Antiphospholipid syndrome
Disusun oleh:
Delta Novita Sari
19360091
Pembimbing :
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Referat
Antiphospholipid syndrome
Preseptor, Penyaji,
PENDAHULUAN
ini diberi nama anticardiolipin (aCL) syndrome pada tahun 1985, kemudian berganti nama
dikenali oleh antibodi antifosfolipid, sehingga mulai muncul istilah lainyang lebih spesifik
Antibodi antifosfolipid ditemukan pertama kali pada pasien yang mempunyai test
sifilis positif tanpa tanda-tanda infeksi. Kemudian pada tahun 1952 gangguan pembekuan
ditemukan pada dua pasien dengan SLE.Pada tahun 1957, ditemukan hubungan antara
abortus berulang dan APS yang dikenal sekarang dengan Lupus Antikoagulan.Tahun 1983,
Dr. Graham Hughes membuktikan adanya hubungan antara antibodi antifosfolipid dengan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, khususnya di antara pasien usia lanjut dengan
penyakit kronis penyerta. Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif sekitar 12-
30%, dan sekitar 15-34% dengan antibodi Lupus Antikoagulan positif.Banyak pasien yang
klinis.Tetapi dalam 20 tahun, 50-70% pasien dengan SLE maupun antibodi antifosfolipid
Trombosis yang paling sering terjadi di vena dalam ekstremitas bawah1 , walaupun
sebenarnya semua organ dapat terkena sebagai akibat dari thrombosis pada pembuluh darah
besar maupun kecil4 . Pada sindroma antifosfolipid, thrombosis vena dilaporkan sebanyak
50%, thrombosis arteri 28%, thrombosis baik pada vena maupun arteri sebanyak 13%4
.Sindroma ini juga dapat berupa komplikasi-komplikasi dalam kehamilan, terutama abortus
spontan rekuren4 .
Sindroma ini memerlukan terapi antikoagulan jangka panjang, bahkan dapat seumur
hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan monitoring rutin terhadap efek samping antikoagulan.
Perhatian khusus juga ditujukan untuk diet dan aktivitas yang menimbulkan risiko
perdarahan. Penyakit- penyakit komorbid yang menyertai sindroma ini seperti hipertensi,
hiperlipidemia, dan diabetes mellitus juga harus dikontrol5 . Makalah ini menyajikan tentang
SINDROMA ANTIFOSFOLIPID
A. Definisi
solid dan protein kofaktor sebagai target antigen, atau dengan coagulation assays
pada fosfolipid. Target antigen yang dilaporkan pada pasien dengan sindroma
B. Etiologi
Pembentukan gen antibodi dan spesifisitas antigenik pada aPL belum sepenuhnya
bersama dengan HLA yang terkait mengindikasikan bahwa antibodi aPL muncul
sebagai respon terhadap antigen tertentu pada individu yang rentan secara
genetik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa respon aPL pada pasien SLE dan
yang berhubungan erat dengan SLE menurun secara signifikan pada pasien
2. Infeksi1
b. ITP (30%)
c. Juvenile arthritis
f. Skleroderma (25%)
l. Osteoatritis (<14%)
m. gout
n. multiple sklerosis
o. vaskulitis
4. Neoplasma8
serviks, prostat, ginjal, ovarium, payudara, tulang, limfoma Hodgkin dan non-
limfositik.
5. Keadan lain8
antitrombin III, inhibisi fibrinolisis dan peningkatan aktivitas tissue factor . Seperti
koagulasi seperti protrombin, protein C dan S, dan annexin V juga menjadi target
antibodi antifosfolipid2 .
Antigen-antigen yang menjadi target antibodi antifosfolipid tersebut tertarik ke
bagian terluar membran sel yang mengandung fosfolipid bermuatan negatif dalam
jumlah besar pada keadaan tertentu saja, seperti pada kerusakan/apoptosis (seperti
pada sel endotel), atau setelah terjadi aktivasi protein (seperti platelet).Beberapa
type plasminogen activator (t-PA) dari annexin II dapat mengurangi aktivasi plasmin
sehingga menurunkan kecepatan fibrinolisis7 . Secara ringkas, mekanisme
antifosfolipid menginduksi disfungsi endotel (first hit) dan kondisi lain (second hit)
seperti infeksi pada kehamilan atau vascular injury memacu terjadinya thrombosis7 .
D. Manifestasi Klinis
a. Jika muncul sebagai sindroma sendiri tanpa penyakit autoimun lain disebut
b. Jika sindroma ini muncul bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya disebut
Manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada sindroma antifosfolipid adalah
sebagai berikut9 :
c. Kulit Flebitis superfisial, ulkus di kaki, iskemik distal, blue toe syndrome
alveolar
infark usus, infark limpa, pankreatitis, ascites, perforasi esophagus, colitis iskemi
i. Endokrin Infark dan kegagalan fungsi adrenal, infark testis, infark prostat, infark
j. Vena Thrombosis vena ekstremitas, adrenal, hepatik, mesenterik, lien, vena cava
oligohidramnion, preeklampsi
2. Thrombosis mikrovaskuler 9
a. Mata Retinitis
subkutan
katastropik)
g. Lain-lain Mikrotrombi, mikroinfark
1. Sindroma tipe I Thrombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli paru
2. Sindroma tipe II
Thrombosis aorta
Thrombosis serebrovaskuler
4. Sindroma tipe IV
6. Sindroma tipe 6
E. Pemeriksaan Penunjang12,13
harus ada 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium yang ditemukan pada pasien.
Kriteria klinis:
Thrombosis vaskular
1. Satu atau lebih episode thrombosis vena, arteri, atau pembuluh darah kecil (selain
2. Morbiditas kehamilan
a. Satu atau lebih kematian fetus dengan morfologi normal pada usia≤10 minggu
kehamilan tanpa sebab yang dapat dijelaskan. Morfologi fetus yang normal
atau
b. Satu atau lebih kelahiran prematurpada neonatus dengan morfologi normal sebelum
usia 34 minggu karena: (1) eklampsia atau preeklampsi, atau(2) insufisiensi plasenta,
atau
c. Tigaatau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu tanpa
Kriteria Laboratorium:
1. Adanya lupus antikoagulan (LA) di dalam plasma, pada dua kali pemeriksaan yang
LACs/Phospholipid-Dependent Antibodies).
2. Adanya IgG Antibodi dan/atau isotope IgM antikardiolipin dalam serum atau
plasma dengan titer sedang atau tinggi (>40 unit GPL atau MPL atau > persentil 99)
pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12 minggu, yang diukur dengan
3. Adanya IgG antibodianti-β2 glikoprotein-I dan/atau IgM isotipe dalam serum atau
plasma( titer > persentil 99), pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12
direkomendasikan.
G. Diagnosis Banding3
fenotiazin, penisilin
4. Penyakit Infeksi:
c. Parasit : malaria
6. SIndrom hemolitik:
b. Talasemia
H. Penatalaksanaan Terapi untuk thrombosis pada sindroma antifosfolipid adalah14:
1. Heparin
peranan dalam terapi profilaksis primer dan sekunder APS pada penderita alergi
aspirin.
antifosfolipid10,11
thrombus dalam 6-12 bulan atau adanya efek samping osteoporosis karena
heparin.
keadaan stabil dalam jangka panjng, heparin dapat dihentikan, clopidrogel tetap
diteruskan.
3. Sindroma tipe IV
Terapi tergantung jenis thrombosis.
4. Sindroma tipe V
Aspirin 81 mg/hari sebelum konsepsi diikuti heparin 5000 unit setiap 12 jam
Terapi profilaksis14
Terapi profilaksis diberikan pada penderita asimptomatik dengan aPL tanpa riwayat
thrombosis. Insidensi terjadinya thrombosis pada keadaan ini berkisar antara 10-75%
1. Aspirin 81 mg/ hari direkomendasikan pada penderita asimptomatik dan tidak hamil
1. Beutler, E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Seligsohn U. Lupus Anticoagulant and Related
681
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD UI; 2006.
4. Rand, JH, The Antiphospholipid Syndrome. Journal of American Society of Hematology. New
http://www.rheumatology.org
6. Keeling, D, Mackie I, Moore GW, Greer IA, Greaves M. 2012. Guidelines on The
9. Baker WF, Bick RL. The clinical spectrum of Antiphospholipid Syndrome. Hematol Oncol Clin
N Am 2008;.22:33-52
10. Bick RL. In Bick RL, ed. Disorders of thrombosis and hemostasis clinical and laboratory
11. Bick RL, Baker WF. Treatment options for patients who have antiphospholipid syndromes.
14. Bermas BL. Schur PH. Treatment of the antiphospholipid syndrome. Available from
http://www.uptodate.com
15. Irastorza GR, Khamashta MA. Stroke and Antiphospholipid Syndrome: the Treatment
16. Baker WF, Bick RL, Farreed J. Controversies and unresolved issues in antiphospholipid
17. Fonseca AG, Cruz DP. Controversies in the antiphospholipid syndrome: can we ever stop