Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Memang saat luka sudah terinfeksi akan terdapat kesulitan dalam
menyembuhkan luka tersebut. Hal ini karena infeksi pada luka menghambat
proses pertumbuhan jaringan dan merusak jaringan yang tersisa. Memang luka
yang infeksi harus diketahui penyebab infeksinya, sebelum dilakukan
perawatan secara tepat.
Infeksi pada luka harus diketahui jenis bakteri atau kuman yang menjadi
penyebabnya. Biasanya ini dilakukan dengan melakukan kultur jaringan lewat
pemeriksaan laboratorium. Ini dikenal dengan pus swabs, yaitu mengambil
jaringan yang terinfeksi untuk dibiakan di laboratorium, agar bisa diketahui
jenis bakteri atau kumannya. Setelah jenis bakteri atau kumannya diketahui,
baru diberikan oleh dokter obat antibiotika yang tepat, yang akan membasmi
bakteri yang menginfeksi di luka tersebut.
Biasanya bila pengobatan antibiotika tidak dilakukan, maka luka infeksi
tidak akan sembuh, bahkan bisa menjadi sepsis atau infeksi yang parah.
Tanda-tandanya biasanya luka semakin menghitam, tubuh terasa panas atau
demam, diikuti gejala sepsis yang bisa mengancam jiwa. Bila ini terjadi
penderita harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang
intensif.
Pengobatan ini diikuti pula dengan perawatan luka yang intensif pula,
sehari bisa dilakukan dua kali, tergantung dengan keadaan lukanya. Pada luka
yang terbuka memang perlu dibersihkan dengan larutan antiseptik yang cukup
kuat, seperti rivanol atau betadin. Juga luka harus dibersihkan dari jaringan
yang sudah mati. Biasanya jaringan yang sudah mati ini bisa menginduksi
terjadinya infeksi atau menghambat proses penyembuhan luka.
Luka yang sudah dibersihkan juga harus ditutup atau kompres dengan
dengan boorwater, namun bila jaringan mulai tumbuh, seperti pada luka
terbuka, maka pemberian sufratul sangat disarankan. Perbedaan dalam
perawatan luka infeksi memang dengan melihat perkembangan dan kondisi
jaringan pada luka. Namun yang jelas luka yang sudah dirawat harus ditutup,
dan dijauhkan dari kontaminasi baik oleh debu maupun air.
Balutan pada luka juga janganlah terlalu ketat, agar longgar namun
juga cukup menutupi luka yang terbuka tersebut. Bila produksi pus atau nanah
sangat sering, memang harus dilakukan perawatan yang lebih intensif, bahkan
sehari bisa tiga kali. Perawatan luka juga harus dilakukan secara steril dengan
alat-alat, kasa dan larutan yang steril. Tujuannya memang mencegah infeksi
lanjutan maupun nosokomial infeksi.
Biasanya bila terjadi nosokomial infeksi akan membuat luka semakin
sulit untuk disembuhkan. Kebanyakan perawatan luka yang sembarangan bisa
menyebabkan infeksi lanjutan. Juga perlu diperhatikan asupan makanan yang
baik selama terjadi infeksi pada luka. Ini untuk membantu tubuh dalam
melawan infeksi, sekaligus untuk pertumbuhan jaringan pada luka.
Perawatan luka infeksi juga harus memperhatikan adanya penyebab
dari dalam tubuh, seperti adanya penyakit gula darah atau diabetes yang bisa
menyulitkan penyebuhan luka. Pada luka infeksi dengan diabetes, penderita
harus menstabilkan kadar gula darahnya, agar luka bisa sembuh dengan cepat.
Kalau ini tidak dilakukan luka infeksi akan susah sembuhnya dan bisa menjadi
gangrene serta bila berlanjut bisa dilakukan amputasi pada jaringan yang
nekrosis atau mati.
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang
kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek
perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan
manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien,
dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka
modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin
banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai
dalam merawat luka

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Perawatan Luka Infeksi.
2. Tujuan Khusus
a. Pengertian Luka
b. Penyembuhan luka
c. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
d. Perawatan luka
BAB II
PERAWATAN LUKA
A. Pengertian Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan
oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan
berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana
secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka
timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi:
superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang
melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke
tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu:
a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi
karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka
dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa
dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan
luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka
akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah
penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika
mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.
B. Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

C. PENGERTIAN INFEKSI
Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan olehspesies asing terhadap
organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme
penginfeksi, atau patogen, menggunakan saranayang dimiliki inang untuk
dapat memperbanyakdiri, yang pada akhirnya merugikan inang.Patogen
mengganggu fungsi normal inang dandapat berakibat pada lukakronik,
gangrene, kehilangan organ tubuh, danbahkan kematian.
Kemampuan bakteri untuk menghasilkan efek yang merusak dipengaruhi
oleh
1. Kemampuan system imunitas pasien untuk menyerang bakteri (host
resistence).
2. Jumlah bakteri pada luka, semakin banyak bakteri akan semakin beresiko.
3. Jenis bakteri pada luka. Beberapa bakteri memiliki kemampuan besar
(virulensi) dibanding jenis lain dan dapat menyebabkan penyakit walaupun
masih dalam jumlah yang sedikit.
Keberadaan bakteri pada luka mungkin akan menimbulkan:
1. Kontaminasi : bakteri tidak berkembang biak dan belum menimbulkan
masalah klinis.
2. Kolonisasi : Bektari berkembang biak tapi tidak merusak jaringan.
3. Infeksi : Bakteri berkembang biak, penyembuhan terganggu dan jaringan
luka mengalami kerusakan (infeksi lokal) bila tidak ditangani dapat
menimbulkan infeksi sitemik.
Karakteristik luka yang beresiko untuk infeksi Luka Akut
1. Kontaminasi pembedahan.
2. Prossedur operasi yang lama.
3. Trauma, dengan pertolongan yang lambat.
4. Nekrotik jaringan atau benda asing.Luka Kronik
5. Nekrotik jaringan atau benda asing.
6. Durasi yang lama.
7. Ukuran luka yang luas dan dalam.
8. Lokasi luka yang dekat dengan daerah
9. kontaminasi, seperti anal.

D. Tanda Dan Gejala


Luka infeksi pada luka akut atau lukoeprasi pada pasien yang sehat
kadang terlihat secara nyata. Namun pada luka kronik dan pasien yang
mengalami kelemahan, diagnosa baru bisa ditegakkan melalui pertimbangan
adanya tanda-tanda lokal atau tanda-tanda umum non spesifik seperti;
penurunan nafsu makan, kelemahan, memburuknya kondisi pasien atau kadar
glukosa yang tidak terkontrol.
Tingkat luka infeksi akan mempengaruhi terapi. Sangat penting untuk
dipertimbangkan dan dibedakan tanda dan gejala infeksi lokal, perluasan
infeksi, dan infeksi sistemik.Infeksi dapat menimbulkan tanda dan gejala yang
berbeda pada setiap jenis luka dan penyebab. Sistem scoring dan criteria
diagnostic telah dikembangkan untuk mengidentifikasi infeksi pada luka akut,
sepeti ‘Surgical site infection” ASEPSIS yang dikembangkan oleh Center for
Disease Control (CDC).
Mencegah infeksi
o Membersihkan luka merupakan faktor yang paling penting dalam
pencegahan infeksi luka. Sebagian besar luka terkontaminasi saat pertama
datang. Luka tersebut dapat mengandung darah beku, kotoran, jaringan mati
atau rusak dan mungkin benda asing.
o Bersihkan kulit sekitar luka secara menyeluruh dengan sabun dan air atau
larutan antiseptik. Air dan larutan antiseptik harus dituangkan ke dalam
luka.
o Setelah memberikan anestesi lokal, periksa hati-hati apakah ada benda asing
dan bersihkan jaringan yang mati. Pastikan kerusakan apa yang terjadi. Luka
besar memerlukan anestesi umum.
o Antibiotik biasanya tidak diperlukan jika luka dibersihkan dengan hati-hati.
Namun demikian, beberapa luka tetap harus diobati dengan antibiotik, yaitu:
 Luka yang lebih dari 12 jam (luka ini biasanya telah terinfeksi).
 Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus disayat/dilebarkan
untuk membunuh bakteri anaerob.
Profilaksis tetanus
o Jika belum divaksinasi tetanus, beri ATS dan TT. Pemberian ATS efektif
bila diberikan sebelum 24 jam luka
o Jika telah mendapatkan vaksinasi tetanus, beri ulangan TT jika sudah
waktunya.
Menutup luka
o Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan seksama,
luka dapat benar-benar ditutup/dijahit (penutupan luka primer).
o Luka tidak boleh ditutup bila: telah lebih dari 24 jam, luka sangat kotor atau
terdapat benda asing, atau luka akibat gigitan binatang.
o Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan luka tersebut dengan
menggunakan kasa lembap.
o Luka yang tidak ditutup dengan penutupan primer, harus tetap ditutup
ringan dengan kasa lembap. Jika luka bersih dalam waktu 48 jam
berikutnya, luka dapat benar-benar ditutup (penutupan luka primer yang
tertunda).
o Jika luka terinfeksi, tutup ringan luka dan biarkan sembuh dengan
sendirinya.
Infeksi luka
o Tanda klinis: nyeri, bengkak, berwarna kemerahan, terasa panas dan
mengeluarkan nanah.
o Tatalaksana
 Buka luka jika dicurigai terdapat nanah
 Bersihkan luka dengan cairan desinfektan
 Tutup ringan luka dengan kasa lembap. Ganti balutan setiap hari, lebih
sering bila perlu
 Berikan antibiotik sampai selulitis sekitar luka sembuh (biasanya dalam
waktu 5 hari).
o Berikan kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari) karena
sebagian besar luka biasanya mengandung Staphylococus.
o Berikan ampisilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari), gentamisin (7.5
mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB/dosis 3 kali
sehari) jika dicurigai terjadi pertumbuhan bakteri saluran cerna.
E. Diagnosa Luka Infeksi
1. Diagnosa luka infeksi dibuat berdasarkan pertimbangan klinis. Pengkajian
hingga evaluasi harus terus dilakukan secara continue.
2. Evaluasi terhadap tanda dan gejala luka infeksi meliputi keadaan umum
pasien, jaringan sekitar luka, dan luka itu sendiri. Pengkajian rutin dalam
perawatan luka akan membantu mendeteksi adanya tanda dini luka infeksi.
3. Resiko Infeksi
Resiko luka terhadap infeksi akan berbanding lurus dengan
adanya:a. Faktor-faktor yang melemahkan pasien, penurunan daya tahan
tubuh dan gangguan perfusi jaringan, seperti: Diabtes mellitus,
immunocompromsied status, hypoxia jaringan akibat anemia atau penyakit
cardiovascular/ respirasi, kerusakan ginjal, keganasan, rematik arthritis,
obesitas dan malnutrisi.b. Pengobatan, seperti: Kortikosteroid, agens
sitotoksik, dan immunosupresants.c. Faktor Psikologis, sepeti:
Hospitalisasi, personal hygiene yang buruk, dan pola hidup yang tidak
sehat.

F. Tanda dan gejala klinis infeksi luka


Organisme yang secara potensial patogen dapat terdapat di dalam luka
tanpa menyebabkan tanda-tanda klinis infeksi. Oleh karena itu, penting artinya
untuk membedakan antara organisme yang berkolonisasi pada luka tetapi tidak
menyebabkan kerusakan jaringan dan organisme yang menyebabkan respons
jaringan.
Pada infeksi tahap awal, mungkin tidak tampak tanda-tanda klinis tapi
organisme telah memicu memori imunologis. Dalam kasus ini, infeksi
dikatakan bersifat subklinis.
Apabila tampak tanda dan gejala infeksi, seperti pireksia, nyeri
setempat, dan eritema, edema lokal, eksudat yang berlebihan, pus, dan bau
busuk, maka berarti luka terinfeksi secara klinis. Dalam kasus ini, dianjurkan
untuk mengambil hapusan luka untuk mengidentifikasi organisme dan
pemeriksaan sensitivitas antibiotik, khususnya pada pasien lansia, pasien yang
sangat lemah, atau pada setiap pasien yang mengalami gangguan imunologis.
Sampel harus diambil sebelurn luka dibersihkan, dengan menghindari kulit dan
membran mukosa sekelilingnya yang mungkin didiami oleh organisme yang
berbeda dari organisme di dalam luka yang menyebabkan infeksi. Ahli
bakteriologi harus diberikan informasi sebanyak mungkin agar mereka mampu
memberikan layanan yang terbaik. Tempat luka, kemungkinan penyebabnya,
segala antibiotik sistemik yang baru-baru ini digunakan untuk alasan apa saja,
dan apakah luka memburuk dengan cepat atau tidak semuanya harus
dinyatakan dalam formulir bakteriologi.
Pada pasien yang sangat muda dan yang sangat tua, tanda-tanda klasik
infeksi luka, seperti yang telah dijelaskan panjang lebar, mungkin tidlak dapat
dilihat karena imaturitas atau kerusakan sistem imun. Letargi olau menolak
untuk makan mungkin merupakan satu-satunya tanda infeksi pascaoperasi yang
mengancam jiwa seorang bayi. Pada pasien yang sangat tua, bukti pertama
infeksi dapat berupa septikemia umum yang disertai, barang kali, oleh suhu
subnormal.
Cara bagaimana infeksi klinis timbul juga tergantung pada sifat-sifat
patogen. Infeksi dapat tetap terlokalisir dan menimbulkan abses diskret atau
dapat menyebar melalui sistem limfatik yang menyebabkan limfangitis dan
limfadenitis, dengan kemungkinan terbentuk abses di tempat yang jauh.
Observasi luka dan pengkajian pada pasien terhadap infeksi setelah
pembedahan.

