Konsul Ke Dinkes PDF
Konsul Ke Dinkes PDF
Oleh:
Oleh :
NOVYANANDA SALMASFATTAH
(15670020)
Mengetahui,
a.n. Dekan,
Ketua Program Studi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
II
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktik
Kerja Lapangan Intergratif (PKLI) Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.
Dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Intergratif, penulis banyak sekali
mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Dr.Roihatul Muti’ah M.Kes., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
2. Ibu dr. Kuspardani selaku kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.
3. Bapak Hajar Sugihantoro, M.P.H, Apt., Abdul Hakim, M.P.I, M.Farm, Apt, dan ibu Ria
Ramadhani Dwi Atmaja, S.Kep., Ners., M.kep. selaku pembimbing lapangan jurusan
farmasi.
4. Bapak Sugiyono S.farm, Apt Selaku Pembimbing lapangan Dinas Kesehatan Kabupaten
Blitar.
5. Teman-teman Mahasiswa Farmasi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2015
yang telah bekerjasama selama kegiatan PKLI ini.
6. Semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan dan penyelesaian laporan Praktik
Kerja Lapangan Intergratif.
Penulis menyadari terbatasnya pengetahuan dan pengalaman, maka dalam penyususnan
laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan serta masih jauh dari kesempurnaan,
namun penulis mengharapkan mudah-mudahan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu kesehatan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
III
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... I
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... II
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... III
DAFTAR ISI.................................................................................................................... IV
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... VI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program PKLI ......................................................................... 1
1.2 Tujuan PKLI ..................................................................................................... 3
1.3 Program PKLI .................................................................................................. 3
1.4 Waktu PKLI ..................................................................................................... 3
BAB II KONDISI OBYEKTIF LOKASI PKLI
2.1 Deskripsi Instansi atau Lembaga Profesi.......................................................... 4
2.1.1 Nama dan Sejarah Singkat ..................................................................... 4
2.1.2 Struktur Organisasi Personalia dan Deskripsi Tugas .............................. 5
2.1.3 Tugas dan Fungsi Instansi/Lembaga ....................................................... 6
2.2 Denah Lokasi PKLI
2.2.1 Denah Lokasi Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ...................... 34
2.2.2 Denah Lokasi Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK) Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar ..................................................................................... 35
BAB III PELAKSANAAN PKLI
3.1 Program Bidang Profesi ................................................................................... 36
3.1.1 Proses Perencanaan Obat di Gudang Farmasi di Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar ..................................................................................... 36
3.1.2 Proses Pengadaan Obat di Gudang Farmasi di Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar ..................................................................................... 38
3.1.3 Proses Penyimpanan Obat - obatan dan Vaksin di Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar ..................................................................................... 39
3.1.4 Proses Pendistribusian Obat - obatan dan Vaksin dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Blitar ke Puskesmas – puskesmas ....................... 42
3.1.5 Pengawasan Penyimpanan dan Distribus Vaksin dalam Kegiatan
Outbreak Response Immunization (ORI) dari Puskesmas ke
Posyandu-Posyandu ................................................................................ 45
IV
3.1.6 Kegiatan Pengawasan Pemusnahan Obat di Puskesmas ......................... 46
3.1.7 Pengambilan Vaksin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ke
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur ................................................... 48
3.1.8 Observasi Proses Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan , dan
Distribusi Obat di Puskesmas ................................................................. 49
3.2 Progam Pengembangan Kefarmasian ............................................................... 53
3.2.1 Perencanaan Obat Dinas Kesahatan Kabupaten Blitar ........................... 53
3.2.2 Pengadaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar .......................... 54
3.2.3 Penyimpanan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ...................... 56
3.2.4 Distribusi Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ............................ 58
3.2.5 Pengawasan Penyimpanan dan Distribus Vaksin dalam Kegiatan
Outbreak Response Immunization (ORI) dari Puskesmas ke
Posyandu – posyandu .............................................................................. 59
3.2.6 Kegiatan Pengawasan Pemusnahan Obat di Puskesmas ......................... 61
3.2.7 Observasi Proses Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, dan
Distribusi Obat di Puskesmas ................................................................. 52
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan....................................................................................................... 66
4.2 Saran ................................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... VII
LAMPIRAN..................................................................................................................... X
V
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ........................................................... 4
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ........................ 5
Gambar 2.3 Denah Lokasi Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar ..................... 34
Gambar 2.4 Denah Lokasi Instalasi Farmasi Kesehatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar ......................................................................................... 35
Gambar 3.1 Diskusi Proses Perencanaan Obat ............................................................. 37
Gambar 3.2 Penerimaan Obat dari Pemenang tender melalui non e-catalog ............. 38
Gambar 3.3 Gudang Penyimpanan Obat Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar .......... 40
Gambar 3.4 Penyimpanan Vaksin di Lemari Dingin .................................................... 42
Gambar 3.5 Proses Pengambilan Obat oleh Puskesmas ............................................... 44
Gambar 3.6 Proses Pengambilan Vaksin oleh Puskesmas ............................................ 45
Gambar 3.7 Survey Progam ORI di Posyandu Wilayah Puskesmas Nglegok ............ 46
Gambar 3.8 Proses Pemusnahan Obat di Puskesmas Bacem ....................................... 48
Gambar 3.9 Pengambilan Vaksin di Provinsi ................................................................ 49
Gambar 3.10 Proses Distribusi Obat ke Pasien di Puskesmas Nglegok ...................... 52
VI
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Salah satu peran dari apoteker dan farmasis adalah mengelola dan
memantau instalasi famasi kabupaten (IFK) dan vaksin. Dimana Sistem
penyimpanan obat pada dinas kesehatan kabupaten blitar di bagian IFK
menggunakan First in First out (FIFO), menurut Stice dan Skousen (2009)
menyatakan bahwa sistem FIFO dinilai lebih logis dan realitas terhadap arus biaya.
Kelebihan dari sistem ini yaitu dapat meminimalkan obat – obatan dan alat
kesehatan yang telah kadaluwarsa. Sedangkan Metode yang di gunakan dalam
perencanaan kebutuhan obat di dinas Kesehatan Kabupaten Blitar adalah metode
konsumsi. Perencanaan Pengadaan Obat menggunakan metode konsumsi kurang
sesuai dengan kebutuhan serta tidak dapat dijadikan dasar pengkajian penggunaan
obat sehingga sering terjadi kekurangan stok obat atau bahkan perubahan pola
konsumsi obat juga dapat menyebabkan stock obat menjadi berlebih (Rahmawatie
dan Santoso, 2015). Selain itu vaksin yang harus dikelola oleh soerang farmasis
juga berhubungan erat dengan proses imunisasi dimana berdasarkan profil
kesehatan dinas kesehatan Kabupaten Blitar (2016) menyatakan bahwa Kabupaten
Blitar menempati peringkat pertama daerah dengan kasus difteri tertinggi di Jawa
Timur dengan terdapat lebih dari 50 kasus difteri di Kabupaten Blitar dengan 2
penderita meninggal dunia. Dimana proses imunisasi pada tahun tersebut telah
berjalan dengan semestinya (Dinkes Kab Blitar, 2016). Sehingga untuk
mendapatkan pengalaman dalam memahami peran dan tugas farmasis di instansi
pemerintahan baik dalam pengelolaan obat maupun vaksin perlu dilakukan PKLI
pada dinas kesehatan yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.
3
4
5
1. Kepala Dinas
− Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Bupati memimpin dan
melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang diberikan
kepada Daerah.
− Kepala Dinas dalam melaksanakan tugas, menyelenggarakan fungsi :
• Menetapkan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan baik
upaya kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan
masyarakat (UKM), kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan.
• Melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan baik
upaya kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan
masyarakat (UKM), kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan.
• Mengevaluasi dan melaksanakan pelaporan di bidang kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan
kesehatan baik upaya kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya
kesehatan masyarakat (UKM), kefarmasian, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya
kesehatan.
• Memimpin pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan tata kelola
Rumah Sakit dan tata kelola klinis Rumah Sakit Daerah.
• Memimpin pelaksanaan administrasi Dinas sesuai dengan lingkup
tugasnya.
• Melaksanakan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah
terkait dengan bidang kesehatan.
•
7
2. Sekertaris
− Sekretaris mempunyai tugas melaksanakan koorDinasi, pelaksanaan
dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan.
•
8
•
9
•
10
•
11
•
13
•
14
•
16
•
19
•
22
•
23
•
24
•
25
•
28
•
29
•
30
•
31
•
32
•
33
•
34
•
35
•
BAB III
PELAKSANAAN PKLI
3.1 Program Bidang Profesi
Kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKLI selama berada di dinas
kesehatan yaitu pengelolaan obat dan vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
serta observasi kegiatan pengelolaan obat di Puskesmas kabupaten blitar yang
meliputi puskesmas Garum, Puskesmas Sanankulon, dan Puskesmas Nglegok.
3.1.1 Proses Perencanaan Obat Di Gudang Farmasi Di Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar
Perencanaan yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan
langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti
mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa saja yang
menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud
untuk mencapai tujuan (Terry dan Leslie, 2010).
Perencanaan kebutuhan obat dilakukan setiap satu tahun sekali dengan
menyusun RKO ( Rencana Kebutuhan Obat ). Perencanaan kebutuhan obat ini
untuk pemenuhan obat selama 18 bulan dengan mempertimbangkan waktu tunggu
ketika obat belum dikirim oleh distributor, adanya peningkatan jumlah kebutuhan
obat dan untuk berjaga-jaga ketika terjadi Kejadian Luar Biasa ( KLB ) sehingga
stok obat di Instalansi Farmasi Kabupaten Blitar tidak sampai kosong.
Metode yang digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat adalah
metode konsumsi. Perencanaan dengan metode konsumsi ini dilakukan dengan
melihat banyaknya pemakaian obat tiap bulan yang dilihat pada tiga tahun
sebelumnya. Sehingga metode ini cukup efisien untuk menyusun RKO. Menurut
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010) metode ini dilakukan dengan
menganalisis data komsumsi obat tahun sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
1) Pengumpulan data dan pengolahan data.
2) Analisis data untuk informasi dan evaluasi
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
Pertimbangan lain pada proses perencanaan obat di Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar sendiri juga memerhatikan jumlah anggaran yang didapat. Maka
36
37
dari itu selain melihat sisa stok tahu lalu juga di lakukan metode VEN untuk
penentuan rencana pegadan obat yang akan dipesan. Metode VEN merupakan
penggolongan obat berdasarkan waktu kepentingan. Dibagi menjadi 3: Vital (V),
Esensial (E), Non Esensial (N) serta mengacu pula pada Formularium nasional.
Obat-obat adalah obat-obat vital yang tak tergantikan.Yang termasuk dalam
kelompok vital antara lain : obat penyelamat (life saving drug), obat-obatan untuk
pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit penyebab
kematian terbesar. Contoh obat yang termasuk jenis obat vital adalah adrenalin,
antitoksin, insulin, obat jantung. Obat esensial adalah obat yang sangat dibutuhkan,
Obat-obat yang ada dalam Formularium Nasional sendiri sudah termasuk obat-obat
esensial. Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien. Contoh obat yang
termasuk jenis obat esensial adalah antibiotik, obat gastrointestinal, NSAID dan
lain lain. Dan obat-obat non-esensial adalah obat-obat tambahan namun tanpa obat
tersebut maka perencanaan obat akan pincang. Non-esensial (N) meliputi aneka
ragam perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri
(self limiting disease), perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan
farmasi yang mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding
perbekalan farmasi lainnya. Contoh obat yang termasuk jenis obat non-esensial
adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.
Gambar 3.2 Penerimaan obat dari pemenang tender melalui non e-catalog
39
vaksinasi polio tidak boleh diletakkan pada suhu dingin karena akan
menjadikan drop kaku dan sulit digunakan. Namun terdapat petugas
puskesmas yang melakukan kesalahan tersebut seperti meletakkan drop pada
vaccine carier.
target. Tidak dianjurkan membawa vaksin berlebih pada vaccine carrier karena
vaksin yang telah keluar dari refrigerator VVM pada vaksin akan menurun.
Cara tersebut merupakan cara manual untuk pemusnahan obat. Pada beberapa
puskesmas telah menggunakan insenerator sebagai pemusnahan dengan cara
modern.
Pembuangan/pemusnahan dengan incinerator adalah pilihan utama,
sementara itu sanitary landfill merupakan pilihan terakhir. pembuangan ke landfill
diperlukan bila sarana incinerator tidak mencukupi atau tidak tersedia. Menurut
Setyo Sarwanto, (2003) Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat
ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming)
tersebut meliputi sebagai berikut :
1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter
2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
3. Tambahkan lapisan kapur
4. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan
samapai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah
5. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah
Setelah dilakukan pengawasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
dilakukan dibuatlah berita acara pemusnahan obat yang dibuat oleh dinas kesehatan
dengan mengacu kepada Permenkes Nomor 73 tahun 2016 yang ditujukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan
Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Arsip di Puskesmas. Terdapat
pula daftar obat yang dimusnahkan dengan kolom nama obat jumlah dan alasan
pemusnaan obat. Kedepanya Menurut penuturan Bapak Suprianto., S.farm., Apt
selaku penanggung jawab gudang menuturkan “Pemusnahan obat kadaluwarsa di
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar dilakukan melalui pihak ke-3”.
Pemusnahan melalui pihak ke tiga yang di maksud yaitu pemusnahan obat
melalui istansi yang mebyediakan jasa untuk memusnahkan obat. Pihak ke 3 yang
dituju untuk pemusnahan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar yang di
lakukan melalui PT. PRIA. PT. PRIA merupakan PT yang bergerak di bidang
pengolahan dan pemanfaatan limbah.
48
diambil sendiri oleh sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-sama dengan
formulir LPLPO dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat
( depkes, 2004 )
Obat-obat yang ada di puskesmas didistribusikan ke pasien,
Puskesmas Pembantu (PUSTU) yang di pimpin oleh perawat dan Pusat
Kesehatan Desa (PUSKESDES). Pendistribusian obat ke PUSTU dan
PUSKESDES dilakukan dengan membuat permohonan permintan obat yang
dilakukan menggunakan Formulir Laporan Pemakaian Dan Lembar
Permintaaan Obat ( LPLPO ) dari PUSKESDES dan PUSTU yang diketahui
oleh penanggung jawabnya yaitu kepala puskesmas. Sedangkan proses
pendistribusian obat ke pasien dilakukan langsung oleh tenaga kefarmasian
ke pasien yang berobat dan membawa resep. Kemudian obat disiapkan sesuai
dengan resep dan didistribusikan ke pasien dengan persiapan yang teratur dan
terbungkus lengkap dengan etiket pada masing-masing obat. Obat yang
didistribusikan dicatat dalam buku pengeluaran barang dan formulir
pengeluaran obat berisi pengiriman, penerimaan, dan pemeriksaan obat.
pengadaan sesuai dengan perencanaan. Untuk hal tersebut maka pihak dinas sudah
cukup baik dalam mengambil keputusan tentang obat apa yang harus diadakan.
Pihak Dinas kesehatan akan memilih mana obat yang paling di perlukan dan yang
paling memberikan manfaat sehingga di prioritaskan untuk di adakan sesuai
rencana.
Kendala lain yang terjadi dalam proses pengadaan obat yaitu terlambatnya
suplaier dalam memasok obat. sehingga hal tersebut menyebabkan ketersediaan
obat tertentu menjadi kosong ( Kusmini dkk, 2016). Kendala tersebut dapat berasal
dari distributor obat secara e-Catalogue (e-purchasing) ataupun secara non
eCatalogue ( non e-purchasing). Kendala yang di hadapi selama mahasiswa PKLI
melakukan observasi dan wawancara yaitu terlambatnya disributor obat dari
ecatalogue (e-purchasing) sehingga terdapat beberapa obat yang mengalami stock
out.
Terjadinya keterlambatan pemasokan obat oleh distributor dalam metode
epurchasing secara e-catalogue penayangan e-catalogue yang tidak memberikan
cukup waktu bagi disributor pemenang e-catalogue untuk mempersiapkan obat
dalam jumlah yang sesuai dengan komitmen pada saat dibutuhkan oleh
satker/faskes ( Dwiaji dkk, 2016). Hambatan dalam proses pengadaan obat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar sendiri berasal dari faktor eksternal sehingga
pihak Dinas sendiri pun sulit untuk menangani hal tersebut. Hal yang dapat
dilakukan pihak Dinas Kesehatan untuk menangani hal tersebut adalah melakukan
komunikasi terlebih dahulu kepada distributor penyedia sebelