Disc Mill PDF
Disc Mill PDF
Oleh :
KALTIKA SETYAUTAMI SUMARIANA
F14103057
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI PERFORMANSI MESIN PENEPUNG TIPE DISC
(DISC MILL) UNTUK PENEPUNGAN JUWAWUT
(Setaria italica (L.) P. Beauvois)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
KALTIKA SETYAUTAMI SUMARIANA
F14103057
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
KALTIKA SETYAUTAMI SUMARIANA
F14103057
Tanggal lulus :
Menyetujui
Bogor, Maret 2008
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
RINGKASAN
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir yang berupa skripsi dengan judul “Uji Performansi Mesin Penepung
Tipe Disc (Disc Mill) Untuk Penepungan Juwawut (Setaria italica (L) P.
Beauvois)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Parlaungan Adil Rangkuti, MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik I
atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian dalam penyusunan skripsi
ini.
2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik II atas
bimbingannya dalam pembuatan skripsi ini sampai selesai.
3. Dr. Ir. Sam Herodian, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Orang tua penulis, Bapak Sumarwan dan Ibu Yusmiani serta adik – adik
tercinta (Galih, Alm. M. Shoddiq dan Suryoseno) yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
5. Rekan satu tim penelitian Juwawut, Siska Andriani, Ratna Nuryati dan Moch.
Yandra Darajat.
6. Rekan-rekan civitas akademika Jurusan Teknik Pertanian angkatan 2003 dan
2004, Jurusan Teknologi Pertanian angkatan 2003 dan 2004 serta Jurusan
Pangan dan Gizi angkatan 2003 dan 2004.
7. Bapak Parma di bengkel Leuwikopo, Bu Antin di Laboratorium L2 TPG,
Bpak Ujang dan Bapak Hendra di AP4, Bapak Junaedi Seafast serta Mas Jo di
Cibeureum.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
Halaman
Halaman
Lampiran 1. Hasil Uji Performansi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill) . 65
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Arus Listrik Mesin Penepung Tipe Disc
(Disc Mill), Mesh 80 ................................................................. 66
Lampiran 3. Hasil Pengukuran Arus Listrik Mesin Penepung Tipe Disc
(Disc Mill), Mesh 100 ................................................................ 67
Lampiran 4. Berat Tepung Juwawut Yang Lolos Pada Tiap Mesh Pada
Ayakan Tyler Pada Berbagai RPM ........................................... 68
Lampiran 5. Moduls Kehalusan Dan Ukuran Partikel Tepung
Juwawut Penggilingan Mesh 80 ................................................. 69
Lampiran 6. Moduls Kehalusan Dan Ukuran Partikel Tepung
Juwawut Penggilingan Mesh 100 ............................................... 71
Lampiran 7. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Kapasitas Produksi Mesin Penepung ......................................... 73
Lampiran 8. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Rendemen Mesin Penepung………………………………….. 74
Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Susut Tercecer Mesin Penepung ............................................... 75
Lampiran 10. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Daya . 76
Lampiran 11. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Efisiensi Pada Motor Listrik ………………………………… 77
Lampiran 12. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Modulus Kehalusan Tepung Juwawut ………………………... 78
Lampiran 13. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Ukuran Partikel Tepung Juwawut …………………………….. 80
Lampiran 14. Gambar Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill) ……………… 81
Lampiran 15. Alat – Alat Yang Digunakan Selama Penelitian ……………… 82
Lampiran 16. Gambar Teknik Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill) ………83
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
A. TANAMAN JUWAWUT
Juwawut termasuk dalam spesies Setaria italica (L.) P. Beauvois dengan
nama Inggris adalah Foxtail millet, Italian millet, atau German millet, nama
Indonesia adalah Juwawut (Jawa) dan Jawawut (Sunda), sedangkan untuk
nama Malaysia adalah sekoi, sekui, atau rumput ekor kuching (Grubben dan
Soetjipto, 1996). Hirearki taksonomi selengkapnya menurut Skinner, 2006
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Commelinidae
Order : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Setaria Beauv
Spesies : Setaria italica
Daun
Malai
Batang
Biji
Juwawut
Akar
5. Penepungan
Pengolahan bahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah proses penepungan. Penepungan terhadap serealia dan biji–bijian
merupakan salah satu proses tertua dan penting dalam pengolahan pangan
yang dimulai dari penggunaan lumpang batu beserta alunya dan kemudian
dilanjutkan dengan penepungan dengan batu pada pertengahan abad 19
(Hubeis, 1984). Penepungan merupakan proses pengecilan ukuran (size
reduction) suatu bahan padat secara mekanis tanpa diikuti dengan
perubahan sifat kimia dari bahan yang digiling. Menurut Soetojo (1975),
penepungan merupakan proses penghancuran bahan yang berada dalam
ruang tertutup dimana terdapat bagian pemukul yang berputar pada
porosnya, sehingga proses penghancuran berlangsung bersama perputaran
bagian pemukul tersebut di dalam ruang penggiling.
Proses penepungan dapat dilakukan beberapa kali sampai diperoleh
hasil penggilingan dengan fraksi ukuran tertentu. Namun, pada prakteknya
untuk memperoleh hasil giling dengan ukuran tertentu tidaklah mudah.
Ukuran partikel bahan hasil giling selalu tersebar dalam banyak fraksi
(Henderson dan Perry, 1976).
Menurut Esmay, dkk (1979) dalam Sutanto (2006), penggilingan padi
adalah proses penghilangan sekam dan dedak dari butir biji–bijian
menghasilkan biji–bijian putih dan bersih. Kriteria operasi penggilingan
tersebut adalah 1) biji–bijian yang dihasilkan maksimum, 2) mendapatkan
kualitas terbaik, 3) meminimumkan kehilangan, dan 4) minimum dalam
ongkos pengolahan.
Menurut Hubeis (1984), penepungan yang dilakukan pada biji –
bijian bertujuan untuk 1) meningkatkan daya larut bahan dan daya
pemisahannya, 2) mempercepat proses ekstraksi kandungan bahan mentah,
3) membuat ukuran tertentu yang berguna untuk konsumsi makanan
manusia dan ternak, 4) meningkatkan luas permukaan bahan yang dapat
mempersingkat waktu pengeringan dan waktu ekstraksi, 5) mempercepat
proses pencampuran, 6) mempermudah proses penanganan lebih lanjut, 7)
untuk penyimpanan, 8) meningkatkan ongkos produksi, 9) menimbulkan
debu pada saat pengolahan, dan 10) kehalusan mengeringkan bahan asal
pada tingkat kadar air tertentu untuk mendapatkan hasil giling yang
memuaskan. Penepungan atau pengecilan ukuran dilakukan untuk
memenuhi tujuan tertentu. Beberapa tujuan dari proses pengecilan bahan
menurut Brennan, dkk (1990) adalah :
1) Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dari struktur komposit, contoh
tepung dari gandum dan cairan gula dari tebu.
2) Penyesuaian dengan kebutuhan spesifikasi produk, contoh penyajian
rempah – rempah
3) Untuk menambah luas permukaan padatan
4) Mempermudah pencampuran bahan secara lebih merata
Menurut Henderson dan Perry, 1976 mekanisme pengecilan ukuran dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) cara yaitu :
1) Pemotongan
Pemotongan merupakan cara pengecilan ukuran dengan
menghantamkan ujung suatu benda tajam pada bahan yang dipotong.
Struktur permukaan yang terbentuk oleh proses pemotongan relatif
tidak menjadi rusak.
2) Penggerusan
Penggerusan menggunakan daya yang relatif besar sehingga bahan
terpecah dengan bentuk yang tidak teratur.
3) Pengguntingan
Pengguntingan merupakan gabungan dari mekanisme pemotongan
dan penggerusan.
Pemilihan prosedur yang digunakan dalam pengecilan ukuran bahan
banyak dipengaruhi oleh karakteristik bahan yang hendak digiling dan
didasarkan pada mekanisme yang sesuai untuk pengecilan bahan yang
mempunyai sifat tertentu (Leniger dan Baverloo, 1975). Pemotongan lebih
cocok diterapkan pada sayuran pada buah–buahan. Penggerusan sesuai
untuk bahan butiran seperti biji–bijian, sedangkan pengguntingan cocok
untuk bahan yang berserat.
Salah satu sifat fisik hasil pertanian yang penting hubungannya
dengan penepungan adalah kekerasan bahan. Mengingat sifat biji–bijian
yang keras, maka terdapat 2 (dua) cara yang dikenal dalam proses
penepungan, yaitu penepungan cara basah dan cara kering. Penepungan
cara kering (dry prosess) didefinisikan sebagai bahan yang ditepungkan
melibatkan perlakuan fisik dan mekanik untuk membebaskan komponen–
komponennya dari sifat aslinya. Sedangkan penepungan cara basah (wet
prosess) adalah bahan yang digiling melibatkan perlakuan fisiko–kimia
dan mekanik untuk memisahkan fraksi–fraksi yang diinginkan. Kedua cara
tersebut pada prinsipnya berusaha memisahkan lembaga dari bagian
tepungnya. Tepung yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
tepung yang mengandung lemak dan tidak mengandung lemak. Hal ini
tergantung dari jenis bahan dasarnya (Hubeis, 1984).
Penepungan secara kering relatif lebih baik dibandingkan dengan
cara basah karena hasilnya dapat langsung disimpan tanpa harus
mengalami proses pengeringan terlebih dahulu. Dalam penepungan secara
kering harus diperhatikan kemungkinan kerusakan produk karena panas
yang terlalu tinggi serta kerusakan karena oksidasi.
Menurut Hubeis (1984) proses penepungan beras dan sorghum
dengan cara kering dan cara basah adalah sebagai berikut:
1. Cara kering
a. Tepung beras
Pembersihan Bahan
Pengeringan I (Oven), KA 14 %
Penepungan Kasar
(menggunakan hammer mill)
Pengeringan II, KA 14 – 16 %
Pendinginan
(dengan cara diangin – anginkan)
Penepungan Halus
Pengayakan
(menggunakan pengayak bertingkat)
Tepung Beras
Gambar 3. Proses Penepungan Beras Cara Kering
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa bahan yang akan
ditepungkan yaitu beras, terlebih dahulu dibersihkan. Beras
dibersihkan dari benda asing yang masih menempel seperti batu
kecil, kotoran, kulit gabah yang belum terkelupas, dan lain-lain.
Setelah bahan dianggap bersih, tahap selanjutnya adalah
pengeringan tahap I hingga didapatkan kadar air beras sebesar
14%. Pengeringan dilakukan menggunakan mesin pengering yaitu
oven. Setelah beras mencapai kadar air yang diinginkan, dilakukan
penepungan (penggilingan) kasar dengan menggunakan penggiling
palu (hammer mill). Hasil tepung dari penggilingan kasar
dikeringkan dahulu (pengeringan tahap II) hingga mencapai kadar
air antara 14%-16%. Setelah bahan dikeringkan, tahapan
selanjutnya yaitu pendinginan bahan dengan cara diangin-anginkan
di udara tebuka. Setelah diangin-anginkan, dilakukan penggilingan
(penepungan halus) menggunakan alat penggilas. Untuk
mendapatkan hasil tepung beras yang optimal, dilakukan kegiatan
pengayakan tepung menggunakan ayakan bertingkat (ayakan
Tyler).
b. Tepung sorgum
Dalam proses pembuatan tepung sorgum dengan metode
kering, tahapan pertama yang harus dilakukan adalah pembersihan
bahan yang akan ditepungkan. Pembersihan bahan tersebut
mempunyai tujuan untuk memisahkan benda asing dari bahan yang
akan ditepungkan yaitu biji dan untuk menghilangkan bau tidak
sedap dari kotoran atau benda asing yang masih menempel. Setelah
bahan dianggap bersih, dilakukan conditioning selama 10 menit
hingga kadar ai rmencapai 14-15%. Tahapan selanjutnya adalah
pengeringan biji sorgum menggunakan oven hingga didapatkan
KA bahan sekitar 14-15%. Biji sorghum yang telah dikeringkan
hingga mencapai KA tertentu dapat dilakukan penyosohan untuk
memisahkan kulit ari dari butir biji sehingga menghasilkan biji
pecah kulit yang maksimum. Setelah didapatkan biji tersosoh,
dilakukan pengayakan tahap I menggunakan pengayak hembusan
udara. Pengayakan tersebut dilakukan untuk memisahkan kulit
yang masih tersisa pada biji yang telah disosoh,sehingga
didapatkan biji sorgum yang bersih. Tahapan selanjutnya yaitu
penepungan halus dengan menggunakan alat penggilas (hammer
mill) yang dilanjutkan dengan pengayakan tahap II menggunakan
ayakan bertingkat (ayakan tyler). Hasil ayakan tyler didapatkan
tepung sorgum yang siap dikonsumsi. Proses penepungan sorgum
cara kering dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembersihan Bahan
Conditioning
(selama 10 menit, KA 14 – 15 %)
Pengeringan, KA 11- 12 %
Penyosohan
Pengayakan I
(menggunakan pengayak hembusan udara)
Penepungan Halus
Pengayakan II
(menggunakan pengayak bertingkat)
Tepung Sorgum
2. Cara basah
a. Tepung beras
Proses pembuatan tepung beras dengan cara basah sama dengan
cara kering hanya berbeda dalam hal perlakuan perendaman di dalam
air selama 1 malam dan pencucian yang kerap kali dilakukan,
khususnya untuk pembuatan pati.
b. Tepung sorgum
Pembersihan Bahan
Perendaman
Penggilingan
Separator
Pencucian
Pengeringan
Suhu 40 -50°C
Penepungan
Sentrifuge
6. Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi dan
memperpanjang umur produk yang dikemas. Pengemasan dideskripsikan
sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melindungi suatu produk
atau komoditas selama pengangkutan dari tempat produksi ke konsumen
akhir atau dari tahapan produksi satu ke tahapan produksi yang lain atau
selama pemasaran, sehingga produk atau komoditas berada dalam kondisi
baik dengan harga semurah mungkin.
Fungsi pengemasan menurut susunan lapisan pengemasan:
a.) Pengemasan primer yaitu pengemasan yang langsung mewadahi
atau membungkus produk yang dikemas
b.) Pengemasan sekunder, berfungsi untuk melindungi kelompok
kemasan lainnya
c.) Pengemasan tersier, berfungsi untuk melindungi produk selama
pengangkutan yang lebih dikenal sebagai kemasan distribusi.
Fungsi pengemasan menurut sifat mutu performa yaitu (1)
perlindungan terhadap produk, (2) pemasaran dan penjualan, (3) informasi
tentang produk yang dikemas, dan (4) transportasi dan distribusi.
Pengemasan pada tepung dilakukan untuk memperpanjang umur
penyimpanan tepung (tahan lama). Kriteria pengemasan yang dianjurkan
untuk tepung antara lain menggunakan plastik tipe PE karena
permeabilitas uap air dari plastik tersebut rendah.
7. Penyimpanan
Pada umumnya, bahan pangan hasil pertanian mengalami beberapa
tingkat penyimpanan, yaitu penyimpanan pada tingkat panen, tingkat
petani, tingkat pengumpul, tingkat penyalur, tingkat peralihan, tingkat
pengecer dan tingkat konsumen (Soesarsono,1977). Penyimpanan
mempunyai pengertian mempertahankan bahan agar tetap dalam keadaan
baik dalam jangka waktu tertentu. Kondisi penyimpanan yang baik untuk
biji sorghum hampir sama dengan penyimpanan pada biji jagung atau
gabah. Beras sorgum yang telah dimasukkan dalam karung goni atau tanpa
pengarungan perlu disimpan di dalam gudang yang memenuhi syarat–
syarat penggudangan. Syarat–syarat penggudangan anatara lain adalah
bebas dari serangan hama dan penyakit, suhu dan kelembapan yang
terawasi dan pengaliran udara yang teratur (Hadiwiyoto, dkk, 1980).
Menurut Mudjisihono, dkk (1987), faktor–faktor yang harus diperhatikan
dalam penyimpanan adalah: 1) suhu dan kelembaban relatif udara ruang
penyimpanan, 2) kadar air dari juwawut, dan 3) kebersihan juwawut dan
serangan hama dan penyakit. Faktor–faktor tersebut dapat dikontrol
dengan cara pengeringan biji, konstruksi biji, konstruksi gudang yang
baik, dan cara penyimpanan.
Selain ketiga faktor di atas, perlu diperhatikan juga sanitasi dan
pengelolaan secara praktis, yaitu:
a) Biji harus dikeringkan dan dibersihkan untuk menghindari
(mengurangi) pertumbuhan jamur, serangga, dan burung atau
serangan tikus.
b) Usahakan biji selalu kering dan dingin
c) Pilihlah biji–biji yang utuh untuk disimpan, sedang biji–biji yang
pecah perlu dipisahkan sebab biji–biji tersebut sangat peka
terhadap hama.
Selain itu bentuk, ukuran dan dinding gudang sangat berpengaruh terhadap
kondisi gudang dan ini merupakan kunci keberhasilan selama
penyimpanan.
Sebagai bahan konsumsi pangan, dalam bentuk biji kering berkadar
air ± 13%, sorgum hanya mempunyai daya simpan 2–3 bulan dan mudah
sekali terserang hama Calandra. Kerusakan tersebut dapat diatasi apabila
biji hasil panen setelah dikeringkan segera diproses untuk dijadikan beras
sorgum giling. Dalam bentuk beras sorgum giling, disamping dapat lebih
lama disimpan, produk tersebut dapat segera dikonsumsi menjadi bentuk
olahan sebagai bahan makanan (Mudjisihono, dkk, 1987).
C. MESIN PENEPUNG
Menurut Leniger dan Baverloo (1975) ada dua jenis alat penepung bila
dilihat dari keadaan bahan selama penepungan yaitu:
1) Penepungan tipe batch dimana selama penepungan bahan akan tetap ada
dalam bak dan baru dikeluarkan bila penepungan telah selesai.
2) Penepungan tipe terusan (continue) yaitu dimana selama penepungan akan
melewati penepungan selama sekali lintasan, dengan tipe alat ini hasil
gilingan akan mempunyai ukuran yang tidak merata, karena itu alat harus
diatur sedemikian rupa sehingga ukuran bahan sesuai yang diijinkan.
Ada beberapa tipe alat penepung menurut Leniger dan Baverloo
(1975) yaitu :
1) Penepung tipe palu (hammer mill)
2) Penepung tipe gigi vertikal
3) Penepung dengan pasak berputar
4) Penepung tipe piring (disk mill)
Perry dan Green (1984) dalam Sutanto (2006) membagi alat pengecil
ukuran bahan menjadi empat kelompok menurut gaya yang dikenakan
terhadap bahan tersebut yaitu :
1) Bila gaya yang bekerja diantara dua permukaan bahan yang disebut
penggerusan
2) Bila gaya yang bekerja pada satu permukaan bahan disebut proses
pemukulan
3) Bila gaya yang bekerja tidak pada permukaan bahan tetapi melalui aksi
medium sekeliling
4) Bila gaya yang bekerja bukan dengan energi mekanik tetapi dengan aksi
lain seperti kejutan panas dan elektrohidraulik.
Brennan, dkk (1990) membagi alat penepung berdasarkan gaya yang
bekerja terhadap bahan yaitu:
1) Penepung tipe palu (hammer mill)
Penepung tipe palu yaitu suatu alat penepung yang digunakan
untuk memperkecil dengan pukulan atau impak gigi penggiling.
Hammer mill terdiri dari palu/pemukul yang berputar pada porosnya.
Bahan yang akan digiling akan masuk ruang pemukulan melalui
corong pemasukan. Susunan palu yang terdapat pada porosnya akan
bergerak bolak–balik memberikan pukulan bahan. Menurut Sutanto
(2006), pengurangan ukuran bahan dapat diakibatkan karena 1)
pukulan/impak dari pemukul, 2) pemotongan oleh sisi pemukul, 3)
keausan (attrition) atau aksi gosokan (rubbing action). Penepung palu
digunakan untuk penepungan sedang dan halus. Pada Gambar 6
menunjukkan Penampang Mesin Penepung Tipe Palu (Hammer Mill).
Kecepatan putar penepung dan bentuk dari pemukul juga
mempengaruhi tepung yang dihasilkan (Kusmiarso, 1987). Kecepatan
putar dari pemukul penepung palu adalah antara 1500 sampai 4000
rpm (Brennan, dkk, 1990). Secara umum dibutuhkan tenaga sebesar
satu kilowatt (kW) untuk menggiling satu kilogram bahan permenit
pada penepungan sedang (Sutanto, 2006).
Hopper
Palu
Balok
Rotor
Saringan
Produk
Hopper
Pisau
Penepung
Piringan
Biji Biji
yang
berputar
Produk Produk
Produk Produk
Biji
Jarak ruang
penyetelan
Produk
Gambar 10.
10 Mesin Penepung Tipe Silinder (Roller
Roller Mill
Mill)
1. Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan November 2007 sampai Januari
2008. Kegiatan penelitian meliputi pendahuluan, penelitian utama,
pengolahan data dan pembuatan laporan.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di bengkel Jurusan Teknik Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Leuwikopo, Darmaga, Bogor
B. BAHAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Biji juwawut (Setaria italica (L.) P. Beauvois) sebanyak 24 kg butir biji
tersosoh.
2. Pulley ukuran 3”,6”,10”, dan 12” tipe A
3. Saringan 80 mesh dan 100 mesh
D. METODOLOGI
Uji performansi dilakukan pada mesin penepung tipe disc (disc mill)
dengan menggunakan bahan baku berupa biji juwawut yang telah disosoh.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data untuk mengetahui
kapasitas penepungan, rendemen penepungan, susut tercecer mesin penepung,
efisiensi kerja dari mesin penepung, dan kebutuhan daya untuk
mengoperasikan mesin penepung tipe disc (disc mill) serta kualitas tepung yang
didapat dari proses penepungan.
Proses penepungan dilakukan pada kondisi rpm yang berbeda-beda
yaitu 1425 rpm, 2850 rpm, 4750 rpm dan 5700 rpm dengan perbandingan
ukuran puli sebagai indikator peningkatan rpm. Ukuran puli yang digunakan
pada motor penggerak (puli II) adalah 3 inchi, 6 inchi, 10 inchi dan 12 inchi,
sedangkan ukuran puli pada mesin (puli I) tetap yaitu puli ukuran 3 inchi.
Berat bahan yang ditepungkan adalah 1000 gram (1 kg). Ukuran mesh yang
digunakan yaitu mesh 80 dan mesh 100.
1. Pengukuran Kadar Air Biji Juwawut
Kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan uji performansi
mesin penepung tipe disc (disc mill) adalah menyosoh biji juwawut
dengan menggunakan mesin penyosoh sorgum. Namun, sebelum disosoh,
terlebih dahulu mengukur kadar air yang terkandung di dalam juwawut.
Hal tersebut juga dilakukan apabila biji sosoh juwawut telah didapat.
Sehingga, data yang diperoleh adalah data kadar air juwawut sebelum
disosoh dan data kadar air juwawut setelah disosoh. Kadar air yang
terkandung di dalam juwawut mempengaruhi proses penepungan (hasil
tepung yang didapat).
Analisis kadar air menggunakan metode oven (AOAC, 1995)
dilakukan dengan tahapan yaitu cawan alumunium dikeringkan dalam
oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit,
kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan
ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C selama kurang lebih 6 jam atau
sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.0003 g).
Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Kadar air bahan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Wa – Wb
Kadar air (% bb) = x 100%...............................................(3)
Wa
Keterangan :
Ka = kadar air
Wa = berat awal sampel (gram)
Wb = berat akhir akhir (gram)
2. Uji Performansi
Berbeda halnya dengan gabah, biji juwawut langsung mengalami
tahap penyosohan yang sekaligus juga berfungsi sebagai alat pengupas,
sedangkan beras melalui tahap pengupasan terlebih dahulu yang terpisah
dengan tahap penyosohan. Hal ini dikarenakan biji juwawut tidak
mempunyai sekam seperti gabah, sehingga dalam pembuatan tepung
juwawut, biji juwawut langsung dikupas dan disosoh dalam mesin
penyosoh yang sama. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan pengering buatan.
Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.
Biji juwawut
Tepung juwawut
........................................................... 4)
Keterangan:
Kpt = kapasitas mesin penepung (kg/jam)
Wpk = berat bahan (kg)
t = waktu penepungan (detik)
b) Rendemen Penepungan
Rendemen mesin penepung dapat diperoleh dari rumus:
.............................................................. 5)
Keterangan:
ηt = rendemen mesin penepung (%)
Wt = berat tepung hasil penepungan atau output (kg)
Wpk = berat bahan yang ditepungkan atau input (kg)
..........................................................6)
Keterangan:
Stp = Susut tercecer mesin penepung (%)
WtTc = Berat biji juwawut tercecer (gram)
WtTs = Berat biji juwawut yang ditepungkan atau input (gram)
d) Kualitas Penepungan
Menurut Henderson dan Perry (1976), ukuran bahan berdasarkan
modulus kehalusan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Keterangan:
D = Ukuran rata – rata partikel bahan (inchi)
FM = Modulus kehalusan (tanpa satuan)
Keterangan:
mi = persentase bahan tertinggal pada ayakan mesh ke-i
mt = faktor pengali pada ayakan mesh ke-i
Keterangan:
Pml = daya motor listrik (Watt)
V = tegangan listrik pada saat diukur (volt)
Ib = arus pada motor listrik saat bekerja dan dikenai beban (A)
Io = arus pada motor listrik saat bekerja tanpa dikenai beban (A)
Keterangan:
Et = Nilai efisiensi tenaga motor listrik (%)
Pml = Daya terpakai mesin penepung (kondisi dengan beban), Watt
Ps = Suplay daya motor listrik (Watt)
IV. MESIN PENEPUNG TIPE DISC (DISC MILL)
Hopper
Rumah Lubang
Penepungan Pengeluaran
Rangka
Penyangga
Hopper
Rumah Penepungan
(Proses Penepungan Berlangsung)
C. KONSTRUKSI MESIN
1. Desain fungsional
Disain fungsional merupakan rancangan atau disain berdasarkan
fungsi atau kegunaan dari tiap bagian yang terdapat pada mesin
tersebut. Bagian – bagian dari mesin penepung tipe disc antara lain
adalah:
1. Hopper
Hopper berfungsi sebagai tempat penampung biji hotong
yang dilengkapi dengan lubang pemasukan untuk mengatur jumlah
biji yang akan masuk ke rumah penepungan.
2. Rumah penepung
Rumah penepung digunakan untuk menopang hopper, pisau
penepung dan saringan serta penutup pisau penepung. Bagian –
bagian dari rumah penepung adalah:
a. Pisau penepung
Pisau penepung berfungsi sebagai unit penepung biji
juwawut yang berputar bertumbukan dengan pisau penepung
yang lain dan pisau yang lain tersebut diam. Gambar pisau
penepung dapat dilihat pada Gambar 14.
Pisau Penepung
Mesh (saringan)
c. Sabuk V-belt
Sabuk V-belt berfungsi untuk menyalurkan putaran dari
puli pada motor listrik ke puli pada poros pisau penepung.
Panjangnya disesuaikan dengan jarak antar puli yang
digunakan. Sabuk yang dipakai adalah tipe A karena mudah
didapatkan dipasaran dan disesuaikan dengan tipe puli yang
digunakan.
d. Penutup sabuk V-belt dan puli
Penutup sabuk V-belt berufngsi untuk menutup sabuk V-
belt dan puli berfungsi sebagai pelindung.
e. Rangka dudukan bearing
Rangka dudukan bearing berfungsi sebagai dudukan
bearing
f. Bearing
Bearing berfungsi sebagai dudukan poros atau as. Ukuran
bearing yang dipakai sesuai dengan ukuran diameter as yang
digunakan.
4. Saluran pengeluaran tepung hasil penepungan
Saluran ini terletak di bawah rumah penepungan dan
berfungsi sebagai saluran pengeluaran tepung yang dihasilkan dari
proses penepungan yang ada di rumah penepung.
5. Motor penggerak
Motor penggerak dari mesin penepung tipe disc adalah
motor listrik yang berfungsi untuk menghasilkan putaran sebagai
sumber tenaga. Motor listrik dipilih sebagai sumber tenaga
penggerak karena memiliki beberapa kelebihan dibanding tenaga
penggerak yang lainnya. Kelebihan menggunakan motor listrik
diantaranya, 1) perawatan yang lebih mudah dan lebih murah, 2)
getarannya halus, 3) tidak menimbulkan suara bising, 4) tidak
menimbulkan polusi di daerah sekitarnya, 5) konstuksi yang
kompak dan sederhana.
6. Rangka penyangga
Rangka penyangga berfungsi sebagai dudukan rumah
penepung dan hopper, motor listrik, dan saluran pengeluaran
tepung.
2. Desain struktural
Mesin penepung hotong terdiri atas enam bagian utama yaitu
hopper, rumah penepung, sistem transmisi dan dudukannya, saluran
pengeluaran tepung, motor listrik dan rangka penyangga.
1. Hopper
Hopper merupakan penampung biji yang terbuat dari plat
besi dengan bentuk limas terbalik yang terpotong di bagian bawah.
Ukuran hopper ini adalah 27 cm x 20 cm x 21 cm. Hopper ini
menempel pada penutup rumah penepung berbentuk huruf U
terbalik dan memiliki ukuran.
2. Rumah penepung
Rumah penepung terdiri dari pisau penepung baik yang
berputar maupun statis dan terdapat saringan dengan ukuran 14
mesh. Pisau penepung yang berputar terdiri dari pisau balok
sebanyak 4 (empat) buah dengan ukuran 3 cm x 2 cm x 2 cm dan
pisau silinder sebanyak 8 (delapan) buah dengan diameter 1.5 cm
dan panjangnya 2.5 cm. Pisau statis terdiri dari pisau balok
sebanyak 24 buah dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 1.5 cm.
5. Motor penggerak
Motor penggerak mesin penepung hotong adalah motor
listrik yang menggunakan arus AC 3 (tiga) fasa dengan daya 2.2
kW. Sedangkan tegangan yang digunakan 380 V dan mempunyai
kecepatan putar sebesar 1425 rpm.
6. Rangka penyangga
Rangka penyangga merupakan meja persegi panjang yang
terbuat dari besi plat dengan ukuran 37 cm x 13.5 cm dan tinggi
kaki 29 cm (posisi kaki miring) di atas meja besi plat diletakkan
motor penggerak dan saluran pengeluaran tepung.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran kadar air tidak hanya dilakukan pada saat biji juwawut
sebelum dan sesudah disosoh yaitu 14.38% (bb), namun pengukuran kadar
air juga dilakukan pada saat tepung juwawut telah diperoleh. Pengukuran
tepung juwawut menggunakan analisa metode oven (AOAC, 1995) pada
suhu 105 oC sampai berat konstan. Dari pengukuran tersebut dapat
diketahui bahwa kadar air tepung juwawut tiap perlakuan berbeda-beda
yaitu berada kisaran angka 5-7% (bb). Pengukuran kadar air tepung
juwawut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengukuran Kadar Air Tepung Juwawut
W
W cawan W sampel W cawan + Hasil Rata-
sample cawan+sampel
(gr) (gr) sample (gr) (%) rata (%)
kering (gr)
mesh 1 4.7000 4.0749 8.7749 8.5335 5.92
5.95
rpm 80 2 4.6474 3.9635 8.6109 8.3737 5.98
1425 mesh 1 4.6523 3.6706 8.3229 8.1155 5.65
5.56
100 2 4.4036 3.3289 7.7325 7.5502 5.48
mesh 1 5.2375 4.6060 9.8435 9.5766 5.79
6.31
rpm 80 2 4.6392 4.3844 9.0236 8.7240 6.83
2850 mesh 1 4.0900 5.1308 9.2208 8.9200 5.86
5.85
100 2 5.9934 3.1702 9.1636 8.9787 5.83
mesh 1 4.9176 3.8464 8.7640 8.4985 6.90
6.85
rpm 80 2 4.1272 3.7542 7.8814 7.6264 6.79
4750 mesh 1 4.8369 3.3364 8.1733 7.9472 6.78
6.79
100 2 4.8020 3.5201 8.3221 8.0829 6.80
mesh 1 5.1616 4.1946 9.3562 9.0722 6.77
6.80
rpm 80 2 4.5895 4.3481 8.9376 8.6408 6.83
5700 mesh 1 5.0217 4.5530 9.5747 9.2407 7.34
7.36
100 2 4.7470 5.3773 10.1243 9.7276 7.38
Uji performansi dilakukan pada mesin penepung tipe disc (disc mill)
dengan menggunakan bahan baku berupa biji juwawut yang telah disosoh.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data untuk mengetahui
kapasitas penepungan, rendemen penepungan, susut tercecer penepungan,
efisiensi kerja motor listrik, kebutuhan daya untuk mengoperasikan mesin
penepung tipe disc (disc mill) serta kualitas tepung yang didapat dari proses
penepungan. Data hasil pengujian performansi dari mesin penepung tipe disc
(disc mill) dapat dilihat pada tabel 4. Dari tabel 4 ditunjukkan bahwa terjadinya
peningkatan rpm dengan pengubahan pada diameter puli II (diameter pada
motor penggerak) dan penggunaan mesh yang berbeda (mesh 80 dan mesh
100) berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas mesin penepung.
Tabel 4. Data Hasil Pengujian Performansi dari Mesin Penepung Tipe Disc
Efisiensi motor 0.11 0.12 0.11 0.13 0.12 0.14 0.20 0.21
listrik (%)
a) Kapasitas penepungan
Kapasitas produksi mesin penepung dihitung untuk mengetahui
kemampuan mesin untuk menggiling biji juwawut hingga menjadi tepung
pada keadaan rpm yang berbeda dan pada panggunaan mesh yang berbeda
pula. Kapasitas mesin penepung merupakan nilai kapasitas yang diperoleh
sampai biji juwawut menjadi tepung. Analisa sidik ragam (Lampiran 7)
menunjukkan bahwa perlakuan rpm, perlakuan kapasitas produksi mesin
penepung dan interaksi rpm dengan kapasitas produksi mesin penepung
berpengaruh nyata. Menurut uji lanjut Duncan (Lampiran 7) perlakuan rpm
1425, rpm 2850, rpm 4750, dan rpm 5700 berbeda nyata terhadap kapasitas
penepungan.
25
KAPASITAS PRODUKSIMESIN
20
PENEPUNG (KG/JAM)
15
Mesh 80
10
Mesh 100
5
0
1425 2850 4750 5700
RPM
b) Rendemen Penepungan
Rendemen menunjukkan persen hasil, yaitu perbandingan berat akhir
(output) dan berat awal (input) penepungan dikalikan dengan 100.
Rendemen tersebut menunjukkan pula persen tepung yang hilang selama
proses penepungan. Analisa sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa
perlakuan perbedaan rpm kecepatan motor penggerak, perlakuan mesh dan
interaksi rpm dengan mesh berpengaruh nyata terhadap rendemen
penepungan. Menurut uji lanjut Duncan (Lampiran 8) perlakuan pada rpm
1425, rpm 2850, rpm 4750, dan rpm 5700 berbeda nyata terhadap
rendemen mesin penepung.
Tabel 4 menunjukkan bahwa hubungan antara peningkatan rpm
dengan rendemen penepungan adalah dengan penambahan rpm
mempengaruhi besarnya hasil rendemen penepungan yang dihasilkan oleh
mesin penepung. Hal tersebut juga terjadi pada penggunaan saringan mesh
mesh 80 dan saringan mesh 100.
RENDEMEN MESIN PENEPUNG (%)
100
90
80
70
60
50
mesh 80
40
30 mesh 100
20
10
0
1425 2850 4750 5700
RPM
10
9
8
7
6
5
Mesh 80
4
3 Mesh 100
2
1
0
1425 2850 4750 5700
RPM
500
DAYA (WATT)
400
300
mesh 80
200 mesh 100
100
0
1425 2850 4750 5700
RPM
Gambar 21.. Hubungan Daya Yang Dibutuhkan Motor Pada Beberapa RPM
Daya yang diperlukan oleh mesin penepung ketika sedang bekerja pada
beberapa rpm menunjukkan
me nilai
lai yang beragam. Dari Gambar 21
menunjukkan bahwa hubungan daya yang dibutuhkan pada motor pada
beberapa rpm berbeda-beda.
berbeda beda. Dengan penambahan rpm dan penggunaan
saringan mesh untuk proses penepungan mempengaruhi besarnya daya
yang dibutuhkan. Pada
Pada rpm 1425 menggunakan saringan mesh 80 dan
saringan mesh 100, daya yang dibutuhkan motor listrik berturut
berturut-turut
adalah sebesar 279 watt dan 291 watt.. RPM 2850 membutuhkan daya 291
watt ketika menggunakan saringan mesh 80 dan 329 watt ketika
menggunakan saringan mesh 100. Pada saat mesin penepung berada pada
rpm 4750, daya yang dibutuhkan ketika menggunakan
menggunakan saringan mesh 80
adalah 304 watt sedangkan apabila mengunakan saringan mesh 100, daya
yang dibutuhkan adalah 342 watt. Penggunaan rpm yang tinggi
membutuhkan
utuhkan daya yang tinggi pula. Pada rpm 5700 daya sebesar 519 watt
dibutuhkan ketika menggunakan saringan mesh 80, berbeda halnya ketika
menggunakan saringan mesh 100. Daya yang dibutuhkan adalah sebesar
532 watt.
Tabel 5. Hasil pengukuran kebutuhan daya dan efisiensi motor listrik (daya
saat diberi beban kosong (P beban kosong)= 2546 watt)
RPM 1425 RPM 2850 RPM 4750 RPM 5700
Kriteria mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
80 100 80 100 80 100 80 100
Daya
279 304 291 329 304 355 519 532
(Watt)
Efisiensi
0.11 0.12 0.11 0.13 0.12 0.14 0.20 0.21
(%)
Besar kebutuhan daya yang beragam ini disebabkan karena motor listrik
yang digunakan sebagai sumber tenaga penggerak puli adalah motor listrik
3 (tiga) fasa menggunakan listrik AC yang merupakan arus bolak balik.
Listrik AC mempunyai besaran arus yang berubah setiap saat (bergetar)
sesuai dengan fungsinya (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Maka setiap saat
akan didapat nilai arus yang berbeda untuk masing-masing fasanya.
Arus listrik yang dihasilkan motor ketika motor tidak dihubungkan
dengan sistem transmisi (beban kosong) adalah I1 = 1.7 A., I2 = 2.8 A., I3 =
2.2 A. Maka daya yang mampu dihasilkan motor listrik (beban kosong)
adalah sebagai berikut:
P=V*Σ I…………………………………………………….....…………(10)
P= (V*I1)+(V*I2)+(V*I3)
P= (380*1.7)+(380*2.8)+(380*2.2)
P= 2546 Watt
Adapun nilai efisiensi motor listrik diperoleh dengan membandingkan
daya motor listrik pada saat diberi beban dengan daya motor listrik pada
saat kondisi beban kosong (Tabel 5).
0.25
0.2
EFISIENSI (%)
0.15
mesh 80
0.1
mesh 100
0.05
0
1425 2850 4750 5700
RPM
e) Kualitas Penepungan
Untuk mengetahui kualitas penepungan, diperlukan test pengayakan
yang menggunakan 7 (tujuh) macam ukuran ayakan yaitu 3/8, 4, 8, 14, 28,
48, 100 mesh dan baki pada tingkat terbawah. Menurut Henderson dan
Perry (1976), bahwa dalam penentuan mutu hasil giling digunakan dua
macam kriteria, yaitu:
3) Ukuran Partikel Tepung Juwawut
Ukuran partikel tepung dapat menunjukkan kehalusan tepung,
semakin kecil ukuran tepung maka semakin halus tepung tersebut, dan
sebaliknya, bila ukuran semakin besar maka tingkat kehalusan tepung
semakin kasar. Analisa sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa
perlakuan rpm, perlakuan mesh dan interaksi rpm dengan mesh
terhadap ukuran partikel tepung berpengaruh nyata. Menurut uji lanjut
Duncan (Lampiran 13) pada rpm 1425 tidak berbeda nyata terhadap
rpm 2850. Namun, rpm 2850 berbeda nyata terhadap rpm 4750, begitu
pula yang terjadi pada rpm 4750 berbeda nyata terhadap rpm 5700.
Hubungan antara ukuran tepung pada beberapa rpm dapat dilihat pada
Gambar 23.
Ukuran Partikel Tepung Juwawut (inchi)
0.02500
0.02000
0.01500
mesh 80
0.01000
mesh 100
0.00500
0.00000
1425 2850 4750 5700
RPM
A. KESIMPULAN
1. Kadar air awal biji juwawut (sebelum disosoh) adalah sebesar 12.03%
(bb), kadar air setelah disosoh sebesar 14.23% (bb) dan kadar air tepung
juwawut berada kisaran angka 5-7% (bb).
2. Dalam kondisi operasional, mesin penepung tipe disc (disc mill) apabila
menggunakan rpm 5700 saringan mesh 80 menghasilkan kapasitas
terbesar yaitu sebanyak 20.43 kg/jam, rendemen penepungan tertinggi
yaitu sebanyak 91.6%, susut tercecer terendah yaitu sebanyak 1.77%.
3. Kualitas penepungan terbaik (99.10%) didapatkan apabila mengoperasikan
mesin penepung tersebut menggunakan rpm 5700 dan saringan mesh 100.
