Anda di halaman 1dari 26

Selain dari klasifikasi tumbukan seperti disebutkan di atas, juga dikenal

dengan tumbukan satu dimensi, yaitu tumbukan yang terjadi pada satu dimensi

atau pada satu garis lurus; dan setelah terjadi tumbukan, kedua benda bergerak

pada garis yang sama dengan gerak sebelum tumbukan.

Andaikan benda yang bertumbukan massanya masing-masing m1 dan m2.

Kecepatan sebelum tumbukan adalah u1 dan u2 dan setelah tumbukan

kecepatannya v1 dan v2.

Kita ambil arah momentum dan kecepatan kea rah kanan adalah positif dan

tumbukan dianggap elastik sempurna. Dari kekekalan momentum diperoleh:

(a) m1u1 + m2u1 = m1v1 + m2v1 atau m1 (u1-v1) = m2 (u2-v2)

dari kekekalan energi diperoleh :

(b) ½ m1u12 + m2u22 = ½ m1v12 + m2v12 atau .

Dari kedua persamaan a dan b diperoleh

u1+ v1 = u2 + v2  u1-u2 = v2-v1

persamaan di atas menyatakan bahwa dalam tumbukan satu dimensi, kecepatan

relatif saling mendekati kedua partikel sebelum tumbukan sama dengan kecepatan

relatif saling menjauhi setelah tumbukan.

Jika persamaan u1-u2 = v2-v1 disubtitusikan ke dalam persamaan m1 (u1 –v1) =

m2 (u2 –v2), diperoleh :

 m1  m2  xu ( 2m 2 )
v1  1  x u 2 ; dan
(m1  m2 ) (m1  m2 )

( 2m1 ) ( m 2  m1 )
v2 = xu1  x u2
( m1  m2 ) (m1  m 2 )

dari persamaan di atas, ada beberapa hal khusus yaitu :


a. Jika kedua partikel mempunyai massa sama, maka :

v1 = u2 dan v2 = u1

jadi pada tumbukan elastik satu dimensi dari dua partikel bermassa sama,

partikel bertukar kecepatan setelah tumbukan.

b. Jika misalnya partikel m2 mula-mula diam, berarti u2 = 0 sehingga;

( m1  m 2 ) (2m1 )
v1 = xu ; dan v= xu
m1  m 2 ( m1  m2 )

c. Jika m1 =m2, maka v1 = 0; dan v2 = v1

Jadi setelah tumbukan, partikel m1 berhenti, dan partikel m2 terpental dengan

kecepatan awal dari m1.

d. Jika m2 jauh lebih besar dari m1, maka v1 = -u1 dan v2 = 0

Jadi jika partikel ringan bertumbukan dengan partikel yang jauh lebih berat,

kecepatan dari partikel ringan akan berbalik, sedang partikel yang berat kira-

kira tetap berhenti.

e. Jika m2 jauh lebih kecil dari m1, diperoleh v1 = u1 dan v2 = 2u1.


LATIHAN

1. Sebuah bola bermassa 0,2 kg dipukul pada waktu bergerak horizontal dengan

kecepatan 30 m/detik, setelah meninggalkan pemukul, bola bergerak dengan

kecepatan 40 m/s dengan arah berlawanan terhadap arah dating bola. Kalau

gaya yang bekerja selama 0,0001 detik, hitung gaya rata-rata yang bekerja

dalam waktu tersebut.

2. Dua buah balok (A dan B) dengan massa mA dan mB, dihubungkan dengan

sebuah pegas. Kedua balok dan pegas terletak pada sebuah meja horizontal

yang licin sempurna. Kemudian pegas ditarik, kemudian dilepaskan. Jika

massa balok A = 2 kg dan massa balok B = 1 kg, tentukan perbandingan energi

kinetik kedua balok tersebut.

3. Benda pertama dengan massa 16 gram melaju dalam arah x positif dengan

kecepatan 30 cm/s, sedangkan benda kedua dengan 50 cm/s dengan massa 4

gram bergerak dalam arah x negatif. Kemudian benda bertumbukan dan

sesudah tumbukan kedua benda tetap bersatu. Berapa kecepatan system

sesudah tumbukan?

4. Dua benda dengan massa masing-masing m1 = 8 kg dan m2 = 4 kg bergerak

dengan kecepatan pada sumbu x dengan arah berlawanan pada kecepatan

11 m/s dan negatif 7m/s, setelah bertumbukan kedua benda sesaat sesudah

tumbukan.
BENDA TEGAR

6.1 KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

Dalam menerapkan syarat-syarat kesetimbangan kita dapat memperjelas

dan menyederhanakan caranya dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

Pertama-tama, kita buat batas khayal melingkupi system yang akan kita tinjau.hal

ini menolong kita untuk melihat dengan jelas benda atau system benda mana yang

harus dikenai hukum-hukum keseimbangan.

Kedua, gambarkan vektor-vektor yang menyatakan besar, arah, dan titik tangkap

semua gaya eksternal. Yang dimaksud dengan gaya eksternal ini adalah gaya-gaya

yang berasal dari luar batas yang digambar tadi. Contoh gaya luar yang sering

dijumpai adalah gaya gravitasi dan gaya yang disalurkan oleh tali, kawat, batang

yang menyeberangi batas.

Ketiga, sebelum menerapkan keseimbangan pertama dipilih dulu system

koordinat yang kita sukai, lalu uraikan gaya eksternal tadi ke dalam arah sumbu-

sumbu ordinat tadi.

Keempat, sebelum menerapkan syarat keseimbangan kedua kita pilih system

koordinat yang kita sukai, lalu kita uraikan torka eksternal dalam arah sumbu-

sumbu ini. Disinipun tujuannya untuk menyederhanakann perhitungan. Jika

sebuah sumbu melalui tempat dua gaya bekerja dan tegak lurus kepada bidang

yang dibentuk oleh kedua gaya tersebut, maka kedua gaya itu dengan sendirinya

tidak memiliki torka sepanjang sumbu ini. Resultan komponen torka dari semua
gaya eksternal terhadap sembarang sumbu dalam keseimbagan harus sama dengan

nol, karena saling menghapuskan.

F1
½ ½ F2
F1 F2

¼ ¼ ½

W w

Gambar 6.1.(a). Sebuah batang baja seragam terletak di atas dua buah neraca

pegas. (b). Sebuah beban digantung pada jarak seperempat panjang batang dari

salah satu ujungnya.

CONTOH:

a. Sebuah batang meter baja yang seragam diletakkan di atas dua neraca pada

ujung-ujungnya. Berat batang 4,0 pon. Tentukan penunjukkan skala pada

masing-masing neraca.

Untuk menunjukkan penentuan penunjukkan skala neraca, kita harus menentukan

besar gaya F1 dan gaya F2.

Syarat untuk keseimbangan translasi adalah :

F1 + F2 + w = 0

Karena itu kita peroleh persamaan scalar

F1 + F2 – 0,4 pon = 0
Dalam hal ini harus ditunjukkan bahwa resultan torka terhadap sumbu yang tegak

lurus bidang gambar sama dengan nol. Misalkan sumbu ini kita pilih melalui

pusat gravitasi. Dengan mengambil rotasi searah jarum jam positif dan yang

berlawanan arah dengan jarum jam negatif, syarat keseimbangan rotasi menjadi:

F1 ( ½ ) – F2 ( ½ ) + w(0) =0

F1 + F2 = 0

Gabungkan kedua persamaan di atas menjadi:

F1 + F2 = 2 F1 = 2 F2 = 4,0 pon

F1 = F2 = 2,0 pon

Masing-masing neraca menunjukkan 2,0 pon, seperti kita harapkan.

b. Misalkan sebuah balok seberat 6,0 pon diletakkan di atas tanda 25 cm pada

batang meter. Bagaimana pembacaan skala sekarang?

Gaya eksternal yang bekerja pada batang ditunjuk dalam gambar 6.1 b. dengan w

adalah gaya yang dilakukan pada batang balok, syarak keseimbangan pertama:

F1 + F2 –W- w = 0

F1 + F2 = 10 pon

Jika sumbu kita pilih melalui ujung kiri batang, maka syarat keseimbangan kedua

adalah :

w ( ¼ ) + W ( ¼ ) – F2 (l) = 0

dengan W = 4,0 pon dan w = 6,0 pon kita peroleh :

F1 + 3,5 lb = 10 pon

F1 = 6,5 pon
Pada keadaan seimbang neraca kiri menunjuk 6,5 pon dan neraca kanan menunjuk

3,5 pon..

Mengapa dalam persoalaan ini hanya digunakan dua syarat?

6.2 Rotasi

Dalam membahas dinamika pada rotasi benda tegar, kita mempunyai

hubungan sebagai berikut. Jika suatu momen gaya  bekerja pada sebuah benda

yang mpu momen inersia I terhadap sumbu putar, akibatnya benda tersebut akan

berputar dengan kecepatan sudut  dan dengan percepatan sudut  , yang nilainya

diberikan oleh hubungan:  = I, seperti hubungan F= m a pada gerak translasi.

Kemudian jika momen gaya  menyebabkan benda berputar, maka kerja yang

dilakukan jika benda bergerak dari sudut 1 dan 2 adalah :

2

W=  d
1

Karena kerja yang dilakukan pada benda, maka energi kinetik benda akan berubah

sebagai:

K = K1-K2 = ½ I W12 - ½ I W22


R M
P

T
Gambar 6.2. a.Seutas tali dililitkan pada sebuah piringang yang
diputar pada sumbu s. tali ditarik dengan gaya F
Kita perhatikan persoalan pada gambar di atas, sebuah piringan bermassa M = 5

kg, mempunyai jejari R= 50 cm, berputar tanpa gesekan pada sumbu melalui

pusat piringan. Seutar tali ringan dililitkan pada piringan dan ditarik dengan gaya

T yang tetap, misalnya besar gaya T adalah 100 N. Marilah kita hitung percepatan

sudut yang dihasilkan.

Pertama kita hitung momen gaya = T R = 100 . 0,5 = 50 Nm

Momen inersia piringan adalah :

I = ½ M R2 = ½ )5 kg) (0,5)2 m2

= 0, 625 kg m2

Percepatan sudut yang dihasilkan dapat dihitung dari:

 50
 = I atau   I  0,625 = 80 rad/det2

Percepatan tangensial pada pinggir piringan adalah :

at =  R = (80 rad/det2) (0,5 m)

= 40 m/det2

Misalkan kita sekarang menghubungkan tali dengan sebuah benda dengan massa

0,5 kg, dan kita lepaskan. Beparakah besar percepatan gerak beban waktu

bergerak ke tanah.

mg
Gambar 6.2. b.Tali dihubungkan dengan benda bermassa m kemudian
benda dilepaskan
Untuk memecahkan persoalan ini kita harus tentukan lebih dulu gaya-gaya yang

bekerja pada beban, dan gaya-gaya yang bekerja pada piringan. Karena berat

beban, tali menarik piringan dengan gaya T, jika berat tali diabaikan , maka gaya

reaksi pada beban adalah T’ = -T. Dari Hukum II Newton pada beban diperoleh

hubungan mg –T = m a, sedang pada piringan berlaku:

=RT=I

Dimana I = momen inersia piringan yang mempunyai nilai

I = ½ M R2

Sehingga didapat R T = ½ M R2 

Karena percepatan gerak benda adalah sama dengan percepatan tangensial pada

piringan maka a =  R.

Dari persamaan-persamaan di atas kita peroleh:

 2m 
a=  g
 M  2m 

 Mm 
T = g
 M  2m 

Jika kita masukkan angka-angka kita peroleh

2 (0,5) 10
a = 5  2(0,5) 10 = =1,67 m/det2
6

5 (0,5) 10 25
T = 5  2(0,5) = =4,7 Newton
6

Gaya tarik T harus lebih kecil dari berat beban ( w = mg = 5 N) agar beban

bergerak ke bawah.
Persoalan selanjutnya, misalnya piringan mula-mula berada dalam keadaan diam.

Sekarang marilah kita hitung kerja yang dilakukan momen gaya pada piringan

setelah 2 detik karena momen gaya  adalah tetap, maka kerja yang dilakukan

adalah:

2 2

W=   d    d =  (2-1)
1 1

Misalkan pada posisi awal kita ambil 1 = 0, maka setelah 2 detik sudut yang telah

ditempuh adalah:

 = W0 T + ½  t2

Karena mula-mula piringan ada dalam keadaan diam, maka W0 = 0, sedang

a 1,67
   = 3,34 rad/det2 maka
R 0,5

 = ½  t2 = ½ (3,34 (2)2 = 6,68 rad

Kerja yang dilakukan oleh memen gaya  adalah:

W =  (2) = R T2

Sedang dari perhitungan di atas gaya tarik T mempunyai nilai T = 4,17 Newton

sehingga:

W = (0,5) (4,14) (6,68) Joule

= 13,93 Joule

Sekarang marilah kita hitung berapa pertambahan energi kinetik dalam waktu 2

detik ini. Pertambahan energi kinetik K = ½ I W22-½ I W12

Akan tetapi karena mula-mula benda tidak bergerak W1 =W0 = 0, sedangkan

W2 =(3,34) (2) = 6,68 rad/det.


Momen inersia piringan adalah :

I = ½ M R2 = ½ (5) (0,5)2 = 0,625 kgm2

Jadi pertambahan energi kinetik piringan adalah:

K = ½ I W2

= ½ (0,625) (6,68)2 Joule

Disini kelihatan bahwa pertambahan energi kinetik piringan adalah sama dengan

kerja yang dilakukan oleh pada piringan. Gaya yang bekerja dalam persoalan ini

adalah gaya gravitasi mekanik total, yaitu jumlah energi kinetik dan energi

potensial system adalah tetap.

t=0
a
t =2 h1

h2

Gambar 6.2. c. Benda berada dalam keadaan berhenti kemudian


bergerak ke bawah dengan percepatan a

Mula-mula piringan dan benda m berada dalam keadaan diam. Energi kinetik

piringan = energi kinetik benda m = 0. jadi permulaan hanya ada energi potensial

beban m, yaitu sebesar:

E = V1= mgh1
Setelah bergerak selam 2 detik maka energi total system terdiri dari energi kinetik

rotasi dari piringan, yaitu sebesar K2 = ½ I W22, energi kinetik translasi benda m

yaitu sebesar K = ½ mv2, dan energi potensial benda yaitu sebesar : mgh2.

Jadi energi total benda adalah :

E2 = ½ I W22 + ½ mv2 + : mgh2. ingin ditunjukkan bahwa:

E1 = mgh1 = ½ I W22 + ½ mv2 + : mgh2 = E2 atau

mgh1 - mgh2 = mg (h1-h2) = ½ I W22 + ½ mv2

Jarak h1-h2 adalah jarak yang ditempuh benda dalam waktu 2 detik. gerak benda

adalah gerak lurus dengan percepatan tetap sebesar a =1,67 m/det2.

Jadi h = h1-h2 = vot + ½ a t2 = ½ at2

Karena vo = 0, maka diperoleh

h= h1-h2 = ½ (6,67) (2)2 = 3,34 m

jadi mo (h1-h2) = (0,5) (10) (3,34) Jouler = 16,70 Joule

Energi kinetik translasi :

K m = ½ m v2

Sedang v = a t = 1,67 x 2 = 3,34 m/det, sehingga

K = ½ (0,5) (3,34)2

= 2,79 Joule

Sedang energi kinetik rotasi piringan sudah dihitung :

Kp = ½ I W22 = 13,39 Joule

Jadi ½ I W22 +½ m v22 = (2,79 + 13,39) Joule

= 16,70 Joule

Jelas bahwa m g (h1-h2) = ½ I W22 +½ m v22


Atau

E1 = m g h1 = ½ I W22 +½ m v22 + m g h2 = E2

Jadi energi kinetik total nilainya tetap.

6.3 Menggelinding

Ambilah sebuah benda berbentuk silinder, misalkan sebuah kaleng susu,

doronglah sedikit agar mengelinding di atas lantai. Marilah kita selidiki geraknya.

Silinder yang kita pergunakan adalah benda tegar, dan gerak menggelinding ini

dapat dipandang sebagai kombinasi dua gerak, yaitu gerak pusat massa dan gerak

rotasi dari silinder relatif terhadap pusat massa.

Gerak menggelinding ini adalah suatu gerak yang sangat penting, gerak

roga dari alat transport yang bergerak adalah menggelinding.


Q
R

vo
R
O vo
p.m
vo vo
P

Gambar 6.3. Sebuah silinder menggelinding di atas lantai

Setiap bagian silinder melakukan dua gerak sekaligus. Satu gerak bersama

pusat massa, yaitu dengan kecepatan vo sedang gerak lain adalah gerak lingkar

dengan kecepatan sudut . Titik P, O dan Q bukanlah titik yang dicatkan pada

silinder, akan tetapi menyatakan posisi dari silinder dengan lantai, titik O adalah

titik pusat massa, dan titik Q menyatakan bagian paling atas dari silinder.
Jika silinder tidak menggelincir atau tidak slip maka titik P harus

mempunyai kecepatan nol terhadap tanah. Pada titik P bersinggungan tanah harus

dalam keadaan berhenti. Hal ini terjadi kecuali ada slip, karena slip berarti

bersinggungan akan tetapi terjadi gerak relatif. Jadi titik P berada dalam keadaan

diam, sedangkan kecepatan vp adalah resultan dari kecepatan pusat massa vo dan

percepatan tangensial vt =  R dengan arah berlawanan terhadap vo, sehingga

vp = vo-  R  0.

Jadi kita dapat kecepatan pusat massa :

vo =  R

atau kecepatan gerak pusat massa adalah sama dengan kecepatan tangensial

pinggir silinder jika hanya ada gerak

rotasi saja. Kecepatan titik Q sama dengan :

vq = vo +  R = 2 vo

=2R

Jika kita perhatikan, titik P mempunyai kecepatan sama dengan nol, titik nol

mempunyai kecepatan vo =  R dan titik Q mempunyai kecepatan vq = 2  R,

gerak silinder dianggap sebagai gerak rotasi murni terhadap titik P, dengan

kecepatan sudut .
Q
vq =R
v=R1

R1 vo=R
vo
R

P
Gambar 6.4. Gerak menggelinding dapat dianggap sebagai gerak rotasi
murni terhadap titik singgung antara silinder dan lantai.

Titik singgung P disebut sumbu sesaat dari gerak menggelinding. Jika gerak

menggelinding dipandang dari segi kombinasi gerak ke pusat massa dan gerak

rotasi terhadap pusat massa, maka energi kinetik menggelinding adalah :

K0 = ½ m vo2 + ½ I 2

Akan tetapi jika gerak ini kita pandang sebagai gerak rotasi murni terhadap

sumbu sesaat P, maka energki kinetik :

K p = ½ Ip  2

Dari dalil sumbu sejajar, momen inersia terhadap sumbu pusat dapat ditulis

sebagai:

IP = M I 2 + I 0

Akan tetapi Rl, yaitu jarak pusat massa k esumbu sesaat melalui P adalah sama

dengan R. Jadi :

IP = M R 2 + I 0

Sehingga energi kinetik rotasi terhadap sumbu sesaat adalah

Kp = ½ Ip 2

= ½ ( M R 2 + I0 )  2

= ½ M R2 2

Yaitu jumlah dari energi kinetik pusat massa dan energi kinetik rotasi terhadap

pusat massa.

Contoh :
Sebuah silinder pejal mempunyai massa M dan jejari R. silinder ini

menggelinding ke bawah pada sebuah bidang miring tanpa slip. Berapa kecepatan

pusat massa silinder waktu sampai di dasar bidang miring.

h
o

Gambar 6.5. Sebuah silinder menggelinding turun di atas bidang miring

Persoalan ini dapat kita pecahkan dengan hukum kekekalan energi, mula-

mula silinder berada dalam dia. Energi mekanik total awal dari silinder sama

dengan energi potensial V = m g h, kaena mula-mula silinder berada dalam

keadaan diam, E = m g h. setelah berada pada dasar bidang miring, energi

mekanik total adalah sama energi kinetik silinder saja, karena energi potensial

adalah nol.

Jadi : E = ½ m v2 + ½ I o2

Karena gaya yang melakukan kerja di sini hanya gaya gravitasi, yaitu gaya

konservatif, energi mekanik total silinder tetap.

Jadi M g h = ½ M v2 + ½ Io 2

Momen inersia silinder terhadap pusat massa adalah :

I0 = ½ M R 2

v
Sedang  = , sehingga persamaan menjadi:
R
v2
M g h = ½ M v2 + ½ ( ½ M R2) atau
R2

M g h = ¾ M v2

3
v = gh
4

kecepatan silinder jika tergelincir:

v= 2g h

Jadi laju silinder yang menggelinding ke bawah adalah lebih kecil dari laju

silinder yang tergelincir ke bawah tanpa gesekan, karena pada silinder yang

menggelinding, sebagian dari energi potensial yang hilang sebagian diubah

menjadi energi kinetik rotasi.

Perhatikan bahwa agar silinder dapat melakukan gerak rotasi, perlu adanya

gesekan kinetik static antara silinder dengan permukaan lantai.

Adapun kita berhubungan dengan gaya gesek statik, titik singgung antara silinder

dengan lantai ada dalam keadaan diam. Dalam hal ini terjadi slip, maka harus

dipergunkan gaya gesek kinetik.

Karena pada gerak menggelinding tanpa slip, gaya gesekan yang bekerja

adalah gaya gesekan static, maka kerja yang dilakukan gaya gesekan statik ini

sama dengan nol. Gesekan terjadi tanpa ada gerak relatif antara dua benda yang

bersinggungan, jadi silinder yang menggelinding tanpa slip tidak kehilangan

energi oleh adanya gaya gesekan ini.

Kita telah membahas persoalan di atas dengan mempergunakan hukum

kekekalan energi. Marilah kita coba untuk memecahkan persoalan ini dengan

dinamika. Diagram gaya yang bekerja pada silinder ditunjukkan pada gambar 6.6
M g adalah gaya berat silinder yang mempunyai arah vertical ke bawah dan

bekerja pada pusat massa.


N

f
h Mg sin 
Mg cos 
Mg

Gambar 6.6. Gaya-gaya yang bekerja pada silinder yang melakukan

gerak menggelinding

Gaya N adalah gaya normal yang dilakukan oleh bidang miring pada silinder, dan

f adalah gaya gesekan static yang bekerja sepanjang bidang miring pada titik

singgung. Gerak translasi dari sebuah benda diperoleh dengan menganggap

penggunaan hukum II Newton kita peroleh N –M g cos  = 0, untuk gerak tegak

lurus bidang miring M g sin  - f = M a, untuk gerak sepanjang bidang miring

gerak rotasi menggelinding pusat massa diberikan oleh :  I, dimana I0 adalah

momen inersia terhadap pusat massa. Gaya N dan M g tidak dapat menyebabkan

rotasi terhadap titik C, sehingga momen gaya yang dilakukan terhadap titik C

adalah sama dengan nol.

Momen gaya resultan terhadap titik C adalah momen gaya oleh gaya gesekan f,

jadi

 = R f = I0 

Akan tetapi
a
I0 = ½ MR2 dan  = sehingga
R

I 0 M a
f= 
R 2

dengan memasukkan ke dalam persamaan terdahulu

2
a= g sin 
3

2
jadi percepatan sudut massa silinder yang menggelinding ( g sin ) adalah
3

lebih kecil dari percepatan pusat massa silinder yang tergelincir ke bawah pada

bidang miring yang sama (g sin ).

Hal ini berlaku setiap saat, tidak tergantung pada silinder sepanjang bidang

miring. Pusat massa bergerak lurus dengan percepatan tetap. Laju gerak pusat

massa yang mula-mula berada dalam keadaan diam, diperoleh dari:

v2 = 2 a s sehingga

2
v2 = 2 ( g sin ) s = 4/3 g h atau v = 4/3 g h. hasil ini sesuai dengan hukum
3

kekekalan energi. Cara dengan menggunakan hukum kekekalan energi memang

lebih mudah dan langsung akan tetapi jika kita ingin mengetahui gaya-gaya yang

bekerja seperti N dan f, kita lebih mudah mempergunakan cara dinamika.

Ma M 2 1
f=  ( g sin ) = M g sin 
2 2 3 3
ELASTISITAS

7.1. Tegangan (stress)



dF
Tegangan = = Perbandingan gaya yang bekerja pada suatu
dA

permukaan terhadap luas permuakaan



F
Bila gaya serba sama pada permukaan, maka tegangan =
A

F1 F //
Tegangan normal = , tegangan tangensial = (geser/puntir)
A A

Tegangan tarik (normal)

Tegangan tekan (normal)

7.2. Regangan (strain)

l
Tegangan tarik/tekan
lo

lo

l
x
Regangan Geser = tan 
h
x

h

7.3. Hukum Hooke

Tegangan ~ Regangan

F=kx

7.4. Hubungan Tegangan gan Regangan


teg

b c
a d

0 reg
0’

Antara : 0 berlaku Hukum Hooke


a = batas berlaku Hukum Hooke
b = batas elastisitas (jika tegangan diturunkan kembali ke panjang
semula )
kurva reversibel
b d plastis (jika tegangan diturunkan di C akan mengikuti CD
d titk patah

7.5. Modulus Elastisitas, Geser, Benda

Dalam batas berlakunya tegangan ~ regangan didefinisikan :

tengangan tarik (tekan)


Modolus elastisitas (Young) E = regangan tarik (tekan) = Y
F
= A
l l
l
w

w / w
w Poisson’s ratio =  
l / l

tengangan geser
Modulus geser (puntir/kelakuan) s = regangan geser = G

tekanan
Modulus benda (volume/Bulk) B = - reg . volume = G

P+dP dp dp
V+dv = dv  V
dv
V

dv selalu negatif bila dp positif

1 1 dV
kompressibilitas k = B   V dp

Tetapan gaya (pegas)

F’ = k x

F=-kx

F
k= tetapan pegas
x

7.6. Gerak Harmonis Sederhana

Definisi :

Gerak yang memenuhi:

1) F = - kx

Atau 2) a = - konstanta x

Atau 3) x = A cos (t + o) atau x = A sin (t + o)

Besaran g. h. s. :
x = simpangan

A = simpangan maks = amplitude

T = periode = waktu = getaran persatuan waktu

1
f = = frekuensi = getaran persatuan waktu
T`

2
 = kecepatan sudut = 2  f =
T

= t +o = (sudut) fasa getaran

dx
v = = kecepatan
dt

dv
a = = percepatan
dt

energi potensial g.h.s = ½ kx2

LATIHAN

1. Berapa gaya yang diperlukan untuk menarik sepotong kawat yang luas

penampangnya 1 mm2 hingga kawat bertambah 10% dari panjang semula?

2. Sebuah balok logam, yang ukuran panjang dan lebarnya masing-masing 24 cm

dan tebalnya 1 cm, ditekan searah dengan bidang tebalnya sedemikian

sehingga tebal balok berkurang 0,01 cm.

Hitung gaya yang menekan balok tersebut jika modulus Youngnya = 9 x10 11

dyne/cm2.

3. Apabila beban 6 kg di gantungkan pada kawat sepanjang 75 cm dan

berdiameter 0,130 cm, ia memanjang 0,035 cm, g = 10 m/s2.

Dapatkan teganganm regangan dan modulus Young kawat itu!


4. Pilar baja berbentuk silinder panjangnya 4 m, sedangkan diameternya 9 cm.

berapakah kiranya pilar akan meledak bila diberi beban 80.000 kg (dari atas)?.

Diketahui E = 1,9 x 1011 N/m2.


Ada sambungan
8.4 Berapa pemakaian persamaan Bernoulli dan Persamaan Kontinuitas

1. Teorema Torricelli

2.

8.5

Anda mungkin juga menyukai