Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diskripsi Fasciitis Plantaris

1. Fasciitis Plantaris

Fasciitis Plantaris adalah peradangan dari jaringan lunak yang dimana

peradangan terjadi sepanjang dasar kaki dari tumit sampai bagian bawah dari pangkal

jari-jari (Nicholas,2005). Adapun pendapat dari beberapa ahli mengenai fasciitis

plantaris adalah suatu kondisi peradangan pada jaringan lunak ditempat perlekatan

aponeuresis plantaris pada bagian bawah dari bagian tuberositas calcaneus

( Crawford & Hamblem, 1995).

2. Anatomi fungsional

a. Anatomi Plantar fascia

Plantar fascia adalah ligamen yang berorigo di tuberositas calcaneus dan

menjalar ke anterior kemudian terbelah menjadi lima. Masing-masing menuju sendi

metatarsofalangeal dan masing-masing dilalui oleh tendo fleksor, kemudian melekat

pada sisi luar dan dalam sendi tersebut. Bagian dasarnya melekat pada dasar

metatarsal pertama.

Bagian dorsal plantar fascia berada di fleksor digitorum brevis dimana biasa

ditemukan calcaneus spur. Otot abductor hallucis merupakan bagian medial dari

otot fleksor digitorum brevis. Otot ini berada berada di dalam dan superficial fascia.

7
8

Otot quadrates plantae berada di bagian dorsal fleksor digitorum brevis. Nerves

medial calcaneus membentang dari n tibialis yang berada di medial maleolus dan

mempersarafi bagian medial dari tumit. Percabangan persarafan pertama dari n

plantaris lateralis mempersarafi otot abductor digityquinty dan fleksor digitorum

brevis. Kompresi pada saraf ini sering menyebabkan nyeri tumit.

Plantar fascia terdiri dari 3 lapisan yaitu

1) Bagian central:

Bagian central merupakan bagian yang tebal , berada di belakang . Bagian ini

menempel di procesus tuberositas calcaneus. Bagian proksimalnya menempel di

bagian posterior medial calcaneus. Percabangan bagian dalamnya menyusup di sendi

metatarsophalangeal . Percabangan yang berada di superficial terpecah menjadi

sagital septa yang mana menempel pada dataran plantar, ligamen interossei dan

bagian dalam yang melintang diantara ligamen jari ke 2 hingga ke 5.

2) Bagian lateral

Bagian lateral merupakan bagian yang menutupi seluruh permukaan abductor

digity quinty yang berada di diantara bagian lateral tuberositas calcaneus dan basis

metatarsal kelima. Bagian ini berfungsi untuk meneruskan bagian medial menuju

plantar aponeurosis dan bagian lateral dorsal fascia.

3) Bagian medial

Bagian medial merupakan bagian yang menutupi otot abductor hallucis.

Bagian ini menempel di belakang ligamen lacinate dan dilanjutkan di sekitar sisi

dorsal fascia plantar fascia.


9

Gambar 2.1

Anatomi plantar fascia ( http//roentgenrayreader.blogspot.com/2011)

Keterangan : 1) bagian medial

2) bagian central

3) bagian lateral

b. Tulang calcaneus

Calcaneus merupakan tulang paling besar dari tarsus dan membentuk

prominentia tumit. Tulang ini berartikulasi di atas dengan talus dan di depan dengan

os cuboideum. Tulang ini memiliki enam permukaan (facies). Facies anterior hanya

sempit dan membentuk facies articularis, yang berartikulasi dengan os cuboideum.


10

Facies posterior membentuk prominentia tumit. Tulang ini ditandai crista

transversalis, yang menjadi tempat perlekatan tendo calcaneus (tendo achiles).

Daerah licin diatas crista dipisahkan dari tendo oleh sebuah bursa. Facies superior

didominasi oleh dua facies artikularis untuk talus sebuah facies anterior dan facies

posterior yang besar, dipisahkan oleh alur kasar, yaitu sulcus calcanei.

Facies inferior memiliki sebuah tuberculum anterior pada garis tengah dan

sebuah tuberculum medialis besar dan tuberculum laterale lebih kecil pada batas

facies inferior dan posterior.