4. Susut tercecer mesin penepung menggunakan saringan mesh 80 lebih kecil
daripada susut tercecer apabila menggunakan saringan mesh 100.
Penambahan rpm pada proses penepungan biji juwawut mempengaruhi
hasil susut tercecer mesin penepung. Semakin meningkatnya rpm, susut
tercecer yang diperoleh semakin sedikit.
5. Kualitas tepung juwawut hasil penggilingan menggunakan mesin
penepung tipe disc yang tergolong dalam kategori halus mencapai 90%
untuk tiap-tiap perlakuan rpm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas
tepung juwawut tersebut tinggi sehingga layak dipasarkan.
6. Penambahan rpm dan penggunaan saringan mesh untuk proses
penepungan mempengaruhi besarnya daya yang dibutuhkan dimana
semakin tinggi rpm, kebutuhan daya yang dibutuhkan juga semakin besar.
B. SARAN
1. Perlu perlakuan khusus agar diperoleh kadar air juwawut yang rendah (10-
11%) dan bersih seperti penampian dan penjemuran di bawah sinar
matahari sebelum dilakukan proses penyosohan.
2. Perlu dilakukan uji performansi menggunakan mesin penepung tipe lain
dengan rpm yang rendah dan menggunakan metode penepungan yang
sama (metode kering) namun menghasilkan kapasitas produksi dan
rendemen penepungan yang tinggi, susut tercecer yang rendah dan kualitas
tepung yang baik.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode penepungan
dengan cara basah (wet milling) dengan menggunakan mesin penepung
dengan tipe yang berbeda dan menggunakan perlakuan parameter yang
lebih lengkap hingga dilakukannya uji analisa fisik (warna, kekerasan,
kelengketan) dari tepung juwawut yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima.2005.http://www.deptan.go.id/renbangtan/Rencana_Pembangunan_Perta
nian_2005-2009
Grubben, G.J.H dan Soetjipto Partohardjono (Editors). 1996. Setaria italica (L.) P.
Beauvois cv. group Foxtail Millet. Jurnal Cereals Plant Resources of
South-East Asia (PROSEA) No 10:127-130.
Hubeis, Musa. 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji – Bijian.
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Leniger, H.A., dan W.A. Baverloo. 1975. Food Prosess Engineering. D. Reidel
Publishing Company, Dordreht, Holland.
Mohsenin, N.N. 1996. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon
and Breach Science Pub. New York.
Nuryati, Ratna. 2008. Uji Performansi Mesin Penyosoh Biji Juwawut (Setaria
italica (L.) P. Beauvois) Tipe Abrasive Roll. Skripsi. Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Skinner, M.W. 2006. The Plants Database. National Plant Data Center, USA.
www.gramene.org
Sutanto.2006. Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong
(Setari italica (L) Beauv). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Soetojo, Ami Soetijah. 1975. Mempelajari Pengaruh Kecepatan Putaran Gigi
Penggiling Terhadap Kebutuhan Tenaga dan Hasil Gilingan Jagung Pada
Proses Giling Ulang Dengan Menggunakan Hammer Mill. Skripsi.
Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Performansi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill)
Susut
Rendemen
Kapasitas Tercecer
Hasil Tepung Mesin
Berat Biji Produksi Mesin Mesin
(gram) Penepung
Sample Tersosoh (kg/jam) Penepung
(%)
(kg) (%)
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
80 100 80 100 80 100 80 100
1 1 1.96 1.21 189 181 18.90 18.10 3.50 8.50
2 1 2.34 1.53 198 166 19.80 16.60 10.40 6.80
3 1 2.94 2.04 167 170 16.70 17.00 8.90 13.80
Rataan 1 2.41 1.59 185 172 18.47 17.23 7.60 9.70
1 1 5.87 4.05 540 237 54.00 23.70 5.70 5.10
2 1 5.11 5.73 549 248 54.90 24.80 2.00 3.00
3 1 7.06 4.75 542 228 54.20 22.80 9.60 4.60
Rataan 1 6.02 4.85 544 238 54.37 23.77 5.77 4.23
1 1 9.16 8.35 842 752 84.20 75.20 3.00 4.90
2 1 11.32 8.07 758 796 75.80 79.60 2.80 2.00
3 1 10.81 8.63 892 820 89.20 82.00 1.80 4.00
Rataan 1 10.43 8.35 831 789 83.07 78.93 2.53 3.63
1 1 18.75 13.58 932 808 93.20 80.80 2.10 2.00
2 1 25.53 18.95 942 776 94.20 77.60 1.30 2.50
3 1 29.03 15.25 874 867 87.40 86.70 1.90 1.60
Rataan 1 20.43 15.93 916 817 91.60 81.70 1.77 2.03
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Arus Listrik Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill), Mesh 80
mesh
rpm sample
3,8 4 8 14 28 48 100 pan
1 0 0 0 0 3.2 96.8 0 0
1425
2 0 0 0 0 4.3 95.7 0 0
rataan 0 0 0 0 3.75 96.25 0 0
1 0 0 0 0 0.5 99.5 0 0
2850
2 0 0 0 0 0.6 99.4 0 0
rataan 0 0 0 0 0.55 99.45 0 0
1 0 0 0 0 3.9 96.1 0 0
4750
2 0 0 0 0 4.5 95.5 0 0
rataan 0 0 0 0 4.2 95.8 0 0
1 0 0 0 0 43.7 56.3 0 0
5700
2 0 0 0 0 43.8 56.2 0 0
rataan 0 0 0 0 43.75 56.25 0 0
mesh
rpm sample
3,8 4 8 14 28 48 100 pan
1 0 0 0 0 3.4 96.6 0 0
1425
2 0 0 0 0 3.7 96.3 0 0
rataan 0 0 0 0 3.55 96.45 0 0
1 0 0 0 0 31.8 68.2 0 0
2850
2 0 0 0 0 30.6 69.4 0 0
rataan 0 0 0 0 31.2 68.8 0 0
1 0 0 0 0 4.4 95.6 0 0
4750
2 0 0 0 0 4.6 95.4 0 0
rataan 0 0 0 0 4.5 95.5 0 0
1 0 0 0 0 0.7 99.3 0 0
5700
2 0 0 0 0 1.1 98.9 0 0
rataan 0 0 0 0 0.9 99.1 0 0
Lampiran 5. Moduls Kehalusan Dan Ukuran Partikel Tepung Juwawut
Penggilingan Mesh 80
dikalikan
ukuran % bahan
dengan Ukuran rata-
rpm sample mesh lubang tertinggal FM
pengali FM rata
(inchi) (mi)
(mt)
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 43.7 131.1
48 0.0116 56.3 112.6
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 243.7 2.437 0.022202095
1425 0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2 28 0.0232 43.8 131.4
48 0.0116 56.2 112.4
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 243.8 2.438 0.02221749
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 3.9 11.7
48 0.0116 96.1 192.2
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 203.9 2.039 0.016849384
2850 0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2
28 0.0232 4.5 13.5
48 0.0116 95.5 191
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 204.5 2.045 0.016919604
Lanjutan Lampiran 5.
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 3.2 9.6
48 0.0116 96.8 193.6
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 203.2 2.032 0.016767828
4750
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2
28 0.0232 4.5 13.5
48 0.0116 95.5 191
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 204.5 2.045 0.016896165
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 0.5 1.5
48 0.0116 99.5 199
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 200.5 2.005 0.016456937
5700
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2
28 0.0232 0.6 1.8
48 0.0116 99.4 198.8
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 200.6 2.006 0.016468348
Lampiran 6. Moduls Kehalusan Dan Ukuran Partikel Tepung Juwawut
Penggilingan Mesh 100
dikalikan
ukuran % bahan
dengan Ukuran rata-
rpm sample mesh lubang tertinggal FM
pengali FM rata
(inchi) (mi)
(mt)
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 31.8 95.4
48 0.0116 68.2 136.4
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 231.8 2.318 0.02044426
1425 0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2 28 0.0232 30.6 91.8
48 0.0116 69.4 138.8
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 230.6 2.306 0.020274914
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 4.4 13.2
48 0.0116 95.6 191.2
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 204.4 2.044 0.01690788
2850 0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2
28 0.0232 4.6 13.8
48 0.0116 95.4 190.8
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 204.6 2.046 0.016931336
Lanjutan Lampiran 6.
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 4.4 10.2
48 0.0116 95.6 193.2
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 203.4 2.034 0.016791089
4750
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2
28 0.0232 4.6 11.1
48 0.0116 95.4 192.6
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 203.7 2.037 0.016826042
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
1
28 0.0232 0.7 2.1
48 0.0116 99.3 198.6
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 200.7 2.007 0.016479767
5700
0.375 0.371 0 0
4 0.185 0 0
8 0.093 0 0
14 0.046 0 0
2
28 0.0232 1.1 3.3
48 0.0116 98.9 197.8
100 0.0058 0 0
pan 0 0 0
total 100 201.1 2.011 0.016525522
Lampiran 7. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Kapasitas
Produksi Mesin Penepung
Anova
Variable: Kapasitas
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keseragaman Kuadrat Bebas Tengah α = 0.05
rpm 1119.841 3 373.280 77.930 .936
mesh 59.346 1 59.346 12.390 .436
rpm * mesh 58.836 3 19.612 4.094 .434
Galat 76.639 16 4.790
Total 1314.662 23
Kapasitas Produksi
a,b
Duncan
rpm N Subset
1 2 3 4
rpm 1425 6 2.0033
rpm 2850 6 5.4283
rpm 4750 6 9.3900
rpm 5700 6 20.1817
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 4.790.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 8. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Rendemen
Mesin Penepung
Anova
Variable: Rendemen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah α=0.05
rpm 19839.015 3 6613.005 545.909 .990
mesh 788.907 1 788.907 65.125 .803
rpm * mesh 790.557 3 263.519 21.754 .803
Galat 193.820 16 12.114
Total 21612.298 23
Rendemen
a,b
Duncan
Subset
rpm N
1 2 3 4
rpm 1425 6 17.8500
rpm 2850 6 39.0667
rpm 4750 6 81.0000
rpm 5700 6 86.6500
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 12.114.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Susut
Tercecer Mesin Penepung
Anova
Variable: Susuttercecer
Type III Sum
Source df Mean Square F Hitung F Tabel
of Squares
rpm 156.835 3 52.278 9.265 .635
mesh 1.402 1 1.402 .248 .015
rpm * mesh 10.662 3 3.554 .630 .106
Galat 90.280 16 5.642
Total 259.178 23
Susuttercecer
a,b
Duncan
Subset
rpm N
1 2 3
rpm 5700 6 1.9000
rpm 4750 6 3.0833 3.0833
rpm 2850 6 5.0000
rpm 1425 6 8.6500
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 5.642.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 10. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Daya
Anova
Variable: Daya
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah α=0.05
rpm 207214.000 3 69071.333 5.827 .522
mesh 240.667 1 240.667 .020 .001
rpm * mesh 2166.000 3 722.000 .061 .011
Galat 189645.333 16 11852.833
Total 399266.000 23
Daya
a,b
Duncan
Subset
rpm N
1 2
rpm 1425 6 285.00
rpm 2850 6 316.67
rpm 4750 6 354.67
rpm 5700 6 525.67
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 11852.833.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 11. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Efisiensi
Pada Motor Listrik
Anova
Variable: Efisiensi
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah α=0.05
rpm .032 3 .011 5.792 .521
mesh .000 1 .000 .009 .001
rpm * mesh .000 3 .000 .058 .011
Galat .029 16 .002
Total .061 23
Efisiensi
a,b
Duncan
Subset
rpm N
1 2
rpm 1425 6 .1117
rpm 2850 6 .1217
rpm 4750 6 .1383
rpm 5700 6 .2050
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = .002.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 12. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Modulus
Kehalusan Tepung Juwawut
Anova
Variable: ayakanmesh28
Sumber Jumlah Kuadrat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah α=0.05
rpm 996.225 3 332.075 1600.361 .998
mesh 36.603 1 36.603 176.398 .957
rpm * mesh 2739.073 3 913.024 4400.116 .999
Galat 1.660 8 .207
Total 3773.560 15
ayakanmesh28
a,b
Duncan
Subset
rpm N 1 2 3
rpm 1425 4 3.650
rpm 4750 4 4.350
rpm 2850 4 15.875
rpm 5700 4 22.325
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = .207.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b Alpha = .05.
Lanjutan Lampiran12.
Anova
Variable: ayakanmesh48
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
rpm 996.225 3 332.075 1600.361 .998
mesh 36.603 1 36.603 176.398 .957
rpm * mesh 2739.073 3 913.024 4400.116 .999
Galat 1.660 8 .207
Total 3773.560 15
ayakanmesh48
a,b
Duncan
Subset
rpm N
1 2 3
rpm 5700 4 77.675
rpm 2850 4 84.125
rpm 4750 4 95.650
rpm 1425 4 96.350
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = .207.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 13. Analisa Sidik Ragam Dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Ukuran
Partikel Tepung Juwawut
Anova
Variable: Ukurantepung
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Tabel
F Hitung
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah α=0.05
rpm .000 3 .000 4385.333 .999
mesh .000 1 .000 800.000 .990
rpm * mesh .000 3 .000 11068.000 1.000
Galat .000 8 .000
Total .000 15
Ukurantepung
a,b
Duncan
Subset
rpm N
1 2 3
rpm 1425 4 .016825
rpm 4750 4 .016875
rpm 2850 4 .018250
rpm 5700 4 .019250
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = .000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 14. Gambar Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill)
Hopper
Puli Mesin
Penepung
Belt
(Sabuk)
Puli Motor
Penggerak
Lubang
Motor
Pengeluaran
Listrik
Tepung
Tombol
On/Off
Rangka
Lampiran 15. Alat – Alat Yang Digunakan Selama Penelitian
Tachometer Clampmeter
Lampiran 16. Gambar Teknik Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill). .