Anda di halaman 1dari 18

Referat

Antiphospholipid syndrome

Disusun oleh:
Delta Novita Sari
19360091

Pembimbing :
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RUMAH SAKIT
PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR
LAMPUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat
Antiphospholipid syndrome

Preseptor, Penyaji,

dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD Delta Novita Sari S.Ked


BAB I

PENDAHULUAN

Antiphospholipid syndrome (aPL) merupakan suatu kelainan autoimun didapat yang

bermanifestasi sebagai thrombosis dan ditemukannya autoantibodi terhadap fosfolipid dan

atau phospholipid-binding protein pada pemeriksaan laboratorium. Pada mulanya, sindrom

ini diberi nama anticardiolipin (aCL) syndrome pada tahun 1985, kemudian berganti nama

menjadi antiphospholipid (aPL) syndrome. Ada bermacam-macam jenis antigen yang

dikenali oleh antibodi antifosfolipid, sehingga mulai muncul istilah lainyang lebih spesifik

seperti aPL/cofactor syndrome dan the antibodi-mediated thrombosis syndrome1 .

Antibodi antifosfolipid ditemukan pertama kali pada pasien yang mempunyai test

sifilis positif tanpa tanda-tanda infeksi. Kemudian pada tahun 1952 gangguan pembekuan

ditemukan pada dua pasien dengan SLE.Pada tahun 1957, ditemukan hubungan antara

abortus berulang dan APS yang dikenal sekarang dengan Lupus Antikoagulan.Tahun 1983,

Dr. Graham Hughes membuktikan adanya hubungan antara antibodi antifosfolipid dengan

trombosis arteri dan vena2 .

Prevalensi antibodi antifosfolipid, sebagaimana pada kelainan autoantibodi lainnya,

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, khususnya di antara pasien usia lanjut dengan

penyakit kronis penyerta. Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif sekitar 12-

30%, dan sekitar 15-34% dengan antibodi Lupus Antikoagulan positif.Banyak pasien yang

menunjukkan bukti laboratorium adanya antibodi antifosfolipid tidak menunjukkan gejala

klinis.Tetapi dalam 20 tahun, 50-70% pasien dengan SLE maupun antibodi antifosfolipid

dapat berkembang menjadi sindrom antifosfolipid3 .

Trombosis yang paling sering terjadi di vena dalam ekstremitas bawah1 , walaupun

sebenarnya semua organ dapat terkena sebagai akibat dari thrombosis pada pembuluh darah
besar maupun kecil4 . Pada sindroma antifosfolipid, thrombosis vena dilaporkan sebanyak

50%, thrombosis arteri 28%, thrombosis baik pada vena maupun arteri sebanyak 13%4

.Sindroma ini juga dapat berupa komplikasi-komplikasi dalam kehamilan, terutama abortus

spontan rekuren4 .

Sindroma ini memerlukan terapi antikoagulan jangka panjang, bahkan dapat seumur

hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan monitoring rutin terhadap efek samping antikoagulan.

Perhatian khusus juga ditujukan untuk diet dan aktivitas yang menimbulkan risiko

perdarahan. Penyakit- penyakit komorbid yang menyertai sindroma ini seperti hipertensi,

hiperlipidemia, dan diabetes mellitus juga harus dikontrol5 . Makalah ini menyajikan tentang

sindroma antifosfolipid dengan menitikberatkan pada diagnosis dan penatalaksanaannya.


BAB II

SINDROMA ANTIFOSFOLIPID

A. Definisi

Sindroma antifosfolipid didiagnosis pada pasien dengan thrombosis dan / atau

morbiditas kehamilan tertentu yang memiliki antibodi antifosfolipid persisten6.

Antibodi ini dideteksi melalui metode immunoassays menggunakan fosfolipid fase

solid dan protein kofaktor sebagai target antigen, atau dengan coagulation assays

yang mendemonstrasikan penghambatan rekasi koagulasi yang bergantung fosfolipid1

Tidak seperti namanya, antibodi antifosfolipid tidak langsung menyerang

fosfolipid, tetapi merupakan antibodi terhadap protein-protein tertentu yang terikat

pada fosfolipid. Target antigen yang dilaporkan pada pasien dengan sindroma

antifosfolipid adalah β2-Glikoprotein I, protrombin, dan annexin V. Antigen lain

yang juga thrombin, protein C, protein S, trombomodulin, tissue plasminogen

activator , kininogen, prekalikrein, faktor VII/VIIA, faktor XI, faktor XII,

komplemen C4, heparin, dan LDL teroksidasi7 .

B. Etiologi

Pembentukan gen antibodi dan spesifisitas antigenik pada aPL belum sepenuhnya

dimengerti. aPL secara umum dikategorikan sebagai kondisi autoimun1

1. Predisposisi Genetik HLA1

Pengelompokan familial pada individu yang mengalami peningkatan antibodiaPL

bersama dengan HLA yang terkait mengindikasikan bahwa antibodi aPL muncul

sebagai respon terhadap antigen tertentu pada individu yang rentan secara

genetik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa respon aPL pada pasien SLE dan

sindrom aPL primer secara imunogenetik berbeda. HLA yang paling


berhubungan dengan aPL adalah HLA-DR53, sedangkan HLA-B8, DR17, DQ2

yang berhubungan erat dengan SLE menurun secara signifikan pada pasien

dengan aPL primer dan sekunder.

2. Infeksi1

Antibodi antifosfolipid dilaporkan pernah ditemukan pada pasien post Varicella

purpura fulminan, varicella pneumonia, dan pasien dengan Hepatitis C26.

Hubungan antara aPL dengan infeksi CMV yang mengalami thrombosis

femoropopliteal dan mesenterika juga telah ditemukan. Apoptosis sel yang

membuat fosfolipid anion berinteraksi dengan permukaan sel diduga memicu

terbentuknya antibodi antifosfolipid.

3. Penyakit-penyakit autoimun dan rematik lainnya, yaitu8 :

a. Anemia hemolitik autoimun

b. ITP (30%)

c. Juvenile arthritis

d. Arthritis rematoid (7-50%)

e. Arthritis psoriatic (28%)

f. Skleroderma (25%)

g. Sindroma Behcet (7-20%)

h. Sindroma Sjogren (25-42%)

i. Mixed connective tissue disease (22%)

j. Poliomiositis dan dermatomiositis

k. Polimialgia rematika (20%)

l. Osteoatritis (<14%)

m. gout

n. multiple sklerosis
o. vaskulitis

p. penyakit tiroid autoimun

4. Neoplasma8

Antibodi antifosfolipid dilaporkan ditemukan pada pasien kanker paru, kolon,

serviks, prostat, ginjal, ovarium, payudara, tulang, limfoma Hodgkin dan non-

Hodgkin, mielofibrosis, polisitemia vera, leukemia myeloid, dan leukemia

limfositik.

5. Keadan lain8

Antibodi antifosfolipid juga ditemukan pada sickle cell anemia, anemia

pernisiosa, diabetes mellitus, inflammatory bowel disease, terapi pengganti ginjal

dialysis, dan sindroma Klinefelter.

C. Patogenesis dan Patofisiologi

Mekanisme terjadinya thrombosis dan kematian janin pada pasien dengan

sindroma antifosfolipid masih belum diketahui secara pasti.Namun, ada beberapa

jalur patogenik yang telah diidentifikasi.Pertama, antibodi antifosfolipid mengganggu

kaskade koagulasi dan menyebabkan kondisi prokoagulan. Contohnya

adalah penghambatan jalur koagulasi yang melibatkan protein C teraktivasi dan

antitrombin III, inhibisi fibrinolisis dan peningkatan aktivitas tissue factor . Seperti

yang telah disebutkan sebelumnya, Β2-Glikoprotein I dapat berperan sebagai

antikoagulan in vivo sehingga molekul yang mengganggu peran ini dapat

mengacaukan koagulasi.Protein-protein lain yang berperan penting dalam mengatur

koagulasi seperti protrombin, protein C dan S, dan annexin V juga menjadi target

antibodi antifosfolipid2 .
Antigen-antigen yang menjadi target antibodi antifosfolipid tersebut tertarik ke

bagian terluar membran sel yang mengandung fosfolipid bermuatan negatif dalam

jumlah besar pada keadaan tertentu saja, seperti pada kerusakan/apoptosis (seperti

pada sel endotel), atau setelah terjadi aktivasi protein (seperti platelet).Beberapa

reseptor membrane diketahui berperan sebagai signal transducers. Setelahproses

penerjemahan sinyal secara intraselular, ekspresi molekul adhesi seperti vascular-cell-

adhesionmolecule-1 (VCAM-1) atau intracellular adhesion-molecule-1 (ICAM-1)

meningkatkan adhesi sel imunokompeten dan mengaktivasi endotel. Produksi tissue

factor atau inhibisi tissue-factor-pathway-inhibitor (TFPI) mengaktivasi jalur

koagulasi ekstrinsik, dan penurunan produksi prostasiklin menginduksi

vasokonstriksi dan agregasi platelet.Aktivasi platelet menimbulkan produksi

thromboxane A2 yang meningkatkan adhesi kolagen. Di sisi lain, pelepasan tissue

type plasminogen activator (t-PA) dari annexin II dapat mengurangi aktivasi plasmin
sehingga menurunkan kecepatan fibrinolisis7 . Secara ringkas, mekanisme

protrombotik pada sindroma antifosfolipid disajikan dalam tabel berikut:

Banyak individu yang memiliki kadarantibodi antifosfolipid tinggi yang

asimptomatik, beberapa studi mengajukan sebuah hipotesis “2-hit”. Adanya antibodi

antifosfolipid menginduksi disfungsi endotel (first hit) dan kondisi lain (second hit)

seperti infeksi pada kehamilan atau vascular injury memacu terjadinya thrombosis7 .

D. Manifestasi Klinis

Secara klinis, sindroma antifosfolipid terdiri dari dua jenis9 :

a. Jika muncul sebagai sindroma sendiri tanpa penyakit autoimun lain disebut

sindroma antifosfolipid primer

b. Jika sindroma ini muncul bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya disebut

sindroma antifsfolipid sekunder Spektrum klinis sindroma antifosfolipid dapat


dilihat pada bagan di bawah ini:

Manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada sindroma antifosfolipid adalah

sebagai berikut9 :

1. Thrombosis pada pembuluh darah besar

a. Neurologik Transcient ischemic attack , stroke iskemik, chorea, kejang,

dementia, myelitis transversa, ensefalopati, migraine, pseudotumor serebri,

thrombosis vena serebral, mononeuritis multipleks

b. Optalmik Thrombosis arteri/vena retina, amaurosis fugax

c. Kulit Flebitis superfisial, ulkus di kaki, iskemik distal, blue toe syndrome

d. Jantung Infark miokardial, vegetasi valvular, trombi intrakardiak, aterosklerosis


e. Paru Emboli paru, hipertensi pulmonal, thrombosis arteri pulmonal, perdarahan

alveolar

f. Arteri Thrombosis aorta, thrombosis arteri besar dan kecil

g. Ginjal Thrombosis vena/arteri renalis, infark ginjal, gagal ginjal

akut, proteinuria, hematuria, sindroma nefrotik

h. Gastrointestinal Sindroma Budd-Chiari, infark hati, infark kandung empedu,

infark usus, infark limpa, pankreatitis, ascites, perforasi esophagus, colitis iskemi

i. Endokrin Infark dan kegagalan fungsi adrenal, infark testis, infark prostat, infark

dan kegagalan fungsi pituitary

j. Vena Thrombosis vena ekstremitas, adrenal, hepatik, mesenterik, lien, vena cava

k. Komplikasi obstetrik Keguguran, gangguan pertumbuhan janin intrauterine,

anemia hemolitik, peningkatan enzim hati, trombositopeni (sindroma HELLP),

oligohidramnion, preeklampsi

l. Hematologi Trombositopenia, anemia hemolitik, sindroma hemolitik

uremik, purpura trombotik trombisitopeni

m. Lain- lain Perforasi septum nasal, nekrosis avaskular tulang.

2. Thrombosis mikrovaskuler 9

a. Mata Retinitis

b. Kulit Livido retikularis, gangrene superfisial, purpura, ekimosis, nodul

subkutan

c. Jantung Infark miokardial, mikrotrombi kardial, miokarditis, abnormalitas katup

d. Paru Acute respiratory distress syndrome, perdarahan alveolar

e. Ginjal Gagal ginjal akut, mikroangiopati trombotik, hipertensi,

f. Hematologi Koagulasi intravaskuler diseminata (pada sindroma antifosfolipid

katastropik)
g. Lain-lain Mikrotrombi, mikroinfark

Bick mengklasifikasikan sindroma thrombosis yang berhubungan dengan antibodi

antifosfolipid menjadi 6 tipe, yaitu10,11:

1. Sindroma tipe I Thrombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli paru

2. Sindroma tipe II

 Thrombosis arteri koroner

 Thrombosis arteri perifer

 Thrombosis aorta

 Thrombosis arteri karotis

3. Sindroma tipe III

 Thrombosis arteri retina

 Thrombosis vena retina

 Thrombosis serebrovaskuler

 Transcient cerebral ischemic attacks

4. Sindroma tipe IV

 Campuran syndrome tipe I, II, dan III

5. Sindroma tipe V ( Fetal wastage syndrome)

 Trombosis vaskuler plasenta

 Fetal wastage (sering pada trimester 1, dapat pada trimester 2 dan 3)

6. Sindroma tipe 6

 Antibodi antifosfolipid tanpa manifestasi klinis

E. Pemeriksaan Penunjang12,13

1. IgG dan IgM antikardiolipin antibody

2. IgG dan IgM anti β2-Glikoprotein


3. Tes lupus antikoagulan

F. Kriteria Diagnostik Diagnosis didasarkan pada kriteria International Consensus

Statement on an Update of the Classification Criteria for Definite Antiphospholipid

Syndrome tahun 2006 4 .Untuk menegakkan diagnosis sindrom antifosfolipid, minimal

harus ada 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium yang ditemukan pada pasien.

Kriteria klinis:

Thrombosis vaskular

1. Satu atau lebih episode thrombosis vena, arteri, atau pembuluh darah kecil (selain

thrombosis vena superfisial) di jaringan maupun organ. Thrombosis harus dibuktikan

dengan pemeriksaan pencitraan/Doppler atau histopatologis (tanpa bukti adanya

inflamasi pada dinding pembuluh darah).

2. Morbiditas kehamilan

a. Satu atau lebih kematian fetus dengan morfologi normal pada usia≤10 minggu

kehamilan tanpa sebab yang dapat dijelaskan. Morfologi fetus yang normal

dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan fetus langsung,

atau

b. Satu atau lebih kelahiran prematurpada neonatus dengan morfologi normal sebelum

usia 34 minggu karena: (1) eklampsia atau preeklampsi, atau(2) insufisiensi plasenta,

atau

c. Tigaatau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu tanpa

adanya kelainan genetik, anatomi, maupun penyebab hormonal.

Kriteria Laboratorium:

1. Adanya lupus antikoagulan (LA) di dalam plasma, pada dua kali pemeriksaan yang

berjarak minimal 12 minggu yang dideteksi menurut panduan The International


Society of Thrombosis and Hemostasis (Scientific Subcommittee on

LACs/Phospholipid-Dependent Antibodies).

2. Adanya IgG Antibodi dan/atau isotope IgM antikardiolipin dalam serum atau

plasma dengan titer sedang atau tinggi (>40 unit GPL atau MPL atau > persentil 99)

pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12 minggu, yang diukur dengan

metode ELISA terstandar.

3. Adanya IgG antibodianti-β2 glikoprotein-I dan/atau IgM isotipe dalam serum atau

plasma( titer > persentil 99), pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12

minggu, diukur dengan metode ELISA terstandar dengan prosedur yang

direkomendasikan.

G. Diagnosis Banding3

1. ITP (Idiopatic Thrombocyitopenic Purpura), anemia hemolitik autoimun

2. Kelainan autoimun sekunder:

a. SLE, arthritis rematoid

b. Induksi obat-obatan (drug induced), oleh prokainamid, hidralazin, kuinidin,

fenotiazin, penisilin

3. Keganasan hematologi (leukemia dan penyakit limfoproliferatif lainnya)

4. Penyakit Infeksi:

a. Viral : CMV, Hepatitis C, HIV

b. Bakterial : S. hemolyticus, H.pylori, Ricketsia spp.

c. Parasit : malaria

5. Penyakit hati kronis/ Sirosis hati : alkoholik, hepatitis C

6. SIndrom hemolitik:

a. Inkompatibilitas ibu dan bayi (ABO, Rh, HLA)

b. Talasemia
H. Penatalaksanaan Terapi untuk thrombosis pada sindroma antifosfolipid adalah14:

1. Heparin

2. Warfarin Pada umumnya, warfarin saja cukup untuk terapi thrombosis

vena.Meskipun demikian, penambahan aspirin atau dipiridamol pada terapi warfarin

dapat mencegah rekurensi thrombosis arteri.

3. Antiplatelet: aspirin, dipiridamol, klopidrogel Klopidrogel diduga mempunyai

peranan dalam terapi profilaksis primer dan sekunder APS pada penderita alergi

aspirin.

4. Hidroksiklorokuin Data penelitian pemberian hidroksiklorokuin dalam pencegahan

tromboemboli pada APS masih terbatas.Hidroksiklorokuin lebih sering digunakan

pada penderita tanpa tromboemboli arterial.

Rekomendasi regimen antitrombotik pada thrombosis dengan antibodi

antifosfolipid10,11

1. Sindroma tipe I dan II

 Heparin unfractioned/low molecular weight heparin jangka pendek

diikuti pemberian heparin subkutan jangka panjang.

 Clopidrogel jangka panjang dapat dipertimbangkan sebagai pengganti

heparin unfractioned/low molecular weight heparin bila tidak terjadi

thrombus dalam 6-12 bulan atau adanya efek samping osteoporosis karena

heparin.

2. Sindroma tipe III

 Serebrovaskuler: clopidrogel dengan heparin subkutan jangka panjang. Setelah

keadaan stabil dalam jangka panjng, heparin dapat dihentikan, clopidrogel tetap

diteruskan.

3. Sindroma tipe IV
 Terapi tergantung jenis thrombosis.

4. Sindroma tipe V

 Aspirin 81 mg/hari sebelum konsepsi diikuti heparin 5000 unit setiap 12 jam

segera setelah konsepsi. 5. Sindroma tipe VI

 Tidak ada indikasi yang jelas untuk pemberian terapi antitrombotik

Terapi profilaksis14

Terapi profilaksis diberikan pada penderita asimptomatik dengan aPL tanpa riwayat

thrombosis. Insidensi terjadinya thrombosis pada keadaan ini berkisar antara 10-75%

bila kadarantibodi sangat tinggi. Terapi profilaksis yang direkomendasikan:

1. Aspirin 81 mg/ hari direkomendasikan pada penderita asimptomatik dan tidak hamil

2. Kombinasi aspirin dan hidroksiklorokuin (≤6.5 mg/kg/hari)

Terapi pada Catastrophic APS 14 1. Terapi factor presipitasi (misal: infeksi)

2. Heparin diikuti warfarin (target INR 2-3)

3. Metilprednisolon 1 gr/hari IV selama 3 hari, diikuti steroid parenteral atau oral

ekivalen dengan prednisolon 1-2 mg/kg

4. Plasma exchange dan/atau IVIG (400mg/kg/hari selama 5 hari bila didapatkan

adanya mikroangiopati (trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopati)

5. Siklofosfamid (diberikan pada sindrom antifosfolipid yang berhubungan dengan

SLE dengan komplikasi yang mengancam jiwa)

6. Terapi eksperimental: fibrinolitik, prostasiklin, ancrod, defibrotide, antisitokin,

immunoadsorption, anti sel B antibodi (rituximab)


DAFTAR PUSTAKA

1. Beutler, E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Seligsohn U. Lupus Anticoagulant and Related

Disorders in Williams Hematology 6thEd . McGraw Hill Publishing; 2000.

2. Hanly, JG. Antiphospholipid syndrome: an overview. Canad Med Assoc J 2003;168(13):1675-

681

3. Effendy, S. Sindrom AntibodiAntifosfolipid: Aspek Hematologik dan Penatalaksanaan dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD UI; 2006.

4. Rand, JH, The Antiphospholipid Syndrome. Journal of American Society of Hematology. New

York: American Society of Hematology. 2007.

5. Meroni, PL. 2012. Antiphospholipid Syndrome. American College of Rheumatology.

http://www.rheumatology.org

6. Keeling, D, Mackie I, Moore GW, Greer IA, Greaves M. 2012. Guidelines on The

Investigation and Management of Antiphospholipid Syndrome. British Journal of

Haematology. Blackwell Publishing Ltd.

7. Koniari I, Siminelakis SN, Baikoussis NG, Papadopoulos G, Goudevenos J, Apostolakis E.

Antiphospholipid Syndrome; It’s Implication in Cardiovascular Disease. Journal of

Cardiothoracic Surgery. 2010. http://www.cardiothoracicsurgery.org/contents/5/1/101

8. Bermas B, Erkan D, Schur PH. Clinical manifestasions and diagnosis of antiphospholipid

syndrome. Available from http://www.uptodate.com

9. Baker WF, Bick RL. The clinical spectrum of Antiphospholipid Syndrome. Hematol Oncol Clin

N Am 2008;.22:33-52

10. Bick RL. In Bick RL, ed. Disorders of thrombosis and hemostasis clinical and laboratory

practice 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2002

11. Bick RL, Baker WF. Treatment options for patients who have antiphospholipid syndromes.

Hematol Oncol Cln N Am 2008;22:145-53.


12. Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, Branch DW, Brey RL, Cervera R, et al. International

consensus statement on an uptodate classification criteria for definite antiphospholipd

syndrome. Journal of Thrombosis and Hemostasis 2006;4:295-306.

13. Pengo W. Anti β2-glykoprotein I antibodi testing in the laboratory diagnosis of

antiphospholipid syndrome. J Thromb Haemost 2006;3:1158- 9.

14. Bermas BL. Schur PH. Treatment of the antiphospholipid syndrome. Available from

http://www.uptodate.com

15. Irastorza GR, Khamashta MA. Stroke and Antiphospholipid Syndrome: the Treatment

Debate. Journal of British Society of Rheumatology. Oxford University Press. 2005;44:971-974

16. Baker WF, Bick RL, Farreed J. Controversies and unresolved issues in antiphospholipid

syndrome pathogenesis and management. Hematol Oncol Clin N Am 2008;22:155-74

17. Fonseca AG, Cruz DP. Controversies in the antiphospholipid syndrome: can we ever stop

warfarin? J Autoimmune Disease 2008;5:1-12

Anda mungkin juga menyukai