Anda di halaman 1dari 13

Semen Portland (PC)

Pengertian Semen
Semen adalah bahan pengikat hidrolis yang terbuat dari
penggilingan halus terak (klinker) dan gipsum (CSH ₂ )
secara bersama-sama yang bila dicampur dengan air akan
mengikat, mengeras dan membatu dan jika direndam
dalam air tidak akan larut.

 Semen Portland → Gipsum+Klinker

 Pasta Semen → Semen + Air

 Mortar → Semen + Air + Pasir

 Beton → Semen + Air + Pasir + Kerikil


Klinker Gipsum

Bahan Penyusun Semen


Bahan Kandungan
Limestone (batu kapur) Kalsium Karbonat (CaCO₃ )
Clay (tanah liat) / tanah Alumunium Oksida (Al₂ O₃ )
tawas
Pasir silika Silikon Dioksida (SiO₂ )
Pasir besi Besi (III) Dioksida (Fe₂ O₃ )
Catatan: komponen utama pembuatan semen adalah Kalsium
Karbonat (CaCO₃ )
Proses Pembuatan Semen
1. Quarry (Penambangan) → Bahan tambang berupa
batu kapur, batu silika, tanah liat, dan material-material
lain yang mengandung kalsium, silikon, alumunium dan
besi oksida yang diekstraksi menggunakan drilling dan
blasting.

2. Chrusing (Penghancuran) → Pemecahan material


material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih
kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari
ukuran < 1 m menjadi < 50 cm Batu silika dari ukuran <
40 cm menjadi < 200 mm

3. Conveying → Bahan mentah di transportasikan dari


area penambangan ke lokasi pabrik untuk diproses
lebih lanjut dengan menggunakan belt conveyor.

4. Penggilingan Bahan Baku (Raw Mix) →


a. Proses Basah Penggilingan dilakukan dalam raw
mill dengan menambahkan sejumlah air kemudian
dihasilkan slurry dengan kadar air 34-38 %.
b. Proses Kering Terjadi di Duodan Mill Material-
material dimasukkan bersamaan dengan
dialirkannnya gas panas yang berasal dari
suspension preheater dan menara pendingin. Pada
ruangan pengering terdapat filter yang berfungsi
untuk mengangkut dan menaburkan material
sehingga gas panas dan material berkontaminasi
secara merata.
5. Homogenisasi → Proses Basah Slurry dicampur di
mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke tabung
koreksi; proses pengoreksian. Proses Kering Terjadi di
blending silo dengan sistem aliran corong.
6. Pembakaran Klinker → Terjadi di dalam kiln. Kiln
adalah alat berbentuk tabung yang di dalamnya
terdapat semburan api. Kiln di design untuk
memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang
berasal dari pembakaran bahan bakar.

7. Pembentukan Klinker → Proses yang terjadi di dalam


kiln: Pengeringan Slurry Pemanasan Awal Kalsinasi
Pemijaran Pendinginan Penyimpanan Klinker

8. Pengeringan Slurry → Terjadi pada daerah 1/3


panjang kiln dari inlet pada temperatur 100-500 ◦C
sehingga terjadi pelepasan air bebasdan air terikat
untuk mendapatkan padatan tanah kering.

9. Pemanasan Awal → Terjadi pada daerah 1/3 setelah


panjang kiln dari inlet. Selama pemanasan tidak terjadi
perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan
suhu yaitu sekitar 600 ° C dengan menggunakan
preheater.

10. Kalsinasi → Penguraian kalsium karbonat menjadi


senyawa-senyawa penyusunnya pada suhu 8000 C.
Reaksinya:
CaCO3 → CaO + CO2 MgCO3 → MgO + CO2

11. Pemijaran → Reaksi antara oksida-oksida yang


terdapat dalam material yang membentuk senyawa
hidrolisis yaitu C4AF, C3A, C2S pada suhu 1450 ° C
membentuk Klinker.
11. Pendinginan → Terjadi pendinginan Klinker secara
mendadak dengan aliran udara sehingga Klinker
berukuran 1150-1250 gr/liter. Klinker yang keluar dari
Cooler bersuhu 60-150° C.

12. Transportasi & Penyimpanan → Klinker kasar akan


jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan.
Kemudian dengan drag chain, klinker yang telah
dihaluskan diangkut menuju silo klinker atau langsung
ke proses cement mill untuk diproses lebih lanjut
menjadi semen.

13. Cemen Mill → Merupakan proses penggilingan akhir


dimana terjadi pebghalusan klinker-klinker bersama 5
% gipsum alami atau sintetik. Secara umum, dibagi
menjadi 3 proses: Penggilingan clinker Pencampuran
Pendinginan.
Proses Pembakaran Pada Klin
Suhu Proses Yang Terjadi
1000 C Umpan Kering Oven
250 – 6000 C Umpan Kemerah-merahan
8000 C Proses Kalsinasi
13500 C Sintering (warna umpan merah dan
teksturnya leleh)
60 – 1500 C Cooling (warna umpan hitam kecoklatan
dan terbentuk klinker)

Senyawa dan Mineral dalam Klinker


1. C3S → Trikalsium Silikat (3CAO.SiO2) kadar 50%
2. C2S → Dikalsium Silikat (2CAO.SiO2) kadar 25%
3. C3A → Trikalsium Aluminat (3CAO.AL2O3) kadar 12%
4. C4AF → Tetrakalsium Aluminoferit (4CAO.AL2O3.F2O3)
kadar 8%

Komposisi
1. C3S dan C2S adalah 70 – 80% dari berat semen
(bagian dominan yang memberikan sifat semen dan
mempunyai sifat mengikat)
2. C3A dan C4AF mempunyai sifat mengeras dan
mengeluarkan panas (hidrasi) dan menguapkan air
sepanjang 28 hari.
• C3 S
→jika terkena air akan cepat mengeras dan menghasilkan panas
→ panas tersebut akan mempengaruhi kecepatan mengeras
sebelum hari ke 14

• C2 S
→lebih lambat bereaksi dengan air
→berpengaruh terhadap semen setelah umur 7 hari
→mempengaruhi susut terhadap pengaruh panas akibat lingkungan
→memberikan ketahanan terhadap serangan kimia (chemical attack)

• C3 A
→bereaksi sangat cepat
→ memberikan kekuatan awal yang sangat cepat pada 24 jam
pertama
→berpengaruh pada panas hidrasi tertinggi

• C4AF
→ kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan
semen/beton

Selain senyawa-senyawa diatas, di dalam semen portland juga


masih terdapat beberapa senyawa lain yang dapat
mempengaruhi senyawa atau oksida lainnya. Senyawa-senyawa
ini berasal dari hasil bawaan bahan dasarnya atau bahan
tambahan dalam proses pembuatan semen. Senyawa atau
oksida uang lain tersebut antara lain:

1. MgO
Senyawa ini adalah hasil pembawaan dari bahan dasar
kapur yang digunakan. Jumlah MgO dalam semen portland,
dibatasi maksimum 4%. Jika kadarnya melebihi jumlah ini
akan mengakibatkan semen menjadi tidak kekal (berubah
bentuk) setelah pengerasan terjadi. Perubahan bentuk ini
terjadi setelah pengerasan terjadi beberapa lama (setelah
sekian bulan atau bahka tahun). Perubahan bentuk terjadi
karena mengembangnya MgO, dari oksida membentuk
hidrat MgO(OH)₂ .
2. Kapur Bebas (CaO)
Karena susunan kimia ini yang kurang tepat pada waktu
pembuatan, dan atau karena pembakaran yang kurang
sempurna, dapat terjadi CaO (kapur kotor) yang tidak terikat
ke dalam empat senyawa semen.

3. Bagian tidak Larut


Zat ini merupakan bagian yang tidak larut dalam HCl.
Umumnya zat tersebut adalah senyawa tanah atau silikat
yang tidak berubah menjadi empat senyawa semen. Kadar
bagian ini yang terlalu tinggi pada semen (maksimum 3%)
menunjukkan bahwa pembakaran atau penyusutan senyawa
semen kurang baik, atau terdapat kemungkinan bahwa
semen tadi telah dengan sengaja dibubuhi benda lain
setelah penggilingan selesai. Meskipun akibat penambahan
ini tidak membahayakan sifat semennya, tetapi semen yang
mengandung terlalu banyak bahan ii akan berkurang daya
ikatnya karena tercampur benda yang tidak berguna.

4. Kadar alkali
Di dalam semen portland, kadar alkali biasanya rendah
(kurang dari 1%). Kadar alkali dalam semen
mempengaruhi waktu pengerasan. Pemakaian kadar
alkali yang lebih dari 0,6% dapat mengakibatkan terjadi
reaksi pengembangan bila semen dicampur agregat
yang bersifat alkali reaktif yaitu agregat yang
megandung silika amorf (gas alam, batu api, opal, dan
lain-lain).

5. Kadar Hilang pada Pemijaran


Zat ini adalah dari benda-benda yang terbang pada
suhu 88C, biasanya air atau CO2. semen yang kadar
hilang pijarnya tinggi, adalah semen yang telah
mengandung bagian-bagian yang mengeras. Kadar
bagian ini dibatasi maksimum 3-4 .
6. Kadar Gips
Gips dalam semen ditambahkan untuk memperlambat
pengerasan klinker semen. Jika klinker semen digiling
tanpa penambah gips, bubuk halus klinker akan segara
bersenyawa dengan air dan adonan itu akan mengeras
dalam waktu kurang lebih 10 menit. Hal ini akan
menyulitkan dalam pemakaian semen. Dengan
demikian untuk memperlambat pengerasan bubuk
klinker dicampur gips. Penambahan bahan ini dalam
semen adalah maksimum 4% dari berat klinker. Dan
dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 2,5%-3%.

TIPE SEMEN (SK SNI T-15-1990-03-2)


1. Tipe I (Semen Normal)
→ Semen yang tidak memerlukan persyaratan khusus
→ Tidak ada serangan asam dan garam-garam sulfat
→ Kandungan C3S 45-55% dan C3A 8-12%
→ Kehalusan ≥ 350-400 m2/kg
→ Digunakan pada bangunan bertingkat, jembatan dan jalan raya,
beton praktekan, bendungan saluran irigasi dll

2. Tipe II
→ Semen yang digunakan pada daerah yang terdapat serangan
asam-asam dan garam-garam sulat dan panas hidrasi tahap
sedang
→ Kandungan C3S 40-45% dan C3A 5-7%
→ Kehalusan ≥ 300 m2/kg
→ digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-
menerus berhubungan dengan air tanah/air kotor, pondasi yang
tertanam didalam tanah yang mengandung garam-garam sulfat
3. Tipe III
→ Semen yang mempunyai kekuatan awal yang tinggi dalam
fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Kekuatan awal 3 hari
semen tipe III sama dengan kekuatan awal 28 hari semen tipe I
→ Digunakan pada daerah yang bertemperatur rendah/ daerah
yang mempunyai musim dingin.
→Kandungan C3S > 55% dan C3A > 12%
→Kehalusan ≥ 500 m2/kg
→ Digunakan untuk jalan raya, bandara dan bangunan tingkat
tinggi

4. Tipe IV
→ Semen digunakan pada daerah yang memiliki panas hidrasi
rendah
→Kandungan C3S maksimum 35%, C3A maksimum 7% dan C2S
40-50%
→Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I
→ Digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan besar, bendungan,
pondasi besar

5. Tipe V
→ Semen yang mempunyai ketahanan terhadap asam-
asam dan garam-garam sulfat
→ Kandungan C3S 45-55% dan C3A < 5% (tapi > 4%
untuk proteksi tulangan)
→Kehalusan ≥ 300 m2/kg
→Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan
air laut, bangunan yang berhubungan dengan air buangan
industri, bangunan yang berhubungan dengan air yang
mengandung sulfat dalam prosentase yang tinggi

Fungsi Semen:
• Mengisi pori-pori antara butiran pasir dengan krikil
• Jika dicampur air supaya membentuk sifat plastis (sifat
yang mudah menimbulkan daya pengikatan)
Pengujian Semen Portland
1. Berat Jenis
→ Berdasarkan standard ASTM C – 188, berat jenis semen yang
disyaratkan melalui pengujian dengan metode Le Chatelier adalah
3,15 gr / m3
→Alat yang digunakan untuk pengujian adalah tabung Le Chatelier

Cara pengujian:
• menimbang berat semen sesuai ketentuan (m).
• mengisi botol Le Chatelier dengan kerosin pada skala tertentu
(V1),kemudian dimasukkan dalam air dengan suhu 20° C.
• masukkan benda uji ke dalam botol Le Chatelier, kemudian baca
skala pada botol (V2).
• menghitung berat jenis dengan rumus: m/(V₂ - V₁ )

2. Konsistensi Normal
→ Kosistensi normal adalah kadar air yang diperlukan untuk
semen melakukan proses hidrasi berjalan secara normal
untuk memperoleh kekuatan yang optimal
→ Alat yang digunakan untuk pengujian konsistensi normal
adalah ala vicat (standar SII/ASTM) dengan diameter alat 10
mm, kadar air yang diinginkan adalah kadar air pada saat
penurunan jarum 10 mm.
→ Konsistensi normal pada semen umumnya berkisar antara
25 sampai 26 % (persen)
Tergantung: kehalusan semen, komposisi senyawa, suhu
udara, dan kelembaban sekitar
3. Waktu Ikat
→ Pengikatan awal (setting time)
Yaitu waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur
dengan air dari kondisi plastis menjadi tidak plastis.
>>pengikatan awal tidak buleh kurang dari 60 menit
>>menurut standar SII pengikatan awal tidak boleh
kurang dari 45 menit Waktu ikat awal semen didapat ketika
penurunan mencapai 25 mm pada pengujian dengan vicat

→ Pengikatan akhir (final time)


Yaitu waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dari
kodisi plastis menjadi keras. Pengertian keras yakni
bentuknya yang kaku dan tidak boleh terbebani dahulu baik
dari beban sendiri maupun beban dari luar.
>>waktu yang diperlukan untuk semen melakukan pengikatan
akhir adalah 8 jam
>>menurut standar SII pengikatan akhir maksimal 360 menit

4. Kehalusan Butir
Pengujian angka kehalusan butir dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Pengujian standar SNI (15-2045-1994)
• Pengujian dilakukan dengan menggunakan pesawat bline.
• Semen dinyatakan halus apabila luas permukaannya tidak boleh
kurang dari 2800 cm²/gram
b. Pengujian dengan ayakan standar
• Semen lolos ayakan diameter 0,12mm
• Perhitungan: berat tertinggal ayakan diameter 0,09mm dibagi
dengan berat benda uji mula-mula dikali 100%
5. Kekalan Butir
→Semen tidak boleh berubah bentuk
→ Jika semen berubah maka beton akan menjadi lebih keras yang
mengakibatkan timbulnya tegangan tarik yang berakhir pada beton
menjadi retak.
→ Alat yang digunakan untuk pengujian angka kekekalan butir semen
adalah autoclave.
→ Semen dinyatakan kekal apabila diuji dengan autoclave tidak boleh
berubah bentuk lebih dari 0,8%
6. Kuat Tekan
Kuat tekan pada semen timbul karena reaksi antara C3S dan C2S
dengan air membentuk Calsium Silikat Hidrat (C3S2H3) atau dalam
semen disebut Tobermorin.

Pengujian Kuat Tekan:


Sampel kubus dengan sisi (s) = 50cm, Campuran dengan komposisi
berat: Semen:Pasir:Air = 1:2,75:0,485

Ditinjau dari kekuatannya semen portland dibedakan menjadi empat:


a. Semen portland mutu S-400, yaitu semen portland dengan kuat
tekan pada umur 28 hari sebesar 400 kg/cm2.
b. Semen portland mutu S-475, yaitu semn portland dengan kuat tekan
pada umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2.
c. Semen portland mutu S-550, yaitu semn portland dengan kuat tekan
pada umur 28 hari sebesar 550 kg/cm2.
d. Semen portland mutu S-S, yaitu semn portland dengan kuat tekan
pada umur 1 hari sebesar 225 kg/cm2dan pada umur 7 hari sebesar
525 kg/cm2

Penyimpanan Semen
• Semen jika tidak digunakan, harus disimpan dengan
baik. Semen tidak boleh diletakkan langsung di atas
permukaan tanah atau lantai karena dapat
menyebabkan kelembaban. Jika lembab, ada uap air,
semen bereaksi dengan air sehingga mengeras. Oleh
karena itu, dudukan semen harus kering, bersih, dan
mempunyai sirkulasi udara yang baik.

• Tumpukan semen juga boleh ditutup dengan plastik


terpal atau sejenisnya untuk memberikan perlindungan
ekstra. Jangan lupa, sirkulasi udara tetap harus
diperhatikan. Tumpukan semen yang sangat banyak
biasanya diletakkan di dalam gudang khusus.

Anda mungkin juga menyukai