Facies medialis memiliki sebuah tonjolan besar mirip kerang, yang terjulur ke

medial dari margo superiornya, disebut sustentaculum tali. Facies lateralis hampir

rata. Pada bagian anteriornya terdapat peninggian kecil yang disebut tuberculum

peroneus.

c. Sistem otot

Sistem otot yang dibahas hanya tentang otot-otot yang melekat pada arcus

kaki.

1) M. Abductor Hallucis

Otot ini berorigo di Fleksor retinaculum, bagian medial tuberositas

calcaneus dan insersionya berada di sisi medial dari basis proksimal phalank ibu jari

dan bagian medial tulag sesamoid ibu jari. Fungsi otot ini untuk abduksi ibu jari.

2) M. Fleksor Digitorum Brevis

Otot ini berorigo di bagian Medial tuberositas kalkaneus, bagian central

plantar aponeurosis dan insersionya berada di bagian tengah metatarsal 2-5 dan
11

diantara otot Fleksor Digitorum Brevis . Fungsi otot ini untuk fleksi sendi

metatarsophalangeal dan fleksi metatarsophalangeal 2-4

` 3) M. Abdductor Digitiminimi

Otot ini berorigo lateral procesuss dari tuberosisata kalkaneus dan

insersionya berada di sisi lateral basis phalang proksimal jari ke -5. Fungsi otot ini

untuk abduksi jari kelingking.

Keterangan

1) Otot abductor

hallucis

2) Otot fleksor

digitorum brevis

3) Otot abductor

digity minimi

Gambar 2.2
Otot pembentuk arkus kaki ( Wikipedia.org / wiki/ Plantar_fascia,2011)
12

d. Sistem persarafan

1) Saraf tibialis

Saraf tibialis adalah cabang dari n. ischiadicus yang lebih besar pada

sepertiga bawah paha bagian belakang. Berjalan naik melalui fossa poplitea dan

berjalan di sebelah dalam m. gastrocnemius dan m. soleus terletak pada permukaan

posterior m. tibialis posterior, dan di bagian lebih ke bawah tungkai.

2) Saraf plantaris medialis

Saraf ini adalah cabang terminal n. tibialis . Saraf ini muncul dibawah

retinaculum flexorum dan berjalan kedepan dibawah m. abductor hallucis disertai a.

plantaris medialis pada sisi medialnya. Saraf ini terletak antara celah m. abductor

hallucis dan m. flexor digitorum brevis.

3) Saraf plantaris lateralis

Saraf ini adalah cabang terminal n. tibialis . Saraf ini muncul dibawah retinaculum

flexorum dan menjalar kedepan dibawah m. abductor hallucis dan m flexor digitorum

brevis bersamasama dengan a. plantaris lateralis yang terletak di sisi lateralnya.

Sesampainya di basis os metatarsal kelima saraf ini pecah menjadi ramus

superficialis dan ramus profundus.


13

Gambar 2.3 persarafan pada kaki (Puzt& Pabst,2000)

Keterangan :1) intertarsal ligament

2) caput metatarsal

3) n plantaris medialis

4) n. plantaris lateralis

3. Biomekanik

a. Persendian

Sendi-sendi kaki dapat dibagi menjadi sendi pergelangan kaki (articulacio

talocruralis), articulatio subtalaris dan articulatio talocalcaneonavicularis. Arcus


14

pedis adalah bangunan bersegmen yang dapat menahan beban dalam bentuk

lengkungan. Pada kaki terdapat tiga lengkungan, yaitu arcus longitudinalis medialis,

arcus longitudinalis lateralis dan arcus transversalis. Arcus longitudinalis medialis

dibentuk oleh calcaneus, talus, os naviculare, ketiga cuneiforme, dan ketiga ossa

metatrsalia pertama. Arcus longitudinalis lateralis dibentuk oleh calcaneus,

cuboideum dan os metatarsale VI dan V. Arcus transversalis dibentuk atas basis ossa

metatarsalia dan os cuboideum dan ketiga os cuneiforme.

Keterangan : 1) ligamen tibiofibular

2) ligamen talofibular anterior

3) ligamen talocalcaneus

4) ligamen calcaneovavicular

Gambar 2.4
Persendian pergelangan kaki ( www.home.comcas.net. 2011)
15

b. Gerakan pada sendi pergelangan kaki

Gerakan yang diuraikan disini adalah gerakan aktif dan gerakan pasif pada

pergelangan kaki.

1) Gerak aktif

Gerakan aktif meliputi gerakan:

a) Dorsal fleksi

Yaitu gerakan dimana permukaan dorsal dari kaki bergerak ke atas menuju ke

permukaan depan dari tungkai. Otot-otot yang bekerja adalah otot tibialis anterior,

otot ekstensor digitorum longus, otot extensor hallucis longus.

b) Plantar fleksi

Yaitu gerakan dimana permukaan punggung kaki bergerak ke belakang

menjauhi permukaan sebelah depan dari tungkai. Otot-otot yang bekerja adalah otot-

otot betis, otot peroneus, tibialis posterior.

c) Inversi

Inversi adalah gerakan mengangkat pinggir medial atau dalam kaki disertai

rotasi ke medial. Otot-otot yang bekerja adalah otot tibialis anterior dan tibialis

posterior.

d) Eversi

Gerakan ini kebalikan dari gerakan inversi. Otot-otot yang bekerja adalah otot

peroneus longus, peroneus brevis,peroneus tertius.

.
16

2. Gerakan pasif

Gerakan pasif meliputi:

a) Valgus dan varus

Gerakan varus adalah gerakan calcaneus ke dalam dan gerakan valgus

kebalikan dari gerakan varus. Gerakan calcaneus dihambat oleh tendo achiles.

b) Supinasi dan pronasi

Gerakan ini terjadi pada sendi calcaneonaviculare dengan arah dari

lateroposterior ke anteromedial.

c) Adduksi dan abduksi

Gerakan ini terjadi pada sendi metatarsophalangeal. Aksis gerakan ini adalah

pusat kepala metatarsal kearah dorsal plantar.

4. Pola jalan yang normal

Pola jalan yang normal dapat dibagi dalam dua fase :

a. stance phase yaitu fase menumpu kaki menahan berat badan, dimulai dari

hell strike, mid stance dan diakhiri dengan push off. (1) hell strike adalah awal dari

siklus berjalan saat tumit menyentuh lantai, ankle berada dalam posisi dorsi fleksi,

pada gerakan heel strike os calcaneous merupakan tulang pertama yang menyentuh

landasan dan berfungsi sebagai penumpu berat badan, (2) foot flat, fase berjalan saat

kaki melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan dalam keadaan rata dengan

lantai, (3) mid stance fase berjalan saat satu tungkai menumpu berat badan, (4) push

off fase berjalan saat kaki mendorong lantai.


17

b. Swing phase yaitu fase dimana kaki tidak berada di landasan atau pada

posisi berayun. Fase swing terdiri dari tiga fase, yaitu: (1) fase

decceleration/percepatan, tungkai kearah fleksi, (2) mid swing,tungkai disamping

tungkai yang menumpu, (3) fase deceleration/perlambatan, tungkai kearah ekstensi.

Gambar 2.5

Pola jalan yang benar ( http://physiotherapy-care.blogspot.com.2011)

5. Etiologi

Fasciitis plantaris biasanya berhubungan dengan sindroma over used. Sebab-

sebab yang mungkin bisa menimbulkan (prediposisi) adalah: (1) trauma atau

benturan, (2) berdiri lama atau pembebanan yang berlebih, (3) pergeseran atau atrofi

bantalan lemak di tumit, (4) kekakuan pergelangan kaki atau ketegangan calf muscle

yang mengakibatkan fasia plantaris terulur berulang-ulang selama berjalan, (5) posisi
18

kaki pronasi pada fase heel strike dan mid-stance saat berjalan atau berlari, (6) strain

pada saat olah raga, (7) manifestasi rheumatism (RA, OA, spondilitis

ankylipoetika),(8) strain kronik akibat dari strain selama berdiri pada pasien dengan

arkus kaki yang berlebihan atau pasien dengan otot betis yang pendek atau kaku

( James & patricia 1985).

Gambar 2.6

Peradangan pada plantar fascia ( Wikipedia.org. 2010 )

6. Patologi

Adanya penguluran yang berulang-ulang dari fasia plantaris atau

aponeurosis akan menyebabkan kerobekan mikroskopis jaringan yang disertai tarikan

periosteum dari tulang (calcaneus), sehingga daerah subperiosteum akan bertambah

lebar. Kemudian terjadi peradangan subperiosteum yang juga menyebabkan nyeri.


19

Pembebanan yang berlebihan menyebabkan fasia plantaris yang mengalami

degenerasi terjadi penarikan secara berulang-ulang sehingga menyebabkan micro

injury.Adanya gaya regangan yang konstan dan berulang menyebabkan fasia yang

merupakan lapisan luar arkus mengalami penekanan pada origonya.

7. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala fasciitis plantaris cukup khas, yaitu ditandai dengan nyeri

yang hebat pada saat bangun tidur dan memulai langkah pertama terutama pada pagi

hari setelah bangun tidur atau setelah istirahat / duduk lama, nyeri kemudian akan

dirasakan berkurang dengan seiringnya aktivitas yang dilakukan penderita

( Barret,1999). Nyeri tumit adalah gejala yang sering dikeluhkan pada pasien dengan

plantar fasciitis. Fasciitis plantaris menyebabkan nyeri seperti ditusuk atau terbakar

yang biasanya bertambah buruk pada pagi hari karena fascia meregang sepanjang

malam. Segera setelah berjalan beberapa saat, nyeri yang dirasakan biasanya

berkurang, tetapi mungkin akan terasa nyeri kembali setelah berdiri beberapa lama

atau setelah bangun dari posisi duduk. Plantar fasciitis biasanya terjadi pada pasien

berusia antara 40-60 tahun.

8. Prognosis

Prognosis adalah pengetahuan akan kejadian mendatang atau perkiraan

keadaan akhir yang mungkin terjadi dari serangan penyakit. Prognosis dari kasus ini:
20

(1) quo ad vitam baik, karena tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik,

karena proses penyembuhannya cepat bila pengobatannya dilakukan secara teratur,

(3) quo ad cosmeticam baik, karena penyakit ini tidak mengakibatkan kecacatan bagi

pasien, (4) quo ad fungsionam baik.

9. Diagnosis banding

Kasus-kasus lain yang harus diperhatikan pada pasien sebagai diagnosis

banding dari fasciitis plantaris yaitu:

a. Tarsal tunnel syndrome

Saraf medial dan lateral yang berjalan disepanjang malleolus sebelah dalam

dapat menjadi radang yang diakibatkan karena pronasi kaki yang berlebihan yang

mengakibatkan penekanan pada saraf tersebut. Pasien merasakan nyeri yang tajam

dibagian lengkungan kaki, tumit, bahkan ke jari-jari.

b. Fraktur calcaneus

Fraktur tulang calcaneus ini sebagian besar berbentuk crushing injury akibat

jatuh dengan tumit menyentuh tanah lebih dulu sedangkan penderita dalam posisi

tegak. Keadaan ini ditandai dengan nyeri tekan didaerah tumit. Dan pada pemeriksaan

foto rontgen dari samping lateral akan memperlihatkan gambaran fraktur pada

calcaneus.
21

c. Plantar fascia rupture

Adanya rasa nyeri, sensasi rasa terbakar da kesemutan pada kaki sedangkan nyeri

pada fasciitis plantaris nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk pisau dan nyeri terasa

dipagi hari

d. Calcaneus spur

Calcaneus spurs adalah exostosis atau ossifikasi pada tuber calcanei yang

terbentuk seperti jalu ayam dengan apexnya masuk ke dalam aponeurosis plantaris

(Hudaya, 2002).

B. Problematika Fisioterapi

Dari sudut pandang fisioterapi, problem fisioterapi yang pertama adalah

impairment adalah adanya gangguan kapasitas fisik yang berhubungan dan dapat

mengganggu aktifitas fungsional dasar dalam kasus ini adanya nyeri didaerah bawah

tumit dan nyeri semakin terasa pada tumit bagian posterior bila untuk aktivitas jalan.

Problematika fisioterapi yang kedua functional limitation, adalah aktifitas

seseorang dalam melakukan aktifitas fungsionalnya yang berhubungan dengan

kemandirian yang disebabkan adanya gangguan muskuloskeletal sehingga seseorang

tersebut tidak dapat melakukan aktifitas fungsionalnya secara mandiri. Dilihat dari

impairmentnya penderita mengalami gangguan berjalan fase heel strike, saat tumit

kaki bagian depan menyentuh lantai.

Problematika fisioterapi yang ketiga participation restriction adalah suatu

keterbatasan seseorang dalam melakukan aktivitas fungsionalnya berhubungan


22

dengan individu lain atau komunikasi. Dilihat dari functional limitationnya penderita

mengalami gangguan dalam beraktivitas sosial

C. Teknologi Intervensi

1. MWD

Micro wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan

stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik

frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm (Sujatno dkk, 2002).

Teknik aplikasi ke jaringan melalui emitter yang berbentuk persegi panjang.

Jarak antara emitter dengan kulit adalah 5-10 cm untuk emitter panjang, dosis mitis

dan comfortable, waktu yang digunakan 15 menit.

a. Efek Micro wave diathermy (MWD)

Efek fisiologis dari pemberian MWD adalah: (1) meningkatkan metabolisme

sel-sel lokal kurang lebih 13% tiap kenaikan temperatur1ºC, (2) meningkatkan

vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik lokal dan akhirnya terjadi

vasodilatasi lokal, (3) meningkatkan elastisitas jaringan ikat menjadi lebih baik

seperti jaringan collagen kulit, otot, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat

menurunnya viskositas matrik jaringan tanpa menambah panjang serabut kolagen,

tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak kedalamannya kurang lebih 3cm, (4)

meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf.


23

Efek terapeutik dari pemberian MWD adalah MWD dapat menghasilkan

gelombang elektromagnetik yang mempunyai efek terapeutik dan fisiologis terhadap

jaringan yaitu adanya panas dalam jaringan, maka jaringan akan teregang dan akan

membuat vasodilatasi dan sirkulasi darah menjadi lancar. Sirkulasi darah yang lancar

maka diharapkan substansi P (histamine, prostaglandin, bradikinin) yang merupakan

stimulus nyeri akan lebih cepat terbawa oleh aliran darah, dengan demikian maka

nyeri dapat berkurang (Michlovitz, 1990).

Efek thermal dari MWD juga dapat merangsang termoreseptor yang ada di

permukaan subkutan. Terjadinya rangsangan sehingga dapat terjadi aktivasi pada

serabut aferen yang berdiameter besar (A beta) maka akan mengaktivasi sel-sel

interneuron di SG (Substansia Gelatia) dengan kata lain SG menjadi aktif sehingga

terjadi peningkatan kontrol pre-sinapsis sehingga gerbang akan menutup yang

berujung terinhibisinya transmisi implus nyeri ke sistem sentral sehingga kualitas

nyeri akan menurun (Newton, 1990, dikutip oleh Parjoto, 2006).

b.Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi penggunaan MWD antara lain: (1) kelainan-kelainan pada tulang,

sendi dan otot (misalnya RA, post traumatik), (2) kelainan-kelainan saraf perifer

seperti neuropati dan neuralgia, (3) cidera pada tendon (sprain) dan cidera pada otot

(strain).

Kontra indikasi penggunaan M WD antara lain: (1) logam dalam tubuh (2)

alat-alat elektronis, (3) gangguan peredaran darah / pembuluh darah, (4) gangguan

sensibilitas, (5) jaringan atau organ yang mempunyai banyak cairan.


24

Bahaya yang mungkin timbul pada kesalahan terapi adalah : (1) terjadinya

luka bakar, (2) terjadinya thrombosis vena, (3) terjadi penyebaran tumor dan cancer,

(4) peningkatan perdarahan jika pada saat diterapi pasien mengalami gangguan

pembuluh darah atau perdarahan.

c.Dosis

ada beberapa hal yang harus diperhatikan penentuan dosis dalam terapi

menggunakan modalitas ini :

1) Lama pulsasi

Lama pulsasi adalah waktu berlangsungnya pulsasi /ms dari EEM

intermiten di dalam jaringan .Kebanyakan alat memiliki nilai lama pulsasi 0,4 ms

tetapi beberapa alat mempunyai pulsasi yang berbeda.

2) Frekuensi pengulangan pulsasi

Jika frekuensi pulsasi tinggi , maka intesitas rata-rata juga tinggi dan

sering menimbulkan panas. Frekuensi pulsasi juga menetukan efek kumulatif panas

yang terjadi.

3) Intensitas

Pada beberapa alat intesitas maksimal yang diperbolehkan sampai

mencapai 1000 wat . Pada alat yang modern intesitas maksimalnya 200 watt.

4) Lama pengobatan

Lamanya terapi berlangsung selama 10-30 menit. Barth dan Kern

menyatakan bahwa dengan menggunakan kumparan untuk meningkatkan sirkulasi

darah dalam otot diperlukan waktu ± 10 menit.


25

5) Frekuensi pengobatan

Pada dosis yang tinggi pengobatan bias diberikan 2-3 kali perminggu atau

1 kali seminggu.

2. Ultrasound

Ultrasound therapy adalah suatu terapi menggunakan gelombang suara

dengan frekuensi lebih dari 20000 Hz. Bunyi ini tidak dapat didengar oleh manusia

tetapi dapat berguna dalam bidang kesehatan antara lain untuk terapi pada frekuensi

0,7-3,3 MHz (Sujatno, dkk, 2002) .

Bentuk gelombang dari ultrasound antara lain: (1) continous yaitu gelombang yang

dihantarkan secara terus – menerus, biasa diberikan pada kondisi akut, (2) interupted

/ pulsa yaitu gelombang yang terputus, dengan bentuk pulsa dan lamanya ditentukan

oleh karakteristik mesin yang digunakan, biasa diberikan pada kondisi kronis

(Sujatno, dkk, 2002).

Intensitas merupakan rata-rata- energi yang dipancarkan tiap unit area dan

dinyatakan dalam watt per senti meter per segi ( w/cm²) sedangkan power ialah

output dari tranduser yang dinyatakan dalam watt (w). Umumnya intensitas untuk

terapi US antara 0,5- sampai 5 w/cm ² dan yang paling sering digunakan dalam klinik

antara 0,5 sampai 3 w/cm². Perlu diperhatikan bahwa pemberian US dengan intensitas

tinggi dapat menyebabkan terjadinya mikro trauma jaringan.


26

a. Efek dari ultrasound

1) Efek mekanik

Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik.Gelombang

ultrasound menimbulkan peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan

frekuensi y ang sama dengan frekuensi dari ultrasound. Efek mekanik ini juga

disebut dengan micromassage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan

permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan metabolisme (Cameron, 1999).

2) Efek Thermal

Panas yang dihasilkan mesin ultra sound (US ) akan memberikan efek

thermal dalam jaringan.Panas yang dihasilkan tiap jaringan tidak sama, tergantung

pada pemilihan bentuk gelombang ( intermiten atau continius ) ,intensitas atau durasi

pemakaian yang paling banyak mendapatkan panas adalah jaringan interfaces

dibanding kulit dan otot serta periosteum .Efek dari pemanasan ini dapat

memperlancar proses metabolisme, mengurangi nyeri dan muscle spasme, meningk

atkan sirkulasi dan meningkatkan ekstensibilitas jaringan lunak ( Cameron, 1999).

3) Efek biologi

Efek biologis merupakan hasil gabungan dari efek thermal dan efek mekanik.

Gabungan dari kedua hal ini akan menyebabkan terjadinya proses transduksi baru

berupa tissue damage yang akan menimbulkan sakit dimana terjadinya pembebasan

substansi P ( hisatamin, bradikinin, prostaglandin ) sehingga akan meningkatkan

intensitas nyeri, yaitu terjadinya rangsang pencetus nyeri dan menyebabkan pelepasan

endorfin melalui stimulasi gaba sehingga muncul inflamasi baru dan terjadi
27

perubahan radang patologis menjadi radang yang bersifat fisiologis. Adapun efek

biologis yang bermanfaat bagi proses penyembuhan diantaranya: (1) meningkatkan

sirkulasi darah,(2) rileksasi otot,(3) meninggikan permeabilitas membran,(4)

meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan , (5) pengurangan nyeri sehingga

terjadi peningkatan fleksibilitas kolagen serta tidak adanya keterbatasn ROM yang

diikuti dengan peningkatam kemampuan fungsional bagi pasien.

b. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi pemberian ultrasound yaitu pada kondisi sebagai berikut: (1)

gangguan pada jaringan tulang sendi dan otot, (2) keadaaan postraumatik seperti

contusio, distorsi, luxation, dan fraktur, (3) rheumatoid arthritis stadium tidak aktif,

(4) kelainan atau penyakit pada sirkulasi darah, (5) penyakit-penyakit pada organ

dalam, (6) penyakit/kelainan pada kulit, (7) jaringan parut karena trauma atau operasi,

(8) Dupuytren Contracture, dan (9) luka terbuka (Sujatno, dkk, 2002).

Sedangkan kontra indikasi ultrasound yaitu (1) penggunaan ultrasound pada

daerah mata, jantung, uterus pada wanita hamil, epiphyseal plate, dan testis, (2)

hilangnya sensibilitas, (3) post laminectomy, (4) DM, (5) septis-inflamations, (6)

tumor, (7) post traumatik, (8) tromboplebitis dan varises, dan (9) endorprothese

(Sujatno, dkk, 2002).

c. Dosis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis antara lain (Sujatno,

dkk, 2002):
28

1) Frekuensi

Frekuensi terapi tergantung pada kondisi penyakit. Pada kondisi akut dapat

diberikan setiap hari. Sedangkan pada kondisi kronis 2-3 kali per minggu.

2) Intensitas

Intensitas dapat dibagi menjadi 3 yaitu 1,2-3 W/cm2 (kuat), 0,3-1,2 W/cm2

(sedang), <0,3 W/cm2 (rendah).

3) Lama terapi

Lama terapi tergantung pada luas ERA dan area yang akan diterapi, misalnya

dalam terapi menggunakan ERA dengan luas 5 cm2 dan luas area terapi 15 cm2

maka lama waktu terapi adalah 3 menit (diperoleh dari luas area terapi dibagi luas

ERA).

3 ) Strecthing

Stretching adalah istilah general yang digunakan untuk menggambarkan

maneuver terapeutik untuk memperpanjang struktur jaringan lunak yang memendek

akibat proses patologi (Kissner,Colby, 1996). Strecthing bertujuan untuk untuk

memperpanjang struktur jaringan lunak yang memendek akibat proses patologik dan

meningkatkan fleksibilitas plantar fascia yang mengalami fibrosis akibat peradangan.

Otot-otot yang di stretching antata lain: otot gastrocnemius, otot soleus.

Sebuah jurnal penelitian di Amerika menyatakan stretching pada calf muscle dan

otot kaki mampu mengurangi rasa nyeri yang terjadi akibat fasciitis plantaris. Dalam

sebuah penelitian terdapat 60 orang dengan fasciitis plantaris, kemudian 60 orang ini
29

dibagi menjadi 2 kelompok terapi. Kelompok pertama melakukan calf muscle

stretching,foot stretching dan hands-on therapy seperti yang diajarkan terapis

sedangkan grup terapi lainnya hanya melakukan stretching pada kaki dan telapak kaki

saja. Tujuan terapi berfokus pada titik yang sakit atau lebih dikenal dengan trigger

point. Trigger point adalah bagian kecil dari otot yg terasa nyeri dan bertambah nyeri

ketika mendapat penekanan.

Sebuah jurnal penelitian menemukan terjadinya peningkatan penurunan nyeri

yang signifikan pada penderita fasciitis plantaris pada grup pertama. Hasil penelitan

ini dapat dijadikan pedoman bagi para penderita fasciitis plantaris dalam

Pelaksananaanterapi(http://www.jospt.org/issues/articleID.2544,type.2/article_detail.

asp).

Anda mungkin juga menyukai