Anda di halaman 1dari 12

ANATOMI RONGGA THORAX

Rongga thorax adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen. Thorax

dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada

sternum. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari

sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang

rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum,

kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada

tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam abdomen

penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. 1

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Dada.


Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax.

Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculusgelang bahu lainnya membentuk

lapisan musculus posterior dinding posterior thorax.Tepi bawah musculus pectoralis mayor

membentuk lipatan/plika axillaris posterior. 1

Dasar torak dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan

struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen dari

rongga torak serta terfiksasi pada batas inferior dari sangkar dada. Diafragma termasuk salah satu

otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta

esophagus. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan

gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus interkostalis

dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui

trakea dan bronkus. Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam

kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler

melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal

bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam

ventilasi paru ± paru selama respirasi biasa /tenang sekitar 75%. 1,2

Rongga torak (Cavitas thoracis) terdapat Rongga Pleura adalah membran aktif yang

disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis

debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura merupakan selaput tipis yang

membungkus paru – paru :

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;

1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang

disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang

diproduksi oleh selaput tersebut. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura

ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama ± sama dengan pleura parietalis,yang

melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru. pada setiap arah

dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang ada. 1

Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum meluas dari aperture

thoracis superior ke diafragma di sebelah kaudal, dan dari sternum dan cartilage costalis di sebelah

ventral ke corpus vertebrae thoracica di sebelah dorsal. Struktur dalam mediastinum diliputi oleh

jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe, kelenjar limfe dan lemak. Jarangnya jaringan ikat, dan

elastisitas paru-paru dan pleura parietalis memungkinkan mediastinum menyesuaikan diri kepada

perubahan gerak dan volume dalam rongga torak. Mediastinum dibagi menjadi bagian cranial

(mediastinum superius) dan bagian kaudal. Mediastinum bagian atas meluas ke arah kaudal dari

aperture thoracis superior sampai pada bidang melalui angulus sterni dan tepi bawah veftebra T4.
Mediastinum bagian bawah yang meluas antara bidang tersebut dan diafragma, dibedakan atas

sektor ventral (mediastinum anterius), sector tengah (mediastinum medius), dan sektor dorsal

(mediastinum posterior). Dalam mediastinum medius terdapat jantung dan pembuluh besar.

Beberapa bangunan melintasi mediastinum secara vertikal (misalnya esophagus) dan dengan

demikian melewati lebih dari satu sektor. 2,3

Fisiologi 4

Rongga thorax dapat dibandingkan dengan suatu pompa tiup hisap yangmemakai pegas,

artinya bahwa gerakan inspirasi atau tarik napas yang bekerja aktif karena kontraksi otot

intercostals menyebabkan rongga thorax mengembang,sedangkan tekanan negatif yang meningkat

dalam rongga thorax menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran napas atas ke dalam paru.

Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif karena elastisitas/daya lentur

jaringan paru ditambah relaksasi otot intercostals, menekan rongga thorax hingga

mengecilkanvolumenya, mengakibatkan udara keluar melalui jalan napas. Adapun fungsi dari

pernapasan adalah:

1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke dalam/dari paru

dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi

2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh sistem jalan

napas sampai alveoli

3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melalui membran semipermeabel pada

dindingalveoli (pertukaran gas)

4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan oksigennya dan

darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigenyang cukup untuk

menghidupi jaringan tubuh.Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan
menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya oksigenasi jaringan

tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada thorax.Selain itu maka kelainan-kelainan

dari dinding thorax menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan

dalam rongga thorax, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya

elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi

pernapasan tersebut.

Tumor Metastasis ke Rongga Toraks

Rongga toraks dan jaringan atau organ di dalamnya sering menjadi lokasi metastasis

kanker dari dalam ataupun luar toraks. Lesi dapat ditemukan di parenkim paru, pleura,

perikardium, otot jantung, kelenjar getah bening di hilus atau mediastinum, tulang iga,

maupun vertebra torakal. Penting diketahui apakah keganasan yang ditemukan merupakan tumor

primer atau sekunder karena tata laksananya akan berbeda.

INSIDENS

Kanker paru pada satu sisi dapat bermetastasis ke sisi lainnya, menjadikan klasifikasi

tumor tersebut M1a. Kadang metastasis berbentuk ekskavasi sehingga harus dibedakan dengan

kavitas akibat infeksi kronik. Kanker organ lain yang sering bermetastasis ke parenkim paru, di

antaranya melanoma maligna, karsinoma genitourinaria, sarkoma jaringan lunak dan

osteogenik, serta neoplasma sel germinal. Berdasarkan satu laporan autopsi, metastasis ke

paru ditemukan pada 30-40% pasien kanker primer ekstratorakal, namun hanya 10-30% yang

terdeteksi sebelum pasien meninggal.


SITUS METASTASIS

Parenkim Paru
Pada parenkim paru, nodul metastasis soliter dan multipel cenderung didapati pada bagian

perifer dan diperkirakan berasal dari penyebaran hematogen. Sebanyak 25% dari total metastasis

ke paru adalah lesi soliter. Metastasis soliter menyumbang sekitar 3-5% dari total nodul

soliter paru. Jenis karsinoma primer ekstratorakal yang paling sering memberikan gambaran

metastasis soliter adalah karsinoma kolon (biasanya rektosigmoid), sarkoma (terutama

osteogenik), karsinoma mammae, sel ginjal, testis, dan melanoma. Karsinoma vesika urinaria dan

hepatoma juga dapat memberikan gambaran metastasis soliter namun lebih jarang.

Apakah nodul pulmonal soliter yang ditemukan setelah pasien didiagnosis tumor primer

ekstratorakal selalu berarti lesi metastasis? Hal ini bergantung pada patologi tumor primer. Nodul

pulmonal soliter setelah reseksi sarkoma atau melanoma lebih sering terjadi dibandingkan dengan

terbentuknya tumor primer yang kedua.

Selain lesi soliter, metastasis kanker dapat memberikan gambaran lesi multipel. Lesi metastasis

multipel sering ditemukan terletak bilateral, berbatas tegas, dan dengan ukuran yang bervariasi.

Lapangan paru bagian bawah dan tengah lebih sering terlibat karena daerah ini mendapat aliran

darah yang lebih besar. Computed tomography (CT) scan toraks dapat mendeteksi lesi metastasis

kecil di subpleura, apeks, atau sudut kostofrenikus serta menilai limfadenopati mediastinal dengan

baik.

Selain lewat jalur hematogen, tumor ekstratorakal juga dapat bermetastasis ke parenkim

paru melalui jalur endobronkial. Karsinoma leher dan kepala, sel ginjal, mammae, kolorektal, dan

melanoma merupakan jenis tumor ekstratorakal tersering yang bermetastasis melalui jalur ini.

Karsinoma serviks, karsinoma uteri, sarkoma Kaposi, dan tipe sarkoma lainnya juga ditemukan

walau lebih jarang. Metastasis yang berasal dari melanoma memberikan gambaran hitam,
sedangkan yang berasal dari ginjal dengan kontras menunjukkan peningkatan enhancement.

Metastasis pada parenkim paru sulit dibedakan dari keganasan endobronkus jika menggunakan

CT scan semata.

Emboli Tumor di Paru

Metastasis tumor dapat menimbulkan emboli paru. Gambaran klinis dan radiologinya sama

dengan emboli paru biasa. Perlu dicatat, emboli di perifer biasanya memberikan gambaran klinis

gagal napas walau gambaran radiologi masih normal. Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi

paru transbronkial atau biopsi torakoskopi yang dipandu video. Gambaran histologi yang akan

didapatkan adalah emboli karsinomatosis multipel di distal arteri, vena, dan saluran limfe.

Kelenjar Getah Bening

Metastasis di rongga toraks tentunya mempunyai hubungan langsung dengan hilus dan

mediastinum. Manifestasi klinis penyebaran karsinoma melalui jalur limfogen meliputi sesak

napas dan batuk tidak produktif. Sesak napas sering kali membahayakan dan memburuk dengan

cepat, memberikan gambaran penurunan fungsi kapasitas difusi paru, penurunan komplians

dan volume paru, serta hipoksemia. Tumor ekstratorakal yang sering menyebar ke hilus

dan kelenjar getah bening mediastinum antara lain berasal dari mammae, ginjal, prostat, testis,

dan tiroid. Sebuah autopsi serial melaporkan bahwa kanker payudara mengenai sampai 71%

kelenjar getah bening torakal. Getah bening yang terimbas lebih ekstensif pada sisi ipsilateral dari

kanker primernya.

Limfangitis karsinomatosis sering menyebabkan edema paru interstisial sehingga

memberikan ambaran corakan bronkovaskular yang kasar dan garis Kerley B atau septum yang

nyata. Gambaran linear dapat disertai komponen nodular yang menghasilkan corak

retikulonodular. CT scan resolusi tinggi dapat memperlihatkan penebalan garis septum


ireguler yang tersusun di banyak sisi. Garis yang mencolok di bagian tengah dada disebut garis

Kerley A. Penebalan seperti kancing yang terdapat di sepanjang garis merupakan gambaran

spesifik untuk limfangitis karsinomatosis. Jenis tersering kanker primer ekstratorakal yang

berkaitan dengan metastasis limfangitis pulmonal adalah karsinoma payudara, pankreas, gaster, dan

kolon. Tumor sel germinal (terutama testis), karsinoma prostat, dan karsinoma serviks juga dapat

ditemukan walaupun lebih jarang. Dari rongga intratorakal, karsinoma paru dan limfoma dapat

memberikan gambaran limfangitis.

Pleura
Pada pleura, tumor ekstratorakal yang bermetastasis dapat menimbulkan efusi. Kanker

primer yang paling sering menyebabkan efusi pleura maligna secara berurutan berasal dari

mammae, paru, limfe (limfoma Hodgkin), ovarium, pankreas, gaster, dan ginjal (nefroma).

Sementara itu, pada perikardium metastasis tumor ekstratorakal yang dapat menimbulkan efusi

perikardium maligna secara berututan adalah kanker paru, payudara, hematologi, dan sisanya berbagai

tumor padat dari organ lain.

Tulang Iga dan Vertebra Torakal


Tulang-tulang yang membatasi rongga toraks tidak luput sebagai situs metastasis. Tumor

yang sering bermetastasis ke struktur ini antara lain tumor paru, prostat, dan payudara. Pada kasus-

kasus yang dicurigai sebagai metastasis ke iga, deteksi dengan gabungan positron emission

tomography/computed tomography (PET/CT) lebih akurat dibanding bone scan. Apabila vertebra

terlibat, magnetic resonance imaging (MRI) akan lebih bermanfaat.

DIAGNOSIS HISTOPATOLOGIS

Diagnosis histopatologis dapat digunakan pada kasus-kasus yan dicurigai sebagai penyebaran

kanker pada paru maupun kelenjar getah bening hilus atau mediastinum. Sitologi sputum

ditemukan positif pada 35% pasien dengan hasil yang lebih nyata didapatkan pada pasien dengan
massa besar dan kelainan pada endobronkial. Bronkoskopi fiberoptik dengan biopsi transbronkial

memberikan banyak manfaat pada pasien dengan hemoptisis, mengi yang terlokalisasi,

gambaran rontgen berupa atelektasis, atau infiltrate difus. Bilasan bronkoalveolar dapat

mendiagnosis tumor metastasis, terutama ketika terjadi penyebaran limfogen. Transthoracic fine

needle aspiration (TTNA) atau biopsy biasanya dilakukan pada lesi perifer atau lesi yang

menyebar secara limfogen. Selain itu, aspirasi irisan kapiler darah via kateter arteri pulmonal

sudah dilaporkan sebagai cara diagnosis limfangitis karsinomatosis ketika dilakukan pemeriksaan

sitologi buffy coat. Teknik baru berupa antibodi monoklonal dengan radiolabel terhadap antigen

tumor primer spesifik juga dilaporkan bermanfaat. Endobronchial ultrasonography (EBUS) juga

terbukti amat bermanfaat dan tidak begitu invasif untuk mendapatkan specimen biopsi yang

representative.

TERAPI
Kemoterapi
Pemilihan gabungan sitostatik untuk kemoterapi sistemik dengan tujuan kuratif atau paliatif

amat tergantung dari jenis kanker primernya sehingga hasil histopatologis dari biopsi atau

spesimen lesi di rongga toraks penting sekali.

Bedah
Sebagian besar kasus hanya membutuhkan reseksi irisan atau segmentektomi terbatas.

Lobektomi dilakukan pada 25% kasus dan pneumektomi pada 8% kasus. Teknik baru seperti

elektrokauter dengan laser atau needle-tip sudah memperlihatkan keberhasilan dalam

pelaksanaannya. Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) juga memberikan harapan

positif namun sangat bergantung pada gambaran CT scan. Untuk reseksi bilateral, dilakukan

sternotomi medial atau torakotomi “clam shell” sebagai teknik operasi pilihan. Mortalitas operasi
pada metastasektomi pulmonal sebesar 1%. Kriteria reseksi surgikal lesi metastasis pulmonal

tercantum dalam Tabel 2.

Angka keberhasilan reseksi bedah pada metastasis pulmonal secara langsung bergantung

pada tipe tumor. Kasus dengan jumlah nodul lebih sedikit, laju pertumbuhan nodul lebih lambat, dan

interval bebas sakit lebih panjang memberikan prognosis yang lebih baik. Sebagai contoh, pasien

dengan metastasis dari sarkoma jaringan lunak yang menjalani metastasektomi memiliki angka

ketahanan hidup 5 tahun sebesar 21-38%. Namun, beberapa kasus dengan jumlah nodul kurang

dari lima, interval bebas sakit lebih dari satu tahun, dan waktu ganda (doubling time) tumor lebih

dari empat puluh hari menunjukkan angka ketahanan hidup yang lebih tinggi. Pasien karsinoma

kolorektal yang menjalani metastasektomi memiliki angka ketahanan hidup sebesar 31-43% dengan

prognosis yang lebih baik pada ukuran nodul metastasis kurang dari 3 cm. Melanoma cenderung

bermetastasis ke lokasi ekstratorakal, namun ketika metastasis terbatas pada paru, pasien yang

menjalani metastasektomi memiliki angka ketahanan hidup lima tahun sebesar 11-25% dengan

prognosis lebih baik pada kasus dengan dua nodul atau kurang dan interval bebas sakit satu tahun.

Tumor metastasis dapat hilang secara spontan tanpa terapi spesifik walaupun jarang.

Kasus ini pernah dilaporkan terjadi pada karsinoma sel ginjal, karsinoma trofoblastik, dan

karsinoma sel transisional pada vesika urinaria.


1. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,Hartanto H,
Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.Anatomi Klinik Untuk
Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006. 49-66.
2. ParkiN I, Logan MB. The torax. Dalam Core Anatomy Ilustrated. Headline Group, an
Hachette Livre London . 2007. 66-90.

3. Putz. R. Pabst R. . Dinding Dada. Dalam Atllas Anatomi Manusia Sobatta. 22 th edition.
Jakarta: EGC: 2006. 46-49.

4. Sherwood L. 2001. Sisitem pernafasan. Dalam: Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. 2 th
edition. Jakarta: EGC.415-30.

5. Zulkifli Amin. Tumor Metastasis ke Rongga Toraks.Jakarta , FKUI, 2014

Anda mungkin juga menyukai