Anda di halaman 1dari 18

6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Glaukoma” ini dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun tujuan kami membuat makalah
ini adalah sebagai pemenuhan pertanggung jawaban akan tugas awal laboratorim Histologi
dalam Blok Special Sense di semester V ini.

Makalah mengenai Glaukoma ini belum sepenuhnya sempurna dan masih ada
kekurangan di dalam pembahasan topik ini. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini nantinya dapat bermanfaat , memberikan informasi yang baru guna menambah
pengetahuan serta merupakan sumber pengetahuan yang berkualitas bagi pembaca.

Medan, 6 Desember 2013

Tim Penyusun

LABORATORIUM HISTOLOGI 1
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar ………………………………………………………………..…i

2. Daftar Isi …………………………………………………………………….......ii

3. Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….1
1.2 Tujuan ……………………………………………………………………......1

4. Bab II Pembahasan
2.1 Definisi ……………………………………………………………………...2
2.2 Etiologi …………………………………………………………………...…2
2.3 Patofisiologi ………………………………………………………………...3
2.4 Klasifikasi ………………………………………………………………......3
2.5 Gejala Klinis ……………………………………………………………..…4
2.6 Penegakkan Diagnosa …………………………………………………..…..6
2.7 Diagnosa Banding ……………………………………………………..……8
2.8 Penatalaksanaan ………………………………………………………..…...8
2.9 Komplikasi ……………………………………………………………..…...9
2.10 Prognosis ……………………………………………………………..…..…10

5. Bab III Penutupan


Kesimpulan …………………………………………………………………….....11
Saran ……………………………………………………………………………...11
Struktur dan Gambaran Histologi Galukoma …………………………………….13
Daftar Pustaka ……………………………………………………………...…….16

LABORATORIUM HISTOLOGI 2
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia terdapat 0,40 %


penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan 0,26% penduduk. Prevalensi
dan penyebab utama di Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72% , pterigium 8,79 %,
katarak 7,40 %, konjungtiva 1,74 %, parut kornea 0,43%, glaukoma 0,40%, retinopati 0,17%.
Prevalensi dan penyebab buta kedua 0,16% kelainan refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea
0,06%, dan lain-lain 0,03% ,prevalensi total 1,47%. (Sidharta Ilyas, 2010).

Glaukoma juga merupakan penyebab utama kebutaan di Negara barat. Di antara mereka
hamper setenganya mengalami gangguan penglihatan sampai 70 ribu benar – benar buta dan
bertambah sebanyak 5500 orang buta setiap tahunnya. Jika glaukoma didiagnosis lebih awal
dan ditangani dengan benar kebutaan dapat dicegah namun kebanyakan kasus glaukoma
bergejala sampai sudah terjadi maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai peran
penting dalam mendeteksi penyakit ini. Oleh sebab itu Glaukoma adalah salah satu penyakit
mata yang dapat menyebabkan proses hilangnya penglihatan.

1.2 Tujuan

Agar mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami mengenai Glaukoma mulai dari
definisi, manifestasi klinis, penatalaksanan dan lainya sampai prognosis Glaukoma tersebut.

LABORATORIUM HISTOLOGI 3
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Glukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian
tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan
mata.(Sidarta Ilyas,2011).
Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996).
Glaukoma didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit dengan karakteristik
neuropati optik yang berhubungan dengan penurunan lapang pandangan dan peningkatan
tekanan intraokuli sebagai satu faktor resiko utama (Skuta, et al., 2010; Kansky, 2007).

2.2 Etiologi

Pada dasarnya Glaucoma disebabkan akibat tersumbatnya aliran air mata (aquous
humour) yaitu:
a.Jaringan iris tiba-tiba memblokir jalan pengaliran air mata.
b. Penyempitan sudut bilik mata depan,misalnya : pada Hypermetrophia / Cataract stadium
Immatur dimana lensa menjadi besar.
c. Keadaan di mana papil menjadi besar/ lebar:
-pada kegelapan
-emosi, stress
-kelelahan
-penetesan obat midriatikum
d. Pada infeksi iris dan corpus ciliare dimana terjadi pelebaran pembuluh darah
e. Pada penyakit Uveitis dimana asa synechia ant/post
f. Meningginya outflow resisten dari trabecula karena adanya hipertropi dari sel-sel trabecula
/canalis schlem yang tersumbat,sedangkan sudut blik mata normal (cataract sudur terbuka)
g.penurunan permeability dari trabecula

2.3 Patofisiologi

LABORATORIUM HISTOLOGI 4
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apotopsis sel


ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti - dalam
retina serta berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cawan optic.
Patofisiologi peningkatan intraokuler- baik disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka
maupun yang tertutup- akan dibahas sesuai dengan entitas penyakitnya Efek peningkatan
tekanan intra okuler dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan intraokuler.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intarokuler mencapai 60 – 80 mmHg,
menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan
nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraocular biasanya tidak
meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama,
sering setelah beberapa tahun. Pada glaukoma tekanan normal, sel sel ganglion retina
mungkin rentan mengalami kerusakan akibat tekanan intraocular dalam kisaran normal, atau
mekanisme kerusakannya yang utama mungkin iskemia caput nervi (Riordan,Paul,dkk.2010).

2.4 Klasifikasi

Glaukoma primer:

1. Sudut terbuka kronis


2. Sudut tertutup akut dan kronis

Glaukoma kongenital:

1. Primer

2. Sekunder

3. Sekunder akibat kelainan mata turunan lain (Bruce James,2007)

Glaukoma sekunder

Glaukoma Absolute

2.5 Gejala Kinis


LABORATORIUM HISTOLOGI 5
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Gejala Klinis dari Glaukoma Primer :

1. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)


Adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui . merupakan glaukoma primer yang
ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.
Diduga glaukoma simpleks dapat diturunkan secara dominan maupun resesif, 50%
penderitanya secara genetik adalah homozigot.
Gejala glaukoma simpleks agak lambat dan kadang tidak disadari oleh penderita sampai
akhirnya berlanjut ke kebutaan.
Gejala klinis :
 Tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau 20mmHg
 Mata tidak merah atau tidak tersapat keluhan sehari-hari, sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan anatomis dan fungsi tanpa disadari penderita.
 Atrof papil akibat tekanan tinggi.
 Gangguan saraf optik berupa penciutan lapangan pandang. (Sidarta, 2010)

2. Glaukoma sudut tertutup


Gejala klinis:
 Pada glaukoma sudut tertutup terjadi peningkatan mendadak tekanan intraokuler
 Mata terasa sangat nyeri
 Fotofobia
 Mata kehilangan penglihatan dan berair
 Secara sistemik pasien mungkin mengalami nausea serta nyeri abdomen
 Tedapat halo pada penglihatan pada glaukoma sudut mata tertutup intermiten
 Pada pemeriksaan tampak mata merah, kornea berawan, pupil oval, terfiksasi, dan
terdilatasi (Bruce James,2007)

Gejala Klinis Glaukoma kongenital:

Glaucoma kongenital terjadi dari berbagai penyakit. Dapat timbul saat lahir atau dalam tahun
pertama

Gejala dan tanda:

LABORATORIUM HISTOLOGI 6
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

 Mata berair belebihan


 b.peningkatan diameter kornea (buftalmos)
 kornea berawan akibat edema epitel
 terpisahnya membran descement (Bruce James,2007)

Gejala Klinis Glaukoma Sekunder :

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab timbulnya .Glaukoma dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan-kelainan atau penyakit yang telah diderita
sebelumnya atau pada saat itu , seperti ; kelainan lensa , kelainan uvea,trauma,pembedahan
dll .Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata ,disebabkan :

 Kelainan Lensa
- Luksasi
- Pembengkakan (intumesen)
- Fakoltik
 Kelaianan uvea
- Uveitis
- Tumor
 Trauma :
- Perdarahan dalam bilik mata depan (hifema).
- Perforasi kornea dan prolaps iris , yang menyebabkan leukoma adheren.
 Pembedahan

Bilik mata depan yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan katarak.
 Penyebab glaucoma sekunder lainnya :
- Rubeosis iridis (akibat thrombosis vena retina sentral)
- Penggunaan kortikosteroid topical berlebihan

Gejala Klinis Glaukoma Absolut :

LABORATORIUM HISTOLOGI 7
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana


sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut.Pada glaukoma absolute kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan rasa sakit .

Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaaan ini memberikan rasa sakit
sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk
menekan fungsi badan siliar , alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata
karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit (Sidarta,dkk.2011).

2.6 Penegakan diagnosa

Bila ternyata tensi intraokulernya lebih dari 20 m Hg, harus dilakukan pemeriksaan
glukokoma yang lengkap sepeti :

Tonometri, lapang pandangan, oftalmoskopi, gonioskopi, tes provokasi (tes minim air,
pressure congestion test, tes steroid ), tonografi.

Tonometri :

Tekanan intraokuler pad glaukoma ini tidak terlalu tinggi. Menurut Langley an kawan
– kawan pada glaukoma simpleks terdapat 4 tipe variasi diurnal :

1. Flat type : sepanjang hari sama


2. Rising type : Puncak terdapat pada malam hari
3. Double variations : Puncaknya terdapat pada jam 9 pagi dan malam hari
4. Falling type : Puncak terdapat pada waktu bangun tidur
Suatu tanda berharga yang ditemukan oleh Downey yaitu bila antara kedua mata, selalu
terdapat perbedaan tensi intraokuler 4 mmHg atau lebih, maka itu menunjukan kemungkinan
glukoma simpleks. Suatu variasi diurnal pada satu mata dengan perbedaan yang melebihi 5
mmHg, dianggap menunjukan kemungkinan glaukoma simpleks, meskipun tensinya masih
normal.

LABORATORIUM HISTOLOGI 8
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Pemeriksaan Lapang Pandang

Penting, baik untuk menegagkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan


penyakitnya, juga bagi menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti
keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang
pandangan perifer belum menujukan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukan adanya macam – macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lappang
pandang perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian
nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat
menimbulkan tunnel vision, seolah – olah melihat melaliu teropong untuk kemudian menjadi
buta.

Periksaan oftalmoskopi

Penggaungan dan atrofi tampak pada papil N. II. Ada yang mengatakan, bahwa pada
glaukoma sudut terbuka, didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang primer,
yang disebabkan oleh insufisiensi vaskular. Sebab menurut penelitian kemunduran fungsinya
terus berlanjut, meskipun tekanan intraokulernya telah dinormalisir dengan obat – obatan
ataupun dengan operasi. Juga penderita dengan kelainan sistemik seperti diabetes melitus,
arteriosklerosis, lebih mudah mendapat kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan
intraokuler, dari pada yang lain.

Pemeriksaan Gonioskopi

Pada glaukoma simpleks sudutnya normal. Pada stadium yang lanjut, bila telah timbul
goniosinechiae ( perlengketan pinggir iris pada kornea/trakekula ) maka sudut dapat tertutup.

Tonografi

Terdapat resistance of outflow (hambatan dari pengeluaran cairan ) hasil pemeriksaan


tonografi pada glaukoma simpleks ternyata kurang dari normal dan menjadi kurang lagi, pada
keadaan yang lanjut, (C≤0,13)

Tes Provokasi

LABORATORIUM HISTOLOGI 9
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Tes minum air : Kenaikan tensi 8 – 9 mmHg mencurigakan, 10 mmHg pasti patologis.

Tes steroid : Kenaikan 8 mmHg, menunjukan glaukoma.

Pressure congestion test : Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan. Sedang bila lebih dari
11 mmHg pasti patologis.

2.7 Diagnosa Banding


 Iritis akut lebih menimbulkan fotofobia dibandingkan glaukoma akut. Tekanan
intraokular biasanya tidak meningkat, pupil konstriksi atau bentuknya ireguler dan
kornea biasanya tidak edema. Dibalik depan mata tampak jelas flare dan sel, dan
terdapat injeksi siliar dalam.
 Konjungtivitis akut, biasanya terjadi bilateral, nyerinya ringan atau tidak ada, dan
tidak ada gangguan penglihatan. Terdapat sekret mata dan konjungtiva yang
meradang hebat, tetapi tidak ada injeksi siliar. Reaksi pupil dan tekanan intraokular,
dan korneanya jernih.
 Megalokornea, kekeruhan kornea akibat distrofi kongenital atau mukopolisakaridosis,
dan ruptur traumatik membran Descement harus disingkirkan. Pengukuran tekanan
intraokular, gonioskopi, dan evaluasi diskus optikus penting untuk membuat diagnosis
banding. Penilaian biasanya memerlukan anestesi umum. (Paul riordan-Eva,John P.
Witcher, 2010 )

2.8 Penatalaksanaan

Glaukoma akut merupakan masalah pembedahan. Terapi dengan pengobatan hanya


merupakan pengobatan pendahuluan sebelum penderita di operasi. Hal ini harus sejak awal
dikemukakan kepada penderita dan keluarganya, sebab ada kemungkinan penderita menolak
untuk di operasi, karena telah merasa enak setelah diberi obat-obatan.

Pada Fase Non Kongesif

Diberikan Miotikum : a. Miotika terus.

b. Operasi.

Pada fase kongesif (akut)

LABORATORIUM HISTOLOGI 10
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Pengobatan harus diberikan secara cepat dan tepat, jika terlambat 24-48 jam maka
sinekhia anterior sudah kuat sehingga pengobatan dengan miotikum tak berguna lagi. TIO
harus sudah turun dalam 2-4 jam sedapat-dapatnya.

a) miotikum : untuk mengecilkan pupil, sehingga iris terlepas dari tekanannya ditrebekula
dan sudutnya menjadi terbuka, cara menberikannya : Pilocarpin 2-4 % setiap menit satu
tetes selama 5 menit diteruskan dengan setiap jam.
b) Penghambat karbonik anhidrase ----> mengurangi produksi humor akueus seperti diamox
500 mg sekaligus (2 tablet) kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet.
c) Obat hiperosmotik.
Gliserin 50 % peroral 1-1,8 gram/kg BB.

d) Untuk mengurangi rasa sakitnya dapat disuntikkan 10-15 mg morfin.


e) 10-12,5 kg largaktil ----> penderita yang muntah-muntah sebelum tablet diamox dan
tablet gliserin diberikan, sehingga obat dapat ditelan.

Dengan pengobatan di atas bersama-sama, tekanan yang tinggi sekali dapat ditekan
sampai dibawah 25 mmHg dalam waktu 24 jam.

Jika tekanan intraokulernya sudah turun, operasi harus dilakukan paling lambat 2-4 hari
kemudian. Selama ini pengobatan tetap dilanjutkan. Bila tekanan tetap tinggi, melebihi 30
mmHg diberikan obat hiperosmotik yang lain yaitu : manitol (1,5-3/kg BB) 20 tetes/ menit
(20%) atau ureum 30% infus, 300 cc diberikan ± 2-3 jam yang diberikan sebelum operasi
dilakukan.

Macam operasi :

1. Iridektomi perifer.
2. Operasi filtrasi (Iridenkleisis, trepanasi, sklerotomi, trabekulektomi).

2.9 Komplikasi

 Kebutaan dapat terjadi pada semua galukoma. Glaucoma penutup sudut akut adalah
suatu kedaruratan medis.

LABORATORIUM HISTOLOGI 11
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

 Agens topical yang digunakan untuk mengobati glaucoma dapat memiliki efek
sistemik yang merugikan terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa perburukan
kondisi jantung, pernafasan, neurologis. (corwin, 2001)
 Sinelia anterior perifer
 Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar.
 Katarak
 Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan
pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
 Atrofi retina dan saraf optik
 Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah
buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada
lapisan sel-sel ganglion.

2.10 Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses


penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani dengan baik.

LABORATORIUM HISTOLOGI 12
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana ditandai dengan meningkatnya tekanan intra
okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga mengakibatkan kebutaan. Glaukoma
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu glaukoma primer, glaukoma congenital, glaukoma sekunder
dan glaukoma absolute.

Glaukoma merupakan penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya


penglihatan yaitu komplikasi kebutaan, tetapi proses ini dapat dicegah dengan obat- obatan
,terapi laser dan terapi pembedahan. Hilangnya penglihatan pada glaukoma tidak dapat
disembuhkan kembali karena bersifat irreversible, maka sangat penting untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada organ mata sedini mungkin apalagi glaukoma sering timbul tanpa
gejala sampai pada tahap akhir.

SARAN

Jika seseorang mengalami gejala klinis yang merujuk ke Glaukoma hendaknya


langsung melakukan pemeriksaan dan penanganan yang cepat dan tepat agar tidak berlanjut
ke kondisi yang lebih parah hingga ke komplikasi.

LABORATORIUM HISTOLOGI 13
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

STRUKTUR DAN GAMBARAN HISTOLOGI GLAUKOMA

LABORATORIUM HISTOLOGI 14
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

1.protein dan makrofag


terakumulasi

2.makrofag

3.makrofag

4.permukaan iris dan kapsul


lensa

5.adanya penyusutan lensa ,


dan kapsul lensa mungkin
mengalami kerusakan

LABORATORIUM HISTOLOGI 15
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Gambaran histologi menunjukan adanya glaukoma neovascular. dimana ditemukan


fibrovascular atau kebiruan di bagian iris

1.adanya tekanan intraokular yang parah, dimana ditemukanya eritrosit

2.inti sudah mengalami kerusakan

3.apoptosis(Kematian sel)

4.lensa kortikal anterior yang berdegenerasi

LABORATORIUM HISTOLOGI 16
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

Structural abnormalities in eyes of 21-week-old G60S mice. The eyes of theGja1Jrt/+ mice were severely
deformed. Deviance from (A) wild-type (WT) eye normal histology was evident in moderate (B, C) to severe
(D) disease phenotypes in Gja1Jrt/+ mice at 21 weeks of age. Structural abnormalities include evidence of early
optic nerve head cupping (insets), retinal disorganization and dysplasia (D, inset), and lens atrophy. Solute
precipitation in anterior and posterior chambers was evident in all Gja1Jrt/+eyes. H&E-stained, paraffin-
embedded sections; magnification: (A–D) ×20; (insets) ×100.

LABORATORIUM HISTOLOGI 17
6 Desember 2013 [GLAUKOMA]

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas,sidarta. 2011.”Buku Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Penerbit Balai FK UI

Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I

Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Diagnostic approach to retinal disease. In: American
Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous, Section 12, Basic and Clinical Science
Course

Kanski JJ, (2007). Clinical Ophthalmology, A Systemic Approach; 6 th edition, : Butterworth


Heinemann Elsevier

James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. Lecture Notes Oftalmologi.Edisi ke-. 9.Jakarta:
Airlangga.2006

Riordan paul-eva. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum. Edisi ke-17. Jakarta : EGC. 2010

Corwin, Elizaberth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC

Ilyas Sidarta, et al .Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran.Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.2010

Bruce, James. 2007.Lecture notes oftamologi. Erlangga Medical Series:Jakarta

LABORATORIUM HISTOLOGI 18

Anda mungkin juga menyukai