Sirkulasi Jantung
a. Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonalis. Darah di atrium kiri
mengalir ke dalam ventrikel kiri melewati katup atrioventrikel (AV), yang
terletak di taut atrium dan ventrikel kiri. Katup ini disebut katup mitral.
Semua katup jantung membuka jika tekanan dalam ruang jantung atau
pembuluh yang berada di atasnya lebih besar dari tekanan di dalam ruang
atau pembuluh yang ada di bawah.
Aliran keluar darah dari ventrikel kiri adalah menuju sebuah arteri
besar berotot yang disebut aorta. Darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta
melalui katup aorta. Darah di aorta disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik,
melalui arteri, arteriol, dan kapiler, yang kemudian menyatu kembali untuk
membentuk vena. Vena dari bagian bawah tubuh mengembalikan darah ke
vena terbesar , vena cava inferior. Vena dari bagian atas tubuh
mengembalikan darah ke vena cava superior. Kedua vena cava bermuara di
atrium kanan.
b. Sirkulasi Paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup AV
lainnya, yang disebut katup tricuspid. Darah keluar dari ventrikel kanan dan
mengalir melewati katup ke empat, katup pulmonalis, ke dalam arteri
pulmonalis. Arteri pulmonalis bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang masing-masing mengalir ke paru kanan dan kiri
berturut-turut. Di paru, arteri pulmonalis bercabang berkali-kali menjadi
arteriol dan kemudian kapiler. Masing-masing kapiler memperfusi alveolus
yang merupakan unit pernafasan. Semua kapiler menyatu kembali untuk
menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk
membentuk vena pulmonalis besar. Darah mengalir di dalam vena
pulmonalis kembali ke atrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah.
1. Faktor Genetik
Resiko penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat
riwayat keluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita
penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan
kromosom.
2. Faktor lingkungan
Penyakit jantung kongenital juga dihubungkan dengan lingkungan ibu
selama kehamilan. Seringnya terpapar dengan sinar radioaktif dipercaya
dapat menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit jantung kongenital pada
bayi.
3. Obat-obatan
Meliputi obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, misalnya
litium, busulfan, reinoids, trimetadion, thalidomide, dan agen antikonsulvan,
antihipertensi, eritromicin, dan clomipramin.
4. Kesehatan Ibu
Beberapa penyakit yang di derita oleh ibu hamil dapat berakibat pada
janinnya, misalnya diabetes melitus, fenilketouria, lupus eritematosus
siskemik, sindrom rubella kongenital.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada Atrial Septal Defect, aliran darah yang ada di atrium sinistra bocor
ke atrium dextra karena ada defect di septum interatrial-nya yang disebabkan
oleh gagalnya menutup sebuah septum maupun karena adanya gangguan
pertumbuhan. Karena tekanan di ventrikel sinistra yang notabene memompa
darah ke seluruh tubuh lebih besar maka darah dari atrium dextra tidak dapat
masuk ke atrium sinistra sehingga dapat dikatakan darah jalan dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah (dari Atrium Sinistra ke Atrium Dextra). Di atrium
dextra dan ventrikel dextra terjadi overload darah yang mengakibatkan
hipertrofi atrium dan ventrikel dextra. Darah kemudian masuk ke arteri
pulmonalis melewati katup pulmonal, yang otomatis terlalu sempit untuk jalan
darah yang begitu banyak. Hal ini disebut stenosis pulmonal relative. Akibatnya
arteri pulmonalis menjadi dilatasi. Selanjutnya terjadi turbulensi disana yang
menyebabkan terjadinya bunyi murmur systole.
V. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar asimptomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Sangat
jarang ditemukan gagal jantung pada defek septum atrium. Bila pirau cukup
besar, pasien mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi paru, dan berat
badan akan sedikit turun. Jantung umumnya normal, atau hanya sedikit
membesar.
b . Pemeriksaan Elektrokardiografi
Gambar 6. Perekaman pada anak umur 3 tahun dengan Atrial Septal Defect
(ASD)
c . Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah
1. Foto Thorax
Jika jantung membesar atau hipertensi pulmonal ada, itu mungkin
yang disebabkan oleh ASD. Jika kita mencurigai sebuah ASD kita harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Jantung mungkin membesar. Penentuan CTR yaitu dengan
membandingkan lebar thorax dan lebar dari pada jantung. Jika
diameter jantung lebih besar daripada diameter thorax, itu adalah
pembesaran jantung
- Perhatikan bentuk jantung.pertama, perhatikan apexnya yang mana
sering terjadi pembesaran pada ventrikel kanan dan kadang-kadang
terlihat jelas diafragma terangkat. Selanjutnya lihat batas dari jantung
kanan. Karena atrium kanan membesar, batas dari jantung kanan
terlihat lebih lebar dari normalnya
- Perhatikan posisi dari jantung dengan membandingkan pada posisi
dari vertebra. Pada ASD, jantung kadang bergeser ke kiri dan terlihat
juga ke tepi kanan dari columna vertebra
- Perhatikan tonjolan dan lengkungan aorta. Itu sering mengecil jika
ASD ada, karena darah dialirkan melalui atrium kanan, tidak melalui
aorta.
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan corakan
vaskularisasi paru yang prominent sesuai dengan besarnya pirau.
Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak
denyutan (pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilar dance. Hilar dance
ini terjadi karena arteri pulmonalis penuh darah dan melebar, sehingga
pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus. Makin besar defeknya,
makin kecil jumlah darah yang mengalir ke ventrikel kiri, karena sebagian
besar darah dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan melalui defek.
Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat, sedangkan arteri pulmonalis
menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh darah hilus melebar demikian
juga cabang-cabangnya. Lambat laun pembuluh darah paru bagian tepi
menyempit dan tinggal pembuluh dari sentral (hilus) saja yang melebar.
Bentuk hilus lebar, meruncing ke bawah berbentuk sebagai tanda koma
terbalik (‛).
A
B C
Gambar 7. (A). Foto PA: Kebocoran Septum Atrium (ASD), hemodinamika,
belum ada HP, atrium kanan membesar dan atrium kiri tidak. (B). Foto PA: hilus
melebar sekali, berbentuk koma terbalik. Vaskular paru bagian tepi sempit. Tanda
hipertensi pulmonal. (C). Foto lateral: tampak ventrikel kanan yang membesar
sekali. Atrium kiri dan ventrikel kiri normal.
2. Ekokardiografi
C
Gambar 11. (A). Modifikasi apikal echocardiogram empat ruang dari pasien
dengan ASD secundum. Ruang sisi kanan jauh diperbesar. (B). M-Mode
echocardiogram dari seorang pasien dengan ASD dan volume overload pada
ventrikel kanan. Ada gerakan paradoks dari Septum interventriculare (tanda
panah). (C). Studi aliran warna Doppler pada pasien dengan ASDs. Mengalir
melalui defek menuju katup tricuspid yang berwarna merah (arah transduser)
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Bedah
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya
kelainan yang serius di kemudian hari.Pada beberapa anak, ASD dapat
menutup spontan tanpa pengobatan.Jika gejalanya ringan atau tidak ada
gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar atau terdapat
gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup ASD. Pengobatan pencegahan
dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita
menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi risiko terjadinya
endokarditis infektif.
Pada ASD dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu
dilakukan tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis
tindakan operasi yang digunakan untuk melakukan koreksi pada ASD ini,
yaitu:
a) Bedah jantung terbuka
b) Amplatzer septal occlude (ASO)
ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-
0,0075 inci yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang
penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari
benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga
lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food
and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia,
tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002.
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :
1. ASD sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban
volume pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan
intervensi bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery
Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
d. Keperawatan
- Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Jika pasien sesak beri posisi semi fowler
- Tenangkan pasien jika cemas dan bantu pasien untuk melakukan nafas
dalam
- Berikan lingkungan yang man dan nyaman
- Jika pasien nyeri lakukan teknik distraksi dan relaksasi
- Observasi tanda-tanda vital pasien
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek
adalah pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan,
aritmia, dan kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru
obstruktif. Sindroma eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial
atau total pada pasien dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru.
Pada defek septum yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan
alirah darah ke paru menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah
paru. Hal ini menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau
berbalik arah menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis,
dyspnea, lelah dan disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal
jantung, nyeri dada, sinkop dan hemoptisis.
Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum,
baik trans-kateter atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu
komplikasi yang perlu penanganan segera antara lain kematian, dekompensasi
hemodinamik yang mengancam nyawa, memerlukan intervensi bedah, dan
lesi fungsional atau anatomi yang permanen akibat tindakan kateterisasi.
Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan pembedahan antara lain aritmia
atrial, blok jantung. Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi
transkateter adalah embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang,
aritmia, trombus. Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial,
transient ischemic attack,dansudden death.
III. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang
telah dibuat untuk mencapai hasil efektif. Dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh
setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan
demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai.
IV. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien dengan Atrium Septal Defect
(ASD)