Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis


1) Defenisi Cholelitiasis
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam
kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran
empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72,
2014).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang
terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah
campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik.
Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe
batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di
negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol,
sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%
(Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2014).
2) Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik
dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3%
protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan.
Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
3) Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan
inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik
dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S
2014).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila
bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya
enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

4) Manifestasi klinik
a) Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai
mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam
porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan
yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
b) Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi
dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
c) Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
d) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung
lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.(Smeltzer, 2014).
e) Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat
pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil
yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
b) Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena
liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu
yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2014).
c) Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal. (Williams 2003).
d) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan
ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian
bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2015).
e) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
6. Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala
yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis
simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
a) Penatalaksanaan Non bedah
1) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus
ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer, SC
dan Bare, BG 2002). Manajemen terapi :
- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan dari pada chenodeoxy cholic karena efek
samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxy cholic
seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.
3) Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu
alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan
batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
4) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu
empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen. (Smeltzer & Bare, 2015).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu.
Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
5) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang
di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
b) Penatalaksanaan Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang
terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut.
2) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara
ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal
(0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang
yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa, meliputi:
1) Nama
a) Umur pasien (Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60
tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih muda)
b) Jenis kelamin (Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan
oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena
kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.)
c) Alamat
d) Pendidikan/pekerjaan
e) Penanggungjawab pasien
f) Keluhan utama: (pasien dengan kolesistitis merasakan nyeri
pada perut kanan pada bagian atas)
2) Riwayat kesehatan, meliputi :
a) Kesehatan masa lalu (anamnesa pada pengkajian apakah klien
pernah dirawat di Rumah Sakit atau riwayat penyakit yang
pernah diderita pada masa lalu, penah mengalami kolesistitis
sebelumnya)
b) Kesehatan sekarang (merasakan nyeri pada perut kanan pada
bagian atas, mual muntah, terjadi ikterus, regusitasi
gas;sendawa dan flatus)
c) Kesehatan keluarga (Orang dengan riwayat keluarga
kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan
tanpa riwayat keluarga).
3) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi : (menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan
metabolik dan suplai gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan
cairan, keadaan kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa,
tinggi, dan berat badan)
b) Tidur/istirahat : (karena adanya nyeri, tidur pasien terganggu)
c) Eliminasi : (menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar,
kandung kemih, dan kulit); termasuk pola individu sehari-hari,
perubahan atau gangguan, dan metode yang digunakan untuk
mengendalikan ekskresi )
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum pasien :adanya kelemahan sampai sangat
lemah, pucat, mual dan muntah, gelisah, , demam.
b) Kulit: berwarna kuning
c) Abdomen : adanya nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar
ke punggung atau bahu kanan
d) Kaji perubahan gizi-metabolik: penurunan berat badan,
anoreksia, intoleransi lemak, mual dan muntah, dispepsia,
menggigil, terabanya kandung empedu
e) Respirasi : takipnea
f) Nadi : takikardi (nadi >80/menit)
5) Analisa Data

Symtom Etiologi Problem

Ds: Pasien mengeluh Okulosa dan Nyeriuaty


rasa nyeri pada perwat. obstruksi dari batu

Do: sekala nyeri kllien ↓


2 (dari skala 0-4)
Obstruksi duktus
biliaris

↑ tekanan biliaris

Respon local saraf

nyeri

Ds : Pasien Biasanya Gangguan gastro Ketidak


Lemah Dalam intestinal seimbangan
Beraktifitas nutrisi kurang

dari kebutuhan
Do: Pada kasus ini
Mual, muntah,
klien tampak tidak mau
anoreksia
makan dan air yang
diminum tidak sesuai ↓
kebutuhan
Intake cairan dan
nutrisi tidak
adekuat

Ketidak
seimbangan cairan

Ds: klien mengeluh Tekanan biliaris Pola naeas tidak


sulit bernafas ketika meningkat efektif
nyeri kambuh

Do: klien akan tampak
respon Local saraf
pucat-pucat suit
bernafas ↓
Nyeri

Pola nafas tidak


efektif

Ds: klien bertanya Preoperatif Pemenuhan


tentang penyakitnya informasi

karena tidak tahu
Kecemasan

Pemenuuhan
informasi
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi billier, kerusakan
jaringan lunak pasca bedah
b) Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang adekuat.
c) Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri pasca
kolisistektomi ada saat ekpansi paru.
d) Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanye rencana
pembedahan dan rencana perawatan rumah.
3. Intervensi
a) Diagnosa 1
Tujuan ; dalam waktu 3 jam pasca-Intervensi nonbedah dan 7 x 24 jam
pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi :

Ø Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi

Ø Skala nyeri 0-1 (0-4)

Ø TTV dalam batas normal, wajah pasien Relaks.

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan


tindakan pereda nyeri non relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
parmakologi dan noninvasive telan menunjukkan keefektipan dalam
mengurangi nyeri

Lakukan manajemen nyeri Manajemen nyeri merupakan kunci dari


keperawatan pada pasien tanpa penatalaksanaan pasien pasca bedah.
intervensi bedah, meliputi :

· Kaji nyeri pada pendekatan PQRST · Pendekatan PQRST dapat secara


komperhensip menggalai nyeri pasien

Berikan posisi fowler Posisi fowler menurunkan tekanan-


tekanan intra abdominal.

· Efek dilatasi dinding empedu


Konpres hangant pada area abdomen
memberikan respon spasme akam
kanan atas
menurun.

· Istirahat secara fisiologis akan


Istirahatkan pasien pada saat nyeri menurunkan kebutuhan oksigen yang
muncul diperlukam untuk memnuhi kebutuhan
metabolism basal.

· Meningkatnya intake oksigen sehingga


Ajarkan tektik relaksasi pernafasan
akan menurunkan nyeri skunder dari
dalam pada saat nyeri muncul
iskemia jaringan local.

Ajarkan teknik distraksi pada saat


· Distraksi atau (pengalihan perhatian)
nyeri
dapat menurunkan stimulus internal.

· Manajemen sentuhan dukungan


Lakukan manajemen sentuhan fisiologis dapat membantu menurunkan
nyeri.

Lakuakan manajemen nyeri Apabila pasien mengalami skala nyeri 3


keperawatan pada pasien pasca (0-4), merupakan peringatan yang perlu
intervensi bedah yang meliputi : diwaspadai pasien karena hal ini
memberikan manivestasi klinis yang
Kaji nyeri dengan pendekatan
berpariasi dari komplikasi pasca bedah
PQRST
kolisitektomi.
Atur posisi fisiologis · Lokasi iknsisi didaerah subkosta pada
pembedahan kandung empedu
cenderung membuat pasien tidak ingin
membalikkan serta menggerakkan tubuh
dan cenderung bernafas dangkal untuk
mencegah rasa nyeri.

· Pleh karena aerasi paru, peningkatan


Bantu aktivitas penurunan respon aktivitas secara bartahap diperlukan
nyeri mencegah komplikasi pasca operativ
sehingga pemberian analgesic perlu di
dilakukan sesuai resep.

· Pemberian oksigen sebagai


Beri oksigen 3 L/menit pemeliharaan oksigen optimal dan
menurunkan respon nyeri akaibat
kekurangan oksigen pasca bedah.

Tingkatan penmgetahuan tentang : Pengertahuan yang dirasakan membantu


sebab-sebab nyeri dan mengurangi nyerinya dan dapat
menghubungkan berapa nyeri akan membantu mengembangkan kepatuhan
berlangsung pasien terhadap rencana terapeutik

Kolaborasi dengan tim medis untuk Anlgetik membelok lintasan nyeri


pemberian : sehingga nyeri berkurang.

Analgetik · Procedural litotropsi atau ESWL ini telah


berhasil membelah batu empedu tanpa
intervensi non bedah litotrepsi
pembedahan

Untuk meklarutkan batu empedu dengan


Pelarutan batu empedu mengimpuskan suatu bahan pelarut
(monoktanoin atau metiltertier butyl
eter) kedalam batu empedu.

Terapi endoskopi · Sesudah endoskopi terpasang alat ini


digunakan untuk memotong serabut-
serabut mukosa atau pavila spingter odi,
sehingga mulut spingter tersebut dapat
diperlebar.
·
· Penanganan bedah batu empedu untuk
Intervensi bedah
mengurangi keluhan nyeri, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier
dsan untuk untuk mengatasi kolesistitis
akut.

b) Diagnosa 2 :
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pada pasien non bedah dan 5 x 24
jam pada pasien pasca bedah kolisistektomi akan mempertahankan
kebutuhan nutrisi yang adekuat
Kriteria Evaluasi :

Ø Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam


situasi individu

Ø Menunjukkan peningkatan BB.

Intervensi Rasional

Kaji status nutrisi pasien ,tugor kulit, Mempalidasi dan menetapkan derajat
berat badan, derajat penurunan berat masalah untuk menetapkan pilihan
badan, integritas mukosa oral, intervensi yang tyepat.
kemampuan menelan, riwayat mual
muntah dan diare.
· Kaji pengetahuan pasien tentang · untuk meningkatkan pengetahuan
integritas nutrisi. kondisi social ekonomi pasien

· pertahankan kebersihan mulut · akumulasi partikel makanan dimulut


dapat meningkatkan bau dan rasa tak
sedap yang menurunkan napsu makan.

· Beri diet sesuai kondisi klinik atau · Diet yang diharapkan segera setelah
tingkat toleransi suatu serangan yang akut biasanya
dibatasi pada makanan cair rendah
lemak
· Beri diet pasca bedah kolesistektomi.
· Diet pasien dapat berupa diet rendah
lemak,tinggi karbohidrat dan protei
yang diberikan segera setelah
pembedah

· Berikan makanan secara berlahan pada · Pasien dapat berkonsentrassi pada


lingkungan yang tenang. mekanisme makan tanpa ada distraksi
atau adanyan gangguan dari luar.

· Kolaborasi dengan ahli diet untuk · Merencanakan diet dengan kandungan


menetapkan komposisi dan jenis diet nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
yang tepat penigkatan kebutuhan energy dan
kaloris berhungan dengan metabolis
pasien.

· Monitor perkembangan berta badan · Penimbangan berat badan dilakukan


sebagai evaluasi terhadap intervensi
yang diberikan.
c) Diagnosa 3
Tujuan ; dalam waktu 1 x 24 jam tiadak terjadi perubahanpola nafas.
Kriteria hasil :
 Laporan secar subjektif tidak sesak nafas bila bernafas optimal
tanpa disertai nyeri pada insisi lika
 RR dalam batas 16-20x/menit
 Pemeriksaan gas arteri
 Kadar elektrolit normal

Intervensi Rasional

Kaji factor penyebab pola nafas tidak Mengidentifikasi untuk mengatasi


efektif penyebab dasar dari penurunan ekpansi
pascabedah kolesistektomi.

Istirahatkan pasien dengan posisi Posisi fowler akan meningkatkan posis


Fowler ekpansi paru optimal.

Manajemen lingkungan tenanga dan Lingkungan tenaga akan menurunkan


batasi pengunjung. stimulus nyeri ekternal dan pembatasan
pengunjung akan membanatu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan
yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang ada diruangan.

Beri oksigen 3 L/menit Terapi pemeliharaan untuk kebutuhan


oksigenasi.

Ajarkan dan bantu menyagga sekitar Menurunkan tarikan pada kulit akibat
luka pasien pada saat latihan nafas peningkatan intraabdomen skunder dari
dalam batuk akan menurunkan stimulus nyeri
dan pasien mendapat dukungan, serta
kepercayaan diri untuk melakukan
pernafasan diafragma karena pada
kondisi kliknik sebagian besar pasien
pascabedah takut untuk melakukan
latiahan pernafasaan diafragma.

Ajarkan mengatur posisi atau Posisi disesuaikan toleransi pasien


menggunakan bantal apabila pasien pascabedah.biasakan posisi fowler
mengalaminyeri saat melakukan atau miring kesisi yang sehat atau
pernafasan dalam. duduk dengan menggunakan bantal
dapat meningkatkan kepercayaan diri
dan menurunkan respon nyeri pada
pasien.

Kolaborasi :

Plantau data laboraturium analisis gas Tujuan intervensi keperawatan pada


darah berkelanjutan. alkalosis adalah menurunkan pH
sistemik sampai batas amandan
menanggulangi sebab-sebab alkalosis
yang mendasarinya.

d) Diagnosa 5
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
 Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang
diberikan.
 Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah
diberikan.
Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh


tentang pembedahan apendiktomi dan tingkat social ekonomi pasien. Perawat
rencana keperawatan rumah. menggunakan pendekatan yang sessuai
dengan kondisi individu pasien.

Cari sumber yang meningkatkan Keluarga terdekat dengan pasien perlu


penerimaan informasi. dilibatkan dalam pemenuhan informasi
unttuk menurunkan resiko
misinterpretasi terhadap informasi yang
diberikan.

Beritahu gejala awal pada pasien yang Pasien dengan batu empedu tanpa
terdeteksi batu empedu asimtomatik. gejala harus dididik untuk mengenali
dan melaporkan gejala kolik billier dan
pakkreatitis akut.

Anjurkan berolahraga Olahraga teratur dapat mengurangi


frekuensi kolesistektomi.

Jelaskan intevensi nonbedah dengan Intervensi medis ini dilakukan dengan


pelarutan batu empedu. cara menginfuskan cairan palarut batu
empedu secara kateter perkutan
kekandung empedu.

Jelaskan danlakukan pemenuhan atau Kolesistektomi meruoakan suatu


persiapan pembedahan, meliputi : intervensi bedah yang mempunyai
tujuan bedah ablative atau melakukan
Jelaskan tentang pembedahan
pengangkatan bagian tubuh yang
kolesistektomi
mengalami masalah atau mempunyai
penyakit.
Diskusikan jadwal pembedakhan. Pasien dan keluarga harus diberitahu
waktu mulainya pembedahan.

Setiap pasien diajarkan sebagai seorang


Lakukan pendidikan kesehatan
individu dengan mempertimbangkan
preoperative.
segala keunikan ansietas, kebutuhan
dan harapa-harapannya.

Beritahu persiapan pembedahan : Pencukuran area operasi dilakukan


apabila protol lembaga atau ahli
Pencukuran area operasi
pembedahan mengharuskan kulit untuk
dicukur.pasien diberitahu tentang
prosedur mencukur, dibaringkan
dalamposisi yang nyaman dan tidak
memajan bagian yang tidak perlu.

Persiapan puasa · Puasa preoperative idealnya 6-8 jam


sebelum intervensi bedah.

· Istrahat merupakan hal yang penting


· Persiapan istirahat dan tidur
untuk penyembuhan normal.

Pasien mendapatkan penjelasan dan


Persiapan administrasi dan inform menandatangani inform concent.
concent

Beritahu pasien dan keluaraga kapan Pasien akan mendapatkan manfaat bila
pasien sudah bisa dikunjungi. mengetahui kapan keluarga dan
temannya bisa berkunjung setelah
pembedahan.

Beritahu pasien dan keluarga apabila Pascakolosectomi tanpa komplikasi.


didapatkan perubajhan klinik atau Pasien akan segeraq pulang setelah
komplikasi untuk segera fungsi usus dan kesadaran normal. Di
memeriksakan diri. rumah pasien dann keluarga diajarkan
untuk memeriksa sendiri tentang
memeriksa nadi dan kondisi balutan.

4. Implementasi
Sesuai Intervensi
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan adalah sbb:
a. Nyeri terkontrol atau teradaptasi
b. Informasi kesehatan terpenuhi
c. Intake nutrisi adekuat
d. Pola nafas efektif
e. Cairan dan elektrolit seimbang
f. Tidak terjadi infeksi pascabedah
g. Suhu tubuh normal
h. Penurunan tingkat kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai