Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH FARMAKOTERAPI 4

PROSTATE CANCER, OVARIAN CANCER DAN LYMPHOMAS

Disusun Oleh:

Ausiana Amurwanto
Eprilia Cahya Ainun
Lisa Suryani
Nanda Ichsani Putri
Vera Candra C P
Yuli Maesaroh

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2019
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. KANKER PROSTAT ........................................................................ 3


B. KANKER OVARIUM ....................................................................... 12
C. LIMPHOMAS .................................................................................... 20

BAB 3 STUDY KASUS ................................................................................. 33

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 42

A. Kesimpulan .......................................................................................... 42
B. Saran .................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr. Wb
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Subhana Wata’ala,
shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
juga untuk para keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Karena atas
rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“Prostate Cancer, Ovarian Cancer Dan Lymphomas”
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca dan memberikan gambaran mengenai materi yang terkait
farmakoterapi penyakit Prostate Cancer, Ovarian Cancer Dan Lymphomas. Sehingga
pembaca dapat menggunakan makalah ini sebagai literatur pendukung dalam
pengembangan bidang ilmu selanjutnya yang terkait.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
materi maupun bahasanya, maka penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang menjadikan makalah ini sebagai bahan literatur
menegenai materi yang terkait.Amiin.

Wassalamu’alaikum, wr. Wb

Purwokerto, Oktober 2019

Tim Penyusun

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker prostat merupakan kanker yang paling umum didiagnosa pada pria
Amerika. Pada kebanyakan pria, kanker prostat mempunyai jalan yang lamban, dan
memerlukan pengobatan untuk penyakit dini meliputi manajemen yang mengandung
harapan, operasi, dan radiasi. Kanker prostat yang dilokalisir dapat disembuhkan dengan
operasi atau terapi radiasi, tetapi kanker prostat lanjut tidak dapat disembuhkan.
Pengobatan untuk kanker prostat lanjut dapat memberi paliatif penyakit yang signifikan
bagi banyak pasien untuk beberapa tahun setelah diagnosa (Dipiro JT et al., 2015).
Kanker ovarium (kanker indung telur) merupakan penyebab nomor satu dari
seluruh kematian yang disebabkan kanker pada saluran reproduksi. Penderita kanker ini
umumnya didiagnosis terlambat, karena belum adanya metode deteksi dini yang akurat.
Sehingga hanya 20-30% penderita kanker ovarium saja yang dapat terdiagnosa pada
stadium awal. Angka kematian kanker ovarium masih tinggi meski ditemukan obat
kemoterapi baru, yang telah secara signifikan meningkatkan AKH 5 tahun. Alasan
utamanya adalah keberhasilan yang rendah dalam mendiagnosis kanker ovarium pada
tahap awal, karena sebagian besar pasien meninggal dengan stadium lanjut, sebaliknya jika
kanker ovarium terdeteksi dini sekitar 90% dari mereka dengan keganasan ovarium yang
well-differentited dapat bertahan hidup lebih baik (Purnomo, 2009).
Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of
Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan
tersering kedua pada sel limfoid setelah leukemia (Longo, 2012). Berdasarkan ada
tidaknya sel Reed Sternberg, limfoma diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Limfoma
Hodgkin dan Limfoma Non Hodgkin. Di Indonesia didapat data estimasi insidensi limfoma
pada anak tahun 2005-2007 adalah 0,75 per 100.000 penduduk (SriKanDI 2007 cited in
Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Tingginya angka kejadian dari beberapa kanker tersebut menjadi perhatian khusus
secara dini, namun di Indonesia informasi terkait kanker-kanker tersebut masih sedikit,
sehingga makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, informasi sehingga
dapat meningkatkan pengawasan dini bagi masyarakat luas mengenai kanker prostat,
ovarium dan penyakit limfoma.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kanker prostat, pembahasan serta bagaimana tatalaksananya?
2. Apa itu kanker ovarium, pembahasan dan bagaimana penatalaksanaannya?
3. Apa itu limphoma, pembahasan dan bagaimana penatalaksanaannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui informasi dan pengetahuan terkait kanker prostat.
2. Untuk mengetahui informasi dan pengetahuan terkait kanker ovarium.
3. Untuk mengetahui informasi dan pengetahuan terkait limphoma.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN
1. KANKER PROSTAT
a. Definisi Kanker Prostat
Kanker prostat merupakan suatu penyakit kanker yang menyerang kelenjar
prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara abnormal dan tidak terkendali,
sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yang merupakan keganasan
terbanyak diantara sistem urogenitalia pada pria. Kanker ini sering menyerang pria
yang berumur di atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70- 80
tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria
berusia di bawah 45 tahun (Purnomo, 2011).

Gambar 1. Kanker Prostat (Dipiro JT et al., 2015)


b. Faktor Resiko
Menurut KEMENKES RI (2015) para peneliti telah mengidentifikasi beberapa
faktor yang tampaknya meningkatkan resiko terkena karsinoma prostat, termasuk:
1. Usia
Jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, namun insidensi meningkat dengan
cepat pada usia di atasnya.
2. Ras
Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Afrika Amerika di
Amerika dan laki-laki Karibia . Di Amerika Serikat, ras Afrika memiliki risiko
lebih tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang Asia maupun Hispanik.
3. Diet dan gaya hidup
Diet tinggi lemak jenuh, daging merah, sedikit buah dan sedikit sayuran, rendah
tomat, rendah ikan dan atau rendah kedelai meningkatkan resiko terkena kanker
prostat. Diet tinggi kalsium juga berhubungan dengan peningkatan resiko kanker
prostat. Hubungan kanker prostat dengan obesitas masih kontroversial, namun
obesitas berhubungan dengan tingginya grading kanker prostat.
4. Riwayat keluarga
Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma prostat meningkatkan risiko
penyakit. Seorang laki-laki yang memiliki ayah atau saudara laki laki yang
terdiagnosa kanker pada usia 50 tahun memiliki resiko 2 kali lipat lebih tinggi
terkena karsinoma prostat. Resiko meningkat menjadi tujuh samapi delapan kali
lipat lebih tinggi pada laki laki yang memiliki dua atau lebih keluarga yang
menderita kanker prostat.
5. Mutasi Genetik
Berhubungan dengan mutasi BRCA atau BRCA2 dan sindrom Lynch.
c. Patofisiologi
Pertumbuhan dan perkembangan dari prostat adalah di bawah pengontrolan
androgen, dan ini dikenal baik bahwa pria yang mengalami kastrasi sebelum masa
puber tidak mengembangkan kanker prostat. Mayoritas dari faktor-faktor risiko untuk
kanker prostat adalah faktor-faktor yang menaikkan atau menurun kan terdapatnya
testosteron. Meski demikian, serum testosteron atau tingkat DHT yang diperoleh pada
diagnosa tidak terkait secara langsung dengan risiko kanker prostat, yang
menunjukkan banyak-faktor penyebab kanker prostat (Dipiro JT et al., 2015).
Penyebaran metastatik dapat terjadi dengan perluasan lokal, pengurasan
kelenjar-getah-bening, atau penyebaran hematogenous. Metastase node getah bening
lebih umum pada pasien dengan tumor yang besar, tidak dibedakan yang menyerang
seminal vesicles. Kelompok node getah-bening abdominal tulang pinggul (pelvic) dan
perut merupakan tempat-tempat yang paling umum dari keterlibatan node kelenjar
getah bening (Dipiro JT et al., 2015).
Metastase susunan kerangka badan dari penyebaran hematogenous merupakan
tempat-tempat yang paling umum daripenyebaran jauh. Secara khas, luka tulang
adalah osteoblastik atau gabungan osteoblastik dan osteolitik. Tempat yang paling
umum dari keterlibatan tulang adalah tulang-belakang lumbar. Tempat-tempat lain
dari keterlibatan tulang termasuk proximal femurs, pelvis, thoracic spine, iga, tulang-
dada, tengkorak, dan tulang bagian atas lengan atau kaki. Paru-paru, hati, otak, dan
kelenjar adrenal merupakan tempat-tempat yang umum dari keterlibatan yang
mendalam, meskipun, organ-organ ini semua biasanya tidak terlibat secara awal.
Sekitar 25% sampai 35% pasien akanmempunyai bukti dari inflitrasi lymphangitic

4
atau nodular pulmonary saat diautopsi. Prostat merupakan tempat yang jarang untuk
keterlibatan metastatik dari tumor-tumor yang padat lainnya (Dipiro JT et al., 2015).
Pertumbuhan yang normal dan pembedaan dari prostat tergantung pada adanya
androgen, khususnya DHT. Testis dan kelenjar adrenal merupakan sumber utama dari
androgen yang bersirkulasi. Pengaturan hormon dari sintesa androgen dimediasikan
melalui serangkaian interaksi biokimia antara hipotalamus, pituitari, kelenjar adrenal,
dan testis (Dipiro JT et al., 2015).

Gambar 2. Regulasi hormonal dari kelenjar prostat


(Dipiro JT et al., 2015)
Hormon pelepasan-hormon luteinizing (luteinizing hormone – releasing
hormone /LHRH) yang dikeluarkan dari hipotalamus menstimulir pengeluaran hormon
luteinizing ( Luteinizing Hormone / LH) dan hormon follicle-stimulating hormon
(Follicle-Stimulating Hormone / FSH) dari kelenjar anterior pituitari. Kerumitan LH
dengan reseptor pada membran sel testikular Leydig dan menstimulasi produksi
testosteron serta sejumlah kecil estrogen. FSH bekerja pada sel-sel Sertolidi dalam
testis untuk mengembangkan pendewasaan dari reseptor-reseptor LH dan untuk
memproduksi protein yang terikat androgen-binding. Sirkulasi testosteron dan
estradiol mempengaruhi sintesa dari LHRH, LH, dan FSH dengan pengoperasian
hipotalamik dan pituitari. Prolaktin, hormon pertumbuhan, dan estradiol yang
merupakan pengatur penting aksesori untuk permeabilitas jaringan prostatik, ikatan
reseptor, dan sintesa testosteron (Dipiro JT et al., 2015).
d. Gambaran Klinis
a) Penyakit Lokal
Tanpa gejala
b) Serangan Penyakit Lokal
5
Disfungsi uretra, sering, ragu dan sedikit impotensi
c) Penyakit Lanjutan
a. Sakit punggung
b. Perasaan seeperti ditekan
c. Edema di bagian kaki
d. Kelainan patologi
e. Anemia
f. Penurunan berat badan

(Dipiro JT et al., 2015).


e. Derajat Diferensiasi Sel dan Stadium
1. Derajat Diferensiasi Sel
Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason.
Sistem ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang
dilihat secara makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari
pengamatan dibedakan dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern)

6
dan pola tidak ekstensif (secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan
sehingga menjadi grading dari Gleason (Purnomo, 2011).
Tabel 1. Derajat Diferensiasi Sel
Prostat menurut Gleason Tingkat Histopatologi
Grade
2-4 Diferensiasi baik
5-7 Diferensiasi sedang
8-10 Diferensiasi buruk
(Purnomo, 2011).
2. Stadium Kanker Prostat
Sistem staging yang digunakan untuk Kanker prostat adalah menurut AJCC
(American Joint Committee on Cancer) 2010/ system TNM 2009.
Tabel. 2 Tingkat Penyebaran

Tumor Primer (T)


TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0
T0 Tumor primer tidak dapat ditemukan
T1 Tumor primer tidak dapat dipalpasi atau dilihat pada
pemeriksaan pencitraan (tidak terdeeteksi secara klinis)
T1a Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), < 5% dari jaringan
yang direseksi
T1b Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), > 5% dari jaringan
yang direseksi
T1c Tumor diidentifikasi dengan pemeriksaan biopsi jarum
T2 Tumor tebatas di prostat
T2a Tumor mengenai setengah atau < 1 lobus
T2b Tumor mengenai lebih setengah dari 1 lobus, tetapi tidak
mengenai kedua lobus
T2c Tumor mengenai kedua lobus
T3 Tumor menembuss kapsul **
T3a Ekstensi ekstra kapsuler (unilateral / bilateral)
T3b Tumor mengenai vesicula seminalis
T4 Tumor terfiksasi atau mengenai struktur yang berdekatan, selai
=n vesicula seminalis seperti: kandung kemih, mm. Levator
dan/atau dinding pelvis

7
Kelenjar Getah Bening (N)
Klinis
Nx KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada penyebaran KGB regional
N1 Terdapat penyebaran KGB regional
Patologik
PNx KGB regional tidak dapat dinilai
pN0 Tidak ada penyebaran KGB negatif
pN1 Terdapat penyebaran KGB negatif
Metastasis Jauh (M)***
Mx Metastasis jauh tidak dapat diniali
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis KGB Non Regional
M1b Metastasis ke tulang
M1c Metastasis ke organ lain dengan/tanpa keterlibatan
tulang

(Kemenkes RI, 2015)


Faktor utama yang berpengaruh pada penyebarannya adalah lokasi kanker.
Kemungkinan menyebar lebih besar bila di apeks atau di basal karna lemahnya kapsul
pada lokasi ini. Metastasis hematogenik yang sering terjadi adalah penyebaran ke
tulang vertebra lumbal, tulang pangggul, tulang femurtroksimal, tulang iga, tulang
sternum, dan tulang kepala (Mansjoer Arif dkk, 2000).
Menurut Diananda (2009), dan Suprianto (2010), kanker prostat
dikelompokkan menjadi 4 stadium:
Stadium I : Benjolan/kanker tidak dapat diraba pada pemeriksaan
fisik atau DRE biasanya ditemukan secara tidak sengaja
setelah pembedahan prostat karena penyakit lain.
Stadium II : Kanker terlokalisasi pada prostat dan biasanya
ditemukan pada pemeriksaan fisik atau tes PSA.

8
Stadium II : Jaringan kanker telah menginvasi sebagian besar prostat,
dan menyebar menembus ke luar dari kapsul prostat,
mengenai vesikula seminalis, leher kandung kemih dan
rongga pelvis, tetapi belum sampai menyebar ke kelenjar
getah bening.
Stadium IV: Kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah
bening regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya
tulang belakang dan paru-paru).
f. Penatalaksanaan
Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu
grading tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup saat
diagnosis. Mengingat data untuk menentukkan usia harapan hidup saat diagnosis
belum ada di Indonesia, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu parameter
untuk menentukan pilihan terapi (Kemenkes RI, 2015)
Tabel. 3 Managemen awal untuk Kanker Prostate dengan Resiko Kekambuhan
Rendahdan Menengah
Resiko kekambuhan Kelangsungan Terapi awal
hidup yang
diharapkan
Sedang Kurang dari 10 Expectant management
tahun
(Observasi) atau RT
T 1-2a Gleason 2-6, PSA Lebih dari atau sama EM atau RP dengan atau tanpa
< 10 dengan 10 tahun pembedahan node limfe pelvis
atau TR
Menengah Kurang dari 10 EM, RT, atau RP dengan atau
tahun tanpa pembedahan node limfe
pelvis
T 2b-2c Gleason 7, atau Lebih Atau Sama RP dengan atau tanpa
PSA 10-20 Dengan 10 Tahun pembedahan node limfe pelvis
atau RT

Keterangan: EM = expectant management ; RT = Terapi Radiasi; RP = Radikal


Prostatektomi; PSA = Prostatspesifik antigen

9
Tabel. 4 Managemen Prostat kankerdengan Resiko Kekambuhan Tinggi dan
Sangat Tinggi
Resiko kekambuhan Terapi awal

Tinggi Deprivasi androgen selama 2 tahun dan


RT atau RT atau RP
T 3a atau Gleason 8-10, atau PSA >
20 ng/ml
Lokal lanjutan RT + deprivasi
Sangat tinggi
T 3b – T 4 Androgen atau deprivasi androgen

Metastatic T, N1 Deprivasi androgen atau RT

T beberapa N, M1 Deprivasi androgen

(Dipiro JT et al., 2015)


Tabel 5. Penatalaksanaan kanker terlokalisir atau locally advanced

(KEMENKES RI, 2015)

10
g. Farmakoterapi
a) Terapi Non Farmakologi
1. Expectant Management/ Watchful Waiting/ pemantauan ketat
2. Orchiectomy
Menghilangkan testis, secara cepat mengurangi sirkulasiandrogen pada kastrase
(androstenedionekurang dari 50 ng/mL, 1,7 nmol/L).
3. Radiasi
Dua metoda yang biasa digunakan untukterapi radiasi adalah external-
beamradiotherapy dan brachytherapy.
4. Radical Prostatectomy
(Dipiro JT et al., 2015)
b) Terapi Farmakologi
1. Luteinizing hormone Releasing hormone /LHRH) agonis
Merupakan suatu metode reversible dari ablasi androgen dan efektif
seperti orkiektomi dalam pengobatan kanker prostat. Sekarang ini tersedia
agonis LHRH meliputi leuprolide, leuprolide depot, leuprolide implan, dan
goserelin asetat implan.
2. Antiandrogen
Meliputi: flutamide, bicalutamide,dan nilutamide

(Dipiro JT et al., 2015)

11
3. Kombinasi Blockade Hormonal
Rasional untuk terapi hormon kombinasi adalah untuk menghambat
dengan jalur hormon ganda untuk menghilangkan aksi androgen. Kombinasi
dari LHRH agonis atau orchiectomy dan antiandrogens. Contoh: LHRH
dengan flutamide.
4. Estrogen
Terapi lini kedua
a. Manipulasi hormon sekunder seperti menambahkan suatu antiandrogen pada
seorang pasien yang sekresi testosterone tidak tuntas dengan LHRH, atau
dengan menghentikan antiandrogen pada pasien yang menerima terapi
kombinasi.
b. Penghentian antiandrogen, untuk pasien yang mempunyai penyakit yang
progresif sementara menerima kombinasi blockade hormone dengan LHRH
plus antiandrogen
c. Penghambat sintesis androgen, seperti aminoglutethimide dan ketoconazole.
d. Tindakan paliatif dengan manajemen sakit, dengan radioisotop untuk rasa-
sakit pada tulang, analgesik, corticosteroids, bisphosphonates, dan
radiotherapy local.
e. Kemoterapi, dengan docetaxel dan prednisone atau docetaxel danestramustine,
memperbaiki daya tahan hidup pada pasien dengan kanker prostat hormone
refractory.

2. KANKER OVARIUM
a. Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang
paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 –70 tahun. Kanker ovarium
bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening
dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru. Kanker
ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal
dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat
histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002).
Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30%
dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna),
tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas / pasti ganas (borderline malignancy atau

12
carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant) (Priyanto,
2007).

b. Etiologi
Menurut Hidayat (2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga pelvis. Bila
timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan,
membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering kali
sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat
didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium
hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting
dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi
kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada
sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses
penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses
transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya
kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat
menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
c. Faktor Resiko
Beberapa factor risiko penyakit ini yang sudah diketahui adalah:
1. Usia. Kanker uterus paling sering terjad ipadawanita di atas 50 tahun
2. Hiperplasia endometrium
3. Terapi pengganti estrogen. Wanita yang menggunakan terapi pengganti
Estrogen untuk mengontrol gejala yang berkaitan dengan menopause untuk
mencegah osteoporosis atau mengurangi risiko penyakit jantung atau stroke
dapat memilíki risiko lebih tinggi terkena kanker uterus Pemakaian jangka
panjang pada dosis tinggi tampaknya meningkatkan risiko. Penggunaan
kombinasi estrogen dan progesteron menurunkan risiko yang terkait dengan
penggunaan estrogen tunggal. Progesteron melindungi endometrium dari efek
penyebab kanker dari estrogen

13
4. Kelebihan bobot badan. Wanita yang kelebihan bobot akan memiliki terlalu
banyak estrogen dibandingkan wanita berbobot normal. Karena lemak
mengubah hormone tertentu menjadi suatu bentuk estrogen, wantita dengan
yang kelebihan lemak memiliki kadar estrogen lebih tinggi
5. Diabetes dan tekanan darah tinggi. Karena kondisi ini sering terjadi pada orang
dengan bobot badan berlebih, belum pasti apakah kondisi sendiri atau terkait
dengan lemak tubuh dan estrogen yang menyebabkan peningkatan risiko
kanker uterus
6. Kanker lain. Wanita dengan riwayat kanker kolon, rektum, atau kanker
payudara memiliki risiko sedikit lebih tinggi untuk terkena kanker uterus
daripada wanita kebanyakan. Wanita yang mempunyai kanker uterus memiliki
risiko lebih tinggi terkena tumor lainnya
7. Ras. Wanita kulit putih memiliki kemungkinan lebih besar terkena kanker
uterus dari pada wanita kulit hitam
8. Faktor lain untuk kanker uterus juga terkait dengan estrogen, termasuk
memiliki sedikit atau tidak punya anak, atau terlambat menopost. Sejumlah
studi pada wanita yang telah menggunakan kontrasepsi oral kombinasi
estrogen dan progesterone menunjukan bahwa para wanita in imemiliki risiko
rata-rata kanker uterus yang lebih rendah.
d. Patofisiologi
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor
ovarium. Dapat ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada
usia 50 tahun ke atas, pada masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia
lebih muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak.
Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi, jaringan sekitar yang menyebabkan
berbagai keluhan samar-samar. Kecenderungan untuk melakukan implantasi
dirongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan
asites (Brunner dan Suddarth, 2002).
Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar para
aorta, medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat-alat
yang jauh terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan
masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium (Harahap, 2003).

14
Bagan 1. Patofosiologi Ca Ovarium

Adanya gen tumr Kegagalan riwayat Merokok, Nulipara (>45th), primipara


riwayatsupresor diferensiasi sel minum alkohol (>30th), menstruasi dini,
(anaplasia) menopause lambaat dan tidak
menyusui

autosom Pelumorfis (dari Radikal bebas


bentuk dan Perubahan fungsi sel ovarium
ukuran)

Jejas jar.
Terutama sel gg. proliferasi sel
ovarium

Induksi epitel
stroma

Rangsangan hormon estrogen gg. haid

Menyebar ke pelvic Karsinoma ovarioum


Haid tidak teratur,
ketegangan menstrual,
Pembesaran massa keluar cairan abnormal
Peningkatan tekanan
intrapelvic pervaginam
Penipisan sel epitel
Peningkatan tek.
MK : nyeri
intrabdomen Pemb.darah terbuka

Perdarahan abnormal vagina


MK : Nyeri

Suplai O2 turun Syok hipovolemik

HbO2 turun Imunitas menurun

Anemia
MK : Risiko infeksi

MK : Perubahan
perfusi jaringan

15
e. Manifestasi Klinik
Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.
1) Stadium Awal
a. Gangguan haid
b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
e. Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada
lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut)
2) Stadium Lanjut
a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c. Perut membuncit
d. Kembung dan mual
e. Gangguan nafsu makan
f. Gangguan BAB dan BAK
g. Sesak nafas
h. Dyspepsia
f. Stadium Kanker Ovarium
Tahap-tahap kanker ovarium (Price, 2002) :
Stadium I :Pertumbuhan terbatas pada ovarium
Stadium II :Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan perluas
pelvis
Stadium III :Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan metastasis
diluar pelvis atau nodus inguinal atau retro peritoneal positif
Stadium IV :Pertumbuhan mencakup satu/kedua ovarium dengan metastasis jauh
g. Farmakoterapi
1. Pendekatan umum
Pendekatan multimodality yang mencakup operasi menyeluruh dan kemoterapi
digunakan untuk pengobatan awal kanker ovarium dengan niat kuratif. Meskipun
sebagian besar pasien pada awalnya akan mencapai respons lengkap, lebih dari
50% akan terulang kembali dalam 2 tahun pertama.2,35 Kelengkapan klinis

