Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

Tifoid

Oleh :

M. Fergiawan Bagus Hening Pratama

Pembimbing
dr. Aspri Sulanto, Sp.A

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK


SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2018
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : An. Rt
Jenis Kelamin : Laki Laki
Umur : 13 tahun
TTL : Langkapura, 10 Agustus 2005
Alamat : Labuhan Ratu
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. M
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SLTA
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk : 4 Juni 2018
Diagnosa Masuk : Colic Abdomen
Ruang Perawatan : Ruang Anak

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Os datang dengan keluhan muntah 2 hari ini
2. Keluhan Tambahan
Lemas +, mual +, tanda pendarahan -
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan muntah 2 hari ini

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan pernah pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
6. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan

C. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN


 Riwayat Kehamilan
Ibu G1P1A0 28 tahun, saat hamil ibu tidak mengalami mual dan
muntah berlebihan, ibu tidak rutin kontrol kehamilan, ibu hamil cukup
bulan.
 Riwayat Persalinan
-PBL : 49 cm
-BBL : 2800 gr
-Persalinan spontan ditolong oleh bidan
-Anak pertama
-BBLC, NCB, SMK, LSP

D. RIWAYAT PEMEBRIAN MAKANAN


ASI  2 tahun
Makanan Pendamping  6 bulan keatas

E. RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN


- Umur 3-6 bulan : telungkup, merangkak dan telentang sendiri
- Umur 6-9 bulan : tepuk tangan dan duduk sendiri
- Umur 9-12 bulan :jalan dengan bantuan, bicara kata perkata
- Umur 12-18 bulan : berjalan, bermain sendiri,minum dengan gelas.
- Umur 18-24 bulan : berlari, melompat dan mencoret-coret.
- Umur 2-4 tahun :pakai baju sendiri, bicara kalimat, makan sendiri

Kesan : pertumbuhan anak dan perkembangan sesuai umur

F. RIWAYAT IMUNISASI
Ibu Os mengatakan sudah melakukan imunisasi namun lupa kapan
dilakukannya

G. RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN


Pasien merupakan anak pertama . Ayah penderita berumur 36 tahun,
pendidikan terakhir SLTA, bekerja sebagai wiraswasta. Dan Ibu penderita
berumur 32 tahun, pendidikan terakhir SLTA tidak bekerja . Secara
ekonomi, keluarga penderita tergolong mampu.

H. SILSILAH KELUARGA

Laki-laki

Perempuan
Pasien

I. ANAMNESIS SYSTEM
Cerebrospinal System : Pusing (-), nyeri kepala (-), demam (+)
Respiration system : Sesak (-), batuk(-), pilek (-)
Cardiovascular system : tidak ada keluhan
Gastrointestinal system : BAB cair (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
Urogenital system : BAK (+)

J. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign
BB : 40 kg
TB : 157 cm
IMT : 21,36 kesan gizi baik
Nadi : 109 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 37,50C

1. Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor (+/+)
Telinga : Nyeri tekan auricular (-), massa (-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), septum deviasi (-)
Mulut : Bibir kering (-), pecah-pecah (-)
Pharing : Hiperemis (-)
Gigi : Karies dentis (-)

2. Leher
Dalam batas normal

3. Thorax
Inspeksi : sianosis (-), gerakan simetris, massa (-), perubahan warna kulit (-)
Palpasi : vokal fremitus pada semua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Aukultasi: Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
4. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, DBN, massa (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba, massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : DBN
Auskultasi: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen
Inspeksi : DBN, warna sama dengan kulit sekitar, massa (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Massa(-), Nyeri tekan abdomen (-)

6. Genitalia
Dalam Batas Normal

7. Ekstremitas
Akral hangat (+), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-)

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
1. Darah Lengkap (24 Mei 2018)

Hb : 16,5 [14 – 18] g%


Leukosit : 8200 [4500 – 10.700] ribu/ul
Eritrosit : 5.1 [4,6 – 6,2] ribu/ul
Trombosit : 158.000 [159 - 400] ribu/ul
HMT : 37 [50 - 54] vol%
Eosinofil :0 [0 - 3] %
Basofil :0 [0 - 1] %
Batang :5 [2 - 6] %
Segmen : 79 [50 - 70] %
Limfosit : 13 [20 - 40] %
Monosit :8 [2 - 8] %

L. DIAGNOSA BANDING
 colic abdomen

M. DIAGNOSA KERJA
Dispepsia

N. PENATALAKSANAAN
Kaen 3A
Ondan 2x1
Ranitidine 2x1
Ketorolace 2x1

O. FOLLOW-UP

Tanggal Follow Up Assessment Terapi


S : Nyeri abdomen + dispepsia Kaen 3A
O : KU : Lemah, CM Ondan 2x1
Nadi : 90 Ranitidine 2x1
Ketorolace 2x1
kali/menit
RR : 24 kali/menit
Suhu : 36,7,0C

4 juni
2018
S : Nyeri Abdomen dispepsia Kaen 3A
O : KU : sedang, CM Ondan 2x1
Nadi : 87 x/menit Ranitidine 2x1
RR : 22 kali/menit Ketorolace 2x1
Suhu : 36,10C

5 juni Mei
2018
S : nyeri abdomen dispepsia BLPL
berkurang, sudah tidak

6 juni ada keluhan


O : KU : sedang, CM
2018 Nadi : 90 kali/menit
RR : 23 kali/menit
Suhu : 36,70C
A. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam

BAB II

ANALISA KASUS

Pasien dibawa ke IGD RS Pertamina Bintang Amin dengan keluhan nyeri pada
bagian perut sejak 2hari yang lalu. menurut keluarga pasien, mengatakan Pasien
sering muntah, muntah kurang lebih 11x . pasien juga mengatakan ini bukan
merupakan kejadian pertama yang dialami pasien. Riwayat keluarga tidak ada
yang mengalami penyakit seperti ini. Karena keluhan tidak kunjung membaik,
pasien dibawa ke IGD RSPBA pada tanggal 4 Mei 2018 oleh keluarganya.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, Pernafasan 24 x/m, Nadi 89
x/menit, Suhu 36.50C.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kata ‘dispepsia’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) dan ‘pepse’
(digestion) yang berarti gangguan percernaan.2,5 Awalnya gangguan ini
dianggap sebagai bagian dari gangguan cemas, hipokondria, dan histeria.5
British Society of Gastroenterology (BSG) menyatakan bahwa istilah
‘dispepsia’ bukan diagnosis, melainkan kumpulan gejala yang mengarah pada
penyakit/gangguan saluran pencernaan atas.6 Definisi dispepsia adalah
kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa nyeri atau tidak
nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa terbakar, penuh,
cepat kenyang, mual atau muntah.

B. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan sekitar 15-40% populasi di dunia memiliki keluhan


dispepsia kronis atau berulang; sepertiganya merupakan dispepsia organik
(struktural).2 Etiologi terbanyak dispepsia organik yaitu ulkus peptikum
lambung/duodenum, penyakit refluks gastroesofagus, dan kanker lambung,
Namun, sebagian besar etiologi dispepsia tak diketahui (fungsional).

C. Klasifikasi
Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik (struktural)
dan fungsional (nonorganik). Pada dispepsia organik terdapat penyebab yang
mendasari, seperti penyakit ulkus peptikum (Peptic Ulcer Disease/PUD),
GERD (GastroEsophageal Reflux Disease), kanker, penggunaan alkohol atau
obat kronis.1,3 Non-organik (fungsional) ditandai dengan nyeri atau tidak
nyaman perut bagian atas yang kronis atau berulang, tanpa abnormalitas pada
pemeriksaan fisik dan endoskopi

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko kejang demam yang penting adalah :

 Demam
 Riwayat kejang demam pada orang tua atau sudara kandung
 Perkembangan terlambat
 Problem pada masa neonatus
 Anak dalam perawatan khusus
 Kadar natrium rendah

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau
lebih. Resiko rekurensi meningkat pada :

 Usia dini
 Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul
 Temperatur yang rendah saat kejang
 Riwayat keluarga kejang demam
 Riwayat keluarga epilepsi

D. PATOFISIOLOGIS

Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi

karena berbagai macam penyebab. Penyebab tersebut antara lain karena


motilitas saluran pencernaan yang tidak normal, hipersensitivitas lambung,

faktor genetik, infeksi bakteri Helicobacter pylori, faktor psikososial, dan

faktor lain seperti lingkungan dan pola makan (Yaranadi, 2013). Perubahan

pola makan yang tidak teratur mengakibatkan pemasukan makanan menjadi

kurang sehingga lambung akan kosong. Kekosongan lambung dapat

mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding

lambung. Kondisi demikian dapat menyebabkan peningkatan produksi asam

lambung yang berakibat pada dispepsia. .

E. MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS

Berbagai kondisi dapat menyebabkan dispepsia. Gejala utama biasanya rasa


nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Gejala lain yang
menyertai antara lain kembung, sendawa, merasa cepat kenyang setelah
makan, mual, dan muntah. Gejala tersebut sering kali dihubungkan dengan
makan. Rasa terbakar pada dada (heartburn) dan cairan yang terasa pahit pada
kerongkonan (waterbrash) juga termasuk gejala dispepsia. Gejala dispepsia
terjadi seperti datang dan pergi atau tidak berlangsung terus menerus
sepanjang waktu (Kenny, 2014).

F. DIAGNOSIS

Cara mendiagnosis sindrom dispepsia yaitu (Djojoningrat,

2006b):

1) Menganamnesis secara teliti dapat memberikan gambaran keluhan yang

terjadi, karakteristik dan keterkaitannya dengan penyakit tertentu, keluhan

bisa bersifat lokal atau bisa sebagai manifestasi dari gangguan sistemik.
Harus menyamakan persepsi antara dokter dengan pasien untuk

menginterpretasikan keluhan tersebut.

2) Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau

intra lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang

sesuai dengan adanya rangsangan peritoneal/peritonitis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi

seperti lekositosis, pankreatitis (amilase/lipase), dan keganasan saluran cerna.

4) Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainankelainan

seperti: batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hepatis dan sebagainya.

5) Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) sangat dianjurkan

bila dispepsia itu disertai oleh keadaan yang disebut alarm symtomps yaitu

adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya

obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan

terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada

gangguan organik terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi

diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat

adanya kelainan struktural atau organik intra lumen saluran cerna bagian atas

seperti adanya tukak/ulkus, tumor dan sebagainya, juga dapat disertai

pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk

memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti

mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.


6) Pemeriksaan radiologi dapat mengidentifikasi kelainan struktural

dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran

yang mengarah ke tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada kelainan

yang bersifat penyempitan/ stenotik/ obstruktif dimana skop endoskopi tidak

dapat melewatinya

G. PENATALAKSANAAN

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori

1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi

sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang

disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di

masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1.Antasid 20-150 ml/hari Golongan obat ini mudah didapat dan murah.

Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya

mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.

Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk

mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama,

juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun

dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa

MgCl2.

2. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik.

Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%.

Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk

mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang

termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin,

ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI

adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan

enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam

lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi

prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,

meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat

mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang

bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas

(SCBA).

6. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid,

domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk

mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah

refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).

7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat


antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena

tidak

jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti

cemas dan depresi.

Anda mungkin juga menyukai