G. Penyebaran infeksi
1. Sumber-sumber infeksi
Sumber infeksi dapat bersifat endogen, yaitu berasal dari pasien itu
sendiri, atau eksogen, yaitu berasal dari kasus infeksi atau karier.
Banyak patogen potensial yang bersifat komensal, hidup di dalam
usus atau saluran pernapasan atas. Flora usus dengan mudah dapat
mengkontaminasi luka didekatnya, seperti dekubitus daerah sakrum atau
ulkus tungkai, khususnya pada pasien konfusi yang menderita
inkontinensia fekal. Komensal kulit dapat masuk melalui luka pada kulit.
Dengan demikian, pasien dapat menginfeksi diri mereka sendiri.
Kemungkinan lain, sumber dari suatu infeksi dapat pula berasal
dari pasien lain. Pasien yang telah pulih kembali dari infeksi masih dapat
menjadi karier konvalesen. Meskipun demikian, karier yang paling
berbahaya adalah pasien yang tidak pernah memperlihatkan tanda dan
gejala penyakit dan oleh karenanya mereka tidak pernah teridentifikasi
sebagai karier.

. Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi luka


Mikroorganisme Sumber-sumber potensial Perhatian
Staphylococcus aureus Berada dalam hidung 20- Penyebab terumum dari infeksi luka
30% populasi normal yang didapatkan di rumah sakit
Streptokokus Terdapat dalam 5% Dapat menyebabkan kegagalan graft
hemolitikus- populasi dan di dalam kulit dan sepsis puerperal pada unit
(Lancefied group A) tenggorok seseorang kebidanan
yang menderita tonsilitis.
Escherichia coli Flora usus normal pada Dapat menyebabkan infeksi setelah
Proteus spp. individu yang sehat pengeluaran isi usus pada saat
pembedahan
Klebsiella spp. Di dalam usus dan juga Dapat menyebabkan infeksi pada
Pseudomonas spp. hidup bebas pada traktus genito-urinarius dan
lingkungan yang lembab respiratorius
Clostridium welchii Dalam usus dan dalam Dapat menyebabkan gas gangren
tanah pada luka trauma yang kotor dan
dalam atau dimana terdapat
pemasangan prostesis, khususnya di
tempat di mana pasokan darahnya
buruk
Clostridium tetani Tanah Dapat menyebabkan tetanus pada
luka traumatik
Bakteroides spp. Usus Dapat menyebabkan peritonitis dan
abses

Hewan juga dapat menjadi sumber infeksi. Sebagai contoh, antraks


dan bruselosis dapat menjangkiti manusia dari lemak sapi yang terinfeksi,
dan gejala awalnya bergantung pada cara bagaimana organisme tersebut
masuk ke dalam hospes.
2. Penularan
Media penularan yang paling banyak dari sebuah sumber infeksi ke
hospes yang rentan adalah tangan perawat, diikuti oleh benda mati yang
terkontaminasi, misalnya instrumen dan pakaian. Partikel debu yang
mengandung organisme dan kulit yang mengelupas, serta droplet ekshalasi
dari pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas, bertebaran di udara dan
dapat terhirup oleh pasien lain, atau dapat juga mendarat sampai di
permukaan luka yang terbuka. Organisme patogen dapat di tularkan melalui
makanan yang terkontaminasi atau melalui air yang terkontaminasi, atau
serangga.
Cara masuk ke dalam hospes yang rentan dan respons imun
Agar suatu agens infeksius dapat menginfeksi, agens tersebut harus
dapat masuk ke dalam hospes yang rentan, menginvasi atau menetralkan
pertahanan imunologis tubuh, dan selanjutnya mengadakan multiplikasi.
Organisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui orifisium alamiah,
terutama pada saat menerobos masuk bersama prosedur “terapeutik,” seperti
kateterisasi, atau menembus mekanisme pertahanan tubuh yang
non-spesifik, seperti pada kulit dan membran mukosa yang utuh.
Dalam hal ini, luka bedah merupakan suatu kasus khusus, karena
terjadi penembusan pertahanan tubuh yang disengaja. Faktor yang
mempengaruhi apakah terjadi infeksi klinis atau tidak dalam luka yang
dibuat secara pembedahan, diringkas pada Gambar 9.4. Lebih jauh lagi,
faktor-faktor yang paling penting adalah tingkat kontaminasi luka pada saat
dilakukan pembedahan, serta menggunakan antibiotik profilaksis atau tidak.
Pada luka kotor, angka infeksi mungkin menjadi 25 kali lebih tinggi
daripada luka bersih. Beberapa infeksi luka bedah sangat sulit untuk
dihindari, khususnya bila ahli bedahnya secara tidak sengaja menemukan
pus atau visera yang mengalami perforasi. Pembicaraan lebih lanjut
mengenai epidemiologi dari infeksi luka bedah dan juga implikasinya bagi
perawatan pasien, baik pra- maupun pascaoperasi disajikan dalam.
Jika organisme patogen berhasil menembus pertahanan primer tubuh
dengan cara apa saja, maka hal tersebut dapat memicu respons spesifik dan
didapat. Komponen dari sistem respons imun pesifik, yaitu limfosit B dan T,
bekerja sama erat dengan polimorfi dan makrofag dari sistem imun
non-spesifik untuk menetralkan organisme yang menyerangnya serta
mengeliminasi organisme tersebut. Respons imun spesifik berbeda dari
imunitas non-spesifik dalam dua karakteristik yang mendasar yaitu
spesifitas dan memori. Spesifitas mengacu pada kenyataan bahwa sistem
imun spesifik tersebut hanya efektif melawan patogen atau bahan-bahan
yang pernah dijumpai sebelumnya. Untuk memperkuat respons agar
menjadi efektif membutuhkan waktu beberapa hari dari awal kontaknya
dengan patogen tersebut. Memori dari pertemuan sebelumnya
memungkinkan mekanisme pertahanan spesifik untuk bekerja jauh lebih
cepat pada kesempatan kedua dan berikutnya. Efisiensi sistem ini, dan daya
tahan hospes terhadap infeksi, menurun dengan bertambahnya usia, serta
pada orang-orang dengan gangguan imun atau adanya infeksi kronis,
khususnya jika pasien tersebut juga mengalami malnutrisi.
Efek merusak diri mikroorganisme disebabkan oleh destruksi
jaringan langsung oleh organisme tersebut, respons tubuh terhadap
organisme, ataupun efek dari toksin yang dilepaskan oleh mikroorganisme
tersebut. Eksotoksin disekresi oleh organisme ke dalam hospes sehingga
menyebabkan kondisi seperti gas gangren, tetanus, dan botulisme.
Endotoksin, yang dilepaskan akibat kematian organisme patogen, dapat
mempunyai efek yang sama dramatisnya, dan dalam kasus ekstrem dapat
menyebabkan syok septikernia, yang terbukti fatal jika tidak dikenali dan
diobati secara cepat. Syok septikemia ditandai dengan vasodilatasi perifer
dan penurunan tekanan darah yang tajam.

H. Pencegahan infeksi luka


Prinsip-prinsip pencegahan infeksi luka didasarkan pada pemutusan
rantai kejadian yang menyebabkan organisme berpindah dari sebuah sumber ke
dalam hospes yang rentan serta mengadakan multiplikasi di sana (Gambar 5.1).
Rantai tersebut dapat diputuskan di beberapa tempat, misalnya dengan :
1. Mengisolasi sumber infeksi potensial, dengan barier keperawatan
2. Membersihkan dan melakukan desinfeksi secara efektif terhadap lingkungan
fisik
3. Perawat dan pemberi asuhan lainnya melakukan cuci tangan yang efektif
4. Teknik pembalutan luka yang aseptic
5. Melindungi pasien yang rentan, yang mungkin memerlukan hal yang
berlawanan dengan barier keperawatan

I. Teknik pembalutan aseptik


Tujuan dari setiap teknik aseptik adalah untuk mencegah perpindahan
organisme patogen ke hospes yang rentan, baik melalui kontak langsung
maupun tidak langsung. Pada luka terbuka, di mana barier epidermalnya yang
sangat efektif menghalangi masuknya mikroorganisme telah hilang, kadar
kontaminan yang sangat kecil sekalipun sudah dapat menyebabkan
berkembangnya infeksi klinis, terutama bila organismenya sangat virulen dan
pejamunya memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap infeksi, akibat
defisiensi sistem imun.
Meskipun penanggungjawab di bidang kesehatan merekomendasikan
prosedur pembalutan luka yang sedikit berbeda, namun pada dasarnya prinsip
prosedur tersebut sama, yaitu mencegah masuknya organisme melalui kontak
antara luka dengan tangan perawat benda, seperti forsep, larutan pembersih,
atau lingkungan fisik saat itu. Kepatuhan terhadap adat kebiasaan pembalutan
luka, yang menjadi bagian dari tradisi yang diwariskan kepada siswa perawat
yang baru, dapat menyebabkan adanya pengkajian yang keliru keamanan
pasien dari infeksi.
Sejumlah teknik pengapusan (swab) yang berbeda dipraktikkan di
daerah yang berbeda baik di Inggris maupun Amerika Serikat. Perawat,
mungkin bersikeras bahwa metode merekalah yang terbaik, ternyata dari tiga
metode yang ia uji untuk membersihkan keluaran dari luka bedah, tidak ada
teknik yang secara bermakna lebih baik daripada yang lain dan semua teknik
tersebut hanya menyebabkan redistribusi mikroorganisme. Lebih lanjut lagi,
kepatuhan yang erat terhadap praktik ritualistik dapat menghalangi perawat
menggunakan akal sehatnya untuk menemukan cara terbaik dalam melakukan
pembalutan di tempat yang sulit, dengan tetap menerapkan prinsip asepsis.
Memang sangat sulit memegang beberapa balutan modem dengan forseps, olch
karena itu harus dicari metode alternatif yang praktis, dan harus tetap
memelihara, prinsip bahwa hanya bahan yang tidak terkontaminasi yang dapat
kontak langsung dengan permukaan luka terbuka. Pendekatan praktis untuk
pernbersihan luka pada tipe luka yang berbeda, telah dibicarakan dalam Bab 4.
Apron plastik sekali pakai dapat melindungi pasien dari organisme
yang mengkontaminasi seragam perawat, tetapi masker kertas tidak efektif
dipakai untuk mencegah hinggapnya organisme dari traktus spiratorius bagian
atas perawat di permukaan luka.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi fisiko infeksi adalah
membuka luka dalam waktu sesingkat mungkin. Luka yang bersih harus
dibalut sebelum membalut luka yang terkontaminasi. Pembuangan bekas
balutan yang kotor harus benar-benar diperhatikan, dan kedua tangan harus
dicuci secara efektif di awal dan di akhir setiap tindakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka
adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek
akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat
memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang
komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang
perawatan luka yang berkualitas

B. Saran
Pergunakanlah makalah ini sebagai pedoman dalam pembelajaran perawatan
luka modern.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan
Bedah. Jakarta: EGC.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Yogyakarta: Sahabat Setia.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EG

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.,1996. Prevalence And Incidence Statistic For Open Wound.


(Online). Http://Www.Wrongdiagnosis.Com/O/Openwound/Stats.Htm.
Diakses Tanggal 20 Maret 2006.
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinik. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta.

Dunna, D.I. Et Al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process


Approach 2 Nd Edition : WB Sauders.

Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kaufmann A. et al. Infect Immun. 1999 Dec;67(12):6303-


8 http://www.ascenion.de /index.php?id=233&L= akses 2 feb 2007

Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.

Potter And Perry. (1999). Fundamental Keperawatan. Edisi 4 EGC, Jakarta.

Specialty Medical Supply (2007). Featured Categories Within Wound Care


Dressings Http://Www.Specialtymedicalsupply.Com/Medical-
Supply/Absorbers/

Anda mungkin juga menyukai