Anda di halaman 1dari 5

Tenggelam

Maddy adalah sahabatku. Orangtuaku menyebut kami saudara kembar karena kami sangat
dekat. Kami telah berteman sejak 3 tahun. Aku tinggal di sebuah perumahan ditengah kota. Disebelah
kanan rumahku adalah sebuah taman umum yang sangat indah, disana ada lapangan basket, lapangan
tennis, lapangan sepakbola, jogging track, dan kolam ikan. Disebelah kolam ikan itu ada sebuah
pohon besar dan rindang, ayahku membangun satu ayunan dibawah pohon itu bagiku. Disebelah kiri
rumahku adalah sebuah lahan kosong, sampai suatu hari orangtua Maddy pindah ke lahan kosong itu.
Rumah Maddy besar dan mewah, besarnya dua kali lebih besar dari rumahku yang tidak ada apa-
apanya dibandingkan rumah Maddy. Orangtua Maddy adalah orang hebat, ayah Maddy sangat baik
dan Ia bekerja sebagai dokter. Di sisi lain, ibu Maddy juga baik, Ia bekerja dari rumah sebagai seorang
pemilik perusahaan tissue. Orangtuaku ikut membantu pindahan orangtua Maddy, namun aku malu
dan tinggal dirumah saat orangtuaku membantu mereka. Sejak saat itu, orangtua kami berteman
dekat. Ketika pindahan orangtua Maddy selesai, orangtuaku mengenalkanku ke orangtua Maddy.
Sayangnya, saat itu aku belum bertemu Maddy karena dia sedang dititipkan di rumah neneknya.

Sampai suatu hari, aku sedang menatapi kolam ikan di taman, lalu seseorang mendorongku ke
kolam ikan. Orang itu membiarkanku tenggelam perlahan lalu tibatiba Ia membantuku naik kembali.
Dia mengatakan kepadaku, “Lain kali berusahalah naik sendiri, karena lain kali ketika kamu
tenggelam aku takkan ada untuk membantumu seperti ini, aku Madeline Smith, Maddy, salam kenal,”
Akupun tertawa, didalam otakku aku berpikir, “Wah, anak ini sangat cantik, bajunya sangat bagus,
orangnya juga baik,” Lalu aku menyahut, “Halo, aku Chloe,” Tak lama kemudian Maddypun
megajakku ke rumahnya untuk mengeringkan badanku Sejak saat itu kita sering berbicara, orangtua
Maddy membangun ayunan disebelah ayunanku dibawah pohon rindang itu. Kami menyebut tempat
itu “albero” karena saat itu Maddy sedang mengambil pelajaran bahasa Italia dan gurunya
memberitahu Maddy bahwa albero adalah bahasa italia dari pohon. Kami belajar banyak hal tentang
satu sama lain di albero. Maddy dan aku sama sama anak tunggal, kami dilahirkan sama-sama pada
tanggal 8 Maret 2000 jam 10:00, kami sama-sama menyukai susu almond, dan masih banyak lagi.
Maddy mengetahui semua tentangku dan aku mengetahui semua tentang Maddy. Maddy sangat
senang bermain kartu, sehingga kami selalu bermain kartu dirumahnya setelah makan malam.
Padahal, aku sangat buruk dalam bermain kartu, aku belum pernah mengalahkan Maddy sekalipun.
Selama SD Maddy dan aku selalu bersama, kami tidak mempunyai teman dekat lagi selain satu sama
lain. Maddy selalu membatuku di segala hal, mulai dari cara berpakaian, hinggga pelajaranku. Kami
juga tetap bermain kartu bersama. Permainan kartuku mulai membaik, meskipun aku baru berhasil
mengalahkan Maddy tiga kali. Setidaknya seperti itulah keadaan kami sampai kelas 7 SMP.
Saat kami lulus dari SD, Maddy pergi liburan ke Mexico dan aku tinggal dirumah, merasa
kesepian karena Maddy tidak ada disampingku. Maddy tidak membalas lineku. Kata Maddy, linenya
error sehingga Maddy tidak bisa membalas lineku. Namun satu hal yang aku dapatkan dari
kesepianku adalah aku sangat bersyukur aku memiliki Maddy sebagai sahabatku. Maddy telah
membantuku dan menemaniku dalam segala hal. Tanpa Maddy, aku merasa sangat kesepian. Saat
Maddy kembali, Ia telah berubah drastis dari Maddy yang kukenal sebelumnya. Ia berubah menjadi
gadis yang sangat manis dan cantik, penampilannya jauh lebih luarbiasa daripada Maddy yang
kukenal sebelum liburan. Namun kepribadiannya tidak berubah, Maddy tetaplah Maddy sahabatku
yang telah kukenal sejak dia mendorongku ke kolam ikan. Namun ketika hari pertama di SMP,
ternyata kelas kami terpisah. Kelasku dan Maddy tak pernah terpisah sebelumnya. Hal ini membuatku
merasa sangat sedih. Aku duduk sendirian di pojok kelasku dan tidak berkenalan dengan siapa-siapa.
Namun diam-diam aku selalu mengobservasi. Mulai dari teman sekelasku, teman seangkatanku,
kakak kelas, maupun guru-guru. Pada akhirnya, kebiasaanku selalu sama, masuk paling pagi dan
mengambil tempat di pojok belakang kelas sendirian, mengikuti pelajaran dengan diam meskipun
aku tidak bisa menyerap apapun yang dikatakan guru, keluar kelas saat istirahat dan pergi ke atap
sekolah untuk bertemu Maddy dan makan bekal kami, masuk kembali dan mengikuti pelajaran, lalu
tidur di kelas saat istirahat kedua karena Maddy mengatakan bahwa ia ingin belajar di perpustakaan
saat istirahat kedua, mengikuti pelajaran lagi, jalan kaki ke rumah sendirian, menunggu Maddy
pulang dari ekskur atau lesnya, kembali ke sekolah untuk menjemput Maddy, berbincang-bincang
bersama Maddy, pulang ke rumah, mandi dan makan, lalu pergi ke rumah Maddy untuk belajar
bersama atau bermain kartu bersama, pulang lalu tidur.

Aku merasa lapar dan memutuskan untuk pergi ke kantin saat istirahat kedua dan mendapati
Maddy duduk dan makan bersama orang lain, selain aku. Dari yang kukenal, beberapa dari mereka
terdiri dari teman sekelas Maddy dan beberapa dari mereka adalah teman diluar kelas Maddy. Akupun
kaget dan kembali ke kelas. Di kelas, aku merasa sangat sedih dan kesepian. Hal ini asing bagiku,
selama aku berteman dengan Maddy kami hanya berteman dengan satu sama lain. Aku hanya
memiliki Maddy, dan Maddy hanya memilikiku. Aku tenggelam dalam perasaanku sampai tiba-tiba
seseorang membangunkanku, “Chloe, aku boleh duduk disini, nggak?” Aku terkejut, dia adalah orang
pertama yang mengajakku berbicara di sekolah ini selain Maddy. Aku mengenal dia sebagai Casey,
salah satu teman sekelasku yang menurutku kepribadiannnya cukup baik. Akhirnya dia duduk
disebelahku dan dia mulai bertanya hal-hal tentang diriku, akupun bertanya beberapa hal tentang
Casey. Kami pulang bersama, namun tiba-tiba dijalan Casey mengajakku pergi ke toko es krim.
Disana, kami bertemu beberapa teman sekelas dan Casey mengenalkanku ke mereka. Jessica, Nicole,
Andrew, dan Charles. Kami berbincang-bincang lama, namun pikiranku tak bisa melupakan kejadian
Maddy di kantin tadi. Setelah itu, aku bergegas menjemput Maddy dan melakukan rutinitasku
bersama Maddy seperti biasa. Beberapa minggu kemudian aku tumbuh semakin dekat dengan Casey,
Jessica, Nicole, Andrew dan Charles. Namun sayangnya, hubunganku dengan Maddy juga agak
menjauh.

Pada suatu hari, sebelum aku bisa bergegas ke atap sekolah, Maddy menjemputku dan
mengajakku makan di kantin. Aku tidak merasa ada yang aneh, sampai tiba-tiba Maddy
mengarahkanku ke meja berisi teman-temannya yang kusaksikan kemarin. Maddy kemudian
mengenalkanku ke teman- temannya. “Chloe, perkenalkan, ini Jason, ini Kim, ini Peter, ini Ivy, ini
Emily, ini Jack, ini Lily, ini Olivia dan ini kembarannya, Oliver,” jelas Maddy sambil menunjuk
mereka satu-satu. Aku sebetulnya tidak tahu banyak tentang mereka, tapi yang jelas penampilan
mereka semua sangat luarbiasa, mirip dengan penampilan Maddy. Mereka semua tersenyum ramah
dan mempersilahkanku duduk. Selama istirahat aku mencoba berkenalan dengan mereka dan ternyata
mereka adalah anak dari teman bisnis orangtua Maddy. Setelah bel berbunyi, Maddy mengantarkanku
ke kelas sambil bertanya apakah aku menyukai teman-teman barunya. Jujur, aku lebih nyaman hanya
berdua dengan Maddy saja, tapi teman-teman Maddy juga terlihat sangat baik, “Suka kok Mad,”
jawabku. Di kelas, tiba-tiba Casey dan teman-temannya menanyaiku, “Chlo, kenapa kamu sama
mereka?” Akupun bingung dan akhirnya setelah Casey dan teman-temannya menjelaskan kepadaku
dan aku mengetahui bahwa Jason, Kim, Peter, Ivy, Emily, Jack, Lily, Olivia, Oliver, dan Maddy
adalah beberapa anak-anak terpopuler di sekolahku. Akupun menanggapinya dengan biasa saja
karena memang orangtua Maddy adalah pengusaha terkenal, jadi tidak heran jika anak teman-teman
orangtua Maddy adalah orang populer di sekolahku. Tapi yang membuatku bingung adalah mengapa
Maddy mengenalkanku dengan mereka? Apa Maddy kasihan karena aku selalu sendirian? Apa
Maddy ingin berteman dengan mereka tapi tidak ingin meninggalkanku? Semua masih abu-abu dan
sampai pulang sekolah aku masih memikirkannya.

Hari ini hari Jumat, artinya besok tidak ada sekolah. Tiba-tiba Maddy memberitahuku bahwa
ekskurnya dibatalkan, akhirnya aku membatalkan janjiku ke Mall bersama Jessica dan memutuskan
untuk berjalan pulang bersama Maddy. Di jalan kami membahas berbagai macam hal, Maddy
bercerita tentang teman-temannya dan aku bercerita tentang Casey dan teman-temanku. Rasanya
begitu bahagia bisa kembali berbicara bersama Maddy tentang hal ini-itu. Sesampainya di depan
rumah kami, Maddy tiba-tiba menerima telepon dari ketua ekskurnya bahwa hari itu ekskur diadakan.
Maddy bergegas berlari ke sekolah selagi aku memalingkan punggungku untuk masuk ke rumah.
Namun, beberapa detik kemudian, aku mendengar klakson mobil, decitan ban, dan hal yang paling
tak ingin kudengar, jeritan Maddy. Aku segera berpaling dan melihat dengan mata kepalaku, beberapa
meter dari tempatku berdiri, terbaring Maddy, tergeletak ditengah jalan, bercucuran darah,
dilatarbelakangi mobil van putih yang bergegas meninggalkan tubuh Maddy dijalan. Untuk beberapa
detik, pikiranku kosong, lalu dengan sendirinya aku jatuh, menangis, tenggelam. Sebuah suara yang
sangat kukenal melintas di otakku, “Berusahalah naik sendiri, karena lain kali ketika kamu tenggelam
aku takkan ada untuk membantumu seperti ini,” Ya, itu adalah suara Maddy. Namun kali ini bukanlah
Maddy tidak ada untuk membantuku naik, Maddylah yang membutuhkan bantuanku. Hal itu
membuatku bergegas memanggil ibu Maddy dan menceritakan kejadiannya.

Semuanya berjalan dengan cepat Teriakan ibu Maddy, suara ambulans, dan rumah sakit. Semua
itu berlalu bagai kilat tepat didepan mataku. Jumat, 24 Januari 2014, kain putih menyelimuti kepala
Maddy, Sabtu, 25 Januari 2014, melihat Maddy kembali ke tanah. Minggu pagi, 26 Januari 2014 aku
terbangun, mandi, bersiap-siap ke rumah Maddy. Namun aku menyadari, hari ini tidak akan ada
Maddy. Akupun terjatuh, terpuruk, dan kembali tenggelam. Suara yang kemarin berada di kepalaku
kembali, “Berusahalah naik sendiri, karena lain kali ketika kamu tenggelam aku takkan ada untuk
membantumu seperti ini,” Namun, saat ini suara itu bukan hanya suara. Maddy, berdiri didepanku,
tanpa satu goresan sama sekali. Berbagai macam hal terlintas di kepalaku. “Maddy? Hantu?” tanyaku.
“Bukan, tapi semacamnya,” jawab Maddy. Aku kaget, dan pergi ke dapur untuk minum, namun
Maddy mengikutiku.

Pada keesokan harinya, aku mulai terbiasa dengan Maddy, kami mulai berbicara seperti biasa,
dia bahkan tidur denganku. Kami berangkat kesekolah bersama, bedanya Maddy mengikutiku ke
kelas. Maddy membuatku berjanji untuk tidak bicara kepadanya di tempat umum karena katanya itu
aneh. Maddy hanya menemaniku dan sesekali berbisik beberapa hal kepadaku. Lalu saat istirahat
tiba, Maddy menyuruhku untuk berkumpul bersama teman-temannya. Padahal, aku ingin berkumpul
bersama Casey dan teman-temanku. Akhirnya aku mengalah dan menuju ke kantin dan duduk
bersama teman-teman Maddy. Mereka mengajakku berbicara tentang berbagai macam
hal.Kecelakaan Maddy, pemakaman Maddy, kerinduan mereka terhadap Maddy, bahkan mereka juga
menanyakan beberapa hal tentang diriku. Aku merasa agak canggung, tapi Maddy membantuku
menjawab segala pertanyaan mereka. Istirahat keduapun seperti itu, Maddy menyuruhku bergabung
dengan teman-temannya, berbincang-bincang, Maddy membantuku menjawab pertanyaan mereka,
dan seterusnya. Ketika pulang sekolah, Casey, Jessica, Nicole, Andrew, dan Charles mengajakku
makan es krim. Sejujurnya, kami sering melakukan ini, keluar kelas bersama, jalan ke kedai es krim
bersama, berbincang-bincang, makan es krim mint kesukaan kami semua, dan pulang kerumah
masing-masing. Tapi hari ini berbeda, biasanya aku menikmati makan es krim bersama mereka
sepenuhnya. Namun sekarang, aku mulai membandingkan Casey dan teman-temanku dengan teman-
teman Maddy. Dan ternyata, aku lebih menyukai Casey dan teman-temanku. Mereka membuatku
nyaman, seperti yang dilakukan Maddy sebelum kami masuk SMP. Tapi aku langsung
menyingkirkan semua pikiran itu karena Maddy ada didekatku. Setelah hari pertama Maddy kembali
bersamaku setelah kecelakaannya, Ia selalu meyuruhku duduk dengan teman-temannya. Bahkan
ketika mereka mengajakku ke rumah Ivy sepulang sekolah Maddy menyuruhku menerimanya.
Waktuku untuk berinteraksi dengan Casey dan teman-temanku semakin menipis karena itu dan aku
sangat rindu makan es krim dan berbincang-bincang bersama mereka.

Sudah 2 bulan aku tidak makan es krim bersama Casey dan teman-temanku, sudah 2 bulan aku
menghabiskan waktuku sepulang sekolah ke rumah Ivy seperti yang disuruh oleh Maddy, sudah 2
bulan aku rindu dengan teman-temanku. Aku mulai sadar bahwa hidupku sudah bukan milikku,
hidupku sudah dijajah, oleh seseorang yang sangat aku cintai, Madeline Smith. Sampai akhirnya aku
membulatkan tekadku dan aku mengajak Maddy ke suatu tempat, tempat penuh memori, tempat yang
sudah tidak pernah kukunjungi sejak aku masuk SMP, alboro. “Mad, kamu adalah kamu dan aku
adalah aku, aku sudah lelah selalu mengikuti keinginanmu, berteman dengan teman-temanmu,
menghabiskan waktu dengan teman-temanmu, berbicara dengan teman-temanmu, aku ingin berteman
dengan Casey, Jessica, Nicole, Andrew, dan Charles. Bukan dengan Jason, Kim, Peter, Ivy, Emily,
Jack, Lily, Olivia, dan Oliver. Ini saatnya kita berpisah, aku tidak bisa selalu mengikuti keinginanmu
seluruh hidupku,” ucapku kepada Maddy. Kukira Maddy akan marah, membenciku, atau kaget. Tapi
ternyata, Maddy tersenyum simpul dan memelukku dengan erat sambil berkata, “Syukurlah Chlo,
ketika nantinya kamu tenggelam, kamu tak memerlukanku lagi, jadi menurutku sekaranglah
waktunya aku pergi. Selamat tinggal, sahabatku,” aku merasakan tubuh Maddy lama lama
menghilang, seperti kabut dipagi hari. Selamat tinggal Maddy, aku takkan tenggelam lagi.

Anda mungkin juga menyukai