16
tanggapan terhadap pengobatan didefinisikan sebagai tidak ada bukti penyakit
dengan pemeriksaan fisik atau tes diagnostikdan tingkat CA-125 normal.
Regimen kemoterapi untuk kanker ovarium telah berkembang selama beberapa
dekade terakhir.Regimen pengobatan dimulai dengan melfalan single-agent diikuti
oleh cyclophosphamide agen tunggal. Tak lama setelah cisplatin diperkenalkan ke
dalam praktek klinis, itu ditambahkan ke siklofosfamid, dankombinasi ini adalah
"standar perawatan" selama lebih dari satu dekade hingga pengenalan
paclitaxelpada tahun 1980an. Paclitaxel segera menggantikan cyclophosphamide,
dan paclitaxel plus cisplatin menjadistandar perawatan. Karboplatin kemudian
digantikan untuk cisplatin karena toksisitasnya yang meningkatprofil, dan
paclitaxel plus carboplatin diadopsi. Selama periode yang sama, banyak
penelitimelakukan banyak uji klinis kemoterapi intraperitoneal (IP). Pada tahun
2006, Armstrong dkk menerbitkan percobaan klinis terapi IP pertama untuk
menunjukkan keuntungankelangsungan hidup atasregimen IV standar. Namun,
kemajuan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker ovarium belum
diterjemahkan ke dalam perubahan besar dalamkelangsungan hidup 5 tahun secara
keseluruhan, yang tetap kurang dari 20% (Dipiro, 2015).
2. Operasi
Pembedahan adalah intervensi pengobatan utama untuk kanker ovarium.
Pembedahan mungkin bersifat kuratifpasien terpilih dengan penyakit IA stadium
terbatas. Perawatan bedah primer meliputi histerektomi total abdomen dengan
salpingooophorectomy bilateral (TAH / BSO), omentektomi, dan diseksi kelenjar
getah bening. Yang utamaTujuan dari operasi ini adalah untuk secara optimal
mendayung tumor menjadi kurang dari 1 cm penyakit residual (Dipiro, 2015).
3. Radiasi
Radiasi memiliki peran yang terbatas dalam manajemen kanker ovarium.
Penggunaan radiasi untuk pengobatan penyakit stadium awal tidak memiliki
manfaat atau berdampak pada kelangsungan hidup secara keseluruhan. Terapi
radiasi paling banyak bermanfaat untuk meringankan gejala pada pasien dengan
penyakit panggul berulang, sering dikaitkan dengan obstruksi usus kecil. Dua
bentuk terapi radiasi yang digunakan pada kanker ovarium bersifat eksternal sinar
iradiasi utuh-abdomen dan isotop intraperitoneal seperti fosfor-32 (32P).
Pengurangan gejala dengan iradiasi sinar-abdomen seluruh bagian luar
berhubungan dengan peningkatan yang signifikan dalam kualitas hidup pasien.

17
Dosis yang dianjurkan berkisar 35 hingga 45Gy (3500 hingga 4500 rad), tergantung
pada riwayat perawatan dan kemampuan untuk mentolerir perawatan radiasi
(Dipiro, 2015).
4. Kemoterapi Baris Pertama
Andalan pengobatan kanker ovarium adalah kemoterapi. Ini digunakan sebagai
komponen baris pertama perawatan setelah selesai operasi dan merupakan modalitas
utama pengobatan untuk ovarium rekuren kanker. Kemoterapi sistemik dengan
regimen taxane dan platinum setelah debulking bedah yang optimal adalah standar
perawatan untuk pengobatan kanker ovarium epitel (Dipiro, 2015).

(Dipiro, 2015).

5. Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker menggunakan obat sitostatika yaitu
suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Hidayat, 2008):
a. Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini
bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin
aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap
sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat
prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah, hal ini disebut Kemoresisten.

18
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
a) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di
inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi
b) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
c) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes
bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan
mitosis sel.
d) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA
dari sel-sel kanker tersebut.
b. Pola Pemberian Kemoterapi
a) Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel
kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor)
atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga
dengan pengobatan penyelamatan.
b) Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau
radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih
tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
c) Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada
kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum
pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
d) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti
pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi.
Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga
operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.

19
3. LIMPHOMA
A. Definisi
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan
kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali,
hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra
nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus,
paru, kulit, dan organ lain. Limfoma dibagi menjadi 2 tipe yaitu Limfoma Non
Hodgkin dan Limfoma Hodgkin(Sudoyono dkk.2006).
Limfoma Non Hodgkin terjadi karena adanya mutasi DNA pada sel B dan
sel T pada system limfatik, merupakan tumor ganas yang berbentuk padat dan
berasal dari jaringan limforetikuler perifer. Limfoma Non Hodgkin yang
pertumbuhaannya lambat disebut indolent/ low grade dan untuk yang
pertumbuhannya cepat disebut aggressive/high-grade. Limfoma Non Hodgkin
lebih sering terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Sedangkan Limfoma Hodgkin
terjadi karena mutasi sel B pada system limfatik dengan hasil deteksi yaitu adanya
sel abnormal reed-stenberg dalam sel kanker. Limfoma Hodgkin biasanya
menyerang kelenjar getah bening yang terletak dileher dan kepala. Umumnya
pasien didiagnosis pada usia 20 sampai 30 tahun dan juga pada usia lebih dari 60
tahun.(Indofatin, 2015).
B. ETIOLOGI
a. Limfoma Hodgkin
Etiologi limfoma Hodgkin saat ini tidak diketahui, tetapi laboratorium
dan epidemiologis bukti mendukung paparan infeksius sebagai penyebab
potensial. Studi menunjukkan peningkatan risiko Limfoma Hodgkin pada
pasien yang telah terinfeksi virus Epstein-Barr (EBV); dan banyak pasien
mengalami aktivasi EBV bahkan sebelum timbulnya limfoma Hodgkin. EBV
ditemukan di sekitar 40% dari semua kasus limfoma Hodgkin klasik, dan
sering diamati pada kasus seluler campuran dan limfoma Hodgkin yang
kekurangan limfosit. Reed – Sternberg cell (besar, bilobate, sel multinuklear),
sel-sel ganas pada limfoma Hodgkin, terkait dengan EBV.
Individu yang tertekan imun juga berisiko jauh lebih tinggi untuk
mengalami limfoma Hodgkin. Seperti pasien dengan imunosupresi bawaan,
transplantasi organ padat penerima, dan pasien yang terinfeksi human

20
immunodeficiency virus (HIV). Meskipun berisiko mengembangkan limfoma
Hodgkin sekitar tujuh kali lipat lebih besar pada pasien dengan HIV, tingkat
CD4 mungkin bervariasi tergantung pada subtipe limfoma Hodgkin. Faktor
genetik juga dikaitkan dengan peningkatan risiko limfoma Hodgkin. Yang
terkuat bukti menunjukkan bahwa gen penting dalam etiologi limfoma
Hodgkin berasal studi kembar identik, yang menunjukkan bahwa kembar
identik yang tidak terpengaruh memiliki peningkatan hampir 100 kali lipat
risiko.
b. Limfoma Non Hodgkin
Etiologi NHL tidak diketahui, meskipun beberapa penyakit genetik, agen
lingkungan, dan agen infeksi berhubungan dengan pengembangan NHL.
Peningkatan insidensi NHL adalah terlihat di banyak keadaan imunodefisiensi
bawaan dan didapat, mendukung peran imun disregulasi dalam etiologi
NHL.Pasien dengan kelainan imunodefisiensi bawaan seperti Sindrom
Wiskott-Aldrich dan ataksia telangiectasia, memperoleh kelainan
imunodefisiensi seperti AIDS, dan mereka yang menerima imunosupresi
farmakologis kronis dalam pengaturan organ padat transplantasi cenderung
untuk pengembangan NHL. Penyakit autoimun (Hashimoto tiroiditis, sindrom
Sjögren) menyebabkan peradangan kronis pada limfoid terkait mukosa tissue
(MALT), yang mempengaruhi pasien untuk keganasan limfoid berikutnya.
Autoimun lainnya penyakit, seperti systemic lupus erythematosus dan
rheumatoid arthritis, juga berhubungan dengan pengembangan NHL.
Infeksi tertentu berhubungan dengan perkembangan limfoma. EBV
ditemukan di garis sel dari tumor pasien dengan limfoma Burkitt Afrika
(endemik), dan EBV DNA terkait dengan hampir semua kasus limfoma Burkitt
endemik. Namun, EBV dikaitkan dengan limfoma Burkitt sporadis pada 15%
hingga 85% kasus. EBV juga dikaitkan dengan posttransplant gangguan
limfoproliferatif dan beberapa limfoma pada pasien dengan AIDS atau bawaan
imunodefisiensi. Virus limfotropik sel-T manusia tipe 1 adalah retrovirus
manusia pertama terkait dengan keganasan. Infeksi virus limfotropik sel-T
manusia tipe 1, terutama di Indonesia anak usia dini, sangat terkait dengan
bentuk agresif limfoma sel-T, yang dikenal sebagai orang dewasa Leukemia /
limfoma sel-T. Virus limfotropik sel-T manusia tipe 1 endemik di bagian
selatan Jepang, Afrika, Amerika Selatan, dan Karibia. Di daerah endemik,

