Anda di halaman 1dari 2

Rizky Reza Pratama

Taubatnya Temanku

Waktu terus berjalan, zaman pun semakin berubah. Tidak dapat dicegah, kebudayaan
asing telah merasuk ke dalam diri teman-teman sepermainanku. Budaya-budaya barat yang
seharusnya tidak dilakukan oleh teman-temanku, tetapi dilakukan. Sesuatu hal yang kuharap
tidak terjadi. Calon-calon pemberontak agama dan norma mulai muncul di sekitarku. Aku
berharap aku diberi kekuatan lebih untuk menghadapi semua ini.

Dia adalah Reman, temanku sejak aku TK. Tetapi sekarang namanya mendapat sebutan
huruf P di depannya, karena tingkah lakunya. Memang, sejak dahulu aku sudah mengenalnya
sebagai anak yang nakal. Dia pun sering usil kepadaku. Kenakalannya tersebut sampai membuat
guruku, Bu Fatimah, marah, padahal dia kukenal sebagai guru yang paling sabar di sekolahku.
Reman memanglah begitu, tapi sekarang semakin parah.

Usianya sekarang SMP, tapi dia sudah melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan
oleh anak seusianya. Dia telah merok*k sejak usia 12 tahun. Aku pun sempat ditawarinya untuk
merok*k, tetapi aku menolaknya. Saat aku ditawari, langit sedang hujan. Saat tanganku mulai
kugerakkan untuk menerima benda silinder itu, tiba-tiba halilintar membuat kaget. Reman pun
juga kaget. Akhirnya benda tersebut terjatuh ke dalam kubangan air. Ini kuanggap sebagai
teguran dari Tuhan.

Aku berusaha untuk menghadapi dengan kekuatan hati. Sebenarnya bisa saja kuhadapi
dengan kekuatan fisik, tapi itu malah memberi efek buruk kepadaku. Akhirnya, karena hatiku
sudah tidak kuat untuk menahannya, dan aku sudah semakin dewasa, terpaksa aku merantau
untuk berpisah dengannya. Aku pun hidup tenang di daerah rantauanku tersebut. Aku berharap,
harapanku untuk hidup lebih baik dan mendapat teman lebih baik. Semoga harapanku ini tidak
pupus seperti harapanku sebelumnya. Alhamdulillah, harapanku kali ini benar terjadi.

Tapi, nasib buruk menghampiriku. Aku diperintahkan bosku untuk bekerja di Kalimantan
untuk beberapa bulan. Dalam hati kecilku, aku berkata: ini adalah nasib sial, di Kalimantan itu
hampir semua anak buah dari Reman berkumpul. Sebenarnya, walaupun reman itu suka berbuat
yang macam-macam kepadaku, dia tetap menghargaiku, dia tetap memanusiakan diriku. Anak
buahnya pun juga seperti itu. Tapi, yang kukhawatiri ialah saat terjadinya tawuran antar
kelompok tersebut. Jika ditangkap polisi, Reman selalu membawa-bawa namaku. Akhirnya aku
pun juga mendapat jamuan dari hukum.

Semalam penuh aku tidak tidur. Pikiranku terus memikirkan hal itu sampai
keberangkatanku ke Kalimantan. Saat berada di dalam pesawat, perasaanku bercampur aduk.
Rizky Reza Pratama

Bukan karena pesawat itu akan jatuh ataupun aku akan dikucilkan oleh masyarakat dan rakan
kerjaku di sana, tetapi karena Reman.

Pesawat pun mendarat, aku pun turun dari pesawat dan membawa koperku yang lumayan
berat. Aku pun terkejut, karena bukan hanya rekan dan bosku yang di sana yang menjemputku.
Tetapi juga Reman. Memang Reman telah mengetahui ini sejak awal. Semakin terkejutnya aku,
Reman telah berubah. Dia terlihat sebagai orang yang kalem dan taat beribadah. Rambutnya pun
sekarang hitam, bukan disemir pirang. Saat aku sampai di sana, tepat waktu subuh, Reman pun
mengajakku untuk shalat subuh dulu di masjid dekat bandara.
Melihat semua itu, aku berharap, semoga Reman tetap seperti ini untuk selamanya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas
    Tugas
    Dokumen6 halaman
    Tugas
    Zulkardi Ariansyah
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Terang Biologi
    Reaksi Terang Biologi
    Dokumen4 halaman
    Reaksi Terang Biologi
    Zulkardi Ariansyah
    Belum ada peringkat
  • Demi Bangsa
    Demi Bangsa
    Dokumen2 halaman
    Demi Bangsa
    Zulkardi Ariansyah
    Belum ada peringkat
  • Soal Gile
    Soal Gile
    Dokumen5 halaman
    Soal Gile
    Zulkardi Ariansyah
    Belum ada peringkat
  • Stratigrafi
    Stratigrafi
    Dokumen54 halaman
    Stratigrafi
    Zulkardi Ariansyah
    Belum ada peringkat
  • Geologi Sejarah
    Geologi Sejarah
    Dokumen59 halaman
    Geologi Sejarah
    Zulkardi Ariansyah
    Belum ada peringkat