Anda di halaman 1dari 17

HASIL

I. PEMERIKSAAN REFLEKS

No Nama OP Refleks Bisep Refleks Trisep Refleks Patella


(Normal/Meningkat/Menurun)
Dextra-Sinistra
1. Dhessy Susanto Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

2. Christy Yella H Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

3. Prayoga Kurniawa Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

4. Agung Prasetyo Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

5. Rita Noviana Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

6. Andri Muhrim Siddiq Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

7. Adinda Rabiattun A Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal

8. Yessi Yulia M Normal - Normal Normal - Normal Normal - Normal


II. LOKALISASI TAKTIL
Jarak antara titik yang dirangsang dengan titik yang ditunjuk OP
No Nama OP Jarak antara titik pemeriksan dan titik OP (mm)
1. Dhessy Susanto 2 9 16 9 9
2. Agung Prasetyo 1 2 16 15 8
3. Rita Noviana 2,5 4 4 6 18
Rata-rata (mm) 1,83 5 10 10 12,5

III. DISKRIMINASI TAKTIL


No Nama OP Ambang diskriminasi dua titik (mm)
1. Prayoga Kurniawan 0,2 0,6 0,6 0,9 1
2. Christy Yella Harianja 0,3 0,5 0,9 0,9 1
3. Agung Prasetyo 0,1 0,9 0,7 0,9 1
Rata-rata (mm) 2 5,3 7,3 9 10

IV. NYERI ALIH


No Nama OP Lokasi Sensasi Kesemutan
1. Andri Muhrim Siddiq Lengan bawah bagian medial (dekstra = sinistra)
2. Yessi Yulia Magdalina Lengan bawah bagian medial sampai kelingking
(dekstra = sinistra)
3. Adinda Rabiattun Adawiah Lengan bawah bagian medial sampai kelingking
(dekstra = sinistra)
PEMBAHASAN
(REVIEW SHEET)

1. Sebutkan komponen-komponen lengkung reflex bisep, trisep, dan


patela.

Lengkung refleks terdiri dari reseptor, neuron aferen, euron eferen, dan
organ efektor. Neuron aferen dan eferen akan bersinaps di sistem saraf
pusat (otak atau medula spinalis).1
Alur sistem refleks dimulai dari rangsangan yang diterima suatu
reseptor sampai terjadinya respon yang dilakukan oleh efektor. Suatu
sistem alur tersebutdinamakan dengan lengkung refleks atau reflex .1
Lengkung refleks ini terdiri dari reseptor sensorik, serat saraf
aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat
atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. 2
Aktivitas lengkung refleks ini dimulai dari reseptor sensorik,
sebagai potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat
rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang
bersifat gagal atau tuntas pada serat saraf aferen. Frekuensi potensial aksi
yang terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Pada
sistem saraf pusat (SSP), terjadi lagi respon yang besarnya sebanding
dengan kuat rangsang yang berupa potensial eksitasi pascasinaps
(Excitatory Postsynaptic Potential/EPSP) dan potensial inhibisi
postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-
hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga
berupa respon yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini
sampai ke efektor, maka akan terjadi lagi respon yang besarnya sebanding
dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, maka akan
terjadi sumasi respon sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot
polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respon bertahap
tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang
mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan
antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di sistem saraf pusat dan
kegiatan di dalam lengkung refleks ini dapat dimodifikasi oleh berbagai
masukan dari neuron lain yang juga bersinap pada neuron eferen tersebut.2

2. Bandingkan lengkung reflex tersebut dengan reflex pada rangsang


nyeri (withdrawal reflex dan crossed-extensor reflex).

Withdrawal reflex disebut juga dengan refleks menarik diri atau


refleks lucut.1,2 Withdrawal reflex merupakan reaksi yang terjadi ketika
bagian tubuh terangsang oleh rangsang nyeri yang menyakitkan sehingga
menimbulkan refleks menarik diri dari rangsangan tersebut.1 Withdrawal
reflex merupakan refleks dasar atau sederhana dari medula spinalis.
Contoh dari refleks ini yaitu ketika tangan menyentuh benda panas
sehingga menyebabkan nyeri, maka tangan akan langsung menarik diri
menjauhi sumber rangsangan tersebut.2

Crossed-extensor reflex (refleks ekstensor menyilang) merupakan


refleks yang terjadi secara kontralateral dari withdrawal reflex. Refleks ini
menyebabkan gerakan ekstensi pada sisi tubuh yang berlawanan dengan
tujuan menahan beban tubuh sewaktu terjadinya fleksi pada otot yang
mengalami rangsang nyeri. Contoh dari refleks ini yaitu ketika seseorang
secara tidak sengaja menginjak bara api sehingga menimbulkan nyeri yang
menyakitkan dan kaki mengalami refleks menarik diri. Bagian kaki
kontralateral akan bersiap dengan cara menghambat sinyal fleksi dan
merangsang otot-otot ekstensor sehingga kaki dalam keadaan lurus dan
tubuh tetap dalam keadaan seimbang.
Komponen lengkung refleks untuk refleks regang (contohnya:
bisep, trisep dan patella) dengan refleks nyeri (withdrawal reflex dan
crossed-extensor reflex) pada dasarnya sama yaitu terdiri dari reseptor,
jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen dan efektor. Perbedaan dari kedua
jenis refleks ini yaitu pada proses pusat integrasi yang terdapat di medula
spinalis. Refleks regang lebih sederhana dibandingkan dengan refleks
nyeri. Refleks regang merupakan refleks monosinaps karena hanya
memiliki sinaps antara neuron aferen dan eferen pada lengkung refleksnya
(Gambar 2).2,3

Gambar 2. Sirkuit neuron refleks regang1

Sedangkan refleks nyeri bersifat polisinaps dimana terdapat


antarneuron yang menyampaikan sinyal ke interneuron lain termasuk
efektor. Polisinaps melibatkan lebih dari dua tipe neuron dan lebih dari
satu sinap sistem saraf pusat (Gambar 3).2,3
Gambar 3. Sirkuit neuron refleks pada nyeri1

3. Jelaskan mekanisme yang digunakan sistem saraf untuk menentukan


lokalisasi dan diskriminasi taktil.

Reseptor taktil adalah mekanoreseptor. Mekanoreseptor berespons


terhadap perubahan bentuk dan penekanan fisik dengan mengalami
depolarisasi dan menghasilkan potensial aksi. Apabila depolarisasinya
cukup besar, maka serat saraf yang melekat ke reseptor akan melepaskan
potensial aksi dan menyalurkan informasi ke korda spinalis dan otak.
Reseptor taktil yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan mengirim
impuls yang berbeda pula. Dikriminasi titik adalah kemampuan
membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujung
disebut diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi dalam
kemampuan membedakan dua titik pada tingkat derajat pemisahan
bervariasi. Normalnya dua titik terpisah 2– 4 mm dpt dibedakan pada
ujung jari tangan, 30-40mm dpt dibedakan pada dorsum pedis. Tes dapat
menggunakan kompas, jepitan rambut.2

Sensasi taktil dibawa ke korda spinalis oleh satu dari tiga jenis
neuron sensorik: serat tipe A beta yang besar, serat tipe A delta yang kecil,
dan serat tipe C yang paling kecil. Kedua jenis serat tipe A mengandung
mielin dan menyalurkan potensial aksi dengna sangat cepat; semakin besar
serat semakin cepat transmisinya dibanding serat yang lebih kecil.
Informasi taktil yang dibawa dalam serat A biasanya terlokalisasi baik.
Serat C yang tidak mengandung mielin dan menyalurkan potensial aksi ke
korda spinalis jauh lebih lambat daripada serat A. 2

Hampir semua informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran


masuk ke korda spinalis melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai.
Setelah bersinaps di spinal, informasi dengan lokalisasi dibawa oleh serat-
serat A yang melepaskan potensial aksi dengan cepat (beta dan delta) di
kirim ke otak melalui sistem lemniskus kolumna dorsalis. Serat-serat saraf
dalam sisitem ini menyeberang dari kiri ke kanan di batang otak sebellum
bersinaps di talamus. Informasi mengenai suhu dan sentuhan yang
lokalisasi kurang baik di bawa ke korda spinalis melalui serat-serat C
yang melepaskan potensial aksi secara lambat. Info tersebut dikirim ke
daerah retikularis di batang otak dan kemudian ke pusat-pusat yang lebih
tinggi melalui serat di sistem anterolateral. 2

Kemampuan panca indra untuk membedakan keberadaan 2 titik


yang mendapat rangsangan sangat dipengaruhi oleh mekanisme inhibisi
lateral yang meningkatkan derajat kontras pada pola spasial yang
disadari.Setiap jaras sensorik bila dirangsang, secara simultan akan
menghasilkan sinyal inhibitorik lateral; sinyal ini menyebar ke sisi sinyal
eksitatorik dan menghambat neuron yang berdekatan. Sebagai contoh,
ingat lah neuron yang dirangsang di nucleus kolumna dorsalis. Selain dari
pusat sinyal eksitatorik, jaras lateral pendek juga menjalarkan sinyal
inhibitorik ke neuron di sekitarnya. Jadi, sinyal ini lewat melelui
interneuron tambahan yang menyekresi transmitter inhibitorik. 2

Pentingnya inhibisi lateral adalah bahwa inhibisi ini menghambat


penyebaran sinyal eksitatorik ke lateral sehingga meningkatkan derajat
kontras dalam pola sensorik yang dirasakan di korteks serebralis. 2

4. Mengapa bagian tubuh yang berbeda memiliki sensitivitas yang


berbeda pula?

Setiap neuron sensoris berespons terhadap informasi sensori hanya


dalam daerah terbatas di permukaan kulit di sekitarnya yang disebut
lapangan reseptif (receptive field). Ukuran daerah tersebut berbanding
terbalik dengan kepadatan reseptor pada suatu daerah. Semakin dekat
jarak suatu jenis reseptor terhadap satu sama lain, semakin kecil daerah
kulit yang dipantau. Semakin kecil lapangan reseptif, semakin besar
kemampuan diskriminasi taktilnya. Jika terdapat 2 titik rangsangan pada 2
lapangan reseptif yang berbeda, akan dapat dirasakan 2 rangsangan yang
berbeda. Jika 2 titik rangsangan menyentuh 1 lapangan reseptif yang
sama, kedua rangsangan tersebut akan dipersepsi sebagai 1 rangsangan.1
Gambar 4.2

Tingkat kemampuan diskriminasi taktil berbeda dari suatu tempat


ke tempat lainnya di tubuh. Rangsangan pada punggung harus terpisah
minimal sejauh 65 mm untuk dapat membedakan 2 titik rangsangan,
sedangkan pada ujung jari, 2 titik rangsangan dapat dibedakan jika
terpisah setidaknya 2 mm.4Ujung jari diinervasi oleh banyak neuron
sehingga lapangan reseptifnya kecil. Diperkirakan terdapat 17.000
mekanoreseptor taktil pada ujung jari dan telapak tangan. Sedangkan, pada
daerah permukaan kulit lainnya jumlah neuronnya lebih sedikit dan
perbedaan kecil pada setiap lapangan reseptif besar tidak dapat dideteksi.1
5. Bagaimana kemampuan menentukan lokalisasi dan diskriminasi
taktil ini diaplikasikan pada kemampuan tubuh melokalisasi nyeri
somatic dibandingkan dengan nyeri viseral?

Nyeri somatik dapat dengan mudah dilokalisir dan ditandai oleh


sensai yang jelas, namun pada nyeri viseral bersifat difus dan sulit
dilokalisir, biasanya mengacu pada area somatik (sesuai dermatom dan
sklerotom) serta biasanya diasosiakan dengan reaksi emosional dan
otonom yang lebih kuat. Stimulus yang merangsang nyeri viseral berbeda
dengan nyeri somatik, karakteristik stimulus ini mungkin disebabkan oleh
adanya inervasi saraf ganda dan struktur yang uni dari ujung saraf viseral.5
Organ-organ visera menerima persarafan dari dua jenis kelompok
saraf, yaitu N. Vagal dan N. Spinalis. Badan sel Serabut aferen viseral
terletak di dorsal root ganglia (DRG) dan berakhir di dalam kornu
dorsalis spinalis. Terminasi sentral dari aferen viseral di nervus spinalis
terjadi pada lamina I, II, V, dan X dan penyampaian informasi sensorik
viseral adalah melalui traktus spinotalamikus yang kontralateral atau
kolumna dorsalis yang ipsilateral ke area otak di supraspinal. Neuron-
neuron spinalis ini juga menerima input konvergen dari struktur viseral
dan struktur somatik lainnya, sehingga memberikan dasar struktural untuk
referred pain; sebagai contoh, nyeri pada rahang kiri dan lengan kiri yang
menyertai iskemia miokard biasanya dimediasi oleh konvergensi dari area
sensori viseral dan juga somatik. Struktur saraf lainnya yang
menyampaikan informasi nyeri dari organ-organ di rongga toraks dan
abdomen adalah nervus vagus, yang memiliki badan sel di ganglion
nodusum dan terminal sentral didalam nukleus traktus solitarius. Inervasi
aferen vagus memainkan peran penting dalam munculnya reaksi otonom
dan emosional yang menonjol pada penyakit-penyakit viseral yang
diasosiasikan dengan rasa nyeri (Gambar 5). 5
Gambar 5.
Mayoritas serabut aferen viseral adalah berupa serabut Aδ yang
bermielin tipis atau serabut C yang tidak termielinisasi dengan ujung-ujung
saraf bebas yang tidak terselubung (unencapsulated), dan sejumlah kecil
serabut Aβ yang diasosiasikan dengan badan Pacini di mesenterium.
Mechanosensitive endings dengan diferensiasi terbaik terdapat pada
intraganglionic laminar endings (IGLEs) dan susunan intramuskular yang
terkait dengan serat-serat aferen vagal yang menginervasi gaster. Sebagian
besar neuron sensori viseral ini mengandung substansia P dan/atau CGRP,
dan mereka juga mengekspresikan reseptor faktor pertumbuhan saraf yaitu
TrkA. Biomarker-biomarker tesebut akan meningkat secara signifikan dan
nociceptor juga akan tesensitisasi saat peradangan viseral terjadi. Tidak
seperti stimuli noksius yang menginduksi nyeri somatik, banyak juga stimuli
yang merusak (seperti pemotongan, pembakaran, penjepitan) tidak akan
menimbulkan rasa sakit saat dilakukan pada struktur viseral. Aktivasi
nociceptor viseral umumnya disebabkan oleh iskemia, peregangan ligamen,
spasme otot polos, atau distensi dari struktur-struktur berongga seperti
kantong empedu, duktus biliaris komunis, atau ureter. Rangsangan-
rangsangan tersebut terjadi akibat proses patologis viseral, dan rasa nyeri yang
ditimbulkan dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk bertahan hidup dengan
dilakukannya imobilitas. 5
6. Jelaskan mekanisme nyeri alih secara umum dan pada percobaan ini.

Nyeri alih adalah fenomena yang hadir di dalam struktur seperti otot-
otot karena jalur nyeri yang dipetakan secara somatotopikal. Otak tidak dapat
mendeteksi fokus yang tepat untuk rasa sakit yang dirasakan dari struktur
dalam seperti otot atau visera. Jalur neospinothalamic yang memediasi nyeri
kulit sangat terorganisasi secara somatotopikal. Nosiseptor, reseptor sentuhan,
dan reseptor tekanan juga terstimulasi ketika ada nyeri di kulit. Sinyal
sentuhan dan tekanan dihantarkan oleh kolumna posterior yang lebih baik
diatur secara somatopikal daripada jalur neospinothalamik. Otak melalui
thalamus menerima lebih dari satu set informasi yang memungkinkan
pemetaan yang tepat dari nyeri kulit. Jalur palaeospinothalamic memberikan
informasi ke thalamus untuk rangsangan berbahaya di internal. Pemetaan
somatotopik relatif lemah dan menyediakan lokalisasi dalam satu segmen dari
sumsum tulang belakang. Semakin dalam struktur, semakin sulit untuk
lokalisasi. Tidak ada yang mnegawali informasi dari reseptor lain di jaringan
dalam yang dapat membantu otak memetakan rasa sakit secara tepat. Pada
persendian ada proprioseptor yang bergerak di kolumna posterior yang
dipetakan dengan somatotopikal dan membantu melokalisasi nyeri sendi.6

Pola nyeri alih dari otot-otot individu tidak tergantung pada dermatom
yang memasok kulit di atasnya tetapi suplai segmental otot yang
mendasarinya. Misalnya, bagian atas bahu dipasok oleh dermatom C3 / 4.
Trapezius dan skapula levator dipasok oleh C3 / 4 juga. Nyeri alih oleh
struktur dengan suplai segmen C5 / 6 ke area bahu disebabkan oleh otot-otot
bahu yang disuplai oleh C5 / 6 dan bukan karena kulit di atasnya disuplai oleh
dermatoma ini. Otot bahu dan leher dapat merasakan nyeri alih ke lengan jika
mereka memiliki persarafan segmental yang serupa. Nyeri alih karena iritasi
diafragma oleh darah dialihkan ke ujung bahu karena diafragma dan struktur
bahu di bawahnya memiliki suplai segmental yang serupa. Pola nyeri alih
bukan karena distribusi dermatom pada kulit.6 Teori-teori yang mendasari
nyeri alih :

1. Teori proyeksi-konvergen
Aferen yang berbeda bertemu di neuron spinal yang umum dan tidak
dapat dibedakan oleh pusat yang lebih tinggi. Teori ini menjelaskan sifat nyeri
segmental dan juga intensitas nyeri yang dialihkan ketika stimulus
ditingkatkan. Teori ini tidak menjelaskan keterlambatan perkembangan nyeri
yang dialihkan atau hiperalgesia atau nyeri yang dialihkan belum dijelaskan
sebagai fenomena dua arah. Ambang batas untuk lokal dan dirujuk sakitnya
juga berbeda.7
2. Teori refleks akson
Akson dari dua struktur yang berbeda berkonvergen sebelum memasuki
dorsal horn dan menyebabkan kebingungan dimana lokasi nosisepsi. Neuron-
neuron ini sifatnya jarang.
3. Teori kovergensi thalamus yaitu dimana konvergensi terjadi di otak.
4. Teori hipereksitabilitas sentral
Dalam studi melalui hewan, rangsangan berbahaya di otot telah terbukti
membuka bidang reseptif pada jarak dari bidang reseptif asli di dorsal horn.
Aferen konvergen laten di dorsal horn terbuka dalam beberapa menit oleh
rangsangan berbahaya di dalam otot. Substansi P dilepaskan di dorsal horn
dari aferen primer dan dianggap berperan dalam konektivitas dari dorsal horn.
Hipereksitabilitas sentral juga telah ditunjukkan pada pasien dengan nyeri
kronis pada fibromyalgia. Ketika otot disuntikkan dengan saline pola nyeri
alih tersebar lebih luas daripada subjek control.8,9
Pada praktikum kali ini, dilakukan stimulus ketuk pada saraf ulnaris
disiku tangan dimana saraf ulnaris adalah saraf perifer komprehensif dari
ekstremitas atas. Ligamentum kolateral ulnaris sendi siku berhubungan
dengan saraf ulnaris. Saraf ulnaris secara langsung melekat pada jari
kelingking dan setengah dari jari manis yang berdekatan menginervasi sisi
palmar jari-jari ini sehingga saraf ini dapat menghasilkan sensasi seperti
sengatan listrik dengan memukul epikondilus medial humerus dari posterior,
atau inferior di antara siku yang tertekuk. Saraf ulnaris berasal dari medial
pleksus brakialis (C8-T1). Hal ini berkaitan dengan dermatom saraf ulnaris
tersebut sehingga menyebabkan nyeri alih pada lengan bawah bagian medial
tangan hingga kelingking.
Gambar 6. Peta Dermatom10
7. Sebutkanlah daerah-daerah pada kulit yang biasanya menjadi lokasi
nyeri alih pada nyeriviseral, kaitkan dengan dermatomnya.
Lokasi nyeri alih pada nyeri viseral terkait dengan dermatomnya dapat
dilihat pada Tabel 1.11
Tabel 1. Nyeri Alih pada Penyakit Dalam
Jantung (Auricula) C8–T4 (C3?)
Paru-paru T2–T5
Esofagus T4–T6
Diafragma C3–C4
Lambung dan duodenum T6–T10
Hepar and kantung empedu T7–T9 kanan
Limpa T7–T10 kiri
Pankreas T8
Usus halus T9–T10
Appendiks T10–L1
Ginjal T10–T12 (L1)
Ureter T11–T12
Kelenjar suprarenal T11–L1
Ovarium dan testis T11–T12 (L1)
Epididimis T10
Kolon: asendens T10–L1
Fleksura L2–L3
Sigmoid S3–S5
Rektum S3–S5

DAFTAR PUSTAKA
1. Hall JE. Guyton dan Hall: buku ajar fisiologi kedokteran. 12th ed. Philadelphia,
PA: Saunders Elsevier; 2011. p. 658; 661-2.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011.
p.189-93.
3. Tortora GJ, Derrickson B. Principle of anatomy and physiology. 12th ed. United
States of America: John Wiley & Sons, Inc. 2009. p. 482-3.
4. Barret KE, Barman SM, Brooks HL, Yuan J. Ganong’s review of medical
physiology. 26th ed. New York: McGraw-Hill;2019. 1 leaf.
5. McMahon S, Koltzenburg M. Wall and Melzack’s Textbook of Pain. 5th ed.
Philadelphia, PA: Churchill Livingstone; 2006.
6. Bogduk N. The physiology of deep somatic. Australas Musculoskelet Med.
2002;7(1):6–15.
7. Vecchiet, LA., Vecchiet, JA., Giamberardino A. Referred muscle pain: Clinical
and pathophysiological aspects. Curr Pain Headaches Reports. 1999;3:489–98.
8. Mense S. Referral of muscle pain. Am Pain Soc J. 1993;3:1–9.
9. Arendt-Neilsen, L., Svensson P. Referred muscle pain: basic and clinical
findings. Clin J Pain. 2001;17(1):11–9.
10. Snell R. Neuroanatomi klinik. 7th ed. Lidya, Djayasaputra., Salim C, editor.
Jakarta: EGC; 2011. p 102–3.
11. Ombregt L. A System of Orthopaedic Medicine: Chapter 1 Pain. 3rd Edition.
London: Churchill Livingstone. 2013: 15.

Anda mungkin juga menyukai