TINJAUAN PUSTAKA
1.1.3 Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru
masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang
dari bahan – bahan karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis. Ada beberapa faktor
yang berperan dalam peningkatan insiden kanker paru, antara lain:
a. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik
yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh
batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini
mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan
kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
c. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
d. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota
(Thomson, 1997).
e. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni :
1) Proton oncogen.
2) Tumor suppressor gene.
3) Gene encoding enzyme.
f. Diet
Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vit. A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru.
1.1.4 Klasifikasi
lasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (Doenges E
Mailyn,2009) :
a. Karsinoma Bronkogenik.
1) Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
2) Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor
ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan
sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ
distal.
3) Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local
pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas
melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis
tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang
jauh.
4) Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel –
sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang
jauh.
5) Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
b) Tumor kelenjar bronchial.
c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
d) Tumor campuran dan Karsinosarkom
e) Sarkoma
f) Tak terklasifikasi.
g) Mesotelioma.
h) Melanoma.
1.1.5 Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1.3 Genogram
Keterangan
3 = Laki-Laki
4 = Perempuan
= Tinggal Serumah
= Garis Keturunan
4.1.3 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pasien tampak meringis, dengan kesadaran compos menthis dan posisi semi
fowler, terpasang infus NaCl, 20 Tpm pada bagian lengan kiri
2) Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
sedang ( kurus), suasana hati sedih, berbicara lancar , fungsi kognitif orientasi
waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang
pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat
pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.
3) Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 100/50 mmHg, Nadi
80 x/menit, pernapasan 26 x/menit dan suhu 36,6 0C
4) Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, batuk sejak: Batuk berdahak 3 hari yang lalu,sputum
warna kuning, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak teratur,
bunyi napas vesikuler dan terpasang Oksigen 4 Liter/menit,
5) Cardiovasculer (Bleeding)
Ada nyeri dada, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada
peningkatan Vena Jugularis, Bunyi Jantung S2>S1 Normal.
6) Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ), M
6 ( bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal, kesadaran Ny.
R compos menthis, pupil Ny. R isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan
dan kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada
pemeriksaan menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien
mampu mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf kranial II (Optikus):
pasien mampu membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat
meminta pasien untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor):
pasien dapaat mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV
(Troklearis): pasien dapat menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata
normal). Saraf kranial V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien dapat
mengunyah dengan lancar. Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu
menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis):
pasien dapat membedakan rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII
(Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana suara petikan jari
perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien dapat
merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat
mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien dapat
menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien mampu
mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif; pasien
dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri
postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan
skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles
kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif
dengan skala 5. Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
7) Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 1500 ml 1x/hr Hari warna urine kuning, bau urine amoniak.
Eliminasi Ny. R tidak ada masalah atau lancar keluhan dan masalah
keperawatan.
9) Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Pergerakan Ny. R secara bebas dan tidak terbatas, ekstremitas atas 5/5 dan
ekstremitas bawah 5/5 normal pergerakanya dan tidak ada peradangan
maupun deformitas pada tulang, maupun patah tulang.
4) Kognitif
Pasien mengatakan “ saya sudah mengerti tentang penyakit yang saya derita
saat ini’’.
Tidak ada masalah keperawatan.
6) Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi setelah sakit
pasien tidak mampu bekerja sendiri. Namun setelah sakit pasien hanya bisa
berbaring ditempat tidur dengan posisi semi folwer. Saat pengkajian pasien
tampak lemah, saat mau duduk atau berbaring kadang dibantu oleh anak, saat
mau makan dan minum pasien dapat sendiri.
8) Nilai-Pola Keyakinan
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang dianut.
2.1.5 Sosial-Spritual
1) Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik meskipun dengan suara yang
pelan.
2) Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak indonesia.
5) Orang berarti/terdekat
Orang yang paling dekat dengan Ny. R adalah Suami, anak, dan keluarga
Depranata
2017.C.09a.0832
N
I
M
.
2
2.2 Analisa Data
Data Subyektif dan Kemungkinan Penyebab Masalah
Data Obyektif
DO:
Hiprsekresi jalan napas
- Pasien tampak gelisah
- pasien tampak batuk
- pasien terpasang
oksigen nasal kanul 4
Disfungsi neuromuskuler
liter dan terpasang
cairan infus NaCL 20
tpm
- TTV:
TD: 100/50 mmHg
N : 80x/menit
RR: 26x/menit
S : 36,6oC
DS: Agen pencedera fisiologis Nyeri Akut
DO:
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC