TINJAUAN PUSTAKA
Hepatitis adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi acut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang hati, gagal hati, serosis hati, kanker hati, dan kematian (Ling
hati. Lima kategori telah diketahui : virus Hepatitis (HAV), virus Hepatitis B (HBV),
virus Hepatitis C (HCB), agen delta yang yang berhubungan dengan HBV atau virus
Hepatitis D (HDV) dan virus Hepatitis E (HEV) (Isselbacher, 2000). Dari beberapa
Hepatitis akut dengan segala komplikasinya serta risiko menjadi kronik. Penyakit
chronic yang merupakan sumber penularan bagi lingkungan dan dapat berkembang
menjadi penyakit hati kronik seperti Chronic Active Hepatitis (CAH), sirosis dan
Pada tahun 1993 dilakukan penelitian pada pendonor darah dengan bantuan
palang merah Indonesia (PMI) dan dengan metode Elisa oleh NAMRU-2 (Naval
36,17%, dengan prevalensi yang sangat tinggi yaitu lebih dari 10% dilaporkan
dibeberapa tempat di luar pulau jawa, yaitu Ujung Pandang, Manado, Kupang dan
Mataram (Sulaiman, 1995). Penelitian pada pendonor darah PMI cabang kota
2005).
Virus Hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat
kompleks (Isselbacher, 2000). Virus Hepatitis B berupa virus DNA sirkoler berantai
ganda, termasuk family Hepadnaviradae, yang mempunyai tiga jenis antigen. Ketiga
jenis antigen tersebut yaitu Antigen Surface Hepatitis (HbsAg) yang terdapat mantel
(envelope virus), antigen ”cor’’ Hepatitis B (HbcAg) dan antigen ’’e’’ Hepatitis B
(HbeAg) yang terdapat pada nucleocapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat
merangsang timbulnya antibodi spesifik masing – masing yang disebut anti HBs, anti
Bagian virus Hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti pusatnya
(HbcAg), pembawa sifat (DNA), dan enzim pelipat ganda DNA (DNA polimerase)
dan serpihan virus (HbeAg). HbsAg terdiri dari 4 sub tipe penting yang mempunyai
penderita terdapat antigen yang berasal dari partikel virus dan antibodi humoral yang
HbsAg telah diidentifikasi dalam darah dan produk darah, saliva, cairan
vagina, dan cairan tubuh lainnya. Penularan melalui perkutaneus meliputi intra vena,
intra muscular, subcutan atau intra dermal (Chin, 2000). Penularan non perkutaneus
melalui ingesti oral telah dicatat sebagai jalur pemajanan potensial tetapi efisiensinya
cukup rendah. Di lain pihak dua jalur penularan non perkutaneus yang dianggap
HbsAg atau ibu yang menderita Hepatitis B selama kehamilan trimester ketiga atau
selama periode awal pasca partus. Meskipun kira-kira 10% dari infeksi dapat
diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua infeksi
timbul kira-kira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses menyusui.
Pada hampir semua kasus, infeksi acut pada neonatus secara klinis asimtomatik,
tetapi anak itu kemungkinan menjadi seorang carrier HbsAg (Isselbacher, 2000).
mana terdapat prevalensi infeksi virus Hepatitis B yang tinggi dengan prevalensi
HbsAg yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu HbsAg positif akan
terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga dari kehidupannya. Peranan adanya
mengandung HbsAg positif namun bila HbsAg dalam darah negatif maka daya
inkubasi) bervariasi mulai dari 45-180 hari dan rata-rata 60-90 hari (Chin, 2000).
Hepatitis B. Infeksi pada saat kelahiran umumnya tanpa manifestasi klinik tapi 90%
kemunkinan kasus menjadi kronik, di lain pihak apabila infeksi Hepatitis B terjadi
pada usia dewasa muda maka akan timbul manifestasi klinik risiko berkembang
Kurang dari 10% infeksi Hepatitis virus akut pada anak-anak dan 30% - 50%
pada orang dewasa terdeteksi secara klinis. Penderita umumnya mengalami gejala
klinis nafsu makan menurun, nyeri perut, mual, muntah dan kadang – kadang disertai
nyeri sendi dan rash dan sering berlanjut ke jaundice (Chin, 2000).
dan kematian yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B, dengan tujuan
khususnya adalah memberikan imunisasi Hepatitis B, tiga dosis kepada minimal 80%
IDAI tahun 2000 harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan. Bayi
dilahirkan dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, diberikan vaksin
rekombinan (HB Vax-IIug atau engerix B 10 ug) atau vaksin plasma derived 10 mg
secara intra muscular dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada
umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif segera diberikan 0,5 ml HBIG (Hepatitis B
Immune Globulin) sebelum usia anak satu minggu. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif,
dalam waktu 12 jam setelah lahir secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan
vaksin rekombinan (HB Vak- II 5 mg atau engerix B 10 mg) intra muscular di sisi
tubuh yang berlainan. Dosis kedua diberikan 1–2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga
pada usia 6 bulan. Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif, diberikan vaksin
rekombinan (HB Vak-II dengan dosis minimal 2,5 ug atau engerix B 10 ug), vaksin
plasma derived dengan dosis 10 ug intra muscular saat lahir sampai usia 2 bulan.
Dosis kedua diberikan 1 – 2 bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan 6 bulan
Kesulitan itu antara lain karena masyarakat belum bias menerima penyuntikan pada
bayi baru lahir dan kontak tenaga kesehatan dengan bayi baru lahir kurang karena
sebagian persalinan masih ditolong oleh dukun (Depkes RI, 2000). Koordinasi
memantau kohort ibu hamil yang dimulai saat ANC. Persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan dosis pertama imunisasi Hepatitis B diberikan segera setelah lahir
2002b).
Vaksin Hepatitis B dibuat dari bagian virus yaitu lapisan paling kuat (mantel
virus) yang telah mengalami proses pemurnian. Vaksin HB akan rusak karena
pembekuan dan karena pemanasan. Vaksin ini paling baik disimpan pada suhu 2-8ºC.
adanya perkembangan baru untuk vaksin Hepatitis B yang disebut uniject prefilled
syring Hepatitis B (Uniject HB). Penggunaan uniject HB oleh bidan di desa adalah
salah satu alternatif utama dalam upaya pengembangan Hepatitis B agar bisa segera
memberikan imunisasi pada bayi baru lahir 0-7 hari untuk mencegah terjadinya
dan perilaku tenaga kesehatan, faktor non perilaku misalnya sulitnya mencapai
sasaran pelayanan kesehatan, mahalnya biaya transportasi dan mahalnya biaya jasa
meliputi komitmen global program imunisasi, kebijakan pemerintah pusat dan daerah,
pengaruh sarana dan prasarana termasuk tersedianya vaksin dengan cukup sesuai
kebutuhan dan tenaga kesehatan yang tersedia, terjangkau oleh masyarakat dapat
pasca imunisasi (KIPI), bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi sakit, bayi prematur dan
sosial budaya masyarakat atau istiadat yang masih relatif kuat yang diyakini oleh
(rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan
dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor.
Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut
reinforcing stimulation atau reinforce yang akan memperkuat respon. Oleh karena itu
untuk membentuk perilaku seperti perilaku pemberian imunisasi Hepatitis B-0 perlu
kesehatan (Becker, 1974, 1979), perilaku ditentukan apakah seseorang : (1) percaya
bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu; (2) menganggap masalah
ini serius; (3) menyakini efektivitas tujuan pengobatan dan pencegahan; (4) tidak
(Rosentock & Kirsht, 1979 cit Gochman, 1988). Komponen kunci dari teori ini
adalah (1) perceived susceptibility (persepsi akan kerentanan), (2) perceived severity
(persepsi akan keparahan suatu penyakit), (3) perceived benefit (persepsi akan
manfaat), (4) perceived barriers (persepsi hambatan suatu perilaku pencegahan), (5)
cues to action (isyarat untuk bertindak), (6) faktor lainnya seperti sosial, dukungan
suami/keluarga, kepercayaan.
pendekatan beberapa teori perilaku sehat, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama,
yakni :
terhadap kesehatan, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan dan juga variasi demografi seperti tingkat sosial ekonomi, umur, jenis
kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu
a. Umur
Menurut Notoatmodjo (2010), umur ibu merupakan salah satu faktor yang
B-0 pada umur bayi 0-7 hari. Untuk ibu yang usia muda cenderung untuk tingkat
sedangkan ibu yang lebih tua cenderung lebih banyak pengalaman dan informasi
Hadi (2005) menemukan ada pengaruh antara umur ibu dengan pemberian
imunisasi Hepatitis B-0. Ibu yang mempunyai umur < 25 tahun status imunisasi bayi
masih rendah, kemudian meningkat pada umur ibu 25-29 tahun. Semakin bertambah
umur ibu (peningkatan 1 tahun), bayi cenderung 0,97 kali lebih rendah memperoleh
imunisasi Hepatitis B-0 pada umur 0-7 hari dibandingkan ibu yang lebih muda.
memiliki pengaruh lebih besar dalam program pelayanan kesehatan termasuk dalam
kesehatan.
faktor internal (kepercayaan) dan faktor eksternal (pendapatan) secara statistik tidak
dipengaruhi oleh pengasuhan oleh orang tua tunggal, jumlah anggota keluarga,
pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan dan kepemilikan telepon.
Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin
pada anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan
terpecah, sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk
lengkap dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi, pendidikan orang tua, pendapatan
orang tua dan jumlah anak. Diantara beberapa faktor tersebut pengetahuan ibu
c. Pekerjaan
Status dan pekerjaan ibu memberi pengaruh terhadap status imunisasi. Ibu
yang bekerja di luar rumah lebih sering memberikan imunisasi pada anaknya
Hadi (2005) menyatakan bahwa sebesar 8,44 kali lebih besar pada ibu yang
bekerja dibandingkan ibu yang tidak bekerja dalam memberikan imunisasi kepada
bayinya.
d. Pengetahuan
Gust (2004) menyebutkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua
ketidakinginan orang tua untuk mengimunisasikan bayi jika mempunyai lagi (sikap),
bayi. Selain faktor sosio ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan dan jumlah balita
dalam keluarga juga ikut memberikan kontribusi terhadap status imunisasi bayi.
Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi
pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat
imunisasi anak adalah ibu kulit hitam dan hispanic, janda, berpendidikan rendah < 12
bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi pada bayinya dikarenakan oleh faktor di
berupa anjuran dari pemimpin formal maupun non formal di masyarakat serta anjuran
tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana, sumber informasi
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung
a. Penolong persalinan
kepada masyarakat adalah tenaga profesional (dokter spesialis, dokter umum, bidan,
perawat bidan) dan dukun bayi (terlatih dan tidak terlatih), penolong persalinan harus
pemberian imunisasi Hepatitis B segera setelah bayi lahir terhitung mulai 2 jam
setelah bayi lahir. Bayi yang kelahirannya ditolong oleh tenaga tenaga kesehatan
antara penolong persalinan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7
hari, dimana ibu bersalin yang ditolong oleh petugas kesehatan memiliki peluang 7
kali untuk memberikan imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari. Jumlah anak, tempat
b. Tempat persalinan
kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan mudah merupakan salah satu
dengan kontak pertama imunisasi Hepatitis B, bayi yang dilahirkan ibu pada sarana
melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi: faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), dukungan suami, sikap dan perilaku para petugas
peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan
gunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Informasi adalah memberikan
kepada ibu rumah tangga. Makin banyak ibu kontak dengan media informasi maka
status imunisasi bayi akan baik. Sumber informasi yang paling banyak digunakan dan
disukai ibu-ibu untuk memperoleh informasi imunisasi adalah TV, radio, media
cetak.
memotivasi ibu untuk menjalankan imunisasi pada bayi yaitu, pertama karena
melaksanakan perintah, kedua untuk kesehatan anak itu sendiri dan ketiga agar
Menurut Hadi (2005) ibu yang telah mendapatkan informasi tentang imunisasi
mempunyai peluang 11,57 kali lebih besar untuk memberikan imunisasi kepada
imunisasi.
daya, disposisi, struktur birokrasi dengan cakupan imunisasi. Ada pengaruh struktur
b. Dukungan suami/keluarga
Menurut Rodin & Salovey yang dikutip oleh Niven (2002) mengemukakan
bahwa perkawinan dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling
penting. dukungan sosial sebagai info verbal/non verbal, bantuan nyata atau tingkah
laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku bagi pihak
penerima.
Siswandoyo dan Putro (2003) melakukan survei terhadap ibu–ibu anak usia
Landasan teori yang diambil adalah teori Lawrence Green (1980), yaitu faktor
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Keyakinan, nilai, sikap (variabel
demografik tertentu
Faktor Pendukung
1. Ketersediaan sumber daya
kesehatan
2. Keterjangkauan sumber daya
kesehatan Perilaku kesehatan
3. Prioritas dan komitmen
masyarakat/pemerintah
4. Keterampilan yang berkaitan
dengan kesehatan
Faktor Pendorong
1. Keluarga
2. Teman sebaya
3. Petugas kesehatan
Faktor Predisposisi
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pengetahuan
Faktor Pendorong
1. Sumber informasi
2. Dukungan suami/keluarga