Anda di halaman 1dari 9

Nabila Nur Amalina

240210160024
Kelompok 4
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Pembuatan suatu produk pangan berbahan dasar pati, perlu memerhatikan
sifat pati yang akan digunakan terutama pada kemampuannya untuk membentuk
karakteristik produk akhir yang diinginkan. Perbedaan bentuk granula, tingkat
gelatinisasi, banyaknya amilosa dan amilopektin, adalah komponen yang
membuat perbedaan dari sifat fungsional macam-macam pati. Praktikum kali ini
dilakukan pengujian sifat fungsional dan sifat amilografi pati. Sifat fungsional
yang diamati meliputi swelling volume dan kelarutan pati, sedangkan sifat
amilografi yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak,
viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, viskositas breakdown, dan
viskositas setback. Praktikum ini bertujuan untuk membandingkan sifat
fungsional dan amilografi dari pati singkong alami dengan pati singkong yang
telah dimodifikasi secara fisik melalui Heat Moisture Treatment (HMT),
Microwave Heat Treatment (MHT), dan Annealing.
5.1 Sifat Amilografi Pati
Sifat amilografi dapat didefinisikan sebagai pengukuran suatu viskositas
pati dengan konsentrasi tertentu selama perlakuan pemanasan dan pengadukan.
Pengujian sifat amilografi pada pati ini digunakan dengan alat Rapid Visco
Analyzer (RVA). RVA ini bekerja untuk memonitor perilaku gelatinisasi dan
profil pasta pati. RVA adalah suatu alat viskometer dimana menggunakan metode
pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi sampel terhadap
penanganan dengan pengadukan terkontrol (Collado and Corke,1999). RVA
digunakan untuk memberikan simulasi proses pengolahan pangan dan untuk
mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural
dari campuran pati-air (Rahmiati, et al, 2016).
Cara penggunaan RVA yaitu diawali dengan menyambungkan flashdisk
untuk menyimpan data hasil analisis berupa grafik. Canister yang telah berisi
sampel ditempatkan di RVA. Pilihan RUN STD dipilih dengan pengaturan suhu
50-90°C, lalu pada suhu 95°C dipertahankan selama 3 menit untuk mendapatkan
viskositas pasta panas. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 50°C dan
dipertahankan selama 2 menit untuk mendapatkan final viscosity pati.
Karakteristik pati yang terukur dari hasil pengukuran menggunakan RVA yaitu
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
pasting temperature (PT), peak viscosity (PV), trough viscosity (TV), breakdown,
dan setback. Berikut data hasil pengamatan sifat amilografi pati singkong alami
dan pati singkong yang dimodifikasi secara fisik.
Tabel 1. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Karakteristik Pasta Pati
Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Alami
Pati Singkong
72,24 8000 4589 5035 3411 446
HMT
Pati Singkong
73,05 8000 5169 6155 2831 986
ANN
Pati Singkong
79,91 4562 2092 3963 2470 1871
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity);
VPP = viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin
(final viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

9000 120
8000
100
7000
Pati Singkong Alami
Viskositas (cP)

6000 80
Suhu (°C)

Pati Singkong HMT


5000
60 Pati Singkong ANN
4000
3000 40 Pati Singkong MHT

2000 Suhu
20
1000
0 0
-20 180 380 580 780
Waktu (s)

Gambar 1. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan data hasil analisis yang ditunjukkan oleh RVA, dapat
diketahui bahwa profil amilografi pati singkong termodifikasi dan pati singkong
alami memiliki hasil yang berbeda. Hasil analisis suhu awal gelatinisasi
menunjukkan pati singkong alami memiliki suhu yang paling rendah
dibandingkan dengan pati termodifikasi. Pati termodifikasi dengan suhu
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
gelatinisasi tertinggi hingga terendah adalah MHT, ANN, dan HMT. Pati
modifikasi MHT memiliki suhu gelatinisasi paling tinggi dapat disebabkan oleh
proses modifikasi MHT menghasilkan interaksi antara rantai polimer amilosa dan
amilopektin pada granula. Interaksi ini dapat meningkatkan stabilitas ikatan antar
molekul dalam granula sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
memutuskan ikatan tersebut (Zavareze dan Dias, 2011). Pati modifikasi annealing
memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dari pati alami karena modifikasi
annealing menyebabkan transformasi amorf amilosa menjadi bentuk heliks,
peningkatan interaksi antar rantai amilosa dan perubahan dalam interaksi antar
kristalin dan matriks amorf selama annealing (Singh H dan Singh, 2011).
Modifikasi annealing dapat membuat pati lebih resisten pada saat gelatinisasi
(Marta, et al, 2016). Pati modifikasi HMT juga memiliki suhu awal gelatinisasi
lebih tinggi dari pati alami disebabkan karena proses modifikasi HMT
menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati. Proses ini menyebabkan
adanya interaksi molekular pada daerah kristalin dan amorf yang membentuk
struktur yang kuat dengan ikatan hidrogen, dan mendorong interaksi antara rantai
polimer amilosa dan amilopektin pada struktur granula yang menghasilkan
struktur yang lebih kompak. Pati menjadi lebih tahan terhadap panas dan
membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi (Sunyoto, et al,
2016).
Pati singkong alami, HMT, dan ANN memiliki viskositas puncak yang
sama yaitu 8000 cP sedangkan pati singkong MHT memiliki viskositas puncak
lebih rendah dibandingkan ketiga pati tersebut. Hal ini menunjukkan pati
singkong modifikasi MHT mengalami penurunan kemampuan untuk
mengembang selama pemanasan. Penurunan kemampuan ini dapat disebabkan
karena interaksi rantai amilosa-amilosa dengan rantai amilosa-amilopektin yang
terjadi selama proses modifikasi sehingga ikatan antar molekul menjadi lebih
rapat dan lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula. Penurunan viskositas
juga disebabkan oleh meningkatkan ikatan hidrogen karena terbentuknya
kompleks amilosa dengan lemak (Marta, et al, 2016). Menurut Sunyoto, et al
(2016), viskositas pati modifikasi HMT mengalami peningkatan dan penurunan
seiring dengan peningkatan suhu dan lama waktu HMT. Viskositas puncak
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
mengalami peningkatan tetapi semakin lama proses HMT mengakibatkan adanya
interaksi antara daerah amorf dan kristalin. Interaksi ini menyebabkan
peningkatan kekompakan molekul pati sehingga terjadi penurunan penetrasi air
dan terbatasnya pembengkakan granula pati yang menyebabkan viskositas puncak
menurun.
Hasil analisis RVA pada pati modifikasi memiliki viskositas pasta panas
lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami. Pati singkong annealing memiliki
nilai viskositas pasta panas paling tinggi. Dari nilai viskositas pasta panas ini
dapat diketahui viskositas breakdown. Viskositas breakdown adalah selisih dari
viskositas pasta panas dengan viskositas puncak. Hasil menunjukkan pati
modifikasi memiliki pasta yang lebih stabil dibanding pati alami. Kestabilan ini
dapat ditunjukkan oleh viskositas breakdown pati HMT, ANN, dan MHT lebih
rendah dibandingkan pati alami. Semakin kecil nilai viskositas breakdown
menunjukkan semakin stabil pati tersebut terhadap proses pemanasan dan
pengadukan. Rendahnya viskositas breakdown disebabkan oleh meningkatnya
keteraturan matriks kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang
menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta
selama pemansan. Tingginya nilai viskositas breakdown tidak diharapkan terjadi
selama proses pengolahan karena adanya kekentalan yang tidak merata dan
menyebabkan pasta pati menjadi sangat lengket ketika diaduk (Sunyoto, et al,
2016).
Pati yang dimodifikasi dengan HMT dan ANN memiliki viskositas dingin
atau final viscosity lebih tinggi dibandingkan pati alami. Pati singkong modifikasi
MHT memiliki final viscosity yang lebih rendah dibanding pati alami. Viskositas
dingin menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel
setelah proses pemanasan dan pendingingan serta ketahanan pasta terhadap haya
geser yang terjadi selama pengadukan. Viskositas dingin berbanding lurus dengan
tingginya kandungan amilosa yang dimiliki pati (Rahmiati, et al, 2016). Pati yang
dimodifikasi dengan MHT memiliki viskositas setback yang lebih tinggi
dibanding pati alami sedangkan pati HMT dan ANN memiliki viskotitas setback
yang lebih rendah dibanding pati alami. Viskositas setback merupakan suatu
parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi dan sinersis
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
suatu pasta pati. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah
mengalami gelatinisasi, sedangkan sineresis adalah keluarnya cairan dari suatu gel
pati. Tingginya nilai viskositas setback menunjukkan pati cenderung lebih mudah
mengalami retrogradasi, sehingga semakin cenderung membentuk gel selama
pendinginan. Viskositas setback diperoleh dari selisih antara viskositas pasta
dingin. Semakin tinggi nilai setback maka semakin tinggi pula kecenderungan
untuk membentuk gel selama pendinginan (Rahmiati, et al, 2016).
Tipe gelatinisasi pati dapat digolongkan menjadi empat tipe yaitu A, B, C,
dan D berdasarkan profil yang terbentuknya. Tipe A memiliki ciri kemampuan
pengembangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak.
namun akan mengalami penurunan viskositas yang tajam selama pemanasan. Tipe
B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih
rendahnya viskositas puncak dan viskositas mengalami penurunan yang tidak
terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C memiliki kemampuan pengembangan
terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas
mengalami penurunan bahkan dapat meningkat selama pemanasan. Tipe D
cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengembang sehingga tidak dapat
membentuk pasta apabila dipanaskan (Rahmiati, et al, 2016).
Grafik karakteristik pasta pati menunjukkan pati singkong alami memiliki
tipe gelatinisasi tipe A yaitu memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi
ditunjukkan viskositas puncak sebesar 8000 cP namun ada penurunan viskositas
yang tajam diketahui dari hold viscosity sebesar 2828 cP. Pati singkong
modifikasi HMT dan ANN memiliki tipe gelatinisasi B karena memiliki
kemampuan pengembangan yang sedang dan penurunan yang tidak terlalu tajam
diketahui dari hold viscosity pati HMT 4589 cP dan pati ANN 5169 cP. Pati
singkong modifikasi MHT memiliki tipe gelatinisasi C karena memiliki
kemampuan pengembangan yang terbatas diketahui dari peak viscosity sebesar
4562 cP dan tidak dapat membentuk pasa apabila dipanaskan (Rahmiati, et al,
2016).
5.2 Sifat Fungsional Pati
Sifat fisiko-kimia atau sering disebut sebagai sifat fungsional pati adalah
sifat yang memengaruhi komponen pati selama persiapan, pengolahan,
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
penyimpanan, dan konsumsi. Sifat fungsional pati yang diamati pada praktikum
kali ini adalah swelling volume dan kelarutan. Kenaikan volume dan berat
maksimum pati selama pengembangan di dalam air merupakan definisi dari
swelling volume, sedangkan kelarutan adalah suatu kemampuan bahan untuk larut
dalam air (Hidayat et al, 2009). Berikut merupakan data hasil pengamatan sifat
fungsional pati singkong alami dan pati singkong modifikasi dengan HMT, MHT
dan ANN.
Tabel 2. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Sampel Swelling Volume (mL/g) Kelarutan (%)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil pengamatan, pati singkong modifikasi memiliki
swelling volume yang lebih rendah dibandingkan pati singkong alami. Pati
modifikasi memiliki swelling volume yang lebih rendah karena perlakuan
pemanasan menyebabkan pengaturan kembali molekul pati yang mengakibatkan
menurunnya kapasitas pengembangan granula pati. Peningkatan interaksi amilosa-
amilopektin, ikatan intramolekular yang menguat, terbentuknya formasi amilosa-
lipid yang kompleks, dan terjadi perubahan susunan kristalin pada pati
menyebabkan penurunan swelling volume pati. Faktor yang mempengaruhi
swelling volume pati adalah suhu dan waktu pemanasan. Semakin lamanya waktu
pemanasan, maka semakin banyak terjadi peningkatan interaksi ikatan molekular
pada pati yang disebabkan karena molekul pati kehilangan formasi double helix
sehingga swelling volume menjadi terbatas. Semakin tinggi suhu pemanasan,
maka semakin banyak terbentuk kristalin baru yang dapat meningkatkan stabilitas
granula dan mengurangi kemampuan pembengkakan granula.
Suhu mempengaruhi perubahan kristalin dan memberikan perubahan pada
kapasitas pembengkakan pati. HMT tidak hanya mengubah daerah kristalin tetapi
juga mengubah daerah amorf. Seiring meningkatnya suhu, maka semakin banyak
terbentuk amilosa-lipid yang kompleks sehingga menurunkan kapasitas
pembengkakan pati (Sunyoto, et al, 2016). Swelling volume pati perlu diketahui
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
untuk memperkirakan ukuran wadah yang akan digunakan dalam proses
pengolahan sehingga ketika pati mengalami pengembangan maka wadah yang
digunakan mampu menampung pati. semakin besar kemampuan swelling volume
pati menunjukkan semakin banyak air yang diserap selama pemasakan dan
semakin tingginya kadar amilosa pada pati (Murillo et al, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan, kelarutan pati singkong modifikasi HMT
lebih rendah dari pati alami sedangkan pati modifikasi MHT dan ANN lebih
tinggi dibanding pati alami. Penurunan kelarutan pati modifikasi HMT disebabkan
karena terurainya rantai double helix dalam susunan kristalin dalam granula, serta
meningkatnya interaksi rantai amilosa-amilosa dan amilopektin-amilopektin
selama proses HMT. Penurunan kelarutan seiring dengan perlakuan HMT
dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks. Menurut Sunyoto, et al., (2016),
granula pati yang lebih kuat dan stabil dihasilkan dari nilai kelarutan yang rendah,
sehingga menghambat amilosa keluar dari granula pati pada saat pemanasan.
Kelarutan pati ini adalah hasil dari amilosa leaching yang berdifusi keluar dari
granula pati saat membengkak.
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan praktium ini dapat
disimpulkan bahwa:
 Pati singkong alami memiliki sifat amilografi yang berbeda dengan pati
singkong modifikasi. Perbedaannya terletak pada suhu awal gelatinisasi
pati alami yang lebih rendah dibandingkan dengan pati termodifikasi,
viskositas puncak, viskositas breakdown, final viscosity, dan setback.
 Viskositas puncak yang sama yaitu 8000 cP dimiliki oleh pati singkong
alami, HMT, dan ANN, sedangkan pati singkong MHT memiliki
viskositas puncak lebih rendah dibandingkan ketiga pati tersebut.
 Pati modifikasi HMT, ANN, dan MHT lebih stabil dibandingkan pati
alami terhadap pemanasan dan pengadukan ditunjukkan dengan nilai
viskositas breakdown yang lebih rendah.
 Pati singkong modifikasi MHT memiliki final viscosity yang lebih rendah
dibanding pati alami. Viskositas dingin pati modifikasi HMT dan ANN
lebih tinggi dibandingkan pati alami.
 Pati modifikasi MHT memiliki viskositas setback yang lebih tinggi
dibanding pati alami, sedangkan pati HMT dan ANN memiliki viskotitas
setback yang lebih rendah dibanding pati alami.
 Tipe gelatinisasi pati singkong alami yaitu termasuk tipe A, pati
modifikasi HMT dan ANN memiliki tipe gelatinisasi B, dan pati
modifikasi MHT memiliki tipe gelatinisasi C.
 Pati singkong modifikasi memiliki swelling volume yang lebih rendah
dibandingkan pati singkong alami dan kelarutan pati singkong modifikasi
HMT lebih rendah dari pati alami sedangkan pati modifikasi MHT dan
ANN lebih tinggi dibanding pati alami.

6.2 Saran
Saran yang pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih teliti dan
rapi dalam praktikum dan sebelum dilakukan praktikum, praktikan perlu
memahami prinsip kerjanya terlebih dahulu agar proses praktikum berjalan lancar.
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
DAFTAR PUSTAKA

Collado L S, Corke H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweetpotato


Starches Differeng in Amylose Content.J Food Chemistry. 65:339- 346.

Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakteristik Tepung Ubi Kayu
Mofidikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatiniasasi Parsial.
Jurna Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 14. No.2.

Marta, et al. 2016. Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennlsetum
glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 5:3(76-84). Universitas
Padjadjaran. Bandung.

Murillo C. E. C., Wang, Y. J., dan Perez, L. A. B. 2008. Morphological,


Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and
Corn Starches. Starch/Starke Vol. 60:634-645.

Rahmiati, et al. 2016. Sifat Fisikokimia Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan. Jurnal AGRITECH Vol.
46:4(459-466). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Singh H, Chang Y, Lin J, Singh N, dan Singh N. 2011. Influence Of Heat-


Moisture Treatment And Annealing On Functional Properties Of Sorghum
Starch. Food Research International 44: 2949-2954

Sunyoto, et al. 2016. Kajian Sifat Fungsional Dan Amilografi Pati Ubi Jalar
(Ipomoea batatas L.) Dengan Perlakuan Suhu dan Lama Waktu Heat
Moisture Treatment Sebagai Bahan Sediaan Pangan Darurat. Seminar
Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Denpasar.

Zavareze, E. R., dan Dias, A. R. G. 2011. Impact of Heat Moisture Treatment and
Annealing in Starches: A Review. Carbohydrate Polymers 83:317-328.

Anda mungkin juga menyukai