agen selama 1x24 jam, diharapkan mengindikasikan terjadinya
komplikasi.
cidera biologis masalah nyeri yang dirasakan
2. Dapat mengidentifikasikan rasa
pasien dapat mereda atau hilang sakit akut dan ketidak nyamanan.
2. Obsevasi TTV, dan tanda-tanda umum.
3. Ketidaknyamanan mungkin
Dengan kriteria hasil :
disebabkan/ diperbutuk oleh
1. Mampu mengontrol nyeri. 3. Kaji penyebab ketidaknyamanan. (sakit kandung kemih, akumulasi
2. Melaporkan bahwa nyeri cairan, dan medikasi).
menghilang/berkurang skala (0-3) 4. Mungkin mengurangi rasa sakit
menggunakan manajemen nyeri. dan meningkatkan sirkulasi.
3. Mampu mengenali nyeri (skala 5. Membantu pasien untuk rileks dan
intensitas, frekwensi dan tanda menghadapi nyeri.
4. Lakukan reposisi sesuai petunjuk.
nyeri). 6. Lepaskan ketegangan emosional
4. Menyatakan setelah nyeri dan otot, tingkatkan perasaan
berkurang. 5. Tingkatkan istirahat kontrol yang mungkin dapat
5. Tanda vital dalam rentang normal: meningkatkan kemampuan
TD: koping.
6. Ajarkan teknik relaksasi, misalnya
7. Obat analgetik sebagai jalan
- sistoel: 100-130 mmhg latihan napas dalam, bimbing imajinasi.
terakhir bila nyeri tidak dapat
- diastoel: 70-80 mmhg diatasi dengan intervensi
keperawatan.
S: 36-37ºC
RR:16-24x/menit
7. Kolaborasi pemberian obat analgetik.
N: 80-100 x/menit
23

5 Ketidak seimbangan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Observasi tanda-tanda vital dan keadaan 1. Dapat mengidentifikasi keadaan
umum pasien. pasien akibat kekurangan nutrisi.
nutrisi kurang dari selama 1 x 24 jam diharapkan
2. Observasi porsi makanan yang dapat 2. Sebagai bahan kajian menilai
keutuhan tubuh masalah ketidakseimbangan nutrisi dihabiskan pasien. status gizi pasien.
3. Diskusikan bersama klien kemungkinan 3. Faktor-faktor seperti nyeri,
berhubungan kurang dari keutuhan tubuh pasien
penyebab hilangnya nafsu makan. kelemahan, penggunaan
dengan : dapat tertasi. analgesic, imobilitas dapat
menyebabkan anoreksia, kita bisa
1. Ketidakmamapuan Dengan kriteria hasil : klien akan
melakukan interensi untuk
menelan makanan.
mengosumsi kebutuhan nutrisi menghilangkan atau
2. Penurunan absopsi
meminimalkannya.
nutrisi. harian sesuai dengan tingkat
4. Kondisi yang lemah lebih lanjut
3. Muntah, anoreksia,
aktivitas dan kebutuhan metabolik. dapat menurunkan keinginan dan
gangguan digesti.
kemampuan klien anoreksia
4. Depresi, stress, 4. Anjurkan klien untuk istirahat sebelum
untuk makan.
isolasi social. makan.
5. Distribusi total asupan kalori
yang merata sepangjang hari
membantu mencegah distensi
lanbung sehingga selera makan
5. Tawarkan makanan dalam jumlah sedikit
mungkin akan meningkat.
tetapi sering.
6. Pembatasan asupan cairan saan
makan membantu mencegah
distensi lambung.

7. Kebersihan mulut yang kurang


6. Pada kondisi menurunnya nafsu makan,
menyebabkan bau dan rasa yang
batasi asupan cairan saat makan dan
tidak sedap yang dapat
hindari mengonsumsi cairan satu jam
mengurangi nafsu makan.
sebelum dan sesudah makan.
8. Menyediakan makanan tinggi
7. Dorong dan bantu klien untuk menjaga
kalori dan tinggi protein pada
kebersihan mulut yang baik.
saan klien merasa paling lapar
meningktkan kemungkinan klien
untk mengosumsi kaliro dan
24

8. Atur agar posisi makanan tinggi kalori protein yang adekuat.


dan tinggi protein disajikan saat klien 9. Menbantu klien mengatasi
biasanya paling lapar. masalah berat bada dan menjaga
keseinbangan intake nutrisi.

9. Lakukan langkah-langkah untuk


meningkatkan nafsu makan
 Tentukan makanan kesukaan klien dan
atur agar makanan tersebut tersaji apabila
memungkinkan.
 Hilangkan bau dan pemandangan yang
tidak sedap dari area makan.
 Kontrol rasa nyeri dan mual sebelum
makan.
 Anjurkan orang terdekat klien untuk
membawa makanan yang diperbolehkan
dari rumah apabila memungkinkan.
 Ciptakan lingkungan yang santai saat
makan.
10. Beri klien daftar materi nutrisi diet yang 10. Perencanaan diet berfokus pada
terdiri atas : upaya mencegah kelebihan
 Asupan tinggi karbohidrat kompleks dan nutrisi.mengurangi kosumsi
serat. lemak, garam, dan gula padat
 Pengurangan asupan gula, garam, menurunkan resiko penyakit
kolesterol, lemak total dan lemak jenuh. jantung, diabetes, penyakit
 Penggunaan alkohol hanya dalam jumlah kanker tertentu dan hipertensi.
sedang.
 Asupan kalori yang sesuai untuk
mempertahankan berat badan ideal.
11. Menjelaskan perlunya konsumsi
karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
25

mineral dan cairan yang adekuat. 11. Pengertian pasien tentang


pentingnya asupan nutrisi akan
memotivasi pasien untuk
12. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya.
menetapkan kebutuhan kalori harian dan
12. Akan menambah keakuratan
jenis makanan yang sesuai dengan klien.
dalam pemberian nutrisi.

6 Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x24 1. Observasi tanda-tanda vital. 1. Dapat mengidentifikasi pengaruh
2. Indentifikasi persepsi klien tentang ansietas terhadap kondisi tubuh.
dengan : jam diharapkan pasien
ancaman yang ada dari situasi 2. Mengidetifikasi lingkup masalah
1. Perubahan menyatakan/mengungkapkan 3. Dorong pasien untuk menytakan rasa individu dan mempengaruhi
kesehatan / takut yang dirasakan. pilihan intervensi.
kesadaran perasaan dan cara sehat
sosio-ekonomi / 4. Indentifikasi kekuatan koping sebelumnya 3. Memperikan kesempatan untuk
fungsi peran. untuk menerimanya. Dengan kriteria dari pasien. menerima masalah, memperjelas
2. Transmisi 5. Ajarkan teknik relaksasi, misalnya latihan kenyataan takut, dan menurunkan
hasil:
pengaruh buruk napas dalam, bimbing imajinasi. ansietas sampai pada tingkat yang
interpersonal. 1. Menunjukan perilaku pemecahan 6. Kolaborasikan untuk rujuk ke kelompok dapat diterima.
3. Krisis situasi masalah untuk mengatasi situasi pendukung sesuai kebutuhan. 4. Memfokuskan kemampuan pada
,ancaman konsep yang ada. diri sendiri meningkatkan kontrol.
diri. 2. Melaporkan ansietas turun sampai 5. Lepaskan ketegangan emosional
tingkat yang ditangani. dan otot, tingkatkan perasaan
3. Tampak rileks dan tidur. kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
6. Mungkin perlu untuk memberikan
bantuan tambahan bila
pasien/orang terdekat tidak
26

menangani ansietas.

7 Risiko Syok Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor keadaan umum pasien 1. Untuk memonitor kondisi pasien
2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau selama perawatan terutama saat
hipovolemik selama 1 x 24jam, diharapkan tidak
lebih terjadi perdarahan.Perawat segera
berhubungan terjadi syok hipovolemik 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda mengetahui tanda-tanda presyok
perdarahan, dan segera laporkan jika /syok.
dengan perdarahan Dengan
terjadi perdarahan. 2. Perawat perlu terus
yang berlebihan, kriteria hasil : 4. Kolaborasi pemberian cairan intravena mengobservasi vital sign untuk
memastikan tidak Terjadi presyok
pindahnya cairan 1. Tanda vital dalam batas normal
/ syok.
2. Keadaan umum baik.
intravaskuler ke
ekstravaskuler. 3. Dengan melibatkan psien dan
5. Kolaborasi pemeriksaan: HB, PCV, keluarga maka tanda-tanda
trombosit perdarahan dapat segera diketahui
dan tindakan yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
4. Cairan intravena
diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat
5. Untuk mengetahui tingkat
kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan
melakukan tindakan lebih lanjut.

8 Risiko infeksi b.d Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Observasi tanda- tanda vital. 1. Untuk mengidentifikasi keadaan
2. Lakukan teknik aseptik saat melakukan umum pasien.
tindakan invasif 3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan
tindakan pemasangan infus. 2. Tindakan aseptik merupakan
(pemasangan infus) Kriteria hasil : 3. Observasi tanda-tanda vital. tindakan preventif terhadap
4. Observasi daerah pemasangan infuse. kemungkinan terjadi infeksi.
Ditandai dengan: - Tidak terjadi infeksi pada pasien.
5. Segera cabut infus bila tampak adanya 3. Menetapkan data dasar pasien,
27

terpasang infus pada - Tidak ada tanda-tanda infeksi( kalor, pembengkakan atau plebitis. terjadi peradangan dapat
diketahui dari penyimpangan nilai
tangan pasien. dolor, rubor, tumor, fungsiolaesa )
tanda vital.
4. Mengetahui tanda infeksi pada
pemasangan infus.
5. Untuk menghindari kondisi yang
lebih buruk atau penyulit lebih
lanjut.
9. Resiko perdarahan b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC Label : Bledding precaution 1. Untuk mengetahui keadaan
peurunan jumlah selama …X.. jam diharapkan klien tidak 1. Monitor vital sign umum klien
trombosit terjadi perdarahan 2. Kaji riwayat penyakit klien untuk 2. Untuk mengetahui riwayat dan
Dengan kriteria hasil : menentukan resiko mengalami mengurangi resiko pendarahan
NOC Label : blood lose severity perdarahan yang akan datang
Blood koagulation 3. Monitor tanda-tanda perdarahan : ptekie, 3. Mengetahui tanda-tanda
1. Tidak ada hematuria dan hematemesis ekimosis, epitaksis. pendarahan
2. Tanda-tanda vital dalam rentang 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 4. Mengetahui hasil dari
normal yang mengindikasi perdarahan ; pemeriksaan lab terkait
TD : Sistole : Hemoglobin , Hematokrit, Trombosit pemberian terapi
100-130 mmHg, Diastole : 5. Monitor obat-obatan yang dapat 5. Untuk mengurangi terjadinya
60-80mmHg menyebabkan peningkatan perdarahan pendarahan
S : 36-37°C seperti aspirin 6. Untuk menghentikan pendarahan.
N : 60-100 kali /Menit 6. Kolaborasi pemberian obat penghentian
RR : 16-24 kali/ Menit perdarahan
Hemoglobin , hematokrit dan trombosit
dalam rentang normal
28

4. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah
ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan
adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan.

5. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu ditetapkan dan situasi
kondisi klien, maka diharapkan klien:
1. Pola nafas pasien kembali efektif.
2. Masalah deficit volme cairan pasien teratasi.
3. Suhu tubuh pasien normal.
4. Nyeri yang dirasakan pasien berkurang atau hilang.
5. Masalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh pasien teratasi.
6. Ansietas pasien teratasi.
7. Tidak terjadi Syok hipovolemik pada pasien.
8. Tidak terjadi infeksi pada pasien.
9. Tidak terjadinya pendarahan
29

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. J
DENGAN DIAGNOSA FEBRIS HARI KE-7 e.c DHF GRADE I + VOMITING
DI RUANG DAHLIA GARING BRSU TABANAN
TANGGAL 3 s/d 6 NOVEMBER 2019

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. J

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status perkawinan : Menikah

Agama : Hindu

Suku : Bali

Alamat : Br. Anyar, kediri

Tanggal masuk : 2 November 2019

Tanggal pengkajian : 3 November 2019

Sumber informasi : Klien, Keluarga klien, dan Rekam medik

Diagnosa masuk :Febris hari ke-6 e.c DHF grade I + vomiting

PENANGGUNG
Nama penanggung jawab : Tn. A

Hubungan dgn pasien : Suami

29
30

2. RIWAYAT KELUARGA
 Genogram (kalau perlu)

 Keterangan genogram

: laki – laki
: perempuan
: memiliki penyakit yang sama
: tinggal serumah
: klien

3. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan Utama (saat mrs dan saat ini)
Saat MRS : Klien mengeluh demam
Saat Pengkajian : Klien mengeluh tubuhnya panas

 Alasan Masuk Rumah Sakit Dan Perjalanan Penyakit Saat Ini


Pada tanggal 2 November 2019 klien datang sadar dengan keluhan demam
sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam mendadak tinggi dan
dirasakan di seluruh tubuh. Sebelum masuk rumah sakit klien sempat dibawa
ke dokter untuk memeriksakan kondisinya, namun demamnya tidak turun-
turun, lalu dibawa ke UGD BRSU Tabanan. Saat di UGD dilakukan
pemeriksaan fisik dan TTV TD : 100/70 mmHg, N : 108x/menit, RR :
20x/menit, dan S : 39,7C. Saat dikaji klien juga mengeluh lemas, nyeri
31

kepala, mual dan muntah 5 kali sebelum mrs. Di UGD klien mendapatkan
terapi IVFD RL 20 tpm, paracetamol fls 100 mg, ondansentron 8 mg (dalam
NaCl 0,9% 500 ml), omperasol 40 mg (IV). Pada pukul 23.00 WITA klien
dipindahkan ke ruang dahlia untuk mendapatkan terapi lebih lanjut.

 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Klien mengatakan saat panasnya naik langsung berobat ke dokter karena
panas tubuhnya tidak turun-turun lalu klien dibawa ke UGD BRSU Tabanan
untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

b. Status Kesehatan Masa Lalu


 Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti ini, biasanya klien
hanya mengalami flu, batuk atau panas biasa.

 Pernah dirawat
Klien mengatakan belum pernah dirawat karena suatu penyakit. Klien pernah
dirawat karena melahirkan.

 Alergi
Klien mengatakan tidak ada alergi obat atau makanan tertentu.

 Kebiasaan :(merokok/kopi/ alkohol/lain-lain yang merugikan kesehatan)


Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan buruk seperti merokok, minum kopi,
alkohol, dan lain-lain.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Klien mengatakan di keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi, dm, jantung, asma dan sebagainya.

d. Diagnosa Medis dan therapy


Febris hari ke-7 e.c DHF grade I + vomiting
Nama obat Dosis Cara Fungsinya
pemberian
Paracetamol tab 3x500mg p.o Untuk menurunkan panas dan mengurangi
nyeri
Paracetamol fls 1x1000 i.v Untuk menurunkan panas dan mengurangi
mg k/p nyeri lebih cepat
Omeprasol 3x20 mg p.o Untuk mengatasi gangguan lambung seperti
meningkatnya asam lambung dan tukak
lambung
32

Domperidon 3x10 mg p.o Untuk mengurangi mual


Ondansentron 8 mg IVFD Menvegah dan mengobati mual
dalam
Nacl
0,9%
500 ml
Vit. B complex 3x1 p.o Untuk meningkatkan kondisi tubuh
RL 500 ml IVFD Untuk sumber elektrolit bagi tubuh

4. POLA FUNGSI KESEHATAN (11 Pola Fungsional Gordon)


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien mengatakan selalu menjaga kesehatannya saat mengalami keluhan skit
langsung dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan.

b. Pola Nutrisi/metabolic
Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak ada keluhan makan/minum, klien biasanya makan
3xsehari dengan menu nasi, lauk, sayur , habis 1 porsi , minum skitar 1,5
liter/hari.
Saat sakit :
Klien mengatakan tidak bisa menghabiskan makanannya karena mual. Klien
mendapatkan makanan dari RS habis ½ porsi, minum sekiatr 1 liter/hari.

c. Pola eliminasi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak ada keluhan saat BAB/BAK. Kllllllien biasa BAB
2xsehari, BAK 3-4xsehari.
Saat sakit :
Klien mengatakan BAB 0-1xsehari. BAK 1-2xsehari, tidak ada keluhan saat
BAB dan BAK.

d. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 
Mandi 
33

Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi ROM 
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.

Okigenasi:
Klien tidak memakai alat bantu pernapasan.

e. Pola tidur dan istirahat


Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak memiliki keluhan saat tidur, klien biasanya tidur sekitar
8 jam/hari.
Saat sakit :
Klien mengatakan tidurnya tidak nyenyak, sering terbangun karena masih
beradaptasi dengan ruangan.

f. Pola kognitif-perseptual
Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak ada gangguan dalam hal melihat, mencium, mendengar,
meraba, dan mengecap.
Saat sakit :
Klien mengatakan mampu melihat, mencium, mendengar, meraba, dan
mengecap dengan baik. Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan akan selalu
menjaga kesehatannya.

g. Pola persepsi diri/konsep diri


Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak memiliki masalah dengan konsep dirinya.
Saat sakit :
Klien mengatakan perannya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya
terganggu, klien tidak dapat mengasuh anak-anaknya di rumah.

h. Pola seksual dan reproduksi


Klien mengatakan pola seksual dan reproduksinya sedikit terganggu karena
kondisinya saat ini dan sedang dirawat di rumah sakit.
34

i. Pola peran-hubungan
Sebelum sakit :
Klien mengatakan memiliki hubungan baik dengan anggota keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
Saat sakit :
Klien mengatakan kurang dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota
keluarga dan masyarakat di sekitarnya karena sedang dirawat di rumah sakit.

j. Pola manajemen koping stress


Sebelum sakit :
Klien mengatakan saat memiliki masalah selalu menceritakan dengan
keluarganya untuk mencari solusi
Saat sakit :
Klien mengatakan saat memiliki keluhan selalu menceritakan dengan keluarga
dan petugas kesehatan

k. Pola keyakinan-nilai
Klien mengatakan beragama hindu dan tidak memiliki kepercayaan lain untuk
kesembuhannya. Klien hanya meyakini pengobatan dari rumah sakit untuk
kesehatannya.

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Lemah
Tingkat kesadaran : komposmentis
GCS : Eye : 4, Verbal : 5,Verbal : 6
b. Tanda-tanda vital : Nadi : 100x/menit Temp: 39C RR : 20x/menit
TD : 100/70mmHg
c. Keadaan fisik (IPPA)
1) Kepala dan leher
Kepala :
I : bentuk kepala simetris, warna rambut hitam, distribusi rambut merata,
tidak ada luka
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa

Muka :
I : Bentuk muka simetris, tidak ada luka, tampak meringis
Pa : tidak ada nyeri tekan
35

Mata :
I : bentuk mata simetris, skelra putih, pupil isokor 3/3, konjungtiva merah
muda, tidak ada luka
Pa : terdapat nyeri tekan pada bola mata, klien mengatakan nyeri pada daerah
belakang mata.

Hidung :
I : bentuk hidung simetris, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada luka
Pa : tidak ada nyeri tekan

Mulut :
I : mukosa bibir kering, tidak ada luka, tidak ada gusi berdarah
Pa : tidak ada nyeri tekan

Telinga :
I : bentuk telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada luka
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa

Leher :
I : bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis
Pa : tidak ada nyeri tekan

2) Dada
Paru :
I : bentuk dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, tidak
ada luka
Pa : tidak ada nyeri tekan, vokal fremitus bersamaan antara dada kanan dan
kiri, tidak teraba massa
Pe : sonor
A : vesikuler , ronchi -, wheezing -

Jantung :
I : Bentuk dada simetris, terdapat pulsasi di ictus cordis, tidak ada luka
Pa : Tidak ada nyeri tekan, teraba denyutan pada aorta, pulmonalis,
triskuspidalis dan ictus cordis
Pe : Dullness
A : S1 S2 tunggal reguler

Payudara dan ketiak


I : tidak ada luka, payudara tampak simetris
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa
36

3) Abdomen
I : tidak ada distensi abdomen, tidak ada luka
A : bising usus 14x/menit
Pe : Tympani
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa

4) Genetalia dan anus


Kebersihan terjaga, tidak ada luka

5) Integumen
I : Warna kulit kemerahan, terdapat bintik-bintik merah
Pa : terdapat nyeri tekan pada otot dan sendi

6) Ekremitas
 Atas
Bentuk dan panjang simetris, terdapat bintik-bintik merah pada tangan kanan
dan kiri, terpasang infus pada tangan kanan.
 Bawah
Bentuk dan panjang simetris, terdapat bintik-bintik merah, pergerakan bebas,
kekuatan otot 555 555
555 555

7) Pemeriksaan neurologis
 Status mental dan emosi
Klien mampu mengontrol emosi dengan baik

 Pengkajian saraf kranial


Tidak ada masalah dalam fungsi saraf kranial

 Pemeriksaan Reflek
Reflek bisep +/+
Reflek trisep +/+
Reflek patela +/+
Reflek babinsky -/-
Reflek chaddock -/-
37

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Data laboratorium yang berhubungan
Tanggal 3/11/19

Nama Test Flag Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
Hemoglobin L 11.6 g/dL 11.7-15.5 Cyanide free
Hematokrit L 32.9 % 35-47 Kalkulasi
3
Leukosit L 3.0 10 /UL 3.6-11.0 Flowcytometri
Trombosit L 84 103/UL 150-440 Flowcytometri
EOS% L 0.0 % 2-4 Flowcytometri
MCV L 76.1 fL 80-100 Flowcytometri
RDW L 10.8 % 11.5-14.5 Kalkulasi
S. Typhi O (-) Negatif Negatif Aglutinase
S. Paratyphi AO (+) 1/80 Negatif Aglutinase
S. Paratyphi BO (+) 1/80 Negatif Aglutinase
S. Paratyphi CO (+) 1/80 Negatif Aglutinase
S. Typhi H (+) 1/80 Negatif Aglutinase
S. Paratyphi AH (-) Negatif Negatif Aglutinase
S. Paratyphi BH (-) Negatif Negatif Aglutinase
S. Paratyphi CH (-) Negatif Negatif Aglutinase
38

ANALISA DATA
NO TGL DATA PENYEBAB/INTERPRETASI MASALAH
1 3/11/19 DS : Arbovirus Hipertermi
- Klien mengeluh tubuhnya panas 
Beredar dalam aliran darah
DO : 
- Kulit klien tampak kemerahan Infeksi virus dengue (viremia)
- Suhu tubuh = 39C 
- Mukosa bibir kering Mengaktifkan sistem komplemen

Membentuk & melepaskan zat
C3a,C5a

PGE2 Hipothalamus

Hipertermi
2 3/11/19 DS : Agen cedera biologis Nyeri akut
- P : Klien mengeluh nyeri di seluruh tubuh 
- Q : Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk Virus dengue
- R : Nyeri dirasakan di seluruh tubuh 
39

terutama di bagian otot dan sendi Viremia


- S : Skala nyeri 4 (0-10) 
- T : Nyeri dirasakan hilang timbul Proses Inflamasi
DO : 
- Klien tampak meringis Pelepasan meidator-mediator kimia
- TTV TD : 100/70 mmHg, N : 100x/menit, 
S:39C, RR : 20x/menit Menekan free nerve ending

Sakit pada otot/sendi

Nyeri akut
3 3/11/19 DS : - Arbovirus Resiko Perdarahan
DO : 
- Terdapat bintik-bintik merah di tubuh klien Viremia
- Hasil tes tourniket (+) positif 
3
- Trombosit menurun = 84 10 /UL (150-440 Peningkatan suhu tubuh
3
10 /UL) 
Peningkatan reabsorbsi Natrium dan
Air (H2O)

40

Permeabilitas membran meningkat



Agregasi trombosit

Trombositopenia

Resiko Perdarahan
41

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas)


No Dx Tgl Muncul Dx Keperawatan Tgl Teratasi Ttd
1 3/11/19 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan klien mengeluh tubuhnya panas, kulit klien tampak
kemerahan, suhu tubuh = 39C, mukosa bibir kering
2 3/11/19 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai
dengan klien mengeluh nyeri di seluruh tubuh, nyeri dirasakan
tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan di seluruh tubuh terutama di bagian
otot dan sendi, skala nyeri 4 (0-10), nyeri dirasakan hilang timbul,
klien tampak meringis, TTV TD : 100/70 mmHg, N : 100x/menit,
S:39C, RR : 20x/menit
3 3/11/19 Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopenia)
42

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
HARI/TGL NO DX
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
Minggu, 3 I Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC : Fever treatment
November selama 3x8 jam diharapkan hipertermi 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui kondisi umum klien
2019 teratasi dengan kriteria hasil : 2. Observasi warna dan suhu kulit 2. Mengetahui adanya perubahan waran
NOC : Termoregulation dan suhu kulit
1. Suhu tubuh klien dalam rentang normal 3. Anjurkan klien untuk banyak minum 3. Mencegah kekurangan cairan pada
(36,5C-37,5C) tubuh klien
2. Tidak ada perubahan warna kulit 4. Anjurkan klien untuk kompres hangat 4. Membantu menurunkan suhu tubuh
pada aksila dan dahi dengan cara nonfarmakologi
5. Kolaborasi pemberian antipiretik 5. Membantu menurunkan suhu tubuh
paracetamol fls 1000 mg intravena dan dengan cara farmakologi
paracetamol tab 3x500mg peroral
Minggu, 3 II Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC : Pain management
November selama 3x8 jam diharapkan nyeri klien 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui kondisi umum klien
2019 terkontrol dengan kriteria hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui reaksi nonverbal dari
NOC : Pain control ketidaknyamanan nyeri nyeri yang dirasakan klien
1. Klien mampu mengontrol nyeri 3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam 3. Membantu mengurangi nyeri dengan
2. Klien melaporkan nyeri berkurang cara nonfarmakologi
3. TTV dalam rentang normal 4. Kolaborasi pemberian analgetik 4. Membantu mengurangi nyeri dengan
43

TD (110-120/70-80 mmHg) paracetamol fls 1000 mg intravena dan cara farmakologi


N (60-100x/menit) paracetamol tab 3x500mg peroral
S (36,5C-37,5C)
RR (16-24x/menit)
Minggu, 3 III Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC : Bleeding precautions
November selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui kondisi umum klien
2019 perdarahan dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda perdarahan 2. Mengetahui adanya perdarahan
NOC : Blood lose severity 3. Monitor hasil lab HB, HT, dan 3. Memantau faktor-faktor terjadinya
1. Tidak ada kehilangan darah terlihat Trombosit perdarahan di dalam tubuh
2. Tidak ada bintik-bintik merah pada 4. Anjurkan klien untuk meningkatkan 4. Membantu proses pembekuan darah
tubuh klien intake makan yang banyak dalam tubuh
3. Hasil tes tourniket negatif mengandung vitamin K seperti susu,
4. Trombosit dalam rentang normal 150- sayuran berdaun hijau dan buah-
440 103/UL buahan (tomat)
44

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl Jam No Dx Tindakan Keperawatan Respon Klien Ttd
Minggu, 3 20.00 I,II,III Mengukur tanda-tanda vital S : klien mengatakan badannya terasa panas
November O : TD = 100/70 mmHg, N = 100x/menit, S =
2019 39C, RR = 20x/menit
20.10 I,III Mengobservasi warna kulit, suhu kulit, dan tanda-tanda S:-
perdarahan O : Warna kulit kemerahan, terdapat bintik-
bintik merah di tubuh klien
20.15 II Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan S:-
nyeri O : Klien tampak meringis
20.30 II Menganjurkan klien untuk banyak minum S : Klien mengatakan bersedia untuk banyak
minum air
O : Klien minum sekitar 400ml setiap 2 jam
20.35 I Menganjurkan klien untuk kompres hangat pada ketiak S : Klien bersedia untuk dikompres hangat
dan dahi O : Klien kooperatif
20.40 I,II Delegatif pemberian paracetamol fls 1000mg intravena S : Klien mengatakan badannya masih terasa
panas
O : tidak ada tanda-tanda alergi terhadap obat
paracetamol
21.30 III Memonitor nilai lab HB, HT, dan Trombosit S:-
O : HB = 11.6 g/dL, HT = 32,9%, Trombosit
45

= 84 103/UL

Senin, 4 01.30 I,II,III Mengukur tanda-tanda vital S : Klien mengatakan panas badannya
November dirasakan berkurang
2019 O : TD = 110/80 mmHg, N = 90x/menit, S =
37C, RR = 20x/menit
01.40 I,III Mengobservasi warna kulit, suhu kulit, dan tanda-tanda S:-
perdarahan O : tidak tampak kemerahan, masih terdapat
bintik-bintik merah di tubuh klien, kulit
klien teraba hangat
01.45 II Mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam S : klien mengatakan bersedia untuk
melakukan teknik realasasi napas dalam
O : klien mampu melakukan teknik relaksasi
napas dalam dengan baik
05.30 I,II,III Mengukur tanda-tanda vital S : klien mengatakan badannya sudah tidak
terasa panas lagi
O : TD = 110/70 mmHg, N = 90x/menit, S =
37.4C, RR = 20x/menit
06.00 I,II Delegatif pemberian paracetamol tab 3x500 mg peroral S : klien mengatakan bersedia untuk minum
obat
O : Tidak ada tanda-tanda alergi obat
46

06.15 III Menganjurkan kien untuk meningkatkan intake S : klien mengatakan mengerti dan bersedia
makanan yang banyak mengandung vitamin K seperti untuk meningkatkan makan makanan
susu, sayuran berdaun hijau dan buah-buahan (tomat) yang banyak mengandung vitamin K
O : klien kooperatif
20.00 I,II,III Mengukur tanda-tanda vital S : Klien mengatakan badannya terasa panas
O : TD = 110/70 mmHg, N = 96x/menit, S =
38,3C, RR = 20x/menit
20.15 I,II Delegatif pemberian paracetamol fls 1000 mg intravena S : -
O : tidak ada tanda alergi obat
20.30 I Menganjurkan klien untuk kompres hangat pada ketiak S : klien mengatakn bersedia untuk
dan dahi dikompres hangat
O : klien tampak dikompres hangat pada dahi
dan ketiak
21.00 I Menganjurkan klien untuk banyak minum S : klien mengatakan bersedia untuk banyak
minum
O : klien tampak kooperatif
Selasa, 5 05.30 I,II,III Mengukur tanda-tanda vital S : klien mengatakannya badannya sudah
November tidak panas lagi
2019 O : TD = 110/80 mmHg, N = 80x/menit, S =
36,9C, RR = 20x/menit
06.00 I,II Delegatif pemberian paracetamol tab 3x500 mg peroral S : klien mengatakan bersedia minum obat
47

O : tidak ada tanda-tanda alergi obat


14.30 I,II,III Mengukur tanda-tanda vital S : klien mengatakan tubuhnya tidak terasa
panas
O : TD = 100/80 mmHg, N = 80x/menit,
S=37C, RR = 20x/menit
14.50 II Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan S:-
nyeri O : klien tidak meringis, tampak nyaman
15.00 I Menganjurkan klien untuk banyak minum S : klien mengatakan sudah banyak minum
O : klien minum sekitar 400 ml setiap 2 jam
16.00 I,III Mengobservasi warna kulit, suhu kulit dan tanda-tanda S:-
perdarahan O : tidak tampak tanda-tanda perdarahan,
bintik-bintik merah sudah berkurang
18.00 I,II Delegatif pemberian paracetamol tab 3x500mg peroral S : klien mengatakan bersedia minum obat
O : tidak ada tanda-tanda alergi obat
48

E. EVALUASI KEPERAWATAN
No Hari/Tgl S O A P
1 Rabu, 6 - Klien mengatakan badannya - Bintik – bintik merah sudah - Pertahankan kondisi
November 2019 sudah tidak terasa panas lagi berkurang klien
- Tidak ada warna kulit
kemerahan
- TD = 110/80 mmHg
- N = 80x/menit
- S = 37C
- RR = 20x.menit
2 Rabu, 6 - Klien mengatakan nyeri sudah - Klien tampak tidak meringis - Pertahankan kondisi
November 2019 berkurang - Klien tampak nyaman klien
- Klien mengatakan mampu - Skala nyeri 0
mengontrol nyeri
3 Rabu, 6 - - Tidak ada tanda-tanda - Pertahankan kondisi
November 2019 perdarahan klien
- Trombosit dalam rentang normal
160 103/UL
48

BAB IV

PEMBAHASAN

Secara teori diagnosa yang mungkin muncul pada pasien penyakit dengan
diagnose DHF (dengue haemorhagic fever) adalah 9 diagnosa keperawatan, yang
terdiri dari:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan :
a. Lemahnya otot pernafsan.
b. Penurunan ekspansi paru.
c. Diabetes melistus.
d. Merokok.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan:
a. Kehilangan volume cairan yang aktif.
b. Kegagalan mekanisme pengaturan.
3. Hipertermi berbubungan dengan :
a. Penyakit/trauma.
b. Peningkatan metabolisme.
c. Aktivitas yang berlebih.
d. Pengaruh medikasi.
e. Terpapar lingkungan panas.
f. Pakaian yang tidak tepat.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan
dengan :
a. Ketidakmamapuan mrnrlan makanan.
b. Penurunan absopsi nutrisi.
c. Muntah, anoreksia, gangguan digesti.
d. Depresi, stress, isolasi sosial.

48
49

6. Ansietas berhubungan dengan :


a. Perubahan kesehatan/sosio-ekonomik/fungsi peran.
b. Transmisi pengaruh buruk interpersonal.
c. Krisis situasi ,ancaman konsep diri.
7. Risiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
8. Risiko infeksi b.d tindakan invasif (pemasangan infus) ditandai dengan
terpasang infus pada tangan pasien.
9. Resiko perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit

Sedangkan dari kasus yang penulis dapatkan sesuai dengan hasil pengkajian
diprioritaskan 3 diagnosa keperawatan, antara lain:
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan klien mengeluh tubuhnya panas, kulit klien tampak kemerahan,
suhu tubuh = 39C, mukosa bibir kering
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
klien mengeluh nyeri di seluruh tubuh, nyeri dirasakan tertusuk-tusuk,
nyeri dirasakan di seluruh tubuh terutama di bagian otot dan sendi, skala
nyeri 4 (0-10), nyeri dirasakan hilang timbul, klien tampak meringis,
TTV TD : 100/70 mmHg, N : 100x/menit, S:39C, RR : 20x/menit
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopenia)
50

Alasan tidak dimunculkan diagnosa keperawatan lain yang tidak terdapat


pada pasien namun tercantum dalam tinjauan teori sepeti :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan :
a. Lemahnya otot pernafsan.
b. Penurunan ekspansi paru.
c. Diabetes melistus.
d. Merokok.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan:
a. Kehilangan volume cairan yang aktif.
b. Kegagalan mekanisme pengaturan.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan
dengan :
a. Ketidakmamapuan mrnrlan makanan.
b. Penurunan absopsi nutrisi.
c. Muntah, anoreksia, gangguan digesti.
d. Depresi, stress, isolasi sosial.
4. Ansietas berhubungan dengan :
a. Perubahan kesehatan/sosio-ekonomik/fungsi peran.
b. Transmisi pengaruh buruk interpersonal.
c. Krisis situasi ,ancaman konsep diri.
5. Risiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
6. Risiko infeksi b.d tindakan invasif (pemasangan infus) ditandai
dengan terpasang infus pada tangan pasien.
51

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
DHF (dengue haemorhagic fever), adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(betina).DHF (dengue haemorrhagic fever) terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi dan
tulang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.(Soedarmo, 2012).

Berdasarkan pengkajian pada klien, masalah yang muncul pada klien yaitu
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan klien mengeluh tubuhnya panas, kulit klien tampak
kemerahan, suhu tubuh = 39C, mukosa bibir kering
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai
dengan klien mengeluh nyeri di seluruh tubuh, nyeri dirasakan
tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan di seluruh tubuh terutama di bagian
otot dan sendi, skala nyeri 4 (0-10), nyeri dirasakan hilang timbul,
klien tampak meringis, TTV TD : 100/70 mmHg, N : 100x/menit,
S:39C, RR : 20x/menit
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopenia)
Hal ini dikarenakan teori merupakan landasan kita sebagai perawat untuk
melakukan pengkajian pada klien, kita selalu berusaha berpedoman pada
teori yang ada namun bagaimanapun juga kondisi klien tidak dapat selalu
sama dengan teori yang ada karena banyak faktor yang mempengaruhi

51
52

seperti perkembangan pengetahuan klien, perkembangan ilmu pengobatan,


keadaan daya tahan tubuh yang berbeda, sosial ekonomi, lingkungan tempat
tinggal dan lain sebagainya

B. SARAN
Kami mengharapkan dengan disusunnya laporan kasus ini dapat menjadi
inspirasi atau sumber pengetahuan baru bagi pembaca dan dapat dikembangkan
kembali dalam penyusunan laporan kasus ini.
53

PATHWAYS

Virus Dengue

Viremia

Permeabilitas Nyeri otot,


MK:
pegal-pegal
ruHiperthermi Hepatomegali kapiler meningkat seluruh tubuh

Manifestasi
perdarahan
- Anoreksi
- Muntah

MK: Ggn rasa


Kehilangan plasma nyaman nyeri

MK: Ketidak
seimbangan MK: Devisit
volume cairan
Nutrisi kurang

dari kebutuhan MK: Cemas Syok Rejatan hipovolemik dan hipotensi

dari Kebocoran plasma


MK: Risiko syok
kebutuhan hipovolemia

Ke exstravaskuler MK: Risiko tjd


perdarahan
Paru-paru

Efusi pleura

MK: Pola nafas tidak


efektif

Pemasangan infus
MK : Resiko Infeksi (tindakan invasif)
54

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Sistem Keshatan Nasional. Jakarta


Dinkes Bali. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Bali: Dinas Kesehatan Provinsi
Bali
Hadinegoro, SR. 2015. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Sari Pediatri. 2015;10(6):424-432.
Huda, A.N. 2014. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Mediaction: Jogjakarta
Kusuma, Hardhi. 2015. Nanda Nic-Noc. Yogyakarta:Media Hardy
Lloyd, M. 2013. Handbok of Laboratory Animal Management and Welfare, 4th
ed., Wiley-Blackweeel, West Sussex,234.
Pusat Coding Data BRSU Tabanan. 2019. Jumlah Kasus Demam Berdarah pada
bulan Januari sampai bulan Oktober tahun 2019. Tabanan
Soegijanto, Soegeng. 2014. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya:
Airlangga University Press
Suroso, T. Hadinegoro SR. 2000. Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta.
World Health Organization (WHO) Regional Office for South-East Asia. 2011.
Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue
hemorrhagic fever.
55

LEMBAR PENGESAHAN

Tabanan, ......................2019
Ketua Kelompok

( ...............................................................)
NIM :

Mengetahui

Pembimbing Pembimbing
Clinical Instructor Clinical Teacher

(..........................................................) (............................................................)
NIP. NIK.

Anda mungkin juga menyukai