21
lebih dari 50% dari semua kasus NHL adalah leukemia / limfoma sel T dewasa.
Virus ketiga yang terkait dengan NHL adalah human herpes virus 8 (juga
disebut sebagai herpesvirus terkait sarkoma Kaposi [KSHV]). Virus ini
awalnya diisolasi dari lesi sarkoma Kaposi pada pasien AIDS. Infeksi lambung
dengan Helicobacter pylori, a bakteri gram negatif yang mengarah ke gastritis
kronis, dikaitkan dengan limfoma MALT lambung. Akhirnya, virus hepatitis C
telah dikaitkan dengan limfoma zona marginal limpa dan nodal.
Sejumlah agen fisik juga terkait dengan pengembangan NHL. Paparan
terhadap herbisida, khususnya fenoksil herbisida, dikaitkan dengan
pengembangan NHL. Ini pengamatan dapat menjelaskan mengapa pekerjaan
tertentu, seperti petani, pekerja kehutanan, dan pekerja pertanian, dikaitkan
dengan risiko NHL yang lebih tinggi. Paparan pestisida untuk perawatan kebun
adalah juga meningkat pada populasi umum. Risiko NHL yang lebih tinggi
juga terkait dengan paparan pelarut dan pewarna kimia lainnya, paparan radiasi
dari ledakan nuklir, dan asupan tinggi daging dan lemak makanan. Merokok
atau konsumsi alkohol tidak sangat terkait dengan peningkatan risiko NHL.
(Dipiro JT et al, 2015)
C. PATOFISIOLOGI
a. Limfoma hodgkin
Reaksi berantai polimerase sel tunggal dan analisis microarray DNA
menunjukkan bahwa hampir semua kasus limfoma Hodgkin klasik dan
semuanya Limfoma Hodgkin yang dominan limfosit nodular memiliki penataan
ulang gen imunoglobulin, yang menunjukkan asal sel B pusat germinal atau
pusat postgerminal. Menariknya, hampir semuanya Sel Reed – Sternberg gagal
mengekspresikan protein permukaan sel khusus sel-B. Proses transkripsi sel B
terganggu selama transformasi maligna, yang mencegah ekspresi penanda
permukaan cell B dan produksi asam ribonukleat pembawa imunoglobulin.
Kegagalan untuk mengekspresikan imunoglobulin yaitu berupa apoptosis, tetapi
karena perubahan jalur apoptosis normal, kelangsungan hidup sel dan
proliferasi lebih disukai. Reed– Sel Sternberg mengekspresi faktor nuklir-κ B,
yang berhubungan dengan proliferasi dan sel sinyal antiapoptotik. Infeksi
dengan patogen virus dan bakteri meningkatkan regulasi faktor nuklir-κ B dan
akibatnya dihipotesiskan untuk terlibat dengan etiologi limfoma Hodgkin.

22
(Dipiro jt et al, 2015)

23
D. GAMBARAN KLINIS
a. Limfoma Hodgkin
Sebagian besar pasien dengan limfoma Hodgkin datang dengan keluhan
kelenjar getah bening yang tidak nyeri, kenyal, membesar di daerah
supradiafragmatik dan umumnya memiliki keterlibatan nodal mediastinum.
Hodgkin Limfoma kadang-kadang didiagnosis pada pasien tanpa gejala yang
memiliki massa mediastinum dengan radiografi dada atau prosedur pencitraan
lain. Adenopati asimptomatik pada inguinalis dan daerah aksila mungkin hadir
saat diagnosis tetapi kurang umum Pasien juga bisa hadir dengan gejala
konstitusional (gejala B) sebelum ditemukannya pembesaran kelenjar getah
bening, dan gejala-gejala ini termasuk demam, keringat malam yang basah

24
kuyup, dan penurunan berat badan. Saat didiagnosis, ini gejala dapat muncul
pada sekitar 25% dari semua pasien dan hingga 50% pasien dengan penyakit
lanjut. Pasien juga dapat mengalami gejala nonspesifik lainnya termasuk
pruritus, kelelahan, dan perkembangan rasa sakit setelah konsumsi alkohol di
situs di mana node terlibat. 3 manifestasi ekstranodal, seperti sebagai
keterlibatan usus dan hati, jauh lebih jarang terjadi pada limfoma Hodgkin
dibandingkan NHL.

Terbagi atas 4 jenis, yaitu:


1. Nodular Sclerosing limfosit
2. mixed cellularity
3. rich limphocyte
4. limphocyte depletio

Perjalanan
Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian
Penyakit
Limfosit Sel Reed-Stenberg sangat sedikit 3% dari
Lambat
Predominan tapi ada banyak limfosit kasus
Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg
Sklerosis & campuran sel darah putih 67% dari
Sedang
Noduler lainnya; kasus
daerah jaringan ikat fibrosa
Selularitas Sel Reed-Stenberg dalam jumlah 25% dari Agak cepat

25
Campuran yang sedang & campuran sel kasus
darah putih lainnya
Banyak sel Reed-Stenberg &
Deplesi sedikit limfosit 5% dari
Cepat
Limfosit jaringan ikat fibrosa yang kasus
berlebihan
LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya
di mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi
metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat
tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering
metastasis ke sum-sum tulang (Dipiro jt et al, 2015).
b. Limfoma Non Hodgkin
Pasien dengan limfoma non-Hodgkin datang dengan berbagai gejala,
tergantung pada tempat keterlibatan dan apakah keterlibatan tumor nodal atau
ekstranodal. Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada
umumnya non-spesifik, diantaranya :
1. Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
2. Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas
3. Keringat malam banyak
4. Cepat lelah
5. Penurunan nafsu makan
6. Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
7. Nyeri tulang belakang
8. Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak
atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas
akibat pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun
splenomegali.

Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis


yang kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran
> 6-10 cm atau mediastinum >33% rongga toraks). Menurut Lymphoma
International Prognostic Index, temuan klinis yang mempengaruhi prognosis
penderita LNH adalah usia >60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau
organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi)
(Kemenkes RI, 2016).

26
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium.
Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal
penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan
bersama sebagai stadium lanjut.
1.Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening, contohnya dileher atau bawah ketiak.
2.Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening.
3.Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, limfoma berada di organ atau jaringan
sekitar kelenjar getah bening.
4.Stadium IV : Penyebaran Limfoma sudah sangat menyebar, limfoma sudah
menyebar ke seluruh organ atau jaringan selain di kelenjar
getah bening, atau bisa juga berada dalam hati, darah, atau
sum-sum tulang.

(Indofatin, 2015)
E. DIAGNOSIS
a. Limfoma Hodgkin
Tes laboratorium
a) Hitung darah lengkap, tes fungsi ginjal dan hati, dan elektrolit serum
harus dilakukan.

27
b) Kadar dehidrogenase laktat mungkin bermanfaat sebagai faktor
prognostik dan untuk memantau respons untuk terapi.
Tes Diagnostik Lainnya
Radiografi dada dan CT scan dada, perut, dan panggul dilakukan secara rutin.
b. Limfoma Non Hodgkin
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pembesaran KGB
b. Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa)
c. Performance status: ECOG atau WHO/Karnofsky
2. Pemeriksaan Diagnostik
Biopsi eksisional atau core biopsy. Biopsi KGB dilakukan cukup
pada 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial, dan perifer. Jika
terdapat kelenjarsuperfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak
perlu biopsi intraabdominal atau intratorakal. Kelenjar getah bening yang
disarankan adalah dari leher dan supraclavicular, pilihan kedua adalah
aksila dan pilihan terakhir adalah inguinal.Spesimen kelenjar diperiksa:
a. Rutin Histopatologi: sesuai klasifikasi WHO terbaru
b. Khusus Immunohistokimia Molekuler (hibridisasi insitu) EBV
3. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap, tes fungsi ginjal dan hati, dan elektrolit serum
harus dilakukan.
b. Tes Diagnostik Lainnya
c. Radiografi dada dan CT scan dada, perut, dan panggul dilakukan
secara rutin.
(Dipiro JT et al, 2015)
F. TUJUAN TERAPI
a. Limfoma Hodgkin
Tujuan pengobatan limfoma Hodgkin adalah untuk memaksimalkan
kesembuhan dengan meminimalkan komplikasi terkait pengobatan jangka
pendek dan jangka panjang. Menurut Surveillance, Epidemiologi, dan
database Hasil Akhir (SIER), kelangsungan hidup relatif 5 tahun yang
disesuaikan lebih besar dari 80%. Oleh karena itu, tujuan pengobatan semua
tahap limfoma Hodgkin harus disembuhkan.
b. Limfoma Non Hodgkin

28
Tujuan utama dalam pengobatan NHL adalah untuk meringankan gejala,
menyembuhkan pasien dari penyakit sedapat mungkin, dan meminimalkan
risiko toksisitas serius. Strategi perawatan tergantung pada banyak faktor,
termasuk usia pasien, penyakit yang menyertai, jenis penyakit, stadium
penyakit, lokasi penyakit, dan preferensi pasien (Dipiro JT et al, 2015)
G. FARMAKOTERAPI
a. Limfoma Hodgkin
Pendekatan Umum untuk Pengobatan
Kemoterapi kombinasi adalah modalitas pengobatan utama bagi sebagian
besar pasien dengan Hodgkin limfoma. Secara umum, pasien dengan limfoma
Hodgkin tahap awal diobati dengan kombinasi kemoterapi dan radiasi, sedangkan
pasien dengan penyakit stadium lanjut diobati kombinasi kemoterapi dengan atau
tanpa terapi radiasi. Radiasi sering menjadi bagian integral dari rencana perawatan.
Pasien yang dipilih dengan penyakit tahap awal (biasanya histologi dominan
limfosit nodular) dapat menerima radiasi sebagai satu-satunya pengobatan
modalitas, sedangkan sebagian besar pasien akan menerima kemoterapi dan
radiasi.
Pengobatan Penyakit yang Menguntungkan pada Tahap Awal
Pasien dengan penyakit stadium IA atau IIA dan tidak ada faktor risiko
buruk (penyakit ekstranodal, penyakit besar, tiga atau lebih situs keterlibatan nodal,
atau eritrosit laju sedimentasi ≥50 mm / jam [≥13,9 μm / s]). Radiasi
dipertimbangkan menjadi pengobatan pilihan untuk stadium IA dan penyakit IIA.
Pedoman NCCN saat ini merekomendasikan bahwa pasien dengan penyakit
menguntungkan tahap awal menjadi diobati dengan dua siklus rejimen Stanford V
(doxorubicin, vinblastine, mechlorethamine, etoposide, vincristine, bleomycin, dan
prednisone) atau empat siklus ABVD (doxorubicin Regimen [Adriamycin],
bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine, diikuti oleh konsolidatif radiasi. Dengan
pendekatan ini, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun bebas dan tingkat
kelangsungan hidup keseluruhan > 90% bisa dicapai.
Pengobatan Penyakit Awal yang Tidak Menguntungkan
Pasien dengan penyakit tahap awal yang memiliki fitur tertentu yang terkait
dengan prognosis yang buruk (B gejala, penyakit ekstranodal, penyakit besar, tiga
atau lebih situs keterlibatan nodal, atau laju sedimentasi eritrosit> 50 mm / jam
[≥13,9 μm / s]) didefinisikan sebagai memiliki penyakit yang tidak

29
menguntungkan. Kelompok yang berbeda atau uji klinis memiliki definisi berbeda
untuk penyakit yang tidak menguntungkan. saat ini pedoman merekomendasikan
terapi modalitas gabungan (kemoterapi kombinasi dan bidang yang terlibat) radiasi)
untuk mengurangi tingkat kekambuhan dan menghindari toksisitas yang terkait
dengan radiasi medan panjang.
Pengobatan Penyakit Stadium Lanjut
Penyakit stadium lanjut terdiri dari penyakit stadium III dan IV. Dalam
beberapa penelitian, tahap IIB dengan besar massa mediastinum atau penyakit
ekstranodal juga dianggap sebagai penyakit stadium lanjut (Tabel 109-2). Oleh
definisi, pasien dengan penyakit stadium III dan IV memiliki tumor di kedua sisi
diafragma, yang hampir selalu menghalangi penggunaan radiasi saja sebagai
modalitas terapi. Kombinasi intensif kemoterapi adalah pengobatan utama,
meskipun beberapa pasien akan mendapat manfaat dari radiasi mengikuti
kemoterapi. Kemoterapi MOPP adalah pengobatan utama untuk pasien dengan
stadium lanjut Limfoma Hodgkin stadium III dan IV. Mechlorethamine, vincristine,
procarbazine, dan prednisone (MOPP) adalah salah satu rejimen pertama yang
sangat efektif diperkenalkan untuk mengobati limfoma Hodgkin.
Kombinasi Regimen Kemoterapi untuk Hodgkin Limfoma

30
 Tabel Kombinasi Regimen Kemoterapi untuk Limfoma Hodgkin

b. Limfoma Non Hodgkin


Pengobatan tahap Awal
a. Stadium I dan stadium II nonbulky harus diterapi dengan tiga atau empat
siklus rituximabdan CHOP (R-CHOP) (Tabel 63–3) diikuti oleh RT
lokoregional.
b. Pasien dengan setidaknya satu faktor risiko buruk harus menerima enam siklus
R-CHOPdiikuti oleh RT locoregional.
Pengobatan Penyakit Lanjutan
a. Fase besar II dan stadium III dan limfoma IV harus diterapi dengan R-CHOP
atau
rituximab dan kemoterapi mirip CHOP hingga mencapai respons komplit
(biasanya empat siklus). Dua atau lebih siklus tambahan harus diberikan

31
setelah selesai respons untuk total enam hingga delapan siklus. Terapi
pemeliharaan setelah selesai.
b. Pertimbangkan kemoterapi dosis tinggi dengan HSCT autologus pada pasien
berisiko tinggi yang menanggapi kemoterapi standar dan memenuhi kriteria
HSCT.

Harus diulang setiap 21 hari. Rituximab 375 mg / m2 pada hari 1 umumnya


ditambahkan (R-CHOP). Dosis Vincristine dibatasi pada 2 mg.
c. Meskipun secara historis orang dewasa lanjut usia memiliki respons lengkap
yang lebih rendah dan tingkat kelangsungan hidup dibandingkan pasien yang
lebih muda, R-CHOP dosis penuh direkomendasikan sebagai pengobatan awal
untuk limfoma agresif pada orang tua.
(Dipiro JT et al, 2014).
H. EVALUASI TERAPI
1. Hasil utama yang harus diidentifikasi adalah respon tumor, yang didasarkan
pada fisik pemeriksaan, bukti radiologis, PET / computed tomography (CT)
scanning, dantemuan dasar lainnya.
2. Pasien dievaluasi untuk respon pada akhir empat siklus atau, jika perawatan
lebih singkat,pada akhir perawatan.
(Dipiro JT et al, 2014)

32
BAB III
STUDY KASUS

1. KASUS KANKER PROSTAT


a. Identitas Pasien
Nama : Tn. Mide
RM : 048947
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 01/07/1943
Umur : 72 tahun
Alamat : Jl. Samanre, Bone
Pekerjaan : Swasta
MRS : 12-12-2015
Perawatan : Kamar 417
DPJP : dr.M. Asykar Palinrungi , Sp.U
b. Anamnesis
Keluhan Utama : Sulit buang air kecil
c. Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 1 bulan yang lalu, pasien kadang harus menunggu lama dan
mengejan saat ingin kencing. Saat buang air kecil, pancaran urin melemah dan
terputus – putus serta menetes saat akhir buang air kecil dan rasa tidak puas saat
selesai kencing. Pasien juga mengeluh sering kencing setiap dua sampai empat kali
dalam dua jam. Pasien kadang sulit menahan kencing, pasien juga mengaku sering
terbangun saat tengah malam hanya untuk buang air kecil sebanyak tiga kali. Pasien
merasa terganggu untuk melakukan aktivitas sehari- hari karena keluhan sulit buang
air kecil ini. Skor IPSS pada pasien ini 30 (berat). Penurunan berat badan ada 5kg
dalam 2 bulan.
Riwayat buang air kecil berpasir tidak ada. Riwayat buang air kecil bercampur
darah tidak ada. Riwayat nyeri pinggang tidak ada. Riwayat mual atau muntah tidak
ada. Riwayat demam tidak ada.
Riwayat penyakit sebelumnya: riwayat penyakit gula disangkal, riwayat
penyakit tekanan darah tinggi tidak ada, riwayat penyakit asma tidak ada. Riwayat
penyakit usus turun dan / atau wasir tidak ada.
d. Pemeriksaan fisik
1. Status generalisata: sakit sedang/gizi kurang/compos mentis
BB : 45kg
TB : 168 cm

33
IMT: 16,07 Kg/m2
2. Status vitalis:
BP : 120/80 mmHg
HR :78x/menit
RR : 20x/menit
T :36,6o C
3. Pemeriksaan colok dubur
Sfingter mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, teraba pembesaran prostat
ukuran ± 3 cm kearah rektum dengan konsistensi padat keras, simetris kiri dan
kanan, permukaan berbenjol-benjol, pole atas dapat dicapai dengan bimanual
palpasi. Dengan bimanual palpasi tidak teraba massa maupun batu pada buli-buli.
Handschoen: lendir tidak ada, feses tidak ada, darah tidak ada. Prostat membesar
dengan volume 72 ml. Tampak kalsifikasi di dalamnya.
e. Diagnosis
Hipertropi Prostat Grade III Suspek Malignansi
f. Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN NILAI NILAI NORMAL

WBC 7,82 4.00 - 10.0x10^3/ul


HGB 11,1 13.0 - 17.0 gr/dl
RBC 3,20 4.00 - 6.00 10^6/Ul
PLT 460 150 - 400 x10^3/u
Ureum 34 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,0 L(<1.3), P(<1.1) mg/dl
GDS 133 80-180 /dl

PEMERIKSAAN NILAI NILAI NORMAL

ELEKTROLIT
Natrium 141 136 – 145mmol/l
Kalium 4,1 3.5 - 5.1 mmol/l
Klorida 106 97 – 111 mmol/l
KIMIA DARAH
SGOT 22 < 35 U/L
SGPT 9 < 45 U/L
PSA >100 0-4,00 ng/mL

34
g. Penatalaksanaan
BIOPSI
TUR- P
HASIL BIOPSI (18-12-2015)
ADENOCARCINOMA PROSTATE, POORLY DIFFERENTIATED
(GLEASON SCORE 5+4=9)
h. Pembahasan
Dari kasus di atas, Tn. MD usia 72 tahun dengan keluhan sulit buang air kecil.
Dari anamnesa didapatkan pasien mempunyai gejala hesitancy, straining, weak
stream, intermittency, feeling of incomplete emptying,frequency, terminal dribbling
dan nocturia yang merupakan gejala obstruksi dan iritasi. Dari hal ini kita dapat
memperkirakan bahwa ada gangguan pada saluran kemih pada sistem urogenital yang
dapat berupa obstruksi akibat hipertrofi prostat atau karsinoma prostat.
Pada rectal toucher pasien ini ditemukan spincter ani mencekik, mukosa licin,
ampula kosong, teraba pembesaran prostat ukuran ± 3-4 cm kearah rektum dengan
konsistensi padat keras, permukaan berbenjol-benjol, simetris kiri dan kanan, pole
atas dapat dicapai dengan bimanual palpasi dan pada handscoen didapatkan feses
tidak ada, lendir tidak ada, darah tidak ada. Suatu keganasan pada prostat bila pada
rectal toucher ditemukan konsistensi keras, berbenjol, tidak rata, dan asimetris dan
pada pasien ini ditemukan hal-hal tersebut sehingga suatu massa atau keganasan dapat
dicurigai. Dan grade pembesaran prostat dapat dikategorikan sebagai grade III karena
penonjolan kearah rectum berukuran 3-4cm dan ditemukan juga pole atas dapat
diraba dengan bimanual palpasi yang juga masuk dalam rectal grading yakni grade
III. Oleh karena itu, pasien diagnosis dengan hipertropi prostat grade III suspek
malignansi.
Untuk mengklarifikasikan adanya pembesaran prostat dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang yaitu Pemeriksaan laboratorium, PSA dan USG Abdomen.
Pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) dilakukan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya karsinoma prostat dimana nilai normal PSA adalah 0.5- 4
ng/ml. Namun, kondisi-kondisi lain seperti prostatitis, BPH, olahraga berat, dan umur
dapat meningkatkan nilai PSA. Hasil PSA pada pasien ini terjadi peningkatan dengan
nilai >100 ng/ml. USG Abdomen menilai kondisi buli-buli, volume prostat, dan
mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat atau batu prostat. Hasil dari USG
Abdomen didapatkan hipertrofi prostat (volume prostat 72 ml).

35
Berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan diagnosis pasien adalah hipertrofi prostat grade III suspek malignansi
Pada pasien ini ,tindakan yang dilakukan adalah TUR P dan biopsi untuk
menegakkan keganasan yang dicurigai. TUR P adalah sebuah operasi yang
dimaksudkan menghilangkan bagian dari prostat yang menekan uretra. TUR P
menggunakan sebuah prosedur endoscopic dimana dapat dilihat secara langsung
bagian yang akan di resected melalui alat yang dimasukkan melalui uretra.
Pengerokan jaringan dilakukan dengan electrokauter. Tindakan ini dilakukan dibawah
general anastesi maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masi dianggap
aman dan tingkat morbiditas yang minimal. Dan setelah jaringan prostat diresecsi
maka jaringan akan di periksakan di patalogi anatomi untuk mengetahui keganasan
yang dicurigai pada pasien ini. Dan di dapatkan hasil biopsy yakni adenocarsinoma
prostat, poorly differentiated dengan scor glaeson sebesar 5+4=9. Score gleason
diperuntukkan untuk kanker prostat berdasarkan gambaran mikroskopiknya. Score
gleason sangat penting karena score gleason yang tinggi berhubungan dengan
prognosis yang buruk. Score gleason berkisar antara 2 sampai 10. score gleason
dengan nilai 2 menandakan prognosis yang baik sedangkan nilai 10 menandakan
prognosis buruk. Klasifikasi glaeson yakni 2-4 well differentiated,5-7 moderatily
differentiated dan 8-10 poorly differentiated. Dan pada pasien ini skornya 9 oleh
karena itu dikatagorikan kedalam poorly differentiated. Maka berdasarkan hasil
biopsi yang diperoleh, pasien di diagnosa dengan carcinoma prostat stage III.

2. KASUS KANKER OVARIUM


Seorang wanita yang bernama Ibu Ina, 55 tahun masuk Rumah Sakit dengan
keluhan rasa tak nyaman dan kembung di bagian perutnya. Dia didiagnosis Ca
Ovarium 10 bulan yang lalu dan telah menjalani kemote rapi dengan Cisplatin /
Cylophospamide sampai siklus ke 6. Selain itu juga diberi Ferrous sulfate 325mg PO
TID.
Riwayat Sosial : Dia punya riwayat merokok dan minum alcohol, pergaulan
bebas, dan dunia malam.
Riwayat Penyakit : 10 bulan lalu didiagnosa Ca ovarium.
Riwayat Pengobatan : Kemotrapi dengan Cisplatin / Cylophospamide sampai
siklus ke 6. Ferrous sulfate 325mg PO TID.
Diagnosis : Kanker ovarium

36
a. Hasil pemeriksaan fisik
Muka pucat dengan rasa tak nyaman pada perut.
BP : 110/60 Normal : <120/80mmHg > Hipotensi
HR : 88 Normal : 60-100x/menit
RR : 18 Normal : 16- 24 x/menit
T : 37,20C
Wt : 73 kg
Ht : 165cm
BMI : 26,8 Normal : 18.5-24.9 > Over Weight
BSA : 1,83
BSA= √BB(kg) x TB (cm)
3600
Abdomen : mengembung dengan ascites dan gas.
: uterus mobilitasnya menurun dengan tumor di bagian tengah.
HEENT, COR, CHEST, EXT, NEURO : Normal
b. Hasil test laboratorium
Na : 143 Normal : 135 - 145 mmol/L
K : 4,3 Normal : 3,5 - 5,0 mEq/L
Cl : 100 Normal : 95 to 105 mEq/L
HCO3 : 25 Normal : 22 – 26
BUN : 9 Normal : 7 - 25 mg/dl
Hct : 33 Normal :37 - 47%
Hgb : 10.8 Normal : 12 - 16 g/dl > Rendah
Plts : 375 x 103 Normal : 130 - 400 thous/mcl
Cr : 0.6 Normal : 7 - 1.4 mg/dl > Rendah

c. Pemeriksaan penunjang
Ca -125 : 45 Normal : 30 – 35 U/mL > Tinggi
d. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
2. Terapi anemia
a. Sangobion & asam folat
Alasan pemilihan obat: Mengandung zat besi, asam folat dan mineral yang
digunakan untuk pembentukan darah dan untuk mengatasi rendahnya hemoglobin

37
darah ibu Ina. Penurunan hemoglobin ini dikarenakan pasienkanker biasanya
mengalami anemia sebagai salah satu manifetasi dari terjadinya kanker.
3. Terapi Kanker (Kemoterapi)
a. PAXUS - kalbe farma
Komposisi : Paclitaxel
Indikasi : Terapi lini pertama dan terapi subsekuen karsinoma ovarium
dikombinasi dengan cisplatin.
Dosis : 175mg/m²= 175mg/1.83m2 = 96mg.
Frekuensi : Tiap 21 hari
Durasi : 6 bulan.
Kontra Indikasi : neutropenia, hamil, laktasi,
Efek samping : supresi sumsum tulang, bradikardi.
Harga : 100mg/16,7ml (Rp.2.860.000)
Pasien harus diberikan premedikasi yaitu sebelum pemberian PAXUS
untuk mencegah reaksi hipersensitivitas :
a. Deksametason 20mg peroral 6 jam
b. Difenhidramin 50 mg I.V 30 - 60 menit
c. Ranitidine 50mg I.V 30- 60 menit
b. CISPLATIN EBEWE
Komposisi : cisplatin
Dosis : 27,45 mg
Frekuensi : Tiap 21 hari.
Durasi : 6 bulan
Kontra Indikasi : gangguan ginjal & daya pendengaran, hamil dan laktasi
Efek samping : Penekanan fungsi sumsum tulang, oto toksisitas tulang
Interaksi Obat : furesamide, hidralazin, propanolol.
Harga : 50mg/100ml x 1 (Rp.265.500)
Alasan Pemilihan Obat : Kombinasi paclitaxcel dan cisplatin merupakan fisrt line
terapi pada kanker ovarium.

38
3. KASUS LIMPHOMA
a. Identitas Pasien
Nama : KDASA
Umur : 21 tahun 10 bulan 5 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
Status : Belum menikah
Alamat : BTN Pesiapan Asri Persada Blok M No 2
Tanggal Rawat Inap : 28 Februari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 3 Maret 2017
b. Anamnesis
Keluhan utama : Menjalani kemoterapi ABVD yang ke VII. Pasien tidak ada keluhan
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poliklinik HOM RSUP Sanglah pada
tanggal 20 Februari 2017 untuk menjalani kontrol pengobatan limfoma hodgkin.
Berdasarkan pemeriksaan CT-scan dada yang telah pasien lakukan masih terdapat
massa tumor di daerah mediastinum berukuran 3,5 x 3.5 x 3.5 cm, namun tumor di
ketiak sudah menghilang. Pasien kemudian direncanakan untuk menjalani kemoterapi
ABVD sebanyak dua kali lagi kemudian dilihat bagaimana responnya. Pasien
menjalani rawat inap mulai tanggal 28 februari 2017 dan menjalani kemoterapi ketujuh
pasien. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan apapun. Pasien menyangkal adanya
mual, muntah, maupun rasa lemas badan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien sudah terdiagnosis Limfoma Hodgkin Stage II B
sejak bulan Agustus 2016.
e. Riwayat Penyakit dalam Keluarga: Riwayat keluhan seperti yang dialami pasien tidak
ditemukan pada keluarganya. Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat
tumor ataupun penyakit keganasan. Dikatakan kakek pasien menderita kencing manis
dan hipertensi dan ayah pasien menderita hipertensi.
f. Riwayat pengobatan dan alergi: Pasien pernah diobati dengan parasetamol,
ondansentron, dan antibiotik terhadap keluhan awal pasien sebelum didiagnosa dengan
limfoma Hodgkin. Pasien sudah menjalan 6 kali kemoterapi ABVD dan memiliki
39
riwayat transfusi darah sebelum dan sesudah kemoterapi seri ke 1. Pasien tidak pernah
mengalami alergi obat.
g. Pemeriksaan Fisik Tanda- tanda vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali per menit
RR : 18 kali per menit
Tax : 360C
Nyeri : visual analog score 0/10
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 26,6 kg/m2
h. Penatalaksanaan
Berdasarkan teori, penatalaksanaan pasien dengan penyakit limfoma Hodgkin
(LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe dan stadiumnya yang terdiri atas radioterapi,
kemoterapi dan terapi kombinasi. Pada pasien dengan LH klasik yang sudah berada
pada advance-stage disease, penatalaksanaannya dilakukan dengan pemberian
kemoterapi regimen AVBD atau BEACOPP dalam 6 sampai 8 siklus dan diikuti
dengan pemberian radioterapi sesuai dengan ukuran limfoma. Pada kasus,
penatalaksanaan pasien dilakukan dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD yang
sudah dilakukan selama 7 siklus. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara
penatalaksanaan pada pasien dengan penatalaksanaan pasien dengan penyakit LH
berdasarkan teori.

40
41
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penyakit kanker merupakan penyakit yang sangat mematikan dan sangat
berbahaya dan juga sangat mematikan karena akibat pertumbuhan tidak normal dari
sel-sel jaringan tubuh yangberubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya,
sel-sel kanker ini dapat menyebar kebagian tubuh lainnya sehingga dapat
menyebabkan kematian.
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yangberubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel
kanker ini dapat menyebar kebagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan
kematian. Kanker adalah istilah yangmencakup sekelompok kompleks lebih dari
berbagai jenis penyakit kanker. Kanker dapat mempengaruhi hampir setiap organ
dalam tubuh manusia diantaranya kanker prostat, kanker ovarium dan kanker
limphoma seperti yang telah dibahas dimakalah ini.
Kanker prostat merupakan suatu penyakit kanker yang menyerang kelenjar
prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara abnormal dan tidak terkendali,
sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yang merupakan keganasan
terbanyak diantara sistem urogenitalia pada pria. Kanker ovarium adalah tumor
ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita
berusia 50 –70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul,
dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah
menyebar ke hati dan paru-paru. Sedangkan limfoma adalah kanker yang berasal
dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini
bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe
diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang.
B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak yang belum penulis bahas tentang
penyakit kanker prostat, ovarium dan limphoma sehingga tentunya masih banyak
kekurangan. Oleh karna itu, diharapkan kepada penulis lain yang ingin
mengangkat tema yang sama agar lebih baik dan lebih detail serta bermanfaat untuk
pembaca, selain itu penulis terbuka kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.

42
DAFTAR PUSTAKA

Basuki B. Purnomo, 2011, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog


Dalam Terbitan (KTO) Jakarta

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih
bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edition., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik. Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Indofatin.2015. Data dan Kondisi Penyakit Limfoma di Indonesia. Jakarta : Kemenkes

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KNPK), 2015, Panduan Nasional Penanganan


Kanker Prostat, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI.2016.Limfoma Non Hodgkin.Jakarta : Komite Penanggulangan Kanker


Nasional

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology: Clinical Concept of Disease Processes.
3th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Priyanto. 2007. Toksisitas Obat, Zat Kimia dan Terapi Antidotum. Leskonfi. Depok:
Angkasa press

Purnomo, B.B., 2009, Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua, Sagung Seto, Jakarta.

Sudoyono dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

43
44

Anda mungkin juga menyukai