Kesepakatan Dunia Internasional dalam Mengatasi Pemanasan Global
1. COP DAN UNFCCC
Conference of the Parties (COP) atau Konferensi Para Pihak adalah otoritas tertinggi dalam kerangka kerja PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim. Sedangkan, United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) merupakan asosiasi para pihak dalam meratifikasi konvensi yang bertanggung jawab menjaga konsistensi upaya international dalam mencapai tujuan utama konvensi yang mulai ditanda tangani pada bulan Juni 1992 di Rio De Jeneiro, Brazil. Tujuan yang paling utama dari pembentukan konvensi perubahan iklim tersebut adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga konsentrasi gas-gas tersebut tidak melampaui batas aman dan tidak membahayakan iklim dunia. Dalam konvensi tersebut disepakati untuk membagi negara-negara yang meratifikasi menjadi dua kelompok, yaitu negara-negara Annex I (negara-negara maju) dan negara-negara non-Annex I (negara-negara berkembang). Ada beberapa hasil keputusan untuk mengatasi pemanasan global, yaitu: COP Ke-1 di Berlin, Jerman Tahun 1995 COP ke-1 menyepakati Mandat Berlin (Berlin Mandate) yang antara lain berisi persetujuan para pihak untuk memulai proses yang memungkinkan untuk mengambil tindakan pada masa setelah tahun 2000, termasuk menguatkan komitmen negara-negara maju melalui adopsi suatu protokol atau instrumen legal lainnya. COP Ke-2 di Jenewa, Swiss Tahun 1996 Hasilnya adalah Deklarasi Jenewa (Geneve Declaration) yang berisi 10 butir deklarasi antara lain ajakan kepada semua pihak untuk mendukung pengembangan protokol dan instrumen legal lainnya yang didasarkan atas temuan ilmiah. COP Ke-3 di Kyoto – Jepang Tahun 1997 Hasilnya adalah Protokol Kyoto (Kyoto Protocol) yang menghasilkan: a. CDM (Clean Development Mechanism) CDM ialah mekanisme dalam membantu negara maju memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GRK. CDM dilaksanakan melalui kegiatan pembangunan yang dapat mencegah, menekan dan mengurangi emisi GRK. Tujuannya adalah membantu negara berkembang yang melakukan pembangunan bersih dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan sekaligus memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim dari PBB. b. REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) REDD ialah mekanisme pemberian insentif dana dari negara industri terhadap negara berkembang pemilik hutan. 3 pendekatan sekaligus dalam REDD yakni konservasi, deforestasi, dan degradasi. COP Ke-4 di Buenos Aires, Argentina Tahun 1998 COP ke-4 ini merupakan COP pertama yang dilangsungkan di negara berkembang. Hasil dari COP ke-4 adalah Rancangan Aksi Buenos Aires (Buenos Aires Plan of Action /BAPA) yang bertujuan merancang tindak lanjut implementasi Protokol Kyoto mengenai tenggat waktunya, terutama yang berhubungan dengan alih teknologi dan mekanisme keuangan khususnya bagi negara-negara berkembang. Dalam BAPA, para pihak mengalokasikan tenggat waktu 2 tahun untuk memperkuat komitmen terhadap konvensi dan penyusunan rencana serta pelaksanaan Protokol Kyoto. COP Ke-5 di Bonn, Jerman Tahun 1999 Hasilnya adalah merumuskan periode implementasi BAPA yang berisi pertemuan- pertemuan teknis yang relatif tidak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan besar. COP Ke-6 di Den Haag, Belanda Tahun 2000 COP ke-6 ini disebut sebagai malapetaka negosiasi dalam sejarah penyelenggaraan COP karena tidak satupun implementasi BAPA yang berkaitan dengan pengoperasian Protokol Kyoto, yang merupakan agenda utama COP ini dapat disepakati. Hasilnya adalah penundaan COP ke-6 dan dilanjutkan pada COP ke-6 bagian II yang diselenggarakan di Bonn – Jerman. COP Ke-6 Bagian II di Bonn, Jerman Tahun 2001 COP ke-6 Bagian II menghasilkan Kesepakatan Bonn (Bonn Agreement) dalam rangka implementasi BAPA. Isinya adalah mekanisme pendanaan di bawah protokol dengan referensi beberapa pasal Protokol Kyoto, membentuk dana baru di luar ketentuan konvensi bagi negara berkembang, dan membentuk dana adaptasi dari Clean Development Mechanism (CDM). COP Ke-7 di Marrakesh – Maroko Tahun 2001 COP ke-7 menghasilkan Persetujuan Marrakesh (Marrakesh Accord). Tujuan utama COP ke-7 adalah menyelesaikan persetujuan mengenai rencana terinci tentang cara- cara penurunan emisi menurut Protokol Kyoto dan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan yang memperkuat implementasi Konvensi Perubahan Iklim. COP Ke-8 di New Delhi, India Tahun 2002 COP ke-8 menghasilkan Deklarasi New Delhi (New Delhi Declaration) yang terdiri dari 13 butir, sebagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Butir-butir tersebut antara lain protokol Kyoto perlu segera diratifikasi oleh pihak yang belum melakukannya dan upaya antisipasi perubahan iklim harus diintegrasikan ke dalam program pembangunan nasional. COP Ke-9 di Milan, Italia Tahun 2003 Hasilnya berupa kesepakatan untuk mengadopsi keputusan kegiatan aforestasi dan reforestasi di bawah skema Clean Development Mechanisme. COP Ke-10 di Buenos Aires, Argentina Tahun 2004 Membahas adaptasi perubahan iklim dan menghasilkan Buenos Aires Programme Of Work on Adaptation and Response Measures. Tujuan dari COP ini adalah mendorong Negara maju mengalokasikan sebagian sumber dayanya untuk Negara berkembang yang telah merasakan dampak buruk perubahan iklim. Amerika Serikat menyatakan kembali bersedia membicarakan isu perubahan iklim dimana sebelumnya AS selalu tidak percaya kepada Protokol Kyoto dan hanya bersedia berpartisipasi dalam pertukaran informasi. COP Ke-11 di Montreal, Kanada Tahun 2005 Hasilnya adalah Rancangan Aksi Montreal (Montreal Action Plan), yaitu para pihak yang telah meratifikasi Protocol Kyoto akan bertemu dalam Conference of Parties Serving as Meeting of Parties to the Kyoto Protokol (COP/MOP). Sedangkan, para pihak yang tidak meratifikasi Protokol Kyoto dapat hadir sebagai observer dalam COP/MOP, tapi tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan. Juga dihasilkan keputusan bahwa para pihak mempertimbangkan komitmen lanjutan Annex I untuk periode setelah tahun 2012. Isu lain yang dibicarakan adalah menyelesaikan rincian tentang bagaimana melaksanakan Protokol Kyoto, menggalang kesepakatan diantara penanda tangan Protokol Kyoto tentang rencana memperbesar pemotongan emisi gas rumah kaca setelah tahun 2012. COP Ke-12 di Nairobi– Kenya Tahun 2006 Tema yang dibicarakan adalah seputar pelaksanaan waktu dan besar target emisi komitmen periode II setelah tahun 2012 dan kemungkinan adanya skema lain selain CDM dalam Protokol Kyoto. Ditetapkan Five Year Programme of Work on Impacts, Vulnerability and Adaptation to Climate Change, yang ditujukan membantu semua pihak untuk meningkatkan pengertian dan pengkajian dampak, kerentanan dan adaptasi, serta untuk membuat agar keputusan mengenai aksi dan tindakan adaptasi yang praktis mendapatkan informasi yang memadai guna menanggapi perubahan iklim. COP ke-13 di Bali, Indonesia COP ke-13 diselenggarakan pada tanggal 3–14 Desember 2007 di Bali, dengan jumlah peserta ± 10.000 orang dari 189 negara yang merupakan delegasi resmi dari badan- badan PBB, utusan resmi pemerintah, lembaga international dan organisasi nasional. Isu utama yang dibahas adalah reduksi emisi gas rumah kaca dan 4 isu penting perubahan iklim, yakni: a. Mitigasi b. Adaptasi Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk membiayai proyek adaptasi di negara-negara berkembang melalui metode clean development mechanism (CDM). c. Alih tehnologi Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memulai program strategis untuk memfasilitasi teknologi mitigasi dan adaptasi yang dibutuhkan negara- negara berkembang. Tujuan program ini adalah untuk memberikan contoh proyek yang konkrit, menciptakan lingkungan investasi yang menarik, dan juga termasuk memberikan insentif untuk sektor swasta untuk melakukan alih teknologi. d. Pendanaan COP ke-21 di Paris, Perancis COP ini dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2015. Perundingan Paris ini lebih dikenal formal dengan 2015 United Nations Climate Change Conference, yang diadakan untuk menanggapi peringatan bahwa kenaikan lanjutan GRK meningkatkan thermostat bumi. Hasilnya adalah mengharamkan kebiasaan membakar fosil dengan kemungkinan 1,5 derajat. Masing-masing negara harus menghentikan sumber energy penghasil GRK, seperti batu bara, minyak, dan gas alam dengan sumber yang rendah emisi, seperti angin, tenaga matahari, dan tenaga nuklir. 2. IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim adalah suatu panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia. IPCC didirikan pada tahun 1988 oleh 2 organisasi PBB, World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mengevaluasi risiko perubahan iklim akibat aktivitas manusia, dengan meneliti semua aspek berdasarkan pada literature teknis/ilmiah yang telah dikaji dan dipublikasikan. Panel ini terbuka untuk semua anggotan WMO dan UNEP. 3. APPCDC APPCDC adalah kemitraan internasional antara Australia, Kanada, India, Jepang, RRC, Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang diumumkan pada tanggal 12 Januari 2006 di pertemuan tingkat menteri di Sydney. Pada 5 April 2011, kemitraan secara resmi sepakat untuk bekera sama pada pengembangan dan transfer teknologi yang memungkinkan pengurangan emisi GRK secara konsisten dan melengkapi konvensi Kerangka Kerja PBB tentang perubahan iklim dan instrumen internasional lain yang relevan, dan dimaksudkan untuk melengkapi tetapi tidak menggantikan Protokol Kyoto. Mereka bersepakat untuk membuat rencana kerja untuk mengatasi perubahan iklim, keamanan energi, dan polusi udara. APPCDC melibatkan negara-negara anggota untuk mempercepat pengembangan dan penyebaran teknologi energi bersih.