Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis,
asma. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap
didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen
yang cukup bagi bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran
udara terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “bronkitis kronis”). Sebuah
studi baru menunjukan bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih
besar untuk mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut.
PPOK ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit (khususnya
CD+) di sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan tingkat hambatan aliran
udara. Mungkin terjadi peningkatan eosinofil pada beberapa pasien, khususnya jika
terjadi pembukukan penyakit, sel-sel inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah
sitokin dan mediator inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor
necrosis factor-α. Pola inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada
penderita.
Maka dari itu, penulis mengangkat kasus ini dalam asuhan keperawatan yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK”. Karena penyakit ini
memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal dan komprehensiv mulai
serangan awal penyakit sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih
penting adalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada
pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan seragan berulang pada pasien
PPOK di rumah.
B. RUMUSAN MASALAH

1
a. Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
b. Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?
c. Bagaimana WOC pada pasien PPOK?
d. Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?
e. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK?
C. TUJUAN
a. Mengetahui pengertian Penyakit PPOK,
b. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinispenyakit PPOK,
c. Mengetahui WOC pada pasien PPOK,
d. Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK,
e. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis


Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan
napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan
terperangkap di dalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan
oksigen yang cukup bagi bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis
menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan
kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara
permanen(itulah sebabnya disebut “obstruktif kronis”).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD).

Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:

a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis
merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang
berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya
3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru

3
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema
merupakan pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan
jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakn sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.
B. Etiologi, komplikasi, dan manifestasi klinis penyakit (PPOK)
1. Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
a) Kebiasaan Merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan
kebiasaan yang salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu
menghilangkan kebiasaan ini. Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih
besar bagi prokok berat atau yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari.
Bahkan, resiko menghadapi kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada
orang yang tidak merokok sama sekali. Namun bagi mereka yang dapat
berhenti merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir sama yang
tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh.
Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan,
tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta
mengacaukan irama jantung.
b) Infeksi Saluran Napas Atas yang Kambuh atau Kronis

4
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat
berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa
batuk dan demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada.
Penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan
simtomatis sesuai gejala atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab,
peningkatan daya tahan tubuh dan pencegahan penularan kepada orang sekitar,
antara lain dengan menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang.
Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat pengungsian tempat
korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering
tergenang banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain.
Pada musim banjir, maka masala utamanya adalah kebersihan yang tidak
terjaga baik. Seperti ISPA, maka faktor berkumpulnya banyak orang berperan
dalam penularan infeksi kulit. Penyakit saluran cerna lain, adalah demam
tifoid, yang juga terkait dengan faktor kebersihan makanan. Upaya untuk
mengatasi tentu saja dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan
c) Polusi Udara
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari
pencemaran udara kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru
yang mempunyai andil sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan
( dikeluarkan ) oleh kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor
jumlahnya semakin bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor
sebagai sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi
gas buah dari cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan
sisannya dari sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga,
pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll.
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO
(word helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di
anggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan,
serta mudah merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
(asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida.
Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.

5
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10%
sisannya menghirup udara yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara
yang tidak bersih ini lebih fatal pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada
orang dewasa yang beresiko tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta
orang yang telah memiliki riwayat penyakit paru dan saluran pernapasan
menaun. Celakanya, para penderita maupun kelurganya tidak menyadari
bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari pencemaran udara akibat
emisi kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.

C. Tingkatan keparahan penyakit PPOK :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
Beresiko sputum dan dispnea.
Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok,
polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak
Ringan selalu ada gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada
tahap ini, pasien biasanya bahkan belum berasa paru-
parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya
Sedang biasanya mulai progresif/memburuk, dengan nafas pendek-
pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi
Berat eksaserbasi berulang yang mulai mempengaruhi kualitas
hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai mencari
pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau
serangan penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus
Sangat berat kegagalan respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan masuk
tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi pasien
mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal jantung
kanan/cor pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat

6
terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.

D. Komplikasi:
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
3. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
1. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
2. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
3. Dispenea pada aktivitas fisik ringan

7
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
7. Deformitas toraks
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak
terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup :
1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.
2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

8
BAB III
PEMBAHASAN
Konsep Asuhan Keperawatan PPOK
I. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi
lebih sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun
dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki
dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah
dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi
(pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
 Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit
saluran napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
3. Pengkajian diagnostic COPD
 Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda
vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular (
bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.

9
 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan (
bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali menurun pada
asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).
 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi,
kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran
kelenjar mucus( brokitis).
 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat)
dan eosinophil (asma).
 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi (
asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III,
dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS
vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan
(Apendiks A) yang meliputi :
a. Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
1) Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).
2) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot
abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
3) Penurunan bunyi nafas.

10
4) Takipnea.
5) Ortopnea.
b. Gejala – gejala menetap pada proses penyakit dasar :
1) Asma
a) Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan
dada seperti terikat.
b) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar
tanpa stetoskop.
c) Pernafasan cuping hidung.
d) Ketakutan dan diaforesis.
2) Bronkitis
a) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-
abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari dan sering
diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
b) Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.
c) Sesak nafas.
3) Bronkitis (Tahap Lanjut)
a) Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi akibat
dari hipoksemia kronis)
b) Pembengkakan umum atau penampilan “puffy”
(disebabkan oleh udema asistemik yang terjadi sebagai
akibat dari kor pulmonal), secara klinis, pasien ini
umumnya disebut “blue bloaters”.
4) Emfisema
a) Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest”
(diameter toraks anterior posterior meningkat sebagai akibat
hiperinflasi paru-paru).
b) Fase ekspirasi memanjang.
c) Emfisema (Tahap Lanjut)
d) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien
ini sering digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers“.
 Objektif
a. Batuk produktif/nonproduktif

11
b. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.
c. Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e. Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f. Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g. Penurunan berat badan secara bermakna.
 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
 Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
5. Terapi
a. Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik,
maka sebaiknya diberikan Aminophilin seacara parenteral, sebab mekanisme
yang berlainan, demikian pula sebaliknya, bila sebelmnya telah digunakan
obat golongan Teofilin oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan
simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin,
fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek
samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin, Efedrin,
Isoprendlin)
1. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas
berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan
dari Metered Aerosol Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan
Aminophilin intravena

12
2. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping
takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati,
berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1
mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
3. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6
mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit,
untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam
secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak
dilakukan secara perlahan.
b. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan,
maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg
hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai
dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai serangan
akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis
dikurangi secara bertahap
c. Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan pelembapan.
Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk
memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral infus harus
cukup sesuai dengan prinsip.
d. Beta Agonis
Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini
berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator). Andrenerigic
agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan mediator kimia
anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid.
Andrenergic yang sering digunakan antara lain epinefrin, albuterol,
metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan terbutalin. Biasanya diberikan

13
secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan salah satu pilihan
dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek
samping yang lebih kecil.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi.
b. Sinar x dada menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan
bendungan pada area paru-paru.
c. Pemeriksaan fungsi pru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru total
(KPT) dan volume cadangan paru (VC), penurunan kapasitas vital (KV), dan
volume ekspirasi kuat (VEK).
d. Jumlah Darah Lengkap menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit,
dan jumlah darah merah (JDM).
e. Kultur sputum positif bila ada infeksi.
f. Esei imunoglobin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
(Immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari penyakit
tersebut.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospame
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
3. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, nausea/vomiting
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbagan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
III. Intervensi Keperwatan
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing Interventien
Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

Diagnosis Keperawatan Perencanaan


No (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
.
1. Bersihan jalan nafas Status a. Manajemen jalan Adanya
tidak efektif respirasi: napas. perubahan
berhubungan dengan kepatenan b. Penurunan fungsi respirasi
 Bronkospasme. jalan nafas kecemasan dan penggunaan
 Peningkatan dengan skala c. Aspiration otot tambahan

14
produksi secret (1-5) setelah precautions. menandakan
(secret yang diberikan d. Fisioterapi dada. kondisi penyakit
bertahan, kental) perawatan e. Latih batuk yang masih
 Menurunya selama…hari, efektif harus
energi/fatigue dengan f. Terapi oksigen. mendapatkan
kriteria: g. Pemberian posisi. penanganan
Ditandai dengan:  Tidak ada h. Monitoring penuh.
 Klien mengeluh demam respirasi.
sulit bernafas.  Tidak ada i. Monitoring tanda Ketidakmampua
 Perubahan cemas vital. n mengeluarkan
kedalaman/juml  RR normal mukus
ah napas,  Irama nafas menjadikan
penggunaan otot normal timbulnya
bantu  Pergerakan kongesti
pernafasan. sputum berlebih pada

 Suara nafas keluar dari saluran

abnormal seperti jalan nafas pernapasan .

wheezing,  Bebas dari


ronchi, dan suara nafas Posisi semi/

cracles. tambahan. high fowler

 Batuk memberikan

(presisten)denga kesempatan

n/tanpa produksi paru-paru

sputum. berkembang
secara maksimal
akibat diafragma
turun ke bawah.
Batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi
mukus.

Klien dalam

15
kondisi sesak
cenderung untuk
bernapas
melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh Kelemahan,
dengan: dengan b. Manajemen jalan iritable, bingung
 Kurangnya suplai skala….(1-5) napas dan somnolen
oksigen (obstruksi setelah c. Latihan batuk dapat
jalan napas oleh diberikan efektif merefleksikan
secret, perawatan d. Tingkatkan adanya
bronkospasme, air selama… hari aktivitas hipoksemia/pen
trapping); dengan kriteria e. Terapi oksigen urunan
 Destruksi alveoli : f. Monitoring oksigenasi
Ditandai dengan  Status respirasi serebral.
 Dyspnea mental g. Monitoring tanda

 Confusion,lemah; dalam vital

 Tidak mampu batas Mencegah

mengeluarkan normal kelelahan dan

secret;  Bernap mengurangi

 Nilai ABGs as konsumsi

abnormal dengan oksigen untuk

(hipoksia dan mudah memfasilitasi

hiperkapnea)  Tidak resolusi infeksi.

 Perubahan tanda ada


sinosis Pemberian
vital

16
 Menurunya  Pao terapi oksigen
toleransi terhadap paco untuk
aktivitas dalam memelihara
batas PaO2 di atas 60
normal mmHg, oksigen
 Saturna yang diberikan
si O sesuai dengan
dalam toleransi dari
rentang klien.
normal
Untuk
mengikuti
kemajuan proses
penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.

3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen


nutrisi : intake cairan cairan Meningkatkan
Kurang dari kebutuhan dan makanan b. Monitoring kenyamanan
tubuh yang gas dengan cairan flora normal
berhubungan dengan : skala......(1-5) c. Status diet mulut, sehingga
 Dispea, setelah d. Manajemen akan
fatique diberikan gangguan meningkatkan
 Efek perawatan makan perasaan nafsu
samping selama…. Hari e. Manajemen makan.
pengobatan dengan nutrisi
 Produksi kriteria; f. Kolaborasi Meningkatkan
sputum  Asupan dengan ahli intake makanan

 Anoreksia, makanan gizi untuk dan nutrisi klien

17
nausea/vom adekuat memberikan terutama kadar
iting. dengan terapi nutrisi protein tinggi
Ditandai dengan skala.. (1- g. Konseling akan
 Penurunan 5) nutrisi meningkatkan
berat badan  Intake h. Kontroling mekanisme
 Kehilangan cairan per nutrisi tubuh dalam
masa otot, oral dilakukan proses
tonus otot adekuat, untuk penyembuhan.
jelek dengan memenuhi
 Dilaporkan skala diet pasien. Menentukan
adanya …(1-5) i. Terapi kebutuhan
perubahan  Intake menelan nutrisi yang
sensasi rasa cairan j. Monitoring tepat bagi klien.

 Tidak adekuat tanda vital Mengontrol

bernafsu dengan k. Bantuan keefektifan

untuk skala… untuk tindakan

makan, tidak (1-5) peningkatan terutama dengan

tertarik BB kadar protein

makan Status nutrisi l. Manajemen darah.


intake nutrien berat badan
gas dengan Meningkatkan
skala … (1-5) komposisi tubuh
setelah akan kebutuhan
diberikan vitamin dan
perawatan nafsu makan
selama… klien.
 Intake
kalori
adekuat,d
engan
skala.. (1-
5)
 Intake

18
protein,
karbohidr
at, dan
lemak
adekuat,
dengan
skala
…(1-5)

Control berat
badan dengan
skala … (1-5)
setelah
diberikan
perawatan
selama … hari
dengan
kriteria:
 Mampu
memelihara
intake
kalori
secara
optimal (1-
5)
(menunjukk
an)
 Mampu
memelihara
keseimbang
an cairan
(1-5)
(menunjukk

19
an)

 Mampu
mengontrol
asupan
makanan
secara
adekuat (1-
5)
(menunjukk
an)

No. Diagnosa Perencanaan


keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
4. Intoleransi aktifitas  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres
b.d dalam dengan tenaga dan stimulasi
ketidakseimbagan aktivitas fisik rehabilitasi yang berlebihan,
antara suplai dan tanpa disertai medik dalam meningkatkan
kebutuhan oksigen. peningkatan merencanaakan istirahat
darah, nadi program terapi
dan RR. yang tepat Klien mungkin
 Mampu  Bantu klien merasa nyaman
melakukan untuk dalam kepala
aktivitas mengidentifikas dalam keadaan
sehari-hari i aktivitas yang evalasi, tidur di
(ADLs) mampu kursi atau
secara dilakukan. istiirahat pada
mandiri.  Bantu utuk meja dengan
 Tanda-tanda memilih bantuan bantal
vital normal. aktivitas yang
Meminimalkan

20
 Energi sesuai dengan kelelahn dan
psikomotor. kemampuan menolong
 Level fisik, sosial dan menyeimbangkan
kelemahan. psikologi. suplai oksigen
 Mampu  Bantu utuk dan kebutuhan.
berpindah: mengidetifikasi
dengan atau dan
menggunakan mendapatkan
alat. sumber yang
 Status diperlukan
kardiopulmoa untuk aktivitas
ri adekuat. yang diinginkan

 Sirkulasi  Bantu klien


status baik. untuk

 Status mendapatkan

respirasi: alat bantuan

pertukara gas aktivitas seperti

da vetilasi kursi roda, krek

adekuat.  Bantu untuk


mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai
 Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i kekurangan
dalam
beraktivitas

21
 Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien
untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.

IV. Implementasi Keperawatan


Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan.
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang
diberikan dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik yang dimilki oleh
perawat berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu lainnya yang terkait.
Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.
V. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian
atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan,
dilaksanakan dan dinilai kembali.

22
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum
B. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

23
DAFTAR PUSTAKA
Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai