Anda di halaman 1dari 63

BAB 8

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN


LINGKUNGAN HIDUP
BAB 8

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

I. PENDAHULUAN
Garis-garis Besar Haluan Negara dengan jelas menyebutkan
bahwa sumber alam dan budaya merupakan modal dasar pembangun-
an. Oleh karena itu seperti modal dasar yang lain, pemanfaat-
annya harus memperhatikan faktor dominan seperti faktor-fak-
tor demografi, sosial budaya, geografi, hidrografi, geologi,
topografi, klimatologi, flora dan fauna, yang semuanya meru-
pakan faktor lingkungan hidup.

Sebagai arahan pembangunan jangka panjang, GBHN menyebut-


kan antara lain bahwa "Bangsa Indonesia menghendaki kesela-
rasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama
manusia serta lingkungan alam sekitarnya." Dengan demikian
keserasian antara kegiatan-kegiatan manusia dan pembinaan mu-
tu lingkungan merupakan pengarahan pembangunan jangka panjang
yang harus diikuti.

Sebagai modal dasar, sumber alam dan budaya harus diman-


faatkan sepenuh-penuhnya, tetapi dengan cara-cara yang tidak
merusak. Bahkan sebaliknya, cara-cara yang dipergunakan harus
dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkannya agar modal
dasar tersebut semakin besar manfaatnya untuk pembangunan le-
bih lanjut di masa datang.

Sumber-sumber alam merupakan bagian tak terpisahkan dari


suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hu-

333
bungan timbal balik antara mahluk hidup dan faktor-faktor
alam, antara mahluk hidup yang satu dan yang lain dan antara
faktor alam yang satu dan yang lain. Lingkungan hidup sebagai
media hubungan timbal balik mahluk hidup dengan faktor-faktor
alam terdiri dari bermacam-macam keadaan dan hubungan yang
secara bersama-sama mewujudkan suatu proses yang menjadikan
suatu struktur dasar ekosistem sebagai suatu kesatuan yang
mantap. Hubungan timbal balik tersebut merupakan matarantai
atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan
hidup bagi pembangunan.

Kegiatan-kegiatan pembangunan kemungkinan dapat mempenga-


ruhi struktur dasar tersebut dengan menimbulkan perubahan
yang merusak atau dengan menimbulkan tambahan pencemaran di
dalam aliran bahan dalam proses-proses ekosistem. Gangguan
dalam bentuk pencemaran dalam banyak hal masih dapat diatasi
dengan penggunaan berbagai teknologi lingkungan. Tetapi keru-
sakan yang mendasar terhadap struktur dasar ekosistem merupa-
kan kerusakan yang tidak mungkin diatasi dengan kemampuan ma-
nusia. Padahal kerusakan seperti itu merupakan gangguan ter-
hadap kelangsungan hidup manusia, yang sesungguhnya merupakan
tujuan pokok dari setiap pembangunan. Oleh karena itulah maka
gangguan terhadap struktur dasar ekosistem harus dihindarkan.

Dengan demikian maka setiap pemanfaatan sumber alam perlu


memperhatikan patokan-patokan sebagai berikut:

(1) Daya guna dan hasil guna yang dikehendaki harus dilihat
dalam batas-batas yang optimal sehubungan dengan kelesta-
rian sumber alam yang mungkin dicapai;

(2) Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber


alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem;

334
(3) Memberikan kemungkinan untuk mengadakan pilihan pengguna-
an dalam pembangunan di masa depan.

Kebijaksanaan pembangunan dengan wawasan lingkungan hidup


perlu diusahakan demi perluasan dimensi pembangunan itu sen-
diri. Pembangunan bukan hanya penting untuk meningkatkan ta-
raf hidup dalam arti materiil saja, melainkan juga dalam
rangka meningkatkan mutu kehidupan yang hakiki. Lagi pula pe-
ningkatan mutu kehidupan juga akan lebih berarti bagi masya-
rakat apabila pola pembangunan yang dilaksanakan berhasil
membuka kemungkinan bagi setiap orang untuk mengadakan pilih-
an antara berbagai ragam kegiatan hidup.

Pembangunan berwawasan lingkungan hidup tidak hanya me-


nyangkut pengendalian perubahan sumber alam secara fisik.
Pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkaitan erat, mi-
salnya, dengan kebijaksanaan fiskal yang mengatur perilaku
ekonomi dan sosial seseorang ataupun sesuatu lembaga. Keerat-
an kaitan itu ada karena kebijaksanaan fiskal secara tidak
langsung mengatur juga peranserta masyarakat luas dalam pem-
binaan etika lingkungan dan dengan demikian akan menentukan
pula apakah kegiatan-kegiatan pembangunan akan dilaksanakan
selaras dan serasi dengan wawasan lingkungan hidup.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas maka setiap


rencana pemanfaatan suatu sumber alam dan lingkungan hidup
dalam Repelita IV perlu memperhatikan hubungannya dengan eko-
sistem dan sistem budaya masyarakat yang ada dan faktor-fak-
tor dominan seperti demografi, klimatologi, flora dan fauna,
geologi, topografi, geografi, dan keanekaragaman sosial-buda-
ya masyarakat. Misalnya, harus diperhatikan kenyataan bahwa
sebuah waduk adalah bagian dari suatu ekosistem sungai yang

335
berpengaruh terhadap sistem perikanan di sekitarnya. Pemanfa-
atan suatu wilayah pesisir akan mempunyai dampak terhadap
sistem perkembangan perikanan di laut lepas. Sebaliknya perlu
diperhatikan pula kenyataan bahwa kelangsungan hidup suatu
waduk tergantung pada keadaan hutan dan pola bercocok tanam
di bagian atas ekosistem sungai yang menjadi sumber air waduk
tersebut dan keadaan Daerah Aliran Sungai yang bersangkutan
antara lain juga ditentukan oleh sistem sosial budaya penduduk
yang tinggal di lingkungannya.

Pembangunan yang juga didasari oleh pendekatan ekosis-


tem, atau pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup, diha-
rapkan dapat mencegah terjadinya akibat sampingan yang meru-
gikan masyarakat. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan
ekosistem diharapkan akan diperoleh basil optimum yang berke-
sinambungan dalam usaha peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pembangunan landasan yang kuat untuk usaha-usaha pembangunan
selanjutnya. Yang terakhir ini juga berarti bahwa kegiatan-
kegiatan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup diharap-
kan akan dapat membantu mempercepat terwujudnya kerangka lan-
dasan pembangunan jangka panjang yang kokoh dalam Repelita IV
dan V menuju landasan pembangunan jangka panjang yang tangguh
pada Repelita V.

Sesuai dengan hal-hal yang diuraikan tersebut Garis-ga-


ris Besar Haluan Negara selanjutnya menggariskan pokok-pokok
pengarahan kebijaksanaan di bidang Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup sebagai berikut:

a. Inventarisasi dan evaluasi sumber alam perlu terus di-


tingkatkan dengan tujuan untuk lebih mengetahui dan dapat
memanfaatkan potensi sumber alam baik di darat, laut mau

336
pun udara berupa tanah, air, energi, flora, fauna dan
lain-lain yang sangat diperlukan bagi pembangunan.

b. Dalam penelitian, penggalian dan pemanfaatan sumber-sum-


ber alam serta dalam pembinaan lingkungan hidup perlu di-
gunakan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat
sehingga mutu dan kelestarian sumber alam dan lingkungan
hidup dapat dipertahankan, untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan.

c. Dalam pelaksanaan pembangunan perlu selalu diadakan peni-


laian yang saksama terhadap pengaruhnya bagi lingkungan
hidup, agar pengamanan terhadap pelaksanaan pembangunan
dan lingkungan hidupnya dapat dilakukan sebaik-baiknya.
Penilaian tersebut perlu dilakukan secara terpadu, baik
sektoral maupun regional, dan untuk itu perlu dikembang-
kan kriteria baku mutu lingkungan hidup.

d. Rehabilitasi sumber alam berupa hutan, tanah dan air yang


rusak perlu lebih ditingkatkan lagi melalui pendekatan
terpadu daerah aliran sungai dan wilayah. Dalam hubungan
ini program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu di-
lanjutkan dan makin disempurnakan,

e. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan


udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa me-
rusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.

II. KEADAAN DAN MASALAH


Sumber-sumber alam yang ada merupakan unsur dari ling-
kungan hidup yang mendukung kehidupan di muka bumi dan tanah
air Indonesia. Jumlah sumber alam yang terbatas merupakan
suatu kendala terhadap pembangunan nasional. Hal ini terle-

337
bih-lebih perlu diperhatikan karena sumber-sumber alam yang
ada, terutama lahan, hutan, perairan dan ruang, sudah berada
dalam keadaan yang kritis.

1. Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup yang terjadi


selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk
dan pola penyebarannya yang kurang seimbang dengan jumlah dan
penyebaran sumber alam serta daya dukung lingkungan hidup
yang ada. Di samping itu kerusakan tersebut juga merupakan
akibat dari pengaturan penggunaan sumber alam dan lingkungan
hidup yang belum memadai.

Sebagai akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang cu-


kup tinggi dan kurang memadainya pengaturan penggunaan sumber
alam dan lingkungan hidup maka Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan kepulauan Nusa Tenggara dewasa ini, ditinjau dari keru-
sakan lingkungan hidup yang terjadi, telah merupakan daerah-
daerah rawan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Sumatera
(3,3% per tahun), di susul oleh Kalimantan (2,8% per tahun)
dan Sulawesi (2,2% per tahun), selama sepuluh tahun yang lalu
diduga akan terus berlanjut selama lima tahun yang akan da-
tang. Oleh karena itu masalah kerusakan sumber alam dan ling-
kungan hidup, khususnya kerusakan hutan dan akibat-akibatnya,
akan banyak terjadi di daerah-daerah di ketiga pulau tersebut.

Di daerah yang kepadatan penduduknya tinggi seperti di


Jawa, Nusa Tenggara dan Sumatera, menurut angka sensus 1980
masing-masing 690 orang, 96 orang dan 59 orang per km2, juga
akan mengalami masalah kerusakan lingkungan hidup karena pen-

338
cemaran. Sudah barang tentu, seperti yang sudah terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya, pencemaran akan terjadi pula di dae-
rah perkotaan.

Meningkatnya jumlah petani penggarap dari 3,2% pada tahun


1973 menjadi 14,9% pada tahun 1980 merupakan penyebab yang
utama dalam kerusakan sumber alam lahan. Para petani pengga-
rap biasanya kurang ber kecenderungan untuk mengadakan per-
baikan lahan usahanya, karena, di samping kurang merasakan
kepentingannya secara langsung, hal itu dianggapnya menjadi
tanggung-jawab pemilik lahan yang bersangkutan. Masalah ini
akan terus berlanjut selama tahun-tahun mendatang, terutama
di Jawa, Bali, Lombok, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi
Selatan.
Pembangunan perumahan dan pemukiman, baik yang dilakukan
oleh masyarakat luas yang tidak terorganisasi, yang dilakukan
oleh badan-badan usaha milik swasta dan pemerintah (Perumnas,
real-estate, dan sebagainya), maupun yang mendapatkan bantuan
kredit dengan bunga bersubsidi (kredit BTN, Papan Sejahtera),
perlu mendapatkan pengarahan yang sesuai dengan rencana tata
ruang yang menunjang pembangunan kota dan wilayah. Sehubungan
dengan itu perlu adanya pengembangan sistem manajemen tanah
perkotaan antara lain untuk mengendalikan pengalihan hak atas
tanah serta penataan kembali pemilikan, penguasaan dan
penggunaan tanah di wilayah yang dicadangkan untuk perkem-
bangan kota. Kebijaksanaan serupa ini sangat diperlukan demi
pencegahan perkembangan pemukiman dan perkampungan yang tidak
teratur dan tidak didukung oleh jaringan prasarana lingkungan
yang esensial.

339
2. Produktivitas Lahan.

Di daerah yang tanahnya kurang subur dan penduduknya ma-


sih mempunyai kebiasaan membuka hutan untuk perladangan baru
akan terus terjadi kerusakan lahan. Usaha perladangan ber-
pindah tersebut di satu pihak memerlukan tenaga yang banyak,
yang hasilnya dalam bentuk bahan makanan sangat sedikit, di
pihak lain usaha itu mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan
yang terus meluas.

Pemukiman kembali para peladang berpindah tersebut akan


dapat mengurangi kerusakan hutan dan lahan, dan sekaligus
memberikan lapangan usaha tani yang lebih baik. Selanjutnya,
apabila berhasil, wilayah-wilayah tempat tinggal mereka akan
dapat dikembangkan dan dibina menjadi pedesaan yang mantap.
Usaha mengkaitkan kegiatan pemukiman kembali para peladang
berpindah dalam program transmigrasi masih mengalami kesulit-
an yang cukup besar. Jumlah peladang berpindah yang ada tidak
banyak, kurang lebih hanya satu juta kepala keluarga. Meski-
pun demikian, karena terpencarnya lokasi tempat tinggalnya
dan karena tidak adanya sarana komunikasi yang memadai di
wilayah pemukiman mereka, mereka sangat sukar untuk dibina
menjadi petani menetap. Masalah perladangan ini tidak hanya
merupakan masalah pengolahan lahan secara fisik tetapi juga
merupakan masalah sosial budaya.

Keadaan seperti tersebut di atas terutama terdapat di


luar Pulau Jawa, tetapi di daerah Banten, Jawa Barat, juga
masih terdapat pola perladangan berpindah dan penduduk yang
terpencar dengan pemukiman yang terisolir.

Di samping masalah di atas masih terdapat masalah yang


timbul sebagai akibat pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis

340
yang belum memadai, yang disebabkan oleh berbagai hal. Misal-
nya, kurangnya tenaga terampil, bibit, dan peranserta masya-
rakat dan kurangnya pengenalan lahan.

Lahan pertanian tradisional, terutama lahan pertanian ke-


ring, masih tetap rawan terhadap bahaya kemerosotan kesuburan
tanah karena erosi dan pencucian hara oleh hujan. Pola peng-
awetan lahan yang diterapkan masih kurang memadai sehingga
proses penurunan kesuburan berlangsung terus. Pengelolaan la-
han pertanian kering mempunyai dampak yang sangat menentukan
terhadap tingkat erosi, pengendapan, dan fluktuasi air permu-
kaan yang terjadi di daerah aliran sungai tempat lokasi lahan
tersebut. Pengelolaan daerah aliran sungai secara terpadu ma-
sih harus dikembangkan agar dapat dicapai suatu pola sistem
hidrologis yang optimum dan produktivitas regional yang mak-
simum. Pengembangan suatu sistem perencanaan dan pengelolaan
daerah aliran sungai sebagai satuan perencanaan regional dan
satuan koordinasi pengelolaan merupakan masalah yang perlu
diselesaikan dengan segera.

Dengan terbatasnya jumlah tanah yang tersedia, dan me-


ningkatnya kebutuhan akan tanah, maka makin meningkat pulalah
harga tanah. Dalam hubungan ini di antara penduduk kota yang
mempunyai kemampuan ekonomis yang tinggi mempergunakan penda-
patannya yang berlebihan untuk memiliki atau menguasai tanah
di desa-desa. Sementara itu di antara penduduk pedesaan yang
miskin, yang karena tekanan hidup yang berat ada yang cende-
rung untuk menjual tanah miliknya yang umumnya kecil-kecil.
Padahal tanah-tanah yang luas yang dimiliki oleh mereka yang
bukan petani seringkali dibiarkan tidak produktif, sehingga
sumber kehidupan pertanian bagi penduduk pedesaan makin ber-
kurang.

341
Dalam pelaksanaan pembagian hasil antara penggarap dan
pemilik menurut kenyataan masih ada yang tidak mengikuti
ketentuan Undang-undang no. 2 tahun 1960 tentang Bagi hasil
dengan akibat tujuan undang-undang tersebut, yaitu meningkatkan
produktivitas tanah dan melindungi golongan ekonomi lemah,
tidak tercapai.

Pengakuan atas hak ulayat seperti, tersebut dalam pasal 3


Undang-undang no. 5 tahun 1960 menjamin berlakunya hukum ta-
nah-tanah adat tradisional selama tidak bertentangan dengan
kepentingan Nasional dan Negara serta tidak bertentangan de-
ngan undang-undang dan peraturan lainnya yang lebih tinggi.
Pasal-pasal mengenai hal tersebut kadang-kadang tidak diper-
hatikan, sehingga timbul persoalan yang disebabkan oleh adanya
perbedaan kepentingan antara hak ulayat dan kepentingan
nasional. Hak ulayat tersebut perlu diperhatikan dan diper-
timbangkan dalam usaha perluasan pertanian, perluasan pengem-
bangan pemukiman, industri dan lain-lain.

3. Pencemaran Lingkungan.
Tingkat pencemaran yang tinggi terjadi di lingkungan per-
airan daratan, di sungai-sungai dan danau. Di beberapa daerah
tingkat pencemaran limbah rumah tangga, pestisida, logam be-
rat, dan lain-lain semakin nyata. Sungai-sungai yang melewati
kota-kota besar pada umumnya telah tercemar berat, misalnya
Ciliwung, Kali Surabaya, Kali Garang, Cikapundung, dan lain-
lain. Kerusakan mutu lingkungan hidup perairan daratan diper-
kirakan berlangsung dengan kecepatan 2% setahun.

Di lingkungan pemukiman dan industri masalah utama yang


masih tetap merupakan hal yang belum terpecahkan adalah masa-

342
lah limbah kota dan limbah industri serta kerusakan sosial.
Bahan berbahaya yang dihasilkan sebagai limbah oleh kegiatan-
kegiatan industri makin bertambah dan belum ada cara yang
berhasilguna untuk menanganinya. Limbah yang ada dibuang ke
sungai, ke laut, atau ke dalam lapisan bumi yang lebih dalam.
Cara pembuangan demikian membahayakan kelangsungan kehidupan.
Limbah kota, baik yang berupa limbah padat maupun yang berupa
limbah cair atau limbah gas semakin bertambah. Penanggulangan
terhadap masalah ini masih menghadapi kesukaran, terutama da-
lam pengumpulan limbah tersebut dan dalam mendapatkan tempat
buangan yang aman. Peranserta masyarakat dalam usaha penang-
gulangan limbah kota perlu lebih ditingkatkan lagi.

Kepadatan kendaraan bermotor di kota-kota merupakan sum-


ber pencemaran udara yang makin meningkat. Kemacetan lalu-
lintas kota menambah pencemaran udara. Akibat negatif dari
pencemaran ini terlihat dari dampaknya terhadap kesehatan
masyarakat. Penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian
bayi di Indonesia adalah penyakit saluran pernafasan, munta-
ber, dan infeksi. Hal ini menunjukkan salah satu akibat pen-
cemaran yang ditimbulkan oleh berbagai bahan yang dihasilkan
atau dipergunakan oleh manusia dan akibatnya terhadap mutu
lingkungan hidup.
Dampak pembangunan terhadap kehidupan sosial masyarakat juga
perlu lebih diperhitungkan. Kemacetan lalu-lintas kota
tidak hanya disebabkan oleh kurangnya fasilitas kota,
tetapi juga disebabkan oleh kurangnya disiplin masyarakat.
Sebagai akibat dari kurangnya disiplin ini baik daya guna
maupun hasil guna pemakaian fasilitas kota menjadi kurang.

343
4. Peranserta Masyarakat.

Kesadaran masyarakat kota mengenai masalah lingkungan su-


dah mulai tumbuh. Tetapi tingkat kesadaran yang ada belum cu-
kup tinggi untuk mempengaruhi perilaku mereka ataupun untuk
menjadi motivasi yang kuat yang dapat melahirkan tindakan
yang nyata dalam usaha swadaya perbaikan lingkungan hidup.
Gerakan swadaya masyarakat dalam penanganan masalah lingkung-
an hidup balk di daerah perkotaan maupun di pedesaan masih
harus terus lebih dikembangkan lagi. Untuk itu diperlukan
usaha peningkatan kesadaran para pejabat pemerintahan baik
di pusat maupun di daerah akan pentingnya menumbuhkan lembaga
swadaya masyarakat dalam pelestarian dan perbaikan lingkungan
hidup.

Banyak tata nilai tradisional yang sangat jelas didasar-


kan atas azas keserasian antara kegiatan manusia dan ling-
kungan hidupnya. Tata nilai tradisional masyarakat Baduy dan
Mentawai yang memberikan tempat yang tinggi kepada pelestari-
an air dan hutan lindung serta satwa langka mewarnai sistem
tata lingkungan dalam hidup mereka. Tata nilai yang mewajib-
kan setiap orang untuk memelihara ciptaan Tuhan terdapat di
semua ajaran agama. Tetapi tata nilai yang baik tersebut be-
lum diketahui secukupnya dan oleh karena itu seringkali masih
diabaikan. Bahkan tata nilai tradisional yang baik dapat me-
ngalami kerusakan tanpa adanya tata nilai baru yang lebih
baik.

5. Lingkungan Perairan Laut.

Lautan Indonesia yang luasnya 5,8 juta km2 terdiri dari


0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan laut
nusantara, dan 2,7 juta km2 zona ekonomi eksklusif. Perairan
344
laut ini merupakan wilayah yang sangat besar di negara kepu-
lauan Republik Indonesia. Luasnya meliputi 75% dari seluruh
wilayah Indonesia atau 3 kali seluruh luas wilayah daratan-
nya. Bagian paling rawan dari wilayah lautan ini adalah per-
airan teritorial tempat adanya daerah terumbu karang, dan hu-
tan bakau. Kerawanan itu disebabkan oleh tingkat eksploitasi
sumber alam yang sudah sangat tinggi di bagian wilayah ini.
Daerah pesisir memang merupakan bagian wilayah lautan Indone-
sia yang paling produktif.

Pengambilan terumbu karang dan pasir pantai untuk bahan


bangunan di daerah pantai utara Jawa dan Bali, misalnya, te-
lah melebihi Batas yang wajar. Penggunaan bahan peledak dan
racun untuk menangkap ikan dan menggali karang di daerah ter-
sebut menimbulkan berbagai kerusakan. Penggunaan bahan pele-
dak untuk mengambil ikan terjadi pula di daerah lain seperti
perairan pantai Sulawesi, Maluku, Sumatera Timur, dan bahkan
di lautan Nusantara. Tindakan tersebut sangat merusak daya
dukung lautan, terutama karena dampaknya terhadap kemampuan
produksi sumber alam biologis, baik yang berupa ikan, udang,
kerang-kerangan, maupun yang berupa biota laut lainnya.

Pelestarian sumber alam lautan telah diusahakan dengan


pengaturan mengenai jumlah kapal penangkap ikan, pembatasan
dalam jumlah tangkapan, pelarangan terhadap penggunaan bahan
peledak dan racun, dan bahkan dengan penetapan daerah suaka
alam lautan. Pelaksanaan langkah-langkah kebijaksanaan peles-
tarian tersebut di lapangan masih perlu lebih ditingkatkan
lagi. Begitu pula inventarisasi dan evaluasi sumber alam
lautan, sumber alam dasar lautan, sumber alam dalam perairan
laut, seperti jenis biota laut, termasuk sistem sosial budaya
masyarakat lautan yang ada, masih perlu ditingkatkan, teruta-

345
ma apabila dibanding dengan luasnya wilayah perairan lautan
Indonesia.

Di beberapa daerah, terutama di pantai sekitar kota besar


dan daerah industri, lingkungan lautan juga telah mengalami
pencemaran, baik pencemaran logam berat, pencemaran panas
maupun pencemaran lain-lain. Pencemaran yang ada pada umumnya
belum melampaui ukuran kritis. Tetapi pencemaran di perairan
teluk Jakarta dan beberapa tempat lain menunjukkan kecende-
rungan yang semakin meningkat. Jenis pencemaran lain yang
terjadi di mana-mana adalah pencemaran minyak.

6. Tataguna Sumber Alam dan Lingkungan.

Dalam Repelita III peningkatan industri perkayuan, ter-


utama industri kayu lapis dan kayu gergajian, berlangsung sa-
ngat cepat, masing-masing sebesar 52,5% dan 14,5% setiap ta-
hun. Diperkirakan bahwa selama Repelita IV setiap tahun in-
dustri kayu lapis akan meningkat sekitar 11,6% dan industri
kayu gergajian 8%. Pertumbuhan bidang industri perkayuan se-
besar itu akan memerlukan peningkatan produksi kayu bulat ki-
ra-kira sebesar 7% setiap tahun. Ini berarti produksi kayu
bulat pada tahun terakhir Repelita IV akan mencapai kurang
lebih 38 juta m3. Dengan kapasitas hutan alam yang sekarang
ada, hal itu berarti bahwa keperluan akan hutan produksi yang
harus dikelola pada akhir Repelita IV akan mencapai 38 juta
ha. Dengan perkataan lain, pada akhir Repelita IV hutan pro-
duksi seluas itu harus dipelihara dan diamankan dari segala
gangguan kerusakan sumber alam. Usaha pengamanan kawasan hu-
tan produksi seluas itu akan mengalami berbagai masalah, ter-
utama karena belum jelasnya tataguna hutan, karena masih ada-

346
nya perladangan berpindah, serta karena perlunya ada perlua-
san transmigrasi, usaha perkebunan dan kegiatan pertambangan
permukaan.
Untuk memenuhi keperluan bahan baku bagi industri perka-
yuan dan industri lainnya akan diperlukan hutan produksi yang
lebih luas lagi. Lagi pula akan diperlukan peningkatan kemam-
puan produksi hutan alam dengan memanfaatkan berbagai tekno-
logi mutakhir. Di samping itu masih diperlukan pula hutan
lindung untuk melindungi sistem hidrologi dan pantai, hutan
suaka untuk melindungi plasma nutfah dan sistem ekologi khu-
sus yang sangat penting bagi kehidupan di masa depan.

Perluasan areal perkebunan dan transmigrasi di Sumatera,


Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain seringkali cenderung mema-
suki areal hutan lindung dan hutan suaka. Hutan belukar dan
padang alang-alang, yang merupakan daerah prioritas untuk pe-
mukiman transmigrasi dan perkebunan, biasanya mempunyai masa-
lah penguasaan tanah yang rumit karena hukum adat yang masih
berlaku. Lahan tersebut biasanya merupakan milik adat atau
marga, padahal program transmigrasi dan perkebunan mempunyai
pola pertanahan yang mengarah kepada pemilikan perseorangan.

Untuk dapat mengatasi masalah persaingan dalam memperoleh


lahan untuk berbagai kegiatan, seperti yang sering terjadi di
waktu yang lalu, perlu kejelasan mengenai status dan kemampu-
an lahan di semua tempat. Untuk memperoleh kejelasan ini da-
lam Repelita IV diperlukan inventarisasi dan evaluasi yang
lebih intensif mengenai sumber alam lahan, vegetasi dan
ruang.

Kerusakan-kerusakan sumber alam dan lingkungan seperti


yang dikemukakan di atas, menunjukkan perlunya suatu tata
ruang yang baik dan disiplin terhadap tata ruang yang ada. Di

347

i
daerah-daerah yang pembangunannya berjalan pesat dampak nega-
tifnya terhadap lingkungan lahan dan air sangat terasa sekali
karena, antara lain, belum teratasinya masalah tata ruang.

7. Pelestarian Alam.
Meningkatnya pembangunan perumahan, beberapa jenis kons-
truksi dan prasarana lainnya serta makin meningkatnya pem-
buatan berbagai jenis sarana, memerlukan penyediaan bahan ba-
ngunan yang semakin banyak. Tanah urug, pasir dan batu serta
bahan bangunan yang lain merupakan bahan yang dipergunakan
untuk menunjang pembangunan sektor konstruksi tersebut. Pro-
duksi pertambangan bahan-bahan bangunan tersebut memerlukan
penentuan pembinaannya yang jelas. Bahan tambang golongan C
yang banyak diperlukan untuk pembangunan fisik pada umumnya
berasal dari sungai dan pusat-pusat endapan pasir di pegu-
nungan, di daerah pantai serta pusat-pusat endapan pasir dan
batu di dataran rendah. Penambangan bahan bangunan tersebut
telah banyak mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kegiatan itu
mengakibatkan rusaknya sawah-sawah yang subur, rusaknya te-
rumbu karang dan rusaknya sungai-sungai di daerah tempat pem-
bangunan fisik berlangsung, seperti di daerah utara Pulau Ja-
wa, di pegunungan di daerah Bogor, di daerah pantai utara Ja-
wa, Bali, Lombok, dan di sekitar kota-kota besar.

Di samping masalah pelestarian alam dan lingkungan dalam


hubungannya dengan proses pembangunan dan eksploitasi sumber
alam seperti tersebut di atas, masalah pelestarian alam dalam
hubungannya dengan pengembangan perlindungan atas wilayah dan
suaka alam dewasa ini juga memerlukan perhatian saksama. Hu-
tan lindung dan kawasan khusus yang mempunyai fungsi perlin-
dungan masih mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh peng-

348
garapan lahan oleh penduduk yang dilakukan tanpa disertai
usaha pelestarian. Hutan suaka alam yang ada juga masih meng-
alami gangguan berupa perusakan dan penggarapan lahan secara
liar.

Di daerah padat pembangunan seperti JABOTABEK, Bandung


Raya, dan GERBANG KERTASUSILA, kawasan lindung telah diubah
menjadi areal pemukiman dan pertanian, sehingga kurang ber-
fungsi lagi sebagai daerah resapan hujan dan perlindungan
iklim.

8. Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Usaha untuk menumbuhkan kemampuan dalam menangani masalah


lingkungan hidup di daerah-daerah telah dimulai dengan diben-
tuknya pusat-pusat studi lingkungan hidup, biro kependudukan
dan lingkungan hidup, dan dilakukannya perencanaan lingkungan
hidup. Pusat-pusat studi lingkungan hidup merupakan pusat
pengkajian sumber alam dan lingkungan hidup yang diharapkan
dapat memberikan masukan teknologi yang memadai dalam rangka
mengelola lingkungan hidup. Biro-biro kependudukan dan ling-
kungan hidup dalam pemerintahan daerah diharapkan dapat meng-
atur dan mengelola pembangunan berwawasan lingkungan yang me-
rupakan kegiatan lintas sektor. Sedangkan dalam menyusun pe-
rencanaan pembangunan Badan-badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) diharapkan akan terdorong untuk memperhati-
kan pertimbangan lingkungan. Dewasa ini kerjasama antara ke-
tiga lembaga tersebut masih perlu ditingkatkan.

Pengaturan pembangunan berwawasan lingkungan memang belum


berkembang seperti yang diharapkan. Pembangunan berwawasan
lingkungan masih belum ditunjang oleh tatalaksana yang mema-
dai. Seringkali hal ini mengakibatkan timbulnya ketidak-pas-

349

i
tian dalam tataruang dan tataguna lingkungan dan kesimpang-
siuran dalam tata-cara pelaksanaan. Meskipun Undang-undang
No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelola-
an Lingkungan Hidup sudah diundangkan, peraturan perundangan
dan pengaturan pelaksanaannya masih belum selesai seluruhnya.
Hal ini menyebabkan pengaturan lingkungan hidup dalam pelak-
sanaan pembangunan masih belum terlaksana dengan baik. Pelem-
bagaan analisis mengenai dampak pembangunan terhadap ling-
kungan hidup, baku mutu limbah dan baku mutu bahan buangan,
pengaturan mengenai pelestarian lingkungan dan tata lingkung-
an, pengaturan mengenai tataruang dan tataguna lingkungan,
pengaturan mengenai sanksi hukum dan lain-lain, masih harus
dituangkan ke dalam sistem pengaturan yang dapat menjadi pe-
gangan bagi para pelaksana pembangunan di lapangan.

Seringkali ekosistem yang merupakan suatu lingkungan hi-


dup tidak mengikuti batas-batas administrasi pemerintahan.
Oleh karena itu, di samping benturan antar sektor, seringkali
juga terjadi benturan antar daerah dalam pengelolaan ling-
kungan hidup. Dengan demikian maka keserasian pengaturan dan
kebijaksanaan antar daerah dalam usaha pembinaan keserasian
antara pembangunan dan lingkungan hidup perlu dikembangkan.

Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya ada-


lah wajar. Yang perlu dipermasalahkan adalah tatalaksana hu-
bungan interaksi tersebut agar keduanya dapat tumbuh berkem-
bang dengan baik. Pemisahan antara kepentingan manusia dan
kepentingan pengembangan sistem pelestarian alam tidak akan
mewujudkan hasil pembangunan yang dicita-citakan. Kawasan pe-
lestarian alam menjadi rusak sedangkan manusia yang merusak-
nya tidak menjadi lebih baik hidupnya. Oleh karena itu masa-

350
lah pengelolaan interaksi antara manusia dan alam merupakan
masalah utama dalam pelestarian alam dan lingkungan hidup.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH


Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
dan sesuai dengan arahan kebijaksanaan jangka panjang, maka
untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan
pembangunan berwawasan lingkungan, dalam Repelita IV perlu
ditempuh kebijaksanaan dan langkah-langkah : pembinaan kepen-
dudukan dan pemukiman, inventarisasi dan evaluasi sumber alam
dan lingkungan hidup, pengembangan tataguna sumber daya alam
dan tata lingkungan, rehabilitasi tanah kritis, pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup, perlindungan wilayah
pembangunan dalam suatu ekosistem, pembinaan mutu lingkungan
hidup, pengembangan sistem tatalaksana dan pembangunan berwa-
wasan lingkungan.

1. Pembinaan Kependudukan dan Pemukiman.

Di atas telah disebutkan bahwa kerusakan sumber alam dan


lingkungan hidup yang terjadi selama ini antara lain diaki-
batkan oleh perkembangan jumlah penduduk dan pola penyebaran-
nya yang tidak seimbang dengan jumlah dan penyebaran sumber
alam serta daya dukung lingkungan hidup yang ada. Atas dasar
kenyataan itu jelaslah bahwa kebijaksanaan kependudukan yang
diwujudkan dalam kebijaksanaan Keluarga Berencana dan Trans-
migrasi merupakan langkah-langkah yang sangat membantu usaha
pelestarian sumber alam dan penyelamatan lingkungan hidup.
Dalam Repelita IV langkah-langkah kebijaksanaan itu akan tetap
memperoleh prioritas yang tinggi.

351
Kedua langkah kebijaksanaan tersebut tujuannya yang lang-
sung adalah mengatasi masalah-masalah kuantitatif kependuduk-
an. Di samping kedua langkah itu di masa yang lalu juga di-
tempuh langkah-langkah di bidang pendidikan dan kesehatan.
Langkah-langkah tersebut diarahkan untuk mengatasi masalah-
masalah kependudukan yang bersifat kualitatif, baik yang se-
karang ada maupun yang akan timbul di masa datang. Selanjut-
nya di masa yang lalu telah ditempuh pula langkah-langkah di
bidang pemukiman. Dalam hubungan itu antara lain telah dilak-
sanakan kegiatan-kegiatan seperti perbaikan pembangunan jam-
ban keluarga, pembinaan teknik penyehatan lingkungan kampung,
perbaikan sistem pembuangan air limbah, dan penghijauan kota.
Langkah-langkah yang disebutkan ini semuanya juga sangat mem-
bantu usaha-usaha untuk melestarikan sumber alam dan menyela-
matkan lingkungan hidup. Dalam Repelita IV langkah-langkah
itu akan terus dilaksanakan.

Pembangunan ataupun pembinaan pemukiman di kota-kota dan


di pedesaan merupakan usaha yang terpadu. Artinya, keberha-
silan pembangunan di kota-kota akan mempunyai dampak terhadap
kehidupan di desa-desa. Sebaliknya keberhasilan pembangunan
di desa-desa juga akan mempunyai dampak terhadap kehidupan di
kota-kota. Walaupun demikian dalam pembangunan lingkungan pe-
mukiman, mengingat adanya perbedaan keadaan fisik dan sosial
ekonomi antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, maka
perlu ada perbedaan antara langkah-langkah kebijaksanaan yang
ditempuh di perkotaan dan yang ditempuh di pedesaan.

Pembinaan pemukiman di daerah perkotaan diwujudkan dalam


bentuk langkah-langkah berikut. Pertama-tama, akan terus di-
usahakan perbaikan dan peningkatan fasilitas pelayanan umum
kota, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, saluran pembuangan

352
kotoran, pengendalian sampah, fasilitas pelayanan sosial se-
perti sekolah-sekolah, tempat rekreasi umum, pusat kegiatan
pemuda, penerangan listrik, air minum, pengangkutan umum, dan
lain-lain. Melalui usaha-usaha tersebut diharapkan kesehatan
akan bertambah baik dan timbulnya masalah sosial seperti tin-
dakan kriminal, penyalahgunaan narkotika, tunasusila dan se-
bagainya dapat dicegah atau dikurangi.

Perbaikan kampung dan pembangunan rumah murah akan dite-


ruskan. Kegiatan ini dilakukan terutama untuk kepentingan go-
longan masyarakat berpenghasilan rendah. Pelaksanaannya akan
lebih ditekankan pada pengembangan swakelola masyarakat. Ke-
giatan ini juga diharapkan akan dapat menimbulkan dan mengem-
bangkan motivasi sosial untuk membina lingkungan pemukiman.

Selanjutnya akan ditingkatkan pengaturan jaringan peng-


angkutan umum dan penertiban pelaksanaannya untuk mengim-
bangi makin padatnya lalu-lintas. Ini sangat diperlukan bagi
terjaminnya kelancaran dan keamanan lalu-lintas di kota-kota
dan peningkatan daya gunanya.

Pencegahan pencemaran lingkungan udara dan air yang dia-


kibatkan oleh buangan rumah tangga, buangan pasar, dan indus-
tri juga akan terus diusahakan. Usaha ini akan dijalankan me-
lalui pengaturan yang sesuai dengan sifat-sifat lingkungan
hidup, pengelolaan sampah yang lebih mantap, pengembangan
sistem pengelolaan lingkungan pemukiman, dan melalui pendi-
dikan dan penyuluhan untuk membangkitkan penyertaan aktif ma-
syarakat luas dalam mencegah pencemaran lingkungan.

Di samping hal-hal di atas juga akan ditingkatkan pe-


ngaturan tataruang dan tataguna tanah perkotaan dengan tu-
juan mengusahakan agar segala fungsi kota, seperti pengaturan

353
lokasi wilayah tempat tinggal, wilayah industri, wilayah pu-
sat jasa, tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat ibadah, jalur
hijau dan taman-taman kota, dapat terlaksana secara layak.
Pelaksanaan fungsi itu dapat dilaksanakan melalui pengembang-
an manajemen tanah perkotaan dan pengembangan peranserta ma-
syarakat.

Selanjutnya akan ditingkatkan pula pembinaan pengetahuan


dan kesadaran masyarakat kota terhadap pentingnya pengikut
sertaannya secara aktif dalam pembinaan lingkungan pemukiman
dan akan pentingnya peningkatan disiplin menuju kehidupan ko-
ta yang lebih tertib dan tenteram.

Dalam pembinaan lingkungan pemukiman di daerah pedesaan


akan ditempuh langkah-langkah berikut. Pembinaan swadaya ma-
syarakat untuk membina pemukiman yang sehat dengan memperha-
tikan adat, tradisi, dan pandangan-pandangan hidup yang ter-
dapat di masyarakat pedesaan, akan dilanjutkan. Demikian pula
pembinaan swadaya dan swakelola masyarakat dalam peningkatan
mutu perumahan dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahu-
an warga desa untuk mempergunakan bahan-bahan yang terdapat
setempat dengan sehemat-hematnya. Dengan cara ini suatu pemu-
kiman desa yang sehat, beraneka ragam dan menunjang norma-
norma kehidupan sosial yang produktif diharapkan dapat dikem-
bangkan dengan cepat. Di samping itu akan dilaksanakan pula
pengembangan tata ruang pedesaan dengan tujuan agar fungsi
rumah, bangunan-bangunan umum seperti mesjid dan tempat per-
temuan umum, jalan-jalan desa, penerangan listrik, tanah pe-
karangan dan tegalan, tempat mandi umum dan sumber air minum,
dapat ditingkatkan mutunya. Keberhasilan kegiatan ini akan
berarti penduduk pedesaan dapat mempunyai lingkungan hidup
sosial yang sehat dan produktif. Lagi pula dengan keberhasil-

354
an itu alasan-alasan untuk berpindah ke kota-kota dapat diku-
rangi.
Dalam rangka mengusahakan penyebaran penduduk dan tenaga
kerja yang lebih serasi dan seimbang, maka kegiatan-kegiatan
pembinaan pemukiman di kota-kota kecil dan sedang serta kota-
kota yang merupakan pusat-pusat perkembangan daerah transmi-
grasi dikembangkan.

Kegiatan-kegiatan di atas akan ditunjang dengan pem-


binaan kesadaran dan pengetahuan masyarakat desa agar lebih
aktif berperanserta dalam menjaga kelestarian sumber-sumber
alam dan keselamatan lingkungan hidup. Dalam hubungan ini
adat kebiasaan masyarakat desa yang mendukung kelestarian
sumber alam dan lingkungan hidup perlu dibantu untuk diper-
tahankan dan dikembangkan.

2. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Lingkungan


Hidup.

Guna mengetahui kemampuan sumber alam yang ada perlu di-


lakukan kegiatan inventarisasi dan evaluasi, yang hasilnya
akan menjadi landasan penilaian kekayaan alam yang dimiliki.
Kegiatan ini sudah dijalankan sejak Repelita I, dan akan di-
teruskan dalam Repelita IV.

Salah satu hasil kegiatan inventarisasi dan evaluasi sum-


ber alam dan lingkungan hidup adalah peta dasar. Peta dasar
sangat diperlukan sebagai kerangka referensi bagi seluruh
aparat pelaksana pembangunan untuk menentukan alokasi kegiat-
an menurut ruang dan karena itu merupakan landasan yang sa-
ngat penting untuk kegiatan-kegiatan pembangunan. Dalam Repe-
lita IV akan dilanjutkan pembuatan peta dasar untuk berbagai

355
wilayah. Untuk mempercepat proses pemetaan tersebut akan di-
terapkan berbagai teknologi maju, seperti penggunaan citra
penginderaan jauh, kartografi berkomputer, dan pembuatan peta
ortofoto sebagai pengganti sementara peta dasar. Di samping
itu dalam Repelita IV akan dilanjutkan pula penegasan batas
wilayah Republik Indonesia dengan negara tetangga di Irian
Jaya dan di Kalimantan.

Bersamaan dengan kegiatan pemetaan dasar akan dilakukan


pula penyusunan atlas sumber daya nasional yang merangkum
berbagai hasil inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan
lingkungan hidup yang telah dijalankan. Untuk memungkinkan
pelaksanaan kegiatan tersebut sebaik-baiknya maka akan terus
ditingkatkan koordinasi dan keterpaduan antara berbagai
pelaksana inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan ling-
kungan hidup.

Inventarisasi hutan akan terus ditingkatkan, diikuti de-


ngan penataan batas kawasan hutan tetap dari hasil tataguna
hutan yang ada, pemetaan kawasan hutan dan penatagunaan hu-
tan. Inventarisasi itu diharapkan akan mencakup seluruh kawas-
an hutan yang ada, yang meliputi areal seluas 143,5 juta ha,
dengan tingkat kecermatan yang cukup memadai.

Penelaahan kemampuan tanah untuk pertanian akan terus di-


lanjutkan baik dengan pembuatan peta-peta tanah dengan berba-
gai tingkat kecermatan maupun melalui penelaahan potensi wi-
layah dengan menggunakan teknologi zona agro ekologi. Kegiat-
an ini akan dapat menunjang pembangunan sub sektor pertanian
dan pemerataan pembangunan, khususnya menunjang pelaksanaan
kebijaksanaan transmigrasi.

Untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber alam lautan

356
akan ditingkatkan pelaksanaan survai hidrografi serta inven-
tarisasi dan evaluasi lingkungan lautan dan sumber alam yang
terdapat di dalamnya. Dalam rangka mempercepat usaha peman-
faatan dan pelestarian lingkungan lautan, terutama dalam hu-
bungannya dengan zona ekonomi eksklusif, kerjasama regional
lautan dengan negara lain, badan-badan internasional, dan
terutama ASEAN akan diteruskan.

Guna memungkinkan penerapan teknologi maju dalam pelaksa-


naan inventarisasi dan evaluasi sumber alam. dan lingkungan
hidup akan dilaksanakan pendidikan dan latihan tenaga pelak-
sana. Pendidikan dan latihan ini akan meliputi pendidikan me-
ngenai penggunaan citra satelit, teknik penginderaan jauh,
teknologi komputer dan lain-lainnya.

Dengan adanya hasil-hasil inventarisasi dan evaluasi sum-


ber daya alam dan lingkungan hidup diharapkan kegiatan-ke-
giatan di berbagai sektor yang berhubungan dengan sumber daya
alam dan lingkungan hidup dapat lebih terpadu dan pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat lebih rasional.
Di samping itu diharapkan pula dapat dicegah persaingan yang
tidak sehat antar sektor dan pemborosan pemakaian sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian kerusakan dan pen-
cemaran lingkungan hidup diharapkan dapat pula ditekan hingga
seminimal mungkin. Untuk mencapai tujuan itu dalam Repelita
IV akan diusahakan penerapan sistem tatalaksana alokasi sum-
ber daya alam dan lingkungan hidup.

3. Pengembangan Tataguna Sumber Daya Alam dan Tata


Lingkungan.

Tanah, hutan dan air di suatu tempat umumnya berkaitan


erat dengan tanah, hutan dan air di tempat yang lain dan se-

357
bagai keseluruhan merupakan suatu ekosistem. Oleh karena itu
dalam tataguna tanah, tataguna ruang, tataguna hutan dan ta-
taguna air, perlu ada pengaturan agar cara pemanfaatan sumber
daya alam di suatu tempat tidak mengurangi manfaatnya di tem-
pat yang lain. Untuk itu perlu ada pengaturan, misalnya agar
tanah dan hutan yang terdapat di lereng-lereng terjal dan di
daerah pegunungan tidak digunakan untuk keperluan-keperluan
yang akan merusak kegunaan tanah dan air di lembah-lembah.
Demikian pula perlu ada pengaturan agar penggunaan sumber
alam air, baik air permukaan maupun air bumi, di suatu tempat di
daerah hulu tidak merusak manfaat air tersebut di daerah
hilirnya. Di daerah-daerah seperti itu segala penggunaan ta-
nah, hutan dan air harus disertai dengan kegiatan-kegiatan
penyelamatan sumber alam dan lingkungan hidup, seperti pence-
gahan erosi, pencemaran air dan sebagainya. Penggunaan wila-
yah pesisir perlu diatur, agar kelangsungan kehidupan per-
ikanan dapat terjamin pada tingkat yang memadai dan kerusakan
pantai dapat dihindarkan.

Langkah lain yang sangat mendesak adalah menentukan wila-


yah-wilayah lahan dan perairan yang merupakan wilayah-wilayah
pelindung utama bagi kehidupan di wilayah lain. Wilayah-wila-
yah itu akan segera ditetapkan pola pengelolaannya untuk men-
jamin kelangsungan kehidupan seluruh wilayah di lingkungannya
masing-masing.

Atas dasar pertimbangan seperti di atas maka tataguna ta-


nah, hutan, air, dan ruang ditentukan melalui pendekatan ter-
padu daerah aliran sungai agar daya dukung lingkungan dapat
dikembangkan dan dilestarikan bagi pembangunan yang lebih be-
sar. Dalam Repelita IV pengembangan pola pengelolaan itu di-

358
utamakan di daerah aliran sungai yang rawan, seperti DAS Ci-
liwung-Cisadane dan sebagainya.

Tataguna ruang di daerah perkotaan, di samping harus mam-


pu mencegah perkembangan pemukiman yang tidak teratur dan ti-
dak didukung oleh jaminan prasarana yang esensial, harus mam-
pu pula mendorong perkembangan pemerataan keadilan dan kehi-
dupan yang lebih baik. Ini antara lain akan dapat dicapai
apabila nilai lebih dari perubahan penguasaan tanah dapat di-
manfaatkan untuk kepentingan pembangunan masyarakat banyak.

Dalam rangka menanggulangi masalah-masalah pertanahan se-


perti yang diuraikan sebelumnya, maka penertiban administrasi
pertanahan masih perlu lebih ditingkatkan baik di tingkat de-
sa, kecamatan, maupun di tingkat kabupaten. Dalam usaha ini
perlu sekali dilaksanakan pengukuran dan penentuan batas yang
jelas dari tanah yang ada, pemberian bukti pemilikan yang kuat
kepada yang berhak, dan adanya administrasi pertanahan
yang teratur. Khusus bagi para petani pemilik tanah yang mis-
kin, yang mempunyai tanah kurang dari 0,5 ha, pemberian tan-
da-tanda bukti pemilikan atas tanahnya dengan biaya serendah-
rendahnya dalam Repelita IV akan diteruskan. Selanjutnya ta-
nah-tanah yang dikuasai oleh adat, seperti tanah ulayat dan
tanah marga, harus segera dapat diketahui baik luasnya, ba-
tas-batasnya, lokasinya, maupun kelompok adat yang menguasai-
nya.

Pelaksanaan land reform akan digalakkan kembali dengan pe-


doman kerja yang mantap, tegas, dan serasi dengan keadaan dan
kebutuhan masyarakat.

Tanah perkebunan yang terlantar perlu terus ditangani dan


dimanfaatkan oleh pemegang hak atas tanah tersebut untuk usa-

359

i
ha yang telah ditentukan. Apabila tindakan itu, dan bantuan
yang diberikan, belum berhasil mendorong pemegang hak yang
bersangkutan untuk memanfaatkan tanahnya, maka tanah perke-
bunan terlantar tersebut akan dikuasai kembali oleh negara
dan dijadikan areal kerja perkebunan negara atau kawasan
hutan.
Dalam rangka penjabaran Undang-undang Pokok Agraria dan
Undang-undang Bagi Hasil, dalam Repelita IV akan dilanjutkan
penyusunan peraturan-peraturan pelaksanaannya, antara lain
yang mengatur penggunaan tanah oleh bukan pemilik, pembatasan
luas minimun dan maksimum tanah untuk bangunan, pencabutan
hak milik karena tanah diterlantarkan, hak guna dan hak pa-
kai, dan tataguna tanah. Di samping itu akan terus dikembang-
kan pula peraturan perundangan tentang tatakota, tataruang,
dan tataguna tanah. Peraturan pelaksanaan tersebut diperlu-
kan untuk dapat membantu usaha meningkatkan produktivitas ta-
nah dan pendapatan golongan masyarakat yang mempunyai penda-
patan rendah, seperti petani kecil dan petani penggarap.

Pemindahan hak milik atas tanah dapat dikenakan pajak se-


suai dengan nilai potensial tanah yang bersangkutan. Perubah-
an penggunaan tanah-tanah pertanian yang mempunyai fasilitas
pengairan teknis yang dibangun negara sejauh mungkin dihin-
darkan. Tanah pertanian sawah yang dipindahkan hak pemilikan-
nya dan dijadikan tanah untuk bangunan swasta akan dikenakan
pajak tanah yang tinggi.

Penataan penggunaan tanah terutama dimaksudkan untuk mem-


berikan pedoman dan pengarahan dalam rangka meningkatkan efi-
siensi dalam penggunaan tanah yang tersedia untuk berbagai

360
kegiatan pembangunan. Dalam penatagunaan tanah ini perlu di-
teruskan usaha penetapan hutan lindung, suaka alam, dan wila-
yah perlindungan khusus lainnya. Hal ini sangat penting dalam
rangka menghindarkan terjadinya bencana ekologis di kemudian
hari. Penatagunaan tanah wilayah khusus, seperti wilayah Ba-
duy, akan memperoleh perhatian karena diperlukan untuk membe-
rikan perlindungan bagi perkembangan masyarakat yang bersang-
kutan.

Untuk kepentingan peningkatan produksi pertanian seperti


pangan, hasil-hasil perkebunan dan lain-lain, maka di daerah
padat penduduk yaitu Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi Selatan,
Sumatera Utara dan Lampung, akan dijajagi kemungkinan penu-
karan tanah-tanah milik rakyat yang tandus di gunung-gunung
yang mempunyai kemiringan 40% atau lebih dengan tanah-tanah
hutan di daerah rendah yang rata-rata mempunyai kemiringan
kurang dari 8%. Apabila berhasil, penukaran tanah-tanah ter-
sebut akan menghasilkan perluasan tanah pertanian yang pro-
duktif dan perluasan tanah-tanah hutan. Penukaran tanah se-
perti itu dapat juga dikembangkan di daerah-daerah di luar
Jawa yang kurang padat penduduknya. Di daerah-daerah itu
tanah-tanah perladangan yang kurang subur dan tanah-tanah
alang-alang di daerah pegunungan dapat dipertukarkan dengan
tanah-tanah hutan yang subur di dataran rendah.

Dalam penataan daerah pantai akan diperhatikan adanya wi-


layah perlindungan bagi biota laut yang merupakan sumber per-
ikanan laut di kemudian hari. Dalam hubungan ini untuk mem-
bentuk sistem tataruang dengan tujuan melestarikan lingkung-
an laut dan meningkatkan produktivitas daerah pantai akan di-
kembangkan penataan ruang pantai. Daerah pantai yang perlu

361
diutamakan ialah daerah-daerah pantai utara Jawa, Bali, Lom-
bok, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara,
Aceh bagian Timur, Sumatera Utara, Lampung Selatan, dan pesi-
sir Sumatera Barat.

Dalam rangka mempercepat usaha pemanfaatan dan pelestari-


an lingkungan lautan, terutama dalam hubungannya dengan zona
ekonomi eksklusif, kerjasama regional lautan dengan negara
lain, badan-badan internasional, dan terutama ASEAN dalam RE-
PELITA IV ini akan diteruskan.
4. Rehabilitasi Lahan Kritis.

Pada dasarnya pembangunan pertanian berarti mengubah sis-


tem pertanian yang produktivitasnya rendah menjadi sistem
pertanian yang produktivitasnya lebih tinggi. Dalam hubungan
ini, ditinjau dari sudut pelestarian lingkungan hidup, masa-
lahnya ialah: perubahan itu harus dilaksanakan melalui pola-
pola yang dapat meningkatkan produktivitasnya dan menjamin
kelestarian kesuburan tanah. Dalam hubungan ini penggunaan
bahan-bahan kimia pupuk dan pestisida, misalnya, terutama
yang dalam jangka panjang dapat berpengaruh merugikan terha-
dap kesuburan tanah dan perairan, perlu dikendalikan. Dalam
rangka itu maka sistem pergiliran tanaman serta penggunaan
pupuk hijau dan pupuk alam akan dikembangkan lebih lanjut.

Usaha-usaha pencegahan perluasan tanah kritis, yang an-


tara lain disebabkan oleh pembukaan tanah dan cara bercocok
tanam yang kurang tepat, akan terus ditingkatkan. Di samping
itu rehabilitasi tanah-tanah kritis dilanjutkan dengan ke-
giatan-kegiatan reboisasi dan penghijauan. Selanjutnya renca-
na pengembangan daerah aliran sungai secara terpadu akan te-

362
rus dikembangkan. Dalam hubungan ini peranserta masyarakat
petani akan lebih ditingkatkan melalui penyuluhan dan pembi-
naan lembaga swadaya masyarakat.
Pengawetan tanah yang kurang hati-hati dan penggunaan pu-
puk dan pestisida yang kurang cermat dapat menimbulkan dua
kerugian. Pertama, menghambat perkembangan perikanan, dan ke-
dua, mempercepat pendangkalan waduk-waduk dan jaringan peng-
airan. Untuk menghindarkan hal itu kegiatan-kegiatan penyela-
matan tanah akan terus dijalankan, terutama di areal pertani-
an tanah kering di Jawa, Bali, Lampung, Sulawesi Selatan dan
di daerah-daerah hulu di atas bendungan besar. Misalnya,
penggunaan pupuk dan pestisida di daerah-daerah yang mempu-
nyai masalah sumber air minum yang gawat, dan di daerah-dae-
rah yang berdekatan dengan daerah pesisir yang merupakan tem-
pat-tempat perkembangbiakan ikan dan udang, akan lebih dike-
tatkan pengendaliannya dan dipertegas sanksi hukumnya.

Pemanfaatan hutan juga tidak lepas dari masalah lingkung-


an hidup. Eksploitasi hutan secara besar-besaran untuk meman-
faatkan jenis-jenis kayu tertentu dapat menyebabkan kepunahan
jenis-jenis kayu berharga yang bersangkutan, terutama karena
kerusakan-kerusakan tanah dan anakan pohonnya yang diakibat-
kan oleh proses eksploitasi yang dijalankan. Dewasa ini di-
perkirakan terdapat 15 juta ha areal hutan kawasan HPH yang
berada dalam keadaan rusak atau menurun nilainya. Rehabilita-
si areal tersebut akan terus dilakukan. Di samping itu pengu-
rusan dan pengelolaan areal HPH akan lebih ditertibkan agar
supaya pengelolaan kawasan hutan produksi yang sesuai dengan
azas dasar kelestarian hasil yang dinamis sungguh-sungguh di-
laksanakan di lapangan. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan
hutan produksi di dekat daerah pedesaan akan dikembangkan

363

i
sebagai hutan serbaguna agar dengan demikian rakyat yang
tinggal di daerah itu akan tetap dapat memenuhi kebutuhannya
seperti sediakala.

5. Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Usaha untuk memperoleh manfaat yang setinggi-tingginya


dari sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada acapkali
mengakibatkan menurunnya kemampuan sumber daya alam yang ber-
sangkutan untuk memberikan manfaat di masa datang.

Seperti telah disebutkan di atas eksploitasi hutan secara


besar-besaran untuk memanfaatkan jenis-jenis kayu berharga
tertentu dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis kayu terse-
but, terutama karena kerusakan tanah dan anakan pohonnya da-
lam proses eksploitasi. Untuk mencegah hal seperti itu maka
sistem Tebang Pilih Indonesia akan terus dikembangkan dan a-
kan diterapkan dengan penuh disiplin. Agar pengembangan dan
penerapan sistem tersebut dapat dilaksanakan, kemampuan tek-
nik dan kemampuan pengelolaan aparat kehutanan perlu diting-
katkan, pembinaan sistem dan prosedur pengendalian akan di-
mantapkan dan cara-cara pembukaan wilayah hutan akan diter-
tibkan.

Dalam Repelita IV pembinaan dan pengamanan suaka alam,


taman buru, hutan wisata dan taman-taman nasional juga akan
ditingkatkan. Pembinaan dan pengamanan sumber daya alam ini,
di samping sangat membantu perkembangan pariwisata, juga sa-
ngat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tek-
nologi, untuk perlindungan lingkungan hidup dan penyediaan
serta pelestarian plasma nutfah.

364
Selain usaha pelestarian yang dilakukan dalam kawasan
konservasi, akan ditingkatkan pula kegiatan pelestarian sum-
ber daya alam dan lingkungan hidup di luar kawasan konserva-
si. Kegiatan di luar kawasan konservasi antara lain meliputi
pengendalian perdagangan flora dan fauna langka yang dilin-
dungi, pengembangan budi daya flora dan fauna yang khas dan
bernilai tinggi dan pelestarian plasma nuftah di luar kawasan
konservasi sumber daya alam. Di samping itu akan ditingkatkan
pula usaha pengendalian gangguan margasatwa terhadap tanah
pertanian dan perkebunan, pemukiman transmigrasi dan pemuki-
man penduduk lainnya dengan memperhatikan keseimbangan ling-
kungan hidupnya. Agar kegiatan ini dapat terlaksana dengan
berhasilguna maka akan ditingkatkan pula keterlibatan aktif
lembaga swadaya masyarakat dan kesadaran serta kecintaannya
terhadap alam dan lingkungan.

Untuk memungkinkan usaha pengamanan hutan dan kawasan


konservasi sumber daya alam maka kegiatan penataan batas akan
ditingkatkan. Dalam hubungan ini kawasan hutan lindung dan
suaka alam, termasuk kawasan suaka alam laut, akan mendapat
perhatian utama.

Dalam rangka pelestarian sumber alam biota laut kegiatan-


kegiatan untuk mencegah penggunaan racun dan bahan peledak
dalam penangkapan ikan dan mencegah pengambilan karang laut
yang selama ini telah dilakukan, akan dilanjutkan. Di samping
itu pembatasan jumlah tangkapan hasil laut akan terus diada-
kan untuk wilayah teritorial tertentu. Selanjutnya peningkatan
produksi perikanan laut dalam Repelita IV akan lebih diarah-
kan ke lautan Nusantara dan Zona Ekonomi Eksklusif serta me-
lalui pengembangan budidaya laut.

365

i
Gejala-gejala terkurasnya sumber daya alam perikanan itu
telah menimbulkan keresahan sosial di lingkungan masyarakat
nelayan pantai. Karena itu akan dikembangkan pengaturan usaha
perikanan pantai agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan se-
imbang dengan daya dukung lingkungan pesisir. Pengembangan
peraturan itu sudah sangat diperlukan terutama untuk wilayah
perairan Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makasar, perairan
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.

Dalam rangka usaha menanggulangi pencemaran laut akan di-


kembangkan suatu sistem penanggulangan darurat pencemaran laut
yang merupakan paduan antara usaha-usaha di berbagai sektor,
seperti perhubungan laut, pertambangan, pertahanan dan kea-
manan. Khusus dalam penanggulangan pencemaran minyak di laut-
an, akan diusahakan agar pengusaha-pengusaha swasta di bidang
perminyakan, pengangkutan dan pelabuhan mampu menanggulangi
dan mencegah terjadinya pencemaran minyak baik secara sendi-
ri-sendiri maupun secara bersama-sama. Dalam hubungan ini
daerah-daerah rawan pencemaran minyak, seperti Selat Malaka,
perairan Riau, pesisir utara Jawa, perairan Bali dan Lombok
serta Selat Makasar, akan diutamakan.

Kerusakan hutan bakau di daerah-daerah sumber benih ikan


dan udang akan terus ditanggulangi, antara lain dengan jalan
rehabilitasi hutan bakau yang rusak melalui kegiatan reboi-
sasi dan penghijauan.

6. Perlindungan Wilayah Pembangunan Dalam Suatu Ekosistem.

Perlindungan terhadap suatu ekosistem juga merupakan per-


lindungan terhadap wilayah yang menjadi bagian dari padanya.
Setiap wilayah di Indonesia, baik yang di lautan maupun yang
di daratan, merupakan bagian dari suatu ekosistem. Ini berar-

366
ti bahwa demi pengamanan suatu wilayah yang dimanfaatkan un-
tuk pembangunan diperlukan pula perlindungan terhadap eko-
sistem tempat wilayah tersebut berada.

Untuk melindungi sistem tata air yang ada maka fungsi


lindung hutan lindung akan ditingkatkan hasilgunanya. Pe-
ningkatan hasilguna fungsi lindung hutan lindung itu akan
dijalankan dengan melaksanakan rehabilitasi hutan lindung
yang rusak, pencegahan perusakan hutan lindung dan penambahan
luas hutan lindung di daerah-daerah yang memerlukan. Hutan
lindung yang ada tidak hanya terdapat di daerah pegunungan,
tetapi juga terdapat di daerah pesisir. Hutan lindung ini
berfungsi melindungi garis pantai terhadap bahaya erosi, me-
lindungi sistem kehidupan biota laut, dan berfungsi melin-
dungi iklim mikro yang sangat penting bagi kehidupan masyara-
kat. Dalam Repelita IV akan dikukuhkan dan ditata kawasan hu-
tan lindung yang luasnya diperkirakan meliputi 30 juta ha.

Luas hutan lindung tersebut belum mencukupi. Oleh karena


itu ada wilayah-wilayah yang termasuk kawasan hutan produksi
terbatas yang akan ditata agar dapat juga berfungsi sebagai
hutan lindung. Kawasan hutan produksi terbatas ini luasnya
kurang lebih 30 juta ha. Dalam pengelolaan hutan produksi
yang lain akan diperhatikan pula pembinaan fungsi lindung-
nya, baik terhadap tata air, iklim mikro dan tanah, maupun
terhadap margasatwa dan flora langka. Seluruh kawasan hutan
tetap yang luasnya 113 juta ha akan ditata dan dikelola agar
mampu menyediakan fungsi lindung yang maksimal.

Di luar kawasan hutan masih banyak wilayah yang mempunyai


fungsi lindung. Misalnya daerah resapan hujan, daerah tempat
pemijahan ikan dan udang, daerah hijau paru-paru kota, daerah

367
perlindungan budaya asli dan daerah lintasan satwa langka.
Pembinaan daerah-daerah ini dalam Repelita IV akan diterus-
kan, agar fungsi lindung daerah tersebut dapat ditingkatkan.

Perlindungan terhadap tanah di daerah-daerah yang mempu-


nyai curah hujan yang tinggi akan lebih diperhatikan agar ti-
dak terjadi erosi dan kemerosotan kesuburan tanah. Daerah-
daerah dengan kemiringan lahan rata-rata 15% atau lebih akan
diusahakan agar tanahnya dikelola dengan menggunakan teknik
pengelolaan tanah yang tepat. Kegiatan pertanian di lahan ke-
ring, baik yang berupa tanaman semusim maupun tanaman tahun-
an, akan dikembangkan dengan menggunakan teknik pengawetan
tanah yang lebih sesuai. Daerah yang mempunyai kemiringan la-
han rata-rata lebih dari 40% akan diusahakan agar menjadi da-
erah lindung yang tetap. Dengan makin kurangnya lahan subur
untuk produksi pertanian dan pangan, maka usaha untuk melin-
dungi bagian atas atau lapisan tanah olah dalam Repelita IV
akan lebih ditingkatkan lagi.

Di daerah-daerah dengan curah hujan yang rendah, perlin-


dungan terhadap tanah dan tumbuhan juga akan lebih diting-
katkan agar daerah-daerah tersebut tidak berkembang menjadi
gurun. Di daerah-daerah itu akan dilakukan tindakan-tindakan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya peningkatan kadar garam
dalam lapisan tanah olah. Selanjutnya perlindungan terhadap
wilayah mata air di daerah-daerah itu akan lebih diutamakan.

Perlindungan air bumi akan ditingkatkan agar supaya sum-


ber air yang besar ini tidak menjadi rusak karena pencemaran
atau berkurang karena kurangnya resapan air hujan ke dalam
bumi. Dalam hubungan ini maka perlindungan sungai, danau dan
perairan darat lainnya akan dikembangkan, baik melalui per-

368
lindungan terhadap pencemaran maupun terhadap kerusakan fisik
sungai dan danau. Kerusakan fisik dasar sungai, misalnya, da-
pat terjadi karena adanya penambangan liar, pertumbuhan eceng
gondok dan gulma air yang berlebihan.

Dalam rangka melindungi kota-kota dan pusat pemukiman


yang lain terhadap pencemaran dan untuk memperbaiki mutu
iklim mikronya maka pengembangan jalur hijau dan taman kota
akan dikembangkan secara luas. Selanjutnya fasilitas pejalan
kaki akan lebih diperhatikan. Pengembangan taman kota dan
daerah hijau lainnya di pusat-pusat pemukiman akan dikaitkan
dengan pembinaan daerah resapan hujan agar banjir lokal di
daerah perkotaan dapat dicegah atau dikurangi dan penyediaan
air bumi dapat diperbaiki.

7. Pembinaan Mutu Lingkungan Hidup.

Agar supaya lingkungan hidup mampu mendukung kegiatan


pembangunan yang makin meningkat maka usaha untuk membina dan
meningkatkan mutu lingkungan hidup makin memerlukan perhati-
an. Pada dasarnya setiap usaha pembangunan dalam lingkungan
suatu ekosistem mempunyai pengaruh terhadap mutu lingkungan
hidupnya. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa
pembangunan yang dilaksanakan tidak mengikuti pola yang meru-
sak mutu lingkungan hidup agar pemanfaatan lingkungan hidup
lebih lanjut tidak akan terganggu.

Dalam rangka usaha mengikuti pola pembangunan yang tidak


merusak mutu lingkungan itu, maka dikembangkan kemungkinan
untuk menerapkan analisis dampak lingkungan. Analisis dampak
lingkungan akan diadakan dalam penggunaan pupuk dan pestisida
secara besar-besaran, dalam pembangunan waduk-waduk besar,
dalam perombakan daerah pantai, dalam perombakan hutan alami

369
menjadi lahan usaha pertanian semusim atau sejenis, dalam
perombakan hutan alam menjadi hutan buatan, dan dalam pengem-
bangan industri pertanian yang besar, seperti usaha-usaha
pengolahan tapioka, kelapa sawit, karet, gula tebu, pengawet-
an kayu dan pembuatan kayu lapis. Analisis dampak lingkungan
juga akan diadakan dalam pembangunan prasarana seperti ja-
ringan jalan angkutan darat, jaringan jalan kereta api, ja-
ringan angkutan air dan udara, pelabuhan air dan udara, ben-
dungan serba guna beserta jaringan salurannya, dan pembangkit
energi listrik beserta jaringan distribusinya, serta saluran
distribusi minyak bumi, semuanya mempunyai pengaruh yang cu-
kup besar terhadap kelestarian sumber alam dan lingkungan hi-
dup. Dengan adanya analisis dampak lingkungan, tindakan-tin-
dakan penyelamatan baik bagi lingkungan sekelilingnya maupun
bagi bangunan prasarana yang dibangun, akan dapat dipersiap-
kan dan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pem-
bangunannya sendiri.
Dalam rangka membina mutu lingkungan hidup selanjutnya,
perombakan hutan-hutan primer secara besar-besaran untuk pe-
mukiman transmigrasi dan usaha pertaniannya sejauh mungkin
akan dikurangi. Persiapan tanah-tanah untuk pemukiman trans-
migrasi akan lebih diarahkan pada perobahan areal tanah
alang-alang dan hutan-hutan sekunder yang tidak mempunyai
fungsi lindung. Pencadangan areal hutan untuk pemukiman
transmigrasi ditelaah dan ditangani secara lebih terpadu de-
ngan berpedoman pada tataguna hutan kesepakatan. Perluasan
persawahan pasang surut akan dilakukan lebih hati-hati agar
kelestarian ekosistem yang menjamin kesuburan dan keamanan
pembangunan pertanian di kemudian hari dapat dipertahankan
dan dikembangkan.

370
Kerusakan-kerusakan hutan yang disebabkan oleh karena
perladangan berpindah, kebakaran hutan, pembukaan areal per-
tambangan, pembuatan jalan dan infrastruktur lainnya, perlu
dicegah secepat-cepatnya. Pemecahannya dapat dilakukan mela-
lui pendekatan-pendekatan yang mendasar, seperti pemukiman
kembali peladang-peladang berpindah, pemilihan dan tataguna
tanah yang lebih pasti, pelaksanaan hukum dan perundang-un-
dangan yang lebih jelas dan tegas, dan lain-lain, disertai
usaha untuk mengatasi masalah sosial ekonomis masyarakat
penyebab kerusakan sumber alam hutan tersebut. Perlu dite-
kankan bahwa penyebab kerusakan hutan tersebut bukan saja
rakyat sekitar hutan yang miskin, tetapi juga para pengusaha
dan pejabat yang kurang pengetahuan dan tanggungjawabnya da-
lam hal-hal yang menyangkut pelestarian sumber alam hutan.

Industri-industri yang menghasilkan bahan buangan yang


berbahaya atau bahan kimia yang tahan pelapukan perlu diken-
dalikan dengan ketat dan usaha pencegahan pencemaran di dalam
proses produksi dan distribusi hasilnya dilakukan secara mak-
simum dan terus-menerus. Industri-industri seperti ini akan
diwajibkan untuk melaksanakan analisis dampak lingkungan yang
lengkap untuk mempersiapkan usaha-usaha pencegahan pencemaran
yang mungkin timbul. Pelaksanaan analisis dampak lingkungan
dan pelaksanaan usaha pencegahan pencemaran akan diwajibkan
bagi industri-industri yang menghasilkan banyak bahan buangan
dan bagi usaha-usaha pertambangan. Sasaran utama adalah in-
dustri di wilayah padat pembangunan di Jabotabek, Medan, Pa-
dang, Palembang, Surabaya, Kalimantan Timur, Semarang, dan
Bandung. Analisis dampak lingkungan yang telah dilakukan di
beberapa zona industri, seperti zone industri Lhok Seumawe,
Padang, Palembang, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Kalimantan

371
Timur dan lain-lain, akan dikembangkan terus ke arah pembina-
an dan pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan integral.

Permasalahan lingkungan hidup di bidang pertambangan pada


umumnya meliputi permasalahan eksplorasi pertambangan yang
menggunakan bahan-bahan peledak, peletusan sumur-sumur eks-
plorasi, eksploitasi pertambangan minyak bumi, terlebih-lebih
di lepas pantai, pengangkutan minyak bumi dalam jumlah besar,
penambangan terbuka, eksploitasi panas bumi, penambangan batu
bara, dan penambangan bahan bangunan. Untuk menanggulangi ma-
salah kerusakan sumber alam tanah dan air yang dapat timbul
sebagai akibat eksploitasi pertambangan permukaan, seperti
pertambangan nikel, pasir besi, timah, kapur, batu dan pasir,
mangaan dan batu bara, akan diusahakan agar lapisan tanah atas
yang subur dapat diamankan untuk kemudian dikembalikan ke
tempat semula setelah proses penambangan selesai. Dengan de-
mikian areal bekas pertambangan permukaan yang ada dapat di-
kembalikan menjadi tanah pertanian atau hutan yang akan ber-
manfaat di kemudian hari. Selanjutnya akan dicegah pembuangan
tanah galian ke sungai-sungai dan danau. Analisis dampak ling-
kungan akan dilaksanakan pula dalam pembangunan pertambangan
dan energi untuk meningkatkan pemanfaatan dampak positifnya
dan mencegah dampak negatifnya.

Sumber energi merupakan penggerak pembangunan di segala


sektor. Namun, penggunaan energi di bidang apapun akan meng-
akibatkan pengotoran lingkungan fisik, udara, tanah, dan air,
serta lingkungan biologis. Oleh karena itu pengelolaan dan
distribusi sumber energi akan di arahkan agar cara produksi
energi dan proses penggunaan energi dapat menghindari keru-
sakan lingkungan hidup sejauh mungkin. Ini berarti bahwa sum-
ber energi minyak dan gas bumi akan diusahakan agar dapat

372
menghasilkan energi yang tidak terlalu banyak mengandung un-
sur kimia yang berbahaya, seperti unsur timah hitam, bele-
rang, nitrogen oksida dan lain-lain. Selanjutnya penyediaan
energi yang bersih seperti energi panas bumi, energi panas
matahari, energi air dan sejenisnya akan mendapatkan perha-
tian yang lebih besar.

Untuk mengurangi kerusakan sumber alam hutan karena peng-


ambilan kayu dan bahan-bahan biologis lainnya, akan dikem-
bangkan usaha penyediaan kayu bakar yang mengarah pada keles-
tarian produksi. Usaha itu akan dilakukan bersama-sama dengan
pembinaan jaringan distribusi dan teknologi penggunaannya
yang efisien, terutama di daerah padat penduduk di Jawa, Ba-
li, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Penggunaan batu bara dan
sumber energi lainnya akan dikembangkan dalam rangka penye-
diaan energi untuk keperluan rumah tangga dan untuk keperluan
industri.
Penggunaan energi yang boros mempunyai pengaruh yang me-
rugikan terhadap lingkungan hidup dan terhadap persediaan
sumber energi di masa datang. Karena itu akan terus diusaha-
kan agar sumber energi yang ada dapat dimanfaatkan dengan
sehemat-hematnya di segala bidang.

Usaha-usaha di bidang pertambangan dan energi yang pola


produksinya padat modal dan padat teknologi seringkali terle-
tak di daerah pedesaan yang miskin. Demikian pula usaha-usaha
di bidang industri. Perbedaan yang menyolok antara fasilitas
kehidupan di lingkungan perusahaan pertambangan, energi dan
industri di satu pihak dan fasilitas kehidupan penduduk pede-
saan yang miskin di lain pihak dapat menimbulkan keresahan-
keresahan sosial. Untuk menghindari kemungkinan seperti itu

373
maka dalam pembangunan industri, pertambangan, dan energi
akan terus diusahakan adanya bantuan untuk meningkatkan fa-
silitas kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Dalam hu-
bungan ini daerah-daerah industri dan pertambangan seperti di
Aceh Timur, Kalimantan Timur dan Banten Utara akan mendapat
prioritas.
Pemisahan suatu wilayah oleh suatu bangunan fisik, seper-
ti jalan bebas hambatan dan pipa minyak atau gas, akan memi-
sahkan kehidupan sosial yang tadinya merupakan kesatuan. Hal
serupa itu, apabila tidak ditangani dapat menjurus ke kere-
sahan sosial. Oleh karena itu dalam pembangunan jalan lintas
cepat, misalnya, akan dicari jalan agar hubungan sosial anta-
ra kedua bagian wilayah yang mula-mula merupakan satu wilayah
tersebut tidak banyak terganggu.

8. Pengembangan Kemampuan Kelembagaan, Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi.
a. Pengembangan Kemampuan Kelembagaan.

Dalam rangka mengusahakan agar pengaturan dalam pengelo-


laan sumber alam dan lingkungan hidup di Indonesia semakin
mantap, kegiatan-kegiatan pengembangan peraturan perundang-
undangan yang lengkap dan menggunakan kriteria mutu lingkung-
an hidup yang lebih kuantitatif perlu dilanjutkan. Dalam Re-
pelita III telah dapat diundangkan Undang-undang No. 4 tahun
1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UULH). Undang-undang tersebut, memiliki ciri-ciri :
(1) sederhana, tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan
di masa depan, sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat; (2)
mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar untuk pe-

374
raturan pelaksanaannya lebih lanjut; (3) mencakup semua segi
di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar bagi
pengaturan masing-masing segi lebih lanjut. Undang-undang
tersebut akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan
semua peraturan perundang-undangan yang memuat sesuatu keten-
tuan tentang segi-segi lingkungan hidup yang berlaku, misal-
nya peraturan perundang-undangan mengenai pengairan, pertam-
bangan dan energi, kehutanan, perlindungan dan pengawetan
alam, industri, pemukiman, tataruang, tataguna tanah, pesi-
sir dan lautan.

Undang-undang tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut da-


lam peraturan perundang-undangan, baik pada tingkat nasional
maupun pada tingkat daerah. Dalam penjabaran itu akan diper-
hatikan adanya kebutuhan akan keterpaduan dalam pelaksanaan-
nya, baik secara lintas sektoral, antara pusat dan daerah,
maupun antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Undang-undang lingkungan hidup tersebut di atas telah me-


netapkan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan
analisis dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan
peraturan pemerintah. Salah satu konsekuensi dari pada Un-
dang-undang lingkungan hidup tersebut di atas ialah bahwa pe-
nelusuran mutu lingkungan hidup perlu dilakukan dengan ter-
atur dan melembaga, agar data dasar yang diperlukan untuk me-
ngambil tindakan-tindakan dapat disediakan dengan cepat dan
mempunyai ketelitian yang dapat diandalkan.

Dalam penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang tersebut


akan diberikan prioritas kepada peraturan tentang tata ruang,

375
baik yang meliputi tata ruang nasional, maupun tata ruang re-
gional, baik tata ruang kota maupun tata ruang pedesaan, ta-
taguna sumber alam, penetapan baku mutu lingkungan dan baku
mutu bahan buangan, prosedur analisis dampak lingkungan, pe-
ngaturan pembuangan bahan berbahaya, pengaturan penggunaan
laut sebagai tempat buangan, pengembangan lembaga swadaya
masyarakat dan tatalaksana lingkungan.

Di samping perlunya ditingkatkan kerjasama antara lemba-


ga-lembaga pemerintah pusat dan lembaga-lembaga pemerintah
daerah, di daerah akan ditingkatkan pula kerjasama antara
lembaga-lembaga pemerintah daerah dan pusat-pusat studi ling-
kungan yang ada di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga swada-
ya masyarakat. Selanjutnya, baik di pusat maupun di daerah,
kegiatan-kegiatan penyuluhan di bidang peraturan perundang-
undangan lingkungan hidup akan ditingkatkan, baik bagi alat-
alat penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya.

b. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


Agar usaha-usaha penyelamatan sumber alam dan lingkungan
hidup dapat mencapai hasil-hasil seperti yang diharapkan di-
perlukan penguasaan ilmu dan teknologi yang tepat dan cocok
untuk keadaan Indonesia. Untuk itu, maka akan diteruskan dan
ditingkatkan pendidikan keahlian dan latihan-latihan teknis
dalam bidang penanggulangan masalah lingkungan hidup. Di sam-
ping itu pendidikan keahlian yang lebih khusus akan terus di-
bina di perguruan tinggi. Dalam pelaksanaannya pendidikan ini
akan dikaitkan erat dengan kegiatan-kegiatan pengembangan di
pusat-pusat studi pengelolaan sumber alam dan lingkungan hi-
dup di beberapa perguruan tinggi dan lembaga-lembaga terten-

376
tu. Dengan adanya pengkaitan itu pendidikan di perguruan
tinggi diharapkan akan dapat menghasilkan tenaga-tenaga ahli
yang pengetahuan dan pengalamannya sesuai dengan kebutuhan
pengembangan lingkungan hidup di Indonesia.

Tenaga-tenaga pengelola yang akan dibina dan dikembangkan


antara lain meliputi: tenaga ahli pengawetan tanah dan air,
pengelola hutan dan lautan, ahli-ahli tata lingkungan, tena-
ga-tenaga peneliti dalam bidang oceanologi, hidrologi, suaka
alam, geologi, hukum lingkungan dan juga komunikasi lingkung-
an. Karena masalah lingkungan Indonesia merupakan masalah
setempat dan nasional, maka pembinaan kemampuan tenaga ahli
tersebut perlu dilakukan di dalam lingkungan hidup Indonesia
sendiri. Untuk keperluan itu 6 pusat studi lingkungan di Me-
dan, Ujung pandang, Bogor, Samarinda dan Bandung akan diman-
faatkan sebaik-baiknya. Di samping itu dalam Repelita IV akan
dikembangkan pusat-pusat studi lingkungan di Banda Aceh, Pa-
dang, Palembang, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Ma-
lang, Banjarmasin, Kupang, Ambon, Jayapura dan lain-lain. Se-
lanjutnya pendidikan pasca sarjana di bidang lingkungan yang
telah dimulai di beberapa perguruan tinggi akan dilanjutkan
dan dikembangkan di Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Bandung,
Ujung pandang dan Surabaya.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah


pelestarian sumber alam dan lingkungan hidup, maka penerangan
melalui media massa, upaya-upaya motivasi dan berbagai cara
penyuluhan akan dikembangkan terus. Dengan berbagai cara rasa
cinta pada alam dan lingkungan akan ditumbuhkan pada para re-
maja sejak mereka masih kanak-kanak.

377
9. Pengembangan Sistem Tatalaksana Pembangunan Berwawasan
Lingkungan dan Lain-lain.

a. Sistem Tatalaksana Pembangunan Berwawasan Lingkungan.

Masalah-masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkung-


an hidup terdapat di berbagai sektor dan masalah-masalah itu
saling berkaitan. Karena itu dalam Repelita IV akan diusaha-
kan untuk meningkatkan keterpaduan kegiatan-kegiatan yang di-
lakukan oleh berbagai lembaga. Usaha itu akan dilaksanakan
melalui pembentukan suatu sistem tatalaksana dan tatacara
yang dapat memantapkan kerjasama antara berbagai lembaga
dalam: (1) melaksanakan kegiatan masing-masing; dengan ter-
bentuknya sistem tatalaksana dan tatacara itu diharapkan akan
dicapai kemantapan yang semakin meningkat dalam pengelolaan
limbah industri di daerah padat pembangunan, seperti Jabota-
bek, Gerbang Kertosusila, Bandung Raya, Medan Belawan, Palem-
bang, Kalimantan Timur, Padang, Cirebon, Semarang, Yogyakarta
dan Ujungpandang; (2) pengelolaan limbah kota baik yang beru-
pa limbah cair, gas maupun limbah padat, yang akan dikaitkan
dengan pengembangan lingkungan pemukiman pengembangan pola
tataruang perkotaan; (3) pengelolaan daerah pesisir dan dae-
rah aliran sungai secara terpadu; dan (4) dalam pengelolaan
dan pengaturan lingkungan yang menyangkut baik pengelolaan
fisik maupun pengelolaan sosial-ekonomi masyarakat.

Tatalaksana dan tatacara pembangunan berwawasan lingkung-


an akan dikembangkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksana-
an sampai dengan tahap pemanfaatan dan pemeliharaan nya. Sis-
tem tatalaksana dan tatacara yang mantap dan dinamis diharap-
kan akan menjamin keteraturan usaha dan keserasian tindak an-
tara berbagai lembaga yang ber kepentingan.

378
b. Pengembangan Tata nilai Berwawasan Lingkungan Hidup.

Dalam Repelita IV akan terus dikembangkan pembinaan tata-


nilai tradisional dan tatanilai agama yang mengatur kehidupan
manusia agar serasi dengan alam lingkungannya. Tatanilai tra-
disional itu akan selalu diperhitungkan dalam pengambilan ke-
bijaksanaan dan pengendalian pembangunan di daerah yang ber-
kepentingan. Dalam hubungan itu pendidikan generasi muda akan
diisi dengan tatanilai agama dan tatanilai tradisional.

Untuk keperluan tersebut di atas akan dikembangkan inven-


tarisasi tatanilai tradisional yang melindungi sumber daya
alam dan lingkungan di semua sistem adat yang terdapat di Ja-
wa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Nusa Tenggara
dan Maluku. Dalam pelaksanaan inventarisasi ini diutamakan
tatanilai dalam sistem adat yang dapat memberi perlindungan
terhadap perusakan pesisir, terumbu karang, sungai, danau dan
sistem perairan lain, perusakan terhadap hutan pegunungan dan
margasatwa, dan perusakan terhadap pemerosotan kesuburan ta-
nah dan paguyuban sosial. Selanjutnya pengenalan tatanilai
tradisional dan tatanilai agama yang mendorong perilaku manu-
sia untuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan akan di-
kembangkan lebih lanjut melalui pendidikan dan latihan serta
penerangan dan penyuluhan.

Sementara itu dampak pembangunan yang telah berlangsung


terhadap tatanilai tradisional akan ditelaah agar dapat dike-
tahui arah pengaruhnya dan dapat dikembangkan usaha penang-
gulangan terhadap dampak negatifnya.

c. Pengembangan Peranserta Masyarakat.

Dalam Repelita IV akan dikembangkan usaha untuk mengge-


379
rakkan setiap anggota masyarakat agar berperanserta dalam
usaha meningkatkan mutu lingkungan hidup. Usaha-usaha mandiri
yang telah dilakukan oleh masyarakat di berbagai bidang pem-
binaan lingkungan, baik di daerah pedesaan maupun di daerah
perkotaan akan dikembangkan. Usaha-usaha mandiri itu dapat
dijadikan dasar untuk pengembangan swadaya masyarakat dalam
mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya. Bantuan
teknis dan keahlian bagi usaha swadaya masyarakat tersebut
akan dikembangkan melalui Pusat Studi Lingkungan yang ada.

Usaha swadaya masyarakat untuk memperbaiki mutu perumahan


dan kesehatan lingkungan pemukiman, konservasi tanah dan air,
penghijauan, penyelamatan hutan bakau dan terumbu karang, pe-
nyelamatan satwa dan tanaman langka, pembinaan desa sejahte-
ra, dan sebagainya, akan terus dikembangkan. Di samping itu
akan dikembangkan pula usaha swadaya untuk menyelamatkan dan
meningkatkan mutu lingkungan hidup oleh para pengusaha di
berbagai bidang, seperti industri, perhubungan dan jasa, per-
tanian dan kehutanan, dan pertambangan.

Perusahaan-perusahaan besar dan perusahaan-perusahaan mi-


lik negara akan diusahakan agar dapat menjadi teladan dalam
usaha membina mutu lingkungan hidup.

IV. PROGRAM-PROGRAM
Di antara langkah-langkah kebijaksanaan tersebut di atas,
banyak yang dilakukan oleh berbagai sektor dalam rangka pe-
laksanaan program masing-masing. Dalam hubungan itu di bawah
ini akan disebutkan beberapa program yang masing-masing meru-
pakan rangkaian dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam

380
rangka pelaksanaan langkah-langkah kebijaksanaan tersebut di
atas.

Berdasarkan keadaan dan masalah, serta kebijaksanaan-ke-


bijaksanaan yang telah digariskan tersebut di atas maka ke-
giatan pokok dalam rangka pengelolaan sumber alam dan ling-
kungan hidup yang perlu ditangani dalam Repelita IV adalah
sebagai berikut:

Pertama-tama, akan diteruskan kegiatan dan penatagunaan sum-


ber alam dan lingkungan hidup, agar dapat dimanfaatkan secara
lebih rasional dan sesuai dengan kemampuannya. Di samping itu
akan dilaksanakan juga rehabilitasi tanah kritis untuk meng-
hindarkan merosotnya daya dukung lingkungan dalam daerah
aliran sungai dan menanggulangi kerusakan hutan, tanah dan
air sekaligus mencegah terjadinya kerusakan hasil pembangunan
karena banjir, erosi dan kekeringan, meningkatkan pendapatan
petani dan petani penggarap yang miskin. Tambahan pula akan
dilanjutkan juga kegiatan pelestarian alam dan lingkungan
untuk kepentingan penyediaan plasma nutfah dan perlindungan
ekosistem baik di wilayah daratan maupun di lautan. Pembi-
naan lingkungan perairan laut dan zone ekonomi eksklusif,
baik segi pemanfaatan dan pelestarian sumber alamnya maupun
segi perlindungan ekologisnya, juga akan dikembangkan. Demi-
kian pula akan diteruskan kegiatan pengembangan sistem penge-
lolaan sumber alam dan lingkungan hidup, yang meliputi pe-
ngembangan analisis dampak lingkungan, pembinaan baku mutu
lingkungan dan baku mutu limbah, pembinaan koordinasi pelak-
sanaan pembangunan lingkungan dan pengelolaan pemukiman kota
dan desa.

Selanjutnya akan diteruskan pula kegiatan-kegiatan pe-

381
ngendalian terhadap pencemaran di wilayah-wilayah rawan kare-
na industri, pemukiman, dan kegiatan pembangunan lain, pe-
ngembangan pemanfaatan teknologi yang bersih dari pencemaran,
dan pemanfaatan teknologi untuk menanggulangi pencemaran pada
sumbernya, serta pengelolaan bahan buangan berbahaya. Kecuali
itu akan ditingkatkan pula usaha-usaha untuk mengembangkan
peranserta masyarakat untuk membina lingkungan hidup, me-
ngembangkan tatanilai yang membantu pemeliharaan lingkungan,
dan menumbuhkan kemampuan untuk menangani masalah lingkungan
secara swadaya. Di samping kegiatan di atas, dalam Repelita
IV akan diteruskan juga kegiatan-kegiatan pengembangan meteo-
rologi dan geosifika untuk kepentingan peramalan iklim, pe-
nanggulangan pencemaran udara, peramalan bencana alam, untuk
memperlancar dan menjaga keselamatan pelayaran dan penerbang-
an, dan untuk membantu pengembangan pertanian dan sebagainya.

Agar kegiatan-kegiatan tersebut dalam Repelita IV dapat


dilaksanakan dengan berhasilguna dan berdayaguna maka disu-
sun 4 (empat) program pokok, yaitu ;

(1) Program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan


Lingkungan Hidup.

(2) Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air;

(3) Program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup;

(4) Program Pengembangan Meteorologi dan Geosifika;

1. Program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Ling-


kungan Hidup.

Program ini dilaksanakan dalam rangka melanjutkan dan me-


ningkatkan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam
Repelita III. Kegiatan-kegiatan utama dalam program ini ada-
lah (1) pemetaan dasar matra darat dan matra laut; (2) peme-
382
taan geologi dan hidrogeologi; (3) pemetaan agroekologi; (4)
pemetaan vegetasi dan kawasan hutan; (5) pemetaan kemampuan
tanah; (6) penatagunaan sumber daya alam seperti hutan, ta-
nah dan air; (7) inventarisasi dan pemetaan tipe ekosistem;
(8) kegiatan-kegiatan pendidikan dan latihan, penelitian dan
pengembangan teknologi.

Dalam rangka pelaksanaan program ini akan dilaksanakan


pemantapan dan pengukuhan kawasan hutan tetap seluas 113,4
juta hektar, inventarisasi hutan seluas 95 juta ha, yang akan
dilakukan dengan penginderaan jauh, penataan batas kawasan
hutan tetap, pemetaan kawasan hutan seluas 27 juta ha dan pe-
natagunaan hutan pada peta skala 1:50.000 untuk 22 propinsi.
Sebagai kelanjutan kegiatan-kegiatan dalam Repelita III, da-
lam rangka pelaksanaan program ini juga akan dilakukan peme-
taan dasar nasional, yang terdiri dari survai geodesi, peme-
taan topografi, survai dan penegasan batas internasional dan
penegasan garis batas administratif. Kegiatan-kegiatan itu
diharapkan akan menghasilkan pemasangan stasiun-stasiun Dop-
pler dan Laplace peta-peta topografi, penegasan batas Indone-
sia - Malaysia sepanjang 1.235 km dan batas Indonesia - Papua
Nugini sepanjang 464 km. Di samping kegiatan itu juga akan
lebih dikembangkan lagi kegiatan survai hidrografi di Laut
Jawa, Selat Karimata dan Selat Sunda, dan pemetaan aeronau-
tika.

Kegiatan lain yang akan dilakukan dalam rangka program


ini adalah studi mengenai potensi wilayah menggunakan teknolo-
gi zona agroekologi dengan skala 1:1.000.000, yang kemudian
disusul dengan pemetaan tanah tingkat tinjau dengan skala
1:250.000, dan pemetaan tanah semi detail dan detail dengan
skala 1:50.000 dan 1:25.000. Dalam Repelita IV direncanakan

383
akan dapat diselesaikan pembuatan peta tanah tingkat tinjau
yang meliputi areal seluas 30 juta ha, peta tanah semi detail
dan detail seluas 4 juta ha.

Evaluasi sumber daya alam dan lingkungan diharapkan dapat


menghasilkan suatu sistem penatagunaan sumber daya alam se-
perti ruang, tanah, mineral, energi, flora dan fauna, air dan
ekosistem, yang didasarkan pada tata lingkungan hidup yang
serasi dan pemanfaatan yang rasional dan efisien.
Dalam rangka program ini juga akan dilaksanakan pendidik-
an dan latihan serta penelitian untuk memungkinkan tenaga-te-
naga pelaksana menguasai dan mampu memanfaatkan teknologi ma-
ju, seperti teknik citra satelit, teknik penginderaan jauh
dan teknologi komputer. Dalam hubungan ini akan dikembangkan
pusat pendidikan dan latihan serta penelitian di Yogyakarta,
Bandung dan Bogor sebagai peningkatan dari kegiatan-kegiatan
yang telah dilaksanakan selama Repelita III.

2. Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air.

Tujuan program ini adalah (1) mencegah kerusakan terhadap


bangunan-bangunan hasil pembangunan selama Repelita I, II,
dan III terhadap bahaya banjir dan kekeringan, (2) membangun
sumber daya baru di daerah kritis, (3) memperbaiki sistem hi-
dro-orologi di daerah aliran sungai, (4) meningkatkan produk-
tivitas sumber daya tanah, hutan dan air, (5) pembinaan taman
nasional dan suaka alam, (6) pelestarian fungsi kawasan lin-
dung dan pembinaan wisata alam, (7) penyelamatan flora dan
fauna langka, dan (8) pembinaan pelestarian karang dan pantai.

Program ini, seperti yang telah dilakukan dalam Repelita


III, akan menggunakan satuan daerah aliran sungai sebagai sa-

384
tuah perencanaan dan satuan pengelolaannya, dan akan dilaksa-
nakan di 36 Daerah Aliran Sungai yang terpenting. Luas areal
tanah kritis yang akan direhabilitasikan direncanakan melipu-
ti 3,1 juta hektar melalui kegiatan reboisasi dan penghijau-
an. Pengembangan perencanaan dan pengelolaan daerah aliran
sungai terpadu akan dilaksanakan di 11 Daerah Aliran Sungai,
yaitu Citarum, Cimanuk, Citanduy, Billa-Walanae, Ciliwung-Ci-
sadane-Cibeet, Jratunseluna, Solo, Serayu-Luk Ulo, Brantas,
Asahan, dan Saddang.

Pengendalian banjir dan pengaturan sungai terutama akan


dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi
pengairannya sudah tinggi dan pemukimannya padat. Kegiatan
utama pengembangan wilayah sungai akan dilaksanakan di 5
Daerah Aliran Sungai besar yaitu Citanduy, Cimanuk, Brantas,
Solo dan Jratunseluna. Di samping itu kegiatan pengamanan
aliran sungai di daerah-daerah lainnya juga akan diteruskan.

Rehabilitasi daerah pesisir akan diteruskan dan dikem-


bangkan lebih lanjut melalui rehabilitasi hutan bakau, pe-
ngendalian perusakan terumbu karang dan lain-lain terutama di
pesisir Jawa bagian Utara, di pesisir Bali dan Lombok, dan di
pesisir Sulawesi bagian Selatan.

Dalam rangka pelaksanaan pengendalian perladangan berpin-


dah, akan dilaksanakan inventarisasi lengkap mengenai 1 juta
peladang berpindah. Usaha pemukiman kembali para peladang
berpindah akan diteruskan di daerah Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi, dikaitkan dengan program transmigrasi dan usaha
pertanian menetap lainnya. Dalam program ini juga akan dilak-
sanakan kegiatan rehabilitasi hutan lindung dan kawasan lin-
dung yang mengalami kerusakan karena perladangan berpindah,

385
penyerobotan hutan atau perusakan lainnya dan pemukiman kem-
bali peladang berpindah.

Selanjutnya dalam Repelita IV akan dikembangan pembinaan


taman nasional, seperti Gunung Leuser, Kerinci-Seblat, Way
Kambas, Bukit Barisan Selatan, Ujung Kulon, Baluran, Meru Be-
tiri, Belambangan, Ijen-Yang, Gunung Gede-Pangrango, Bali Ba-
rat, Komodo, Kepulauan Seribu dan Dumoga-Bone. Di samping itu
akan dimulai pengembangan taman nasional baru. Sedangkan pe-
ngamanan dan pengembangan suaka alam dan hutan lindung juga
akan dilanjutkan. Dalam hubungan ini kawasan di sekeliling
kawasan pelestarian juga akan dikembangkan untuk memberikan
lapangan hidup bagi masyarakat agar kecenderungan untuk meru-
sak kawasan pelestarian yang dilindungi dapat ditekan. Dalam
rangka penyelamatan flora dan fauna langka yang terancam ke-
punahan akan diutamakan penyelamatan gajah Sumatera, komodo
dan harimau Jawa.

Pengurusan 30 juta ha hutan lindung dan pengelolaan 12


juta ha kawasan pelestarian alam yang sudah ada akan diterus-
kan. Di samping itu usaha perlindungan atas lingkungan pemu-
kiman tradisional, seperti Baduy dan Mentawai, akan dikem-
bangkan. Selanjutnya akan dikembangkan pula kawasan perlin-
dungan, seperti wilayah resapan hujan, wilayah terumbu ka-
rang, wilayah hutan pantai, taman kota, dan lain-lain.

3. Program Pembinaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Secara umum tujuan dari program ini adalah: (1) mening-


katkan mutu lingkungan hidup fisik, kimia dan biologis, (2)
meningkatkan mutu pengelolaan lingkungan hidup secara teknis
dan institusional, (3) mengembangkan keahlian dan keterampil-
an dalam menangani masalah kemerosotan mutu lingkungan hidup,

386
termasuk pendidikan, latihan dan penelitian perairan laut,
(4) mengurangi pemborosan penggunaan sumber daya alam, (5)me-
ngembangkan peranserta dan swadaya masyarakat dalam usaha
penanggulangan kerusakan lingkungan hidup dan pemeliharaan-
nya, (6) mengendalikan pencemaran lingkungan, baik di darat,
laut maupun udara.

Salah satu kegiatan program ini adalah pengembangan pusat


studi lingkungan hidup di 41 tempat yang merupakan sistem pu-
sat studi lingkungan hidup dan sumber daya alam di daerah. Pu-
sat-pusat ini dibangun agar dapat membantu mengembangkan pem-
bangunan berwawasan lingkungan baik dari dalam segi perenca-
naan, pengelolaan maupun dalam pengembangan ilmu dan teknolo-
gi lingkungan. Di samping itu juga akan dikembangkan sistem
jaringan informasi lingkungan sebagai penunjang pengelolaan
lingkungan hidup.
Kegiatan pengendalian pencemaran antara lain akan meli-
puti perbaikan mutu dari air sungai yang dipergunakan sebagai
bahan baku air minum di 14 kota-kota besar dan pusat-pusat
pemukiman. Di samping itu juga akan diusahakan untuk mulai
mengolah air limbah dari pabrik-pabrik, rumah sakit, pasar
dan bangunan umum lainnya sebelum dibuang ke perairan umum.
Selanjutnya tindakan-tindakan untuk mengendalikan limbah cair
dari rumah tangga di kota-kota, di berbagai industri, bangun-
an umum dan pertambangan, akan terus ditingkatkan. Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan ini penanggulangan pencemaran
perairan umum oleh logam berat akan mendapat prioritas utama.

Pengendalian pencemaran udara terutama akan dilakukan di


beberapa kota besar. Dalam usaha pengendalian pencemaran dan
perbaikan mutu lingkungan hidup di daerah perkotaan akan te-

387
rus dikembangkan pembinaan jalur hijau dan taman-taman kota
sehingga daerah perkotaan menjadi daerah pemukiman yang se-
hat. Sebagai telah disebutkan di atas yang paling banyak me-
nimbulkan pencemaran udara adalah kendaraan bermotor, pusat
pembangkit tenaga listrik, industri semen, industri kimia,
industri besi baja dan lain-lain.
Dalam pembinaan perairan lautan akan diutamakan perairan
lautan yang padat kegiatan, seperti Selat Malaka, Laut Cina
Selatan, Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut Banda, Selat Makasar,
Laut Arafuru dan Selat Karimata. Pengendalian pencemaran laut
akan ditujukan terutama pada pengendalian pencemaran minyak,
pencemaran logam berat yang berasal dari daratan dan pence-
maran akibat penambangan dasar lautan. Pengendalian pengguna-
an laut sebagai tempat buangan limbah industri juga akan mu-
lai dikendalikan. Pengendalian darurat pencemaran laut akan
terus dikembangkan terutama di jalur lautan yang padat pem-
bangunan seperti di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Ja-
wa dan Selat Makasar.

Usaha untuk mengendalikan limbah kota juga akan diting-


katkan. Usaha ini akan dikaitkan dengan peningkatan usaha di
bidang-bidang pertanian, energi dan industri.
Penetapan baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah akan
dilanjutkan dan dikembangkan lebih lanjut terutama untuk dae-
rah padat pembangunan, seperti Sumatera Utara, Aceh bagian
Timur, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa,
Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Utara, dan bagi kegiatan industri besi baja, pe-
trokimia, industri pertanian seperti pengolahan tapioka, ke-
lapa sawit, gula tabu dan karat, industri minyak dan gas,

388
pengolahan biji mineral dan panas bumi, industri obat-obatan
dan biosida, dan lain-lain.
Pengembangan swadaya masyarakat baik dalam merehabilitasi
sumber daya hutan, tanah dan air yang rusak maupun dalam peme-
1iharaannya akan terus dikembangkan. Kegiatan-kegiatan pe-
ningkatan peranserta masyarakat antara lain meliputi pendi-
dikan dan latihan, penyuluhan dan penerangan, pengembangan
lembaga swadaya masyarakat, dan kegiatan-kegiatan lain yang
dapat mendorong perkembangan kegiatan pelestarian alam dan
lingkungan. Kegiatan ini tidak hanya ditujukan kepada masya-
rakat tetapi juga kepada aparatur negara. Lembaga swadaya
yang akan terus dikembangkan dalam rangka pelaksanaan kegiat-
an ini ialah lembaga milik anggota masyarakat yang tumbuhnya
disebabkan oleh adanya motif yang kuat untuk secara mandiri
berusaha melestarikan sumber alam dan lingkungan hidup atau
merehabilitasikan sumber alam dan lingkungan hidup yang rusak.

Pengembangan sistem tatalaksana lingkungan, termasuk


konsolidasi lahan perkotaan, akan dikembangkan di beberapa
daerah, seperti Jabotabek, Bandung Raya, Gerbang Kertosusila,
Medan-Belawan, Yogyakarta, Semarang, Kalimantan Timur, bebe-
rapa kota dan wilayah lain. Di samping itu pengendalian dam-
pak pembangunan dan pembinaan sistem pengelolaan tata ruang
lingkungan umumnya serta zona-zona industri khususnya akan
dilanjutkan. Diharapkan pada akhir Repelita IV dapat diting-
katkan jumlah tenaga terampil dan tenaga ahli dalam perenca-
naan dan pengelolaan lingkungan baik di sektor pemerintah
maupun swasta.

4. Program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bangsa

389

i
dalam menyediakan jasa meteorologi dan geofisika bagi sektor-
sektor perhubungan darat, laut dan udara dan bagi sektor per-
tanian. Di samping itu program ini juga bertujuan untuk me-
ningkatkan kemampuan bangsa dalam mengendalikan pencemaran
udara dan pencemaran laut dan dalam menanggulangi bencana
alam.
Untuk memperluas cakupan informasi meteorologi dan geofi-
sika, dalam rangka pelaksanaan program ini akan dibangun se-
jumlah stasiun meteorologi baru, stasiun geofisika, stasiun
klimatologi dan berbagai macam stasiun iklim. Selanjutnya
dalam usaha untuk memperbesar produksi jasa meteorologi dan
geofisika dalam pengumpulan, pengolahan dan penyajian infor-
masi yang diperlukan, akan diusahakan penggunaan teknologi
yang mutakhir. Sebagai penunjang kegiatan-kegiatan tersebut
juga akan diselenggarakan pendidikan dan latihan. Dengan pe-
laksanaan program ini diharapkan produksi jasa meteorologi,
jasa klimatologi dan jasa geofisika masing-masing akan me-
ningkat secara berarti.

Di samping kegiatan-kegiatan di atas dalam rangka program


ini akan dikembangkan pula kegiatan pengamatan tingkat pence-
maran udara di berbagai tempat. Dengan hasil-hasil pengamatan
itu diharapkan akan dapat dikembangkan suatu sistem pengen-
dalian pencemaran udara yang efektif.

390
TABEL 8 - 1
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEEMPAT,
1984/85 - 1988/89
(dalam j u ta a n rupiah)

PENGELOLAAN SOMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

1984/85 1984/85-
No. Kode SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM (Anggaran (Anggaran
Pembanguna Pembanguna
n) n)

18 SEKTOR SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN 256.944,0 1 .9 58 .78 2 ,

18.1 Sub Sektor Sumter Alam dan Lingkungan 256.944,0 1 .9 5 8 .7 8 2 ,


Hidup 5
18.1.01 Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air 231.220,0 1 .7 24 .45 0 ,
0
18.1.02 Program Pembinaan Sumber Alam dan
Lingkungan
Hidup 13.780,0 143.723,7
18.1.03 Program Pengembangan Meteorologi dan 4.504,0 38.040,5
Geofisika
18 .1 .0 4 Program I nv e n t a r i s a s i dan Evaluasi Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup 7.440,0 52.568,3

391

Anda mungkin juga menyukai