Anda di halaman 1dari 21

STUDI KHASIAT, KEAMANAN DAN MUTU KEMANGI (Ocimum sp.

)
1 2 3
Ayu Syafitri S (G84110002) , Synta HF , Popi Asri Kurniatin
1 2 3
Mahasiswa Praktikum , Asisten Praktikum , Dosen Praktikum
Pengantar Penelitian Biokimia
Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
2014

ABSTRAK
Kemangi (Ocimum sp.) merupakan salah satu tanaman yang
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, namun memiliki potensi sebagai tanaman
obat. Daun kemangi berwarna hijau, berbau aromatik kuat dan terasa kasar.
Simplisia yang diperoleh melalui teknik thermogravimetri berukuran 0.5 mm,
berwarna hijau gelap, berbau aromatik lemah dan terasa tawar dengan kadar air
sebesar 7.5%, susut sampel sebesar 88.36%, rendemen ekstrak sebesar 6.39%
dan rendemen ekstrak terkoreksi sebesar 6.92%. Mutu simplisia diuji dan
ditentukan kandungan bioaktif yang terlarut dalam ekstrak etanol daun kemangi,
mengetahui teknik dan metode ekstrasi jahe dengan maserasi, dan dilakukan
penentuan potensi farmakologi sederhana dari suatu sediaan tanaman obat melalui
metode BSLT (Brine shrimp lethality test) dan pengujian aktivitas antibakteri.
Ekstrak etanol daun kemangi mengandung senyawa aktif alkaloid, tanin,
flavonoid, saponin dan steroid, sedangkan komponen triterpenoid tidak
dikandung oleh ekstrak daun kemangi. Konsentrasi ekstrak (ppm) yang diperoleh
dari penentuan LC50 adalah 248.90 ppm. Nilai konsentrasi menunjukkan bahwa
ekstrak kemangi bersifat toksik karena tidak berada dalam rentang LC 50 < 1000
ppm. Daun kemangi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus, namun memiliki aktivitas anti bakteri pada Escherichia coli dengan
KHTM pada 100 ppm dengan diameter zona bening sebesar 0.661 cm.
Kata kunci: Ekstrak daun kemangi, analisis mutu, uji fitokimia, BSLT, uji
antibakteri

Pendahuluan
Tanaman obat adalah tanaman yang mengandung bahan yang dapat
digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan
obat sintetik (WHO dalam Sofowora 1982). Penggunaan bahan alam sebagai obat
cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis
berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap
obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga
dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Namun,
untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat secara pasti perlu dilakukan
penelitian, uji praklinis dan uji klinis.
Salah satu tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat adalah daun
kemangi (Ocimum sanctum Linn.) (gambar 1). Tanaman kemangi merupakan
tanaman herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, dan
tingginya 0,3-1,5 meter. Daunnya tunggal, berhadapan, tangkai daun berukuran
0,25-3 cm, berbentuk bulat telur – elip – memanjang dengan ujung meruncing
atau tumpul, di kedua permukaan berambut halus, tepi daun bergerigi lemah-
bergelombang-rata. Susunan bunganya majemuk berkarang atau tandan, terminal,
dan panjangnya 2,5-14 cm (Sudarsono dkk. 2002).

Gambar 1 Kemangi
Daun kemangi mengandung tanin (4,6%), flavonoid, steroid, triterpenoid,
minyak atsiri (2%), asam heksauronat, pentosa, xilosa, asam metil homoanisat,
molludistin serta asam ursolat (Peter 2002 dan Meyer et al. 1982). Komponen
minyak atsiri Ocimum sanctum terdiri dari α-pinen, β-pinen, sabinen, mirsen,
limonen, 1,8 sineol, Z-β-osimen, E-β-osimen, E-sabinenhidrat, E-α-bergamoten,
β-kariofilen, E-β-farnesen, α-humulen, metilkavikol, α-terpineol, germakaran-D,
β-bisabolen, α-bisabolen, eugenol (62%), metileugenol, α-bisabolol, eukaliptol,
estragol, borneol, osimen, geraniol, anetol, 10-kadinol, β-karofilen, α-terpinol,
kamfora, 3-oktanon, safrol, seskuitujen, linalool. Flavonoidnya terdiri dari flavon
epigenin, luteolin, flavon-O-glikosida apigenin 7-O-glukoronida, luteolin 7-
Oglukoronida, flavon C-glukosida orientin, vicenin, cirsilineol, cirsimaritin,
isothymusin, isothymonin (Sudarsono dkk. 2002 dan Depkes RI 1995).
Kandungan fitokimia tersebut menyebabkan daun kemangi mempunyai
beragam khasiat antara lain: analgesik, antiamnesik, nootropik, antihelmintik, anti
bakterial, anti katarak, anti fertilitas, anti hiperlipidemi, anti inflamasi, anti
lipidperoksidatif, anti oksidan, anti stress, anti thyroid, antitusif, anti ulkus,
kemoprotektif, imunomodulator, radioprotektif, aktivitas hipoglikemik, aktivitas
hipotensif, dan anti kanker (Dattani 2008). Kemangi juga memiliki beragam efek
biologi dan farmakologi pada kandungan minyak atsiri dan ekstrak etanol daun
kemangi yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri seperti: Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli (Sudarsono dkk. 2002).
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia bergantung pada bagian
tanaman yang digunakan, umur tanaman, atau bagian tanaman saat panen, waktu
panen, dan lingkungan tempat tumbuh (Agoes 2007). Kandungan senyawa aktif
dari daun kemangi dapat diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan
peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam sel ditarik oleh
pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut tersebut. Metode ekstraksi
bahan alam umumnya dilakukan dengan maserasi. Maserasi merupakan teknik
ekstraksi menggunakan pelarut-pelarut organik yang volatil. Penekanan utama
pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan
jaringan yang diekstraksi (Guether 1987).
Penggunaan suatu bahan alam sebagai senyawa obat perlu perlu melalui
uji toksisitas. Uji toksisitas didefinisikan sebagai segala hal yang memiliki bahaya
dari senyawa aktif maupun dari obat terhadap organisme target. Uji toksisitas
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan uji toksisitas akut
dengan efek toksik suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang
waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Hasilnya akan diperoleh nilai

LC50 dengan mengamati tingkat kematian Artemia salina L. Suatu ekstrak


dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1000 μg/mL (Mayer

and Ferrigni 1982). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan


dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau dengan media air
(Juniarti dkk 2009).
Artemia salina Leach adalah udang tingkat rendah yang hidup sebagai zoo
plankton. Artemia pada tahun 1778 diberi nama Cancer salinus yang kemudian di
ubah menjadi Artemia salina. Telur yang siap menetas berwarna keabu-abuan.
Media penetasan yang umumnya digunakkan adalah air laut dengan kadar garam
± 30%. Media ini dapat dibuat dengan mengencerkan air laut dengan air tawar.
o
Suhu air yang baik selama proses penetasan ialah 25-30 C dengan kadar oksigen
2 mg/mL. Perangsangan proses penetasan dapat dilakukan dengan penambahan
sumber cahaya pada wadah. Pada umumnya, telur-telur Artemia salina L ini akan
menetas menjadi anak Artemia yang dinamakan naulius (Baraja 2008).
Aktivitas penghambatan bakteri dapat dilakukan dengan menghambat
pertumbuhan dinding sel, mengubah permeabilitas membran sel atau menghambat
pengangkutan aktif melalui membran sel, menghambat sintesis protein dan
menghambat sintesis asam nukleat sel. Aktivitas antibakteri dibagi menjadi 2
macam yaitu aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan tetapi tidak
membunuh patogen) dan aktivitas bakterisidal (dapat membunuh patogen dalam
kisaran luas) (Brooks dkk. 2005).
Uji antibakteri yang digunakan ialah metode difusi dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak
(Hermawan dkk. 2007). Bakteri indikator yang digunakan adalah Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus. Ekstrak senyawa antibakteri pada kadar terkecil yang
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai Kadar
Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Larutan
yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair
tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan
sebagai Kadar Bunuh Minimal (KBM) atau Minimal Bactericidal Concentration
(MBC) (Pratiwi 2008).
Tujuan praktikum ini adalah membuat sediaan simplisia daun mengkudu,
menentukan mutu simplisia terhadap kandungan bioaktif terlarut dalam tanaman
obat, mengetahui teknik dan metode ekstraksi dari daun mengkudu, dan
menentukan potensi farmakologi sederhana dari suatu sediaan tanaman obat
melalui metode BSLT (brine shrimp lethality test).

Metode Percobaan
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia
FMIPA IPB setiap hari Kamis pukul 10.00-13.00 WIB, mulai tanggal 27 Februari
sampai 20 Maret 2014.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain pisau stainless
steel, oven, blender, wadah plastik, kantong plastik, nampan pengering,
mikroskop, cawan petri steril, eksikator, neraca analitik, labu bersumbat, labu
takar, labu Erlenmeyer 500 mL, shaker orbital, evaporator dan asesorisnya,
aluminium foil, plastik perekat, kertas saring, lemari es, wadah penumbuh larva
udang, lampu, vial pengujian, tabung reaksi, pipet Mohr, pipet tetes, pipet mikro,
autoklaf, laminar air flow, dan penggaris.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini, antara lain daun
kemangi 1 kg, simplisia kemangi, akuades steril, larutan etanol 95%, larutan
kloroform, larva udang Artemia salina L., ekstrak kemangi, air laut, larutan
amonia, larutan H2SO4, reagen Dragendorf, reagen Meyer, reagen Walkner,
larutan etanol 30%, larutan asam glasial, larutan asam sulfat pekat, media nutrient
agar (NA), media nutrient broth (NB), isolat bakteri Escherichia coli, isolat
bakteri Staphylococcus aureus, kloramfenikol dan larutan DMSO 2%.

Prosedur Percobaan
Pembuatan Simplisia Tanaman Obat. Tanaman obat daun kemangi
dipreparasi melalui beberapa tahap, yaitu pencucian dan penyotiran basah. Daun
kemangi dicuci dengan air bersih, lalu ditiriskan dalam wadah berlubang-lubang
agar air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, kemudian ditempatkan ke dalam
wadah yang bersih dan kering. Daun kemangi sebanyak 3 kg ditempatkan dalam
o
nampan tahan panas, dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama 3 hari.
Simplisia kering ini ditimbang beratnya dan dihaluskan menggunakan alat
penggiling (blender) berukuran 20-80 mesh, dikemas dalam plastik, dan disimpan
dalam suhu ruang untuk pengujian selanjutnya.

Analisis Mutu Simplisia Tanaman Obat. Simplisia daun kemangi yang


telah didapat, selanjutnya ditentukan bau dan rasanya pada pengujian
organoleptik. Simplisia daun kemangi juga dilihat dengan menggunakan kaca
pembesar untuk ditentukan morfologi, ukuran, dan warna dalam uji makroskopik.
Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat
pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji
berupa serbuk simplisia daun kemangi mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang
khas menggunakan mikroskop. Hasil yang didapat berupa gambar fragmen
pengenal yang spesifik pada simplisia tersebut.
Penentuan kadar air simplisia. Cuplikan simplisisa daun kemangi
ditimbang sebanyak 1-2 g pada sebuah cawan yang sudah diketahui bobotnya.
Cuplikan simplisia dikeringkan pada oven dengan suhu 105 selama 3 jam.
Cuplikan lalu didinginkan dalam eksikator. Pekerjaan ini dilakukan penimbangan
berulang- ulang hingga diperoleh bobot tetap.
Ekstraksi Tanaman Obat. Sebanyak dua labu Erlenmeyer 500 mL
disiapkan kemudian dimasukkankan 30 g simplisia daun kemangi pada masing-
masing Erlenmeyer tersebut. Kedua labu Erlenmeyer ditambahkan pelarut
ekuades etanol masing-masing sebanyak 300 mL. Erlenmeyer ditutup dengan
aluminium foil, lalu digoyang dengan kecepatan 250 rpm selama 3 jam,
selanjutnya disimpan selama 2×24 jam di tempat gelap pada suhu ruang. Ekstrak
disaring menggunakan kertas saring. Filtrat ditempatkan pada labu evaporator
yang telah diketahui bobotnya. Pelarut/ filtrat diuapkan dengan menggunakan
o
vakum evaporator pada suhu pemanasan tidak lebih dari 50 C. Ekstrak-ekstrak
o
tersebut dapat disimpan dalam lemari es suhu 4 C untuk digunakan dalam
pengujian selanjutnya. Pelarut-pelarut yang digunakan kemudian ditentukan
rendemennya.
Pengujian Screening Fitokimia dan Potensi Farmakologi Ekstrak
Tanaman Obat. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.5 g ekstrak ditimbang, lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan kloroform sebanyak 1.5 mL dan
3 tetes larutan amonia ditambahkan juga ke dalam tabung reaksi, lalu dikocok
hingga homogen. Larutan H2SO4 2 M dipipet sebanyak 2 tetes ke dalam tabung
reaksi. Hasil yang didapat berupa dua fraksi, yaitu fraksi asam (bagian atas) dan
fraksi kloroform (bagian bawah). Fraksi kloroform dipipet ke dalam tiga plat tetes
yang berbeda. Plat-1 ditambahkan reagen Dragendorf, hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan merah. Plat-2 ditambahkan reagen Meyer, hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih. Plat-3 ditambahkan
reagen Walkner, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan cokelat.
Uji tanin. Sampel ekstrak diencerkan 1:10, lalu dididihkan
selama 5 menit. Sebanyak 3 tetes sampel dipindahkan ke plat tetes dan

ditambahkan 3 tetes FeCl3 1% (v/v).Terbentuknya warna biru tua atau hijau


kehitaman menunjukkan adanya kandungan tanin dalam ekstrak. Uji Flavonoid.
Sampel ekstrak diencerkan 1:2, lalu sebanyak 0.3 ml dicampurkan dengan 1.5 ml
0
metanol dan dipanaskan pada suhu 50 C selama 5 menit. Kemudian 5 tetes
larutan tersebut dipindahkan ke plas tetes dan ditambahkan 5 tetes asam sulfat
pekat. Terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid pada larutan. Uji
Saponin. Sampel ekstrak dengan pengenceran 1:10, diambil sebanyak 10 ml ke
dalam tabung reaksi lalu dikocok kuat selama 10 menit. Tabung reaksi kemudian
didiamkan selama 15 menit. Hasil yang didapat berupa terbentuknya busa yang
stabil (selama 1-10 menit). Hal ini menandakan adanya senyawa saponin dalam
larutan tersebut. Uji Fitosterol (Terpenoid dan Steroid). Sampel ekstrak
dilarutkan dengan 2 ml etanol 30% dan dipanaskan. Filtratnya diuapkan dan
ditambahkan 1 ml eter. Fraksi eter sebanyak 5 tetes dipindahkan ke plat tetes dan
ditambahkan 3 tetes asam anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Adanya
terpenoid telihat dari terbentuknya warna merah atau ungu, sedangkan adanya
steroid terlihat dari terbentuknya warna hijau.
Penumbuhan larva udang. Air laut dimasukkan ke dalam wadah kecil
yang sudah dibagi menjadi dua bagian ruangan dengan menggunakan sekat. Telur
udang Artemia salina Leach dimasukkan ke dalam salah satu ruangan. Ruangan
itu kemudian ditutup. Sisi lainnya dibiarkan terbuka atau diberi lampu untuk
menarik udang yang telah menetas melalui lubang sekat, sehingga anak udang
dapat terpisahkan dari bagian telur atau kulit telur. Telur udang akan menetas
menjadi udang-udang kecil setelah dua hari, yang disebut nauplii, dan siap
digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Ekstrak etanol daun
kemangi diuji potensi farmakologinya dengan metode BSLT. Ekstrak dikeluarkan
dari pendingin satu jam sebelum pengujian dilakukan. Sebanyak 10 ekor larva
udang dimasukkan ke dalam vial yang di dalamnya terdapat sampel uji (ekstrak
etanol daun kemangi) dengan konsentrasi 0 ppm sebagai kontrol, 10 ppm, 50 ppm,
100 ppm, dan 500 ppm. masing-masing dilakukan dua kali pengulangan. Larva
udang yang mati dihitung jumlahnya setelah 24 jam, untuk tiap-tiap
konsentrasi dihitung dan dicatat (McLaughlin et al 1998). Nilai LC50 ditentukan
dengan menggunakan analisis probit program SPSS.
Penentuan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun kemangi. Uji
aktivitas antibakteri menggunakan metode perforasi atau difusi sumur. Pembuatan
media nutrient broth (NB). Mula-mula sebanyak 13 g NB dan 28 g NA dilarutkan
masing-masing ke dalam 1 L akuades. Selanjutnya, campuran diletakkan di
penangas dan diaduk dengan batang pengaduk. Sebanyak 10 mL campuran NB
dan 20 mL campuran NA dipipet masing-masing ke dalam tabung erlenmeyer lalu
mulut tabung ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Setelah itu, campuran
o
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 C dan 2 atm selama 15 menit.

Regenerasi bakteri. Awalnya, biakan stok bakteri digoreskan pada agar


o
miring yang masih baru kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam.
Biakan diambil satu ose dan diinokulasi ke tabung reaksiyang berisi 5 mL media
NB cair steril. Selanjutnya, tabung tersebut diinkubasi selama 18 jam pada suhu
o
37 C lalu ukur OD 600.
Penyiapan sampel. Sampel ekstrak ditimbang sebanyak 0,05 g kemudian
ditera dengan akuades hingga 50 mL sehingga didapatkan larutan stok 1000 ppm.
Selanjutnya, sebanyak 25 mL dari larutan stok dipipet dan ditambahkan 25 mL
akuades sehingga didapatkan larutan 500 ppm. Langkah tersebut diulang dari
larutan 500 ppm sehingga didapatkan larutan 250 ppm. Pengenceran terakhir
dilakukan dengan mengambil 20 mL dari larutan 250 ppm lalu ditambahkan 30
mL akuades sehingga didapatkan larutan 100 ppm.
Penentuan aktivitas antibakteri. Biakan yang sudah diregenerasi diambil
o
100 µL dan dicampurkan ke dalam 12 mL media NA yang bersuhu 45 C dalam
cawan petri steril lalu cawan digoyang agar campuran merata di seluruh
bagiandan didiamkan pada suhu kamar hingga agar memadat. Setelah itu, enam
cakram kertas steril yang berukuran sama ditempelkan pada permukaan agar.
Sebanyak 15 µL larutan ampisilin (kontrol positif), akuades steril (kontrol
negatif), dan kelima larutan sampel kemudian diteteskan pada cakram lalu
diinkubasi selama 24 jam. Selanjutnya, zona bening yang terbentuk diukur
diameternya dengan jangka sorong.
Hasil dan Pembahasan
Tanaman kemangi merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang
banyak dimanfaatkan di Indonesia. Tanaman ini telah digunakan oleh masyarakat
luas utuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kebenaran akan suatu
komponen yang berfungsi sebagai obat sangat berpengaruh terhadap kualitas obat
yang dihasilkan, oleh karena itu dibutuhkan tahapan Quality Assurance dalam
menyeleksi komponen-komponen obat yang hendak dipergunakan. Proses identifikasi komponen
obat sintetik dapat dilakukan dengan reaksi kimia yang spesifik yang perlu didikung hasil
pengamatan visual. Bagian tanaman yang digunakan ialah daun kemangi. Daun kemangi memiliki
ciri visual berwarna hijau, permukaan kasar dengan bau aromatik kuat yang khas (tabel 1). Tabel 1
Organoleptik daun kemangi sebelum menjadi simplisia
Parameter Hasil
Warna Hijau
Permukaan Kasar
Bau Aromatik kuat
Tahap awal dalam mengidentifikasi komponen tanaman obat ialah
pembuatan simplisia. Pembuatan simplisia ini bertujuan mengurangi kadar air
yang dikandung oleh bahan yang akan diuji serta meningkatkan luas permukaan
substrat sehingga lebih mudah melakukan reaksi (Winarno 1997). Data yang
diperoleh (tabel 2) bahwa simplisia daun kemangi berukuran 0.5 mm dengan
warna hijau tua. Simplisia ini merupakan simplisia nabati yang telah dikeringkan
dalam bentuk serbuk dengan bau aromatik lemah dan rasa yang tawar.
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno 1997).
Kandungan air dalam bahan pangan menyebabkannya tidak dapat disimpan dalam
waktu yang lama. Oleh karena itu, kadar air dalam bahan pangan perlu dikurangi
untuk memperpanjang umur simpannya. Menurut Winarno (1997) sampel yang
baik untuk disimpan dalam jangka panjang adalah sampel yang memiliki kadar air
kurang dari 10%. Pengeringan bahan temu-temuan hingga kadar air mencapai 9-
10% dapat menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri (Rukmana 1994).
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu metode
pengeringan (thermogravimetri), metode destilasi, metode kimia dan metode fisis.
Tabel 2 Analisis mutu simplisia
Parameter Hasil
Organoleptik
- Bau Aromatik lemah
- Rasa Tawar
Makroskopik
- Ukuran 0.5 mm
- Warna Hijau gelap
Mikroskopik

Kadar Air 7.5%


Susut Sampel 88.36%
Rendemen ekstrak 6.39%
Rendemen ekstrak terkoreksi 6.92%
Contoh perhitungan:
Bobot cawan +berat bobot cawan +sampel

Kadar air = samp el sebelum dikeringkan setelah dikeringkan

× 100%
bobot sampel awal

= 20.98− 20.83 × 100%

2.00

= 7,5%
Susut sampel = bobot sampel basah − bobot sampel kering
× 100%
bobot sampel basah

= 1100− 128
× 100%
1100

= 88.36%

Rendemen ekstrak (cawan 1 dan 2) = bobot cawan +ekstrak − bobot cawan kosong
x 100%
bobot simplisia

= 99.16g−94.8 0 g x 100%
68.15 g

= 6.39 %
Rendemen terkoreksi = bobot cawan +ekstrak − bobot cawan kosong x 100% bobot simplisia −(kadar air x bobot simplisia )
99.16g−94.80 g
=
68.15 g−(7.5% x 68.15 g) x 100%

= 6.92%
Kadar air ditentukan melalui metode thermogravimetri yang dilakukan
triplo (AOAC 2006). Prinsip metode thermogravimetri adalah menguapkan air
yang ada dalam bahan melalui pemanasan. Secara umum proses thermogravimetri
dilakukan dengan perlakuan yang mencakup penimbangan, pengovenan,
pendinginan hingga diperoleh berat konstan (Sudarmadji dkk.1989). Cawan yang
digunakan untuk menampung sampel pada metode ini di oven terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk meminimalisir kadar airnya. Kadar air
temu ireng hasi lpercobaan dengan tiga kali pengukuran (tabel 2) ialah 7.5%
dengan susut sampel sebesar 88.36%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan
Fadlianti (2010) bahwa kadar air dari daun kemangi adalah 7.99%. Hasil
pengeringan sampel yang diperoleh dapat dinyatakan baik karena memiliki kadar
air lebih kecil dari 10% sehingga tidak mudah terkontaminasi oleh mikroba.
Fitokimia merupakan senyawa yang ditemukan pada tumbuhan, tidak
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh namun memiliki efek yang menguntungkan
bagi kesehatan. Keberadaan senyawa–senyawa ini merupakan hasil dari proses
biosintesis dengan berbagai khasiat, antara lain sebagai pelindung terhadap
penyakit atau pemangsa (Achmad 2001). Pengujian kandungan fitokimia ekstrak
tanaman kemangi meliputi uji alkaliod (uji Dragendorf, Meyer dan Wagner),
tanin. Flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid. Berdasarkan hasil pengamatan
(tabel 3) diperoleh bahwa ekstrak etanol daun kemangi memiliki kandungan
alkaloid, tanin, flavonoid, saponin dan steroid. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya bahwa ekstrak tanaman kemangi mengandung flavonoid (Fathiazad
dkk. 2008); saponin, tanin (Ramasubramania dkk. 2012); alkaloid, terpenoid
(Naibaho dkk. 2013); Steroid (Tewari dkk. 2012), namun menurut Bilal dkk.
(2012) ekstrak daun kemangi juga mengandung triterpenoid.

Tabel 3 Uji fitokimia daun kemangi


Uji Pengamatan Gambar
1 2
1. Alkaloid
 Dragendorf + +

 Meyer + +

 Wagner + +

2. Tanin + +
3. Flavonoid + +

4. Saponin + +

5. Steroid + +
6. Triterpenoid - -

Keterangan: ( + ) : mengandung senyawa


( - ) : tidak mengandung senyawa
Uji alkaloid yang dilakukan terhadap ekstrak etanol kemangi menunjukkan
hasil positif pada pengujian dengan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner.
Hasil positif pereaksi Meyer akan bereaksi dengan alkaloid dan membentuk
endapan berwarna putih, pereaksi Wagner akan bereaksi dengan alkaloid dan
membentuk endapan berwarna coklat sedangkan dengan pereaksi Dragendorff
membentuk endapan berwarna jingga (Robinson 1995). Hasil positif ekstrak
etanol kemangi mengandung alkaloid pada uji Dragendorf ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah
kaliumalkaloid. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid
yang mengendap (Ketaren 1985).
Uji tannin terhadap ekstrak kemangi menunjukkan hasil positif yang
mengandung senyawa tannin karena terjadi perubahan warna yang menunjukkan
hasil positif. Hasil positif uji ini dapat dilihat dari perubahan warna yang terjadi
pada saat penambahan larutan FeCl3 1% yaitu warna hijau kehitaman.Pada
penambahan larutan FeCl3 1% yang bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil
yang ada pada senyawa tanin. Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara luas untuk
mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tanin (Robinson 1995).
Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat asam. Flavonoid merupakan
senyawa fenol yang mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali
berikatan dengan gula sebagai glikosida. Asam klorida (HCl) ditambahkan agar
kemudian terbentuk aglikon flavonoid, setelah amilalkohol ditambahkan dan
dikocok kuat akan terbentuk dua lapisan, lapisan amilalkohol berada diatas dan
berwarna merah menunjukan adanya senyawa flavonoid (Ketaren 1985). Kemangi
mengandung senyawa flavonoid, hal ini dibuktikan dari hasil yang positif pada uji
flavonoid dengan mekanisme reaksi pada gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme reaksi pada uji flavonoid (sumber: alipart.blogspot.com)


Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau
triterpena. Merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil
kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila
dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon) serta busa.
Saponin ini terdiri dari dua kelompok: Saponintriterpenoid dan saponin steroid
(Tewari dkk. 2012). Hasil uji pengujian saponin menunjukkan kemangi tidak
mengandung saponin. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa setelah
dilakukan pengadukan. Saponin bisa membentuk busa karena memiliki gugus
polar dan nonpolar (Robinson 1985).
Kandungan terpenoid/steroid dalam tumbuhan diuji dengan menggunakan
metode Liebermann-Bucchard yang nantinya akan memberikan warna jingga atau
ungu untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid (Harbone 1985). Hasil
pengujian terhadap sampel kemangi menunjukkan terbentuknya warna hijau
sehingga bisa disimpulkan kemangi mengandung senyawa steroid.
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah salah satu metode uji toksisitas
yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik
dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided
fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup
reproducible. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat
diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan
coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina Leach seperti mencit dan
tikus secara in vivo. Metode ini telah banyak digunakan karena mudah dikerjakan,
murah, cepat dan cukup akurat (Mayer and Ferrigni 1982).
Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam media hidup larva ialah 500
ppm, 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, dan sebagai kontrol 0 ppm. Jumlah kematian
larva Artemia salina Leach pada setiap tabung uji dalam berbagai konsentrasi
perlakuan ekstrak daun kemangi (tabel 4). Data pada tabel tersebut menunjukkan
bahwa berbagai konsentrasi ekstrak daun kemangi pada percobaan ini
memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kematian larva Artemia salina
L. Persentase rerata kematian Artemia pada konsentrasi 500 ppm, 100 ppm, 50
ppm, 10 ppm, dan 0 ppm berturut-turut adalah 100%, 20%, 0%, 10% dan 6.67%.
Tabel 4 Pengujian BSLT
No. [Ekstrak] Jumlah artemia mati (ekor) % kematian % rerata
ppm 1 2 3 1 2 3 kematian
1. 0 0 2 0 0 20 0 6.67
2. 10 1 0 2 10 0 20 10.00
3. 50 0 0 0 0 0 0 0.00
4. 100 2 3 1 20 30 10 20.00
5. 500 10 10 10 100 100 100 100.00
Contoh perhitungan :
% kematian = ℎ
100%

= 2
100%

10

= 20%
1+ 2+ 3
Rerata % kematian = %

= 0+20+0
3

= 6.67

120
% Kematan rerata

100 y = 0,194x + 1,713


80 R² = 0,970
60
40
20
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi ekstrak (ppm)
Gambar 3 Kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak dan % kematian
rerata
Penentuan LC50; y= 50; x= konsentrasi ekstrak (ppm)
y = a + bx
50 = 0,194x + 1,713
x= 248.90 ppm
Jumlah larva tiap tabung uji adalah 10 ekor dengan jumlah total larva
Artemia salina L yang digunakan adalah 50 ekor larva. Total kematian diperoleh
dengan menjumlahkan larva yang mati pada setiap konsentrasi, sedangkan rata-
rata kematian larva diperoleh dengan membagi total kematian larva pada tiap
konsentrasi dengan jenis konsentrasi yang dilakukan yaitu lima. Kemudian
dihitung persentase kematian larva dari rata-rata kematian pada tiap konsentrasi.
Dari kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak dan % kematian rerata,
didapatkan persamaan garis y = 0.194x + 1.713 dengan nilai R² = 0.970 (gambar

3). Hasil dari analisis grafik menunjukkan harga LC 50 dari ekstrak daun kemangi
adalah 248.90 ppm, sehingga dapat dikatakan ekstrak daun kemangi pada
percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada
perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach.
Semakin besar konsentrasi ekstrak maka tingkat kematian larva udang
Artemia salina L. juga semakin besar (Harborne 1994). Namun, pernyataan ini
kurang sesuai dengan data yang dihasilkan dari pengamatan. Konsentrasi tertinggi
(500 ppm) mematikan artemia dalam jumlah yang paling banyak, namun pada
konsentrasi yang lebih kecil %kematian menjadi bervariasi. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kontaminan pada aquades yang digunakn saat pengenceran.
Konsentrasi ekstrak (ppm) yang didapatkan pada percobaan ini menyatakan
ekstrak kemangi bersifat toksik. Berbeda dengan konsentrasi ekstrak yang
didapatkan dari penelitian Hendrawati ARE (2009), konsentrasi ekstrak kemangi

bersifat tidak toksik karena berada dalam rentang LC50 > 1000 ppm yaitu
5901.815 ppm. Hal ini disebabkan perbedaan perlakuan dan jumlah Artemia yang
digunakan serta lingkungan sekitar baik internal dan eksternal mempengaruhi
kematian Artemia yang digunakan.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak daun kemangi mempunyai
potensi toksisitas akut. Hal tersebut berkaitan dengan keempat senyawa yang
terdapat dalam daun kemangi yaitu saponin, alkaloid, flavonoid, steroid dan tanin
dimana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut serta dapat
menyebabkan kematian larva Artemia salina L. Mekanisme kematian larva
berhubungan dengan fungsi senyawa-senyawa tersebut dalam daun kemangi yang
dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa
tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut.
Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat
pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor
perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan
stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akibatnya, larva
mati kelaparan (Nguyen dan Widodo 1999).
Kandungan berbagai senyawa fitokimia pada ekstrak daun kemangi
menyebabkannya dapat menghambat aktivitas beberapa jenis bakteri. Bakteri
indikator yang digunakan ialah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Uji
aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL
(Hermawan dkk. 2007). Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kemangi
terhadap bakteri E. Coli dan S. aureus disajikan dalam tabel 5. Tabel 5 Uji aktivitas
antibakteri ekstrak daun kemangi
Bakteri Ulangan Sampel Diameter Zona Bening
(cm)
Kontrol positif 2.529
Kontrol negatif 0,000
1 Ekstrak 100 ppm 0,000
Ekstrak 250 ppm 0,000
Ekstrak 500 ppm 0,000
Staphylococcus aureus Ekstrak 1000 ppm 0,000
Kontrol positif 3.581
Kontrol negatif 0,000
2 Ekstrak 100 ppm 0,000
Ekstrak 250 ppm 0,000
Ekstrak 500 ppm 0,000
Ekstrak 1000 ppm 0,000
Kontrol positif 2.080
Kontrol negatif 0,000
Escherichia coli 1 Ekstrak 100 ppm 0,000
Ekstrak 250 ppm 0,000
Ekstrak 500 ppm 0,000
Ekstrak 1000 ppm 0,000
Kontrol positif 3.540
Kontrol negatif 0.650
2 Ekstrak 100 ppm 0.661
Ekstrak 250 ppm 0.641
Ekstrak 500 ppm 0.761
Ekstrak 1000 ppm 0.764

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4 Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kemangi terhadap bakteri (a)
Escherichia coli ulangan 1 (b) Escherichia coli ulangan 2 (c) Staphylococcus aureus
ulangan 1 (d) Staphylococcus aureus ulangan 2
Hasil uji aktivitas antibakteri akstrak daun kemangi tidak menunjukkan
penghambatan terhadap pertumbuhan S. Aureus sedangkan pada E. Coli aktivitas
penghambatan ditunjukkan hanya pada cawan ke-2. Diameter zona bening ekstrak
terhadap E. coli yang terbentuk pada cawan kedua dengan konsentrasi 100 ppm,
250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm masing-masing 0.661 cm, 0.641 cm, 0.761 cm
dan 0.764 cm dengan diameter cakram yang digunakan untuk meneteskan ekstrak
terukur sebesar 0,460 cm (gambar 4). Kontrol positif yang digunakan dalam
praktikum adalah ampisilin dengan aquades sebagai kontrol negatif. Ampisilin
menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap kedua bakteri yang digunakan
dengan diameter zona bening 2.529 cm dan 3.581 cm pada S. Aureis serta 2.080
cm dan 3.540 cm pada E. Coli.
Menurut Davis dan Stout (1971) bahwa ketentuan kekuatan daya
antibakteri ialah daerah hambatan 20 mm atau lebih termasuk sangat kuat, daerah
hambatan 10-20 mm kategori kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategori sedang,
dan daerah hambatan 5 mm atau kurang termasuk kategori lemah. Oleh karena itu,
ekstrak daun kemangi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram
positif (Staphylococcus aureus), namun memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri gram negatif (Escherichia coli). Aktifitas ini tergolong dalam daerah
hambatan sedang karena zona bening terbesar yang dibentuk oleh ekstrak
kemangi sebesar 0.764 cm atau 7.64 mm. Nilai KHTM yang diperoleh pada
bakteri gram negatif sebesar 100 ppm dengan diameter 0.661 cm. Aktivitas
antibakteri yang tidak teramati pada cawan pertama bakteri E. Coli dapat
disebabkan adanya air hasil pendinginan uap media agar yang terserap oleh
cakram, seningga cakram tidak dapat lagi menampung cairan ekstrak. Hal ini
sesuai dengan Kadarohman (2011) bahwa nilai diameter zona bening yang
terbentuk pada rentang < 8 mm masih berada dalam kisaran tidak efektif.
Ampisilin yang digunakan sebagai kontrol positif berupa serbuk hablur,
putih dan tak berbau. Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan
kelompok antibiotik β–laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas.
Ampisilin efektif terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif. Ampisilin
digunakan untuk infeksi pada saluran urin yang disebabkan oleh Escherichia coli
dan juga untuk infeksi saluran pernafasan, telinga bagian tengah yang disebabkan
Streptococcus pneumoniae (Brooks dkk 2005).
Bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah Eschericia coli dan
Staphylcoccus aureus. E. coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang
pendek, motil aktif dan tidak membentuk spora. Pembiakkan E. coli bersifat aerob
atau fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 37ºC. E. coli
mempunyai beberapa antigen, yaitu antigen O (polisakarida), antigen K
(kapsular), antigen H (flagella). Antigen O merupakan antigen somatik berada
dibagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang
polisakarida. Antibodi terhadap antigen O adalah IgM. Antigen K adalah antigen
polisakarida yang terletak di kapsul (Juliantina dkk. 2008).
Bakteri S. aureus tergolong bakteri gram positif yang merupakan flora
normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Staphylococcus dapat menjadi
penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Bakteri ini dapat
mengakibatkan infeksi kerusakan pada kulit atau luka pada organ tubuh jika
bakteri ini mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Saat bakteri masuk ke
peredaran darah bakteri dapat menyebar ke organ lain dan meyebabkan infeksi
(Pelczar dan chan 1986).

Simpulan
Daun kemangi memiliki ciri visual berwarna hijau, berbau aromatik kuat
dan terasa kasar. Proses pembuatan simplisia daun kemangi bertujuan menambah
umur simpan dan mempermudah reaksi. Simplisia yang diperoleh melalui teknik
thermogravimetri berukuran 0.5 mm, berwarna hijau gelap, berbau aromatik
lemah dan terasa tawar. Kadar air yang diperoleh dalam pembuatan simplisia
sebesar 7.5%, susut sampel sebesar 88.36, rendemen ekstrak sebesar 6.39% dan
rendemen ekstrak terkoreksi sebesar 6.92%. %. Hasil uji fitokimia menunjukkan
bawa ekstrak etanol daun kemangi mengandung senyawa aktif alkaloid, tanin,
flavonoid, saponin dan steroid. Sedangkan komponen triterpenoid tidak
dikandung oleh ekstrak daun kemangi. Konsentrasi ekstrak (ppm) yang diperoleh
dari penentuan LC50 adalah 248.90 ppm. Nilai konsentrasi menunjukkan bahwa
ekstrak kemangi bersifat toksik karena tidak berada dalam rentang LC 50 < 1000
ppm. Daun kemangi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus, namun memiliki aktivitas anti bakteri pada Escherichia coli dengan
KHTM pada 100 ppm dengan diameter zona bening sebesar 0.661 cm.

Daftar Pustaka
[AOAC] The Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods
of Analysis. Edisi ke-18. Washington DC: Association of Official
Analytical Chemist.
Achmad SA. 2001. Prospek Kimia Bahan Alam Konservasi Hutan Tropika
Indonesia. Makalah Seminar Nasional VI Kimia Dalam Industri dan
Lingkungan. Padang (ID).
Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung (ID): ITB Pr.
Baraja, M., 2008, Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus elastica Nois ex Blume
terhadap Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.
Bilal A, Nasreen J, Ajij A, Saima, NB, Shahida H dan Syeda H. 2012.
Phytochemical and pharmacological and studies of Ocimim bacilium Linn-a
review. Ilt Journal of Rev. Vol 04 (23): 73.
Brooks GF, JS Butel dan SA Morse. 2005. Medical Microbiology. New York
(US): Mc Graw Hill.
Brooks GF, JS Butel dan SA Morse. 2005. Medical Microbiology. New York
(US): Mc Graw Hill.
Dattani M. 2008. Ocimum sanctum and its therapeutic application. [online].
[Diakses pada 2014 February 26]. Tersedia pada:
http://www.pharmainfo.net/keywords/ocimum-sanctum.
Davis WW dan TR Stout. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic
assay. Journal of Microbiology. 22(4): 659-665.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid
VI. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fadlianti. 2010. Karakterisasi Simplisia Isolasi dan Analisis Komponen Minyak
atsiri dari Daun kemangi Segar dan Kering (Ocimumi Folium) secara GC-
MS [skripsi]. Universitas Sumatera Utara: Tidak diterbitkan.
Fathiazad F, Amin M, Arash K, Sanaz H, Hamid S, Mojtaba H, Nasrin MD, dan
Alireza G. 2012. Phytocjemical screening and evaluation of
cardioprotective activity of ethanolic exntract of Ocimim bacilium L.
Against isoproterenol induced myocardial infarction in rats. Journal of
Pharmaceutical Sciences. 20: 87.
Guether E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Ketaren S, penerjemah. Jakarta (ID):
Universitas Negeri Jakarta.
Harborne JB.1994. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung (ID): ITB.
Hermawan A, Hana W dan Wiwiek T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper
betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli dengan Metode Difusi Disk [skripsi]. Universitas Erlangga.
Juliantina FR, Ayu DCM dan Nirwani B. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) sebagai Agen Antibakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan
Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 2(04): 180-
186.
Juniarti, Delvi O and Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-
pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara
Sains. Vol 13 (01): 50-54.
Kadarohman A et al. 2011. Komposisi kimia dan uji aktivitas antibakteri minyak
kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap bakteri Escherichia coli,
Shigella sonnei, dan Salmonella enteritidis. Penel Hayati. 16: 101-110.
Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Balai Pustaka.
Mayer BNNR, Ferrigni ML. 1982. Brine Shrimp, a convinient general bioassay
for active plant constituents. J of Plant Medical Research. 45: 31-34.
Naibaho OH, Paulina VY, Yamelan dan Weny W. 2013. Pengaruh basis salep
terhadap formulasi sediaan salep ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum
L.) pada kulit punggung kelinci yang dibuat infeksi Staphylococcus
aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 02 (02): 27-33.
Nguyen HH, Widodo S.1999. Momordica L. In: Medicinal and Poisinous Plant
Research of South-East Asia 12. De Padua L. S. N. Bunyapraphatsana and
R. H. M. J. Lemmens (eds.). Pudoc Scientific Publisher. 353-359.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikribiologi. Hadioetomo RS,
Tjitrosomo SS, Angka SL dan Imas T, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Ramasubramania RR, Satyathan V, Sekhar V dan Roosewelt C. 2012.
Standardization and antibacterial screening of Ocimum bacilium
(Lamiaceae) leaf, seed and stem extract against the organism of
Propionibacterium acne. Journal of Pharmacy and Industrial Research.
Vol 02 (04): 440-445.

Robinson T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi.


Bandung (ID): ITB.
Rukmana R. 1994. Kencur. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sofowora. 1982. Medicinal Plant and Traditional Medicine in Africa [online].
[Diunduh pada 12 Apri; 2014]. Tersedia pada: http://www.mapbd.com/
wmp.htm.
Sudarsono, Gunawan D, Wahyuono S, Donatus IA dan Purnomo. 2002.
Tumbuhan obat II (hasil penelitian, sifat-sifat, dan penggunaannya).
Yogyakarta (ID): Pusat Studi Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada.
Tewari D, Pandey HK, Sah AN, Meena HS, Manchanda A dan Patni P. 2012.
Pharmacological, biochemical and elemental investigation f ocimum
bacilicum plants available in western himalayas. International Journal of
Research of Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol 03 (02): 840-
845.
Winarno F.G. 1997. Kimia Pangandan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai