Anda di halaman 1dari 5

Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya

e-ISSN:2623-0305
Vol. 00 No. 00, bulan tahun
Page

JUDUL
Kajian Perbedaan Wujud Tokoh Wayang Kresna, Arjunasasrabahu dan Rama
pada Wayang Kulit Purwa

Kresna Gumilar1), Vina Sifana2), Nick Julio Siahaan3), Reinard Carlson Valentius4).
1
201846500692, Fakultas Bahasa dan Seni, UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2
201846500704, Fakultas Bahasa dan Seni, UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
3
201846500711, Fakultas Bahasa dan Seni, UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
4
201846500778, Fakultas Bahasa dan Seni, UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

Email:

Abstrak
Kata Kunci:

Abstract
Keywords:

PENDAHULUAN
Keturunan raja-raja Mandura ini disebut pula Yadawa, artinya keturunan bangsa Yadu,
karena Prabu Yadawa pernah memerintah negara Mandura, dan sebagai sumber leluhurnya
adalah Batara Guru. Salah satu keturunan Yadawa adalah Prabu Kresna yang merupakan titisan
Batara Wisnu yaitu titisan ke sembilan (9), untuk membasmi kejahatan dunia. Watak kejahatan
tersebut diwujudkan tokoh Kurawa raja negara Hastina yaitu Prabu Duryudana yang masih
saudara Pandawa. Di Mandura pernah pula terjadi perjuangan para putra Basudewa, ketika
terjadi perebutan kekuasaan oleh Prabu Kangsadewa. Raja tersebut mendapat ilham yang
intinya Prabu Kangsadewa harus membunuh dua orang anak berkulit hitam dan putih. Kedua
anak tersebut yang berkulit hitam adalah Narayana yang kemudian menjadi Prabu Kresna, dan
yang berkulit putih (bule) adalah Kakrasana yang kemudian menjadi Prabu Baladewa. Namun
berkat bantuan para Pandawa, rencana pembunuhan tersebut dapat digagalkan, bahkan dapat
membinasakan Prabu Kangsadewa, dan rakyat Mandura bisa hidup tenang, aman, dan sentosa.
(Supriyono, Jilid 1, 2008 : 168)

1
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya | Vol. 00 No.00 | Hal.

Gambar 1. Wayang Kresna


Arjunasasrabahu adalah seorang raja Negara Mahespati. Ia memiliki kekuatan yang
menitis dari Batara Wisnu. Raja ini berpermaisurikan Dewi Citrawati dari Negara Widarba. Cara
melamar sang istri diceritakan sangat unik. Bambang Sumantri yang telah berhasil menyunting
Dewi Citrawati, menginginkan perang tanding melawan Arjunasasrabahu. Ini ditanggapi oleh
Prabu dan kalahlah Sumantri oleh Prabu. Sumantri kemudian disuruh menyerahkan Dewi
Citrawati dan diperintahkan memindahkan Taman Sriwedari dari kayangan utara ke Negara
Mahespati. (Sucipto, 2010 : 45)

Gambar 2. Wayang Arjunasasrabahu


Rama adalah seorang putra sulung dari Raja Dasarata dan Ibu Kosalya. Rama merupakan
titisan Batara Wisnu yang ke tujuh (7). Di mana ia mendapat julukan sebagai Maryada
Purushottama yang artinya ‘Manusia Sempurna’. Rama merupakan seorang ksatria yang pandai

2
Judul artikel
Penulis

berperang. Sikapnya lembut, tapi ia pandai menggunakan senjata terutama panah. Karena ia
sangat rajin berlatih memanah, hingga tak ksatria lain yang menandinginya. Bahkan busur
sebesar apapun bisa dilengkungkan olehnya dan sasaran sejauh apapun bisa dikenakannya
dengan tepat. Saat ia beranjak remaja, ia memenangkan sebuah sayembara dan mendapatkan
hadiah berupa seorang istri yang bernama Dewi Shinta yang merupakan inarnasi dari Dewi
Laksmi. Hingga ia dikaruniai anak kembar bernama Kusa dan Lawa. (Supriyono, Jilid 1, 2008 :
151)

Gambar 3. Wayang Rama


Ketiga karakter wayang memiliki kesamaan sebagai titisan dewa wisnu. Menurut
Hardjowirogo (Cetakan Ke-5:1968), Untuk membasmi angkara murka, Batara Wisnu pernah
menjelma atau menitis menjadi Ramaparasu untuk menumpas para gandarwa. Menitis pada
Arjunasasra/Arjunawijaya untuk mengalahkan Prabu Rahwana. Terakhir menitis pada Prabu
Kresna untuk menjadi parampara atau penasehat agung para Pandawa guna melenyapkan
keserakahan dan kejahatan yang dilakukan oleh para Kurawa. Selain itu karakter Kresna,
Arjunasasrabahu dan Rama pun memiliki kemiripan konsep bentuk dan perwujudan dalam
wayang. Menurut Sedyatmanto (dalam Effendi:2009), wayang berguna tidak hanya sebagai
pertunjukan dan hiburan, tetapi juga untuk membentuk watak dan karakter.
Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan konsep identitas tokoh wayang Kresna,
Arjunasasrabahu dan Rama melalui ragam hias busana yang dikenakan figur wayang tersebut.
Ragam Hias atau ornamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang berdasar arti kata tersebut
berarti menghiasi. Ragam hias yang diulang-ulang, dipadukan, atau diatur sedemikian rupa
sehingga tampak rapi dapat disebut sebagai pola atau corak. Sementara itu, satu atau lebih
paduan ragam hias dapat disebut ornamen. Ornamen umumnya terdiri dari satu atau lebih ragam
hias yang diatur dalam pola-pola tertentu (James, 2003:29). Menurut Eko,dkk (2014) Ragam

3
Visual Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya | Vol. 00 No.00 | Hal.

hias Nusantara dapat ditemukan pada motif batik, tenunan, anyaman, tembikar, ukiran kayu, dan
pahatan batu. Ragam hias ini muncul dalam bentuk-bentuk dasar yang sama namun dengan
variasi yang khas untuk setiap daerah. Dalam karya kerajinan atau seni Nusantara tradisional,
sering kali terdapat makna spiritual yang dituangkan dalam stilisasi ragam hias.Sunaryo
(2009:3) mengatakan, bentuk-bentuk hiasan yang menjadi ornamen tersebut fungsi utamanya
adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias. Jenis Ragam Hias setiap
daerah berbeda-beda dan memiliki ciri khas dalam pembuatannya. Menurut muksin, dkk
(2014:5) Ragam hias ini muncul dalam bentuk dasar yang sama seperti bentuk flora, fauna,
figuratif, dan geometris.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang akan digunakan untuk memahami
dan menjelaskan atas fenomena/sasaran penelitian. Sasaran yang dimaksud adalah ornamen
yang ada pada busana/aksesoris wayang tersebut. Secara lebih khusus sasaran diarahkan pada
jenis dan bentuk ornamen, serta unsur-unsur (motif) dan prinsip-prinsip pemolaan yang
digunakan dalam perbentukan ornamen tersebut. Tahap pertama yang dilakukan melalui
penelitian ini adalah upaya anatomi wayang. Anatomi wayang tersebut digunakan sebagai bahan
identifikasi terkait dengan berbagai jenis, pola dan bentuk ornamen yang digunakan.
Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi.
Observasi dilakukan untuk mengamati kondisi fisik wayang, dan secara khusus ragam hias yang
melekat pada aksesoris/busana wayang. Proses observasi terhadap ornamen yang dimaksud
(baik motif utama maupun unsur-unsurnya) dilakukan dengan bantuan gambar/foto. Pada
intinya penelitian ini bermaksud mendokumentasi dan mengidentifikasi seluruh ragam hias
yang ada pada wayang tersebut.
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dengan langkah reduksi data, penyajian
data, verifikasi dan penarikan kesimpulan (lihat Miles dan Huberman, 1984). Reduksi data
dilakukan dalam rangka meringkas, membuat lebih ringkas, lebih sederhana atas data yang
dikumpulkan. Penyajian data dilakukan dengan penampilan baik melalui narasi, grafik, atau
tabel sesuai dengan karakteristik data yang terkumpul. Sementara verifikasi dan kesimpulan
dilakukan dalam rangka mengidentifikasi berbagai ragam atau jenis dan unsur-unsur visual yang
terdapat pada wayang. Secara khusus analisis penelitian ini juga menggunakan content analysis
atas ragam hias wayang yang ada. Content analysis yang dimaksud adalah pembacaan tekstual
atas gambaran atau visualisasi dari ragam hias yang ditampilkan. Oleh karena itu analisis
struktur visual yang mencakupi peranan garis, raut, dan unsur visual lainnya dari ornamen yang
dikaji akan ditonjolkan.

4
Judul artikel
Penulis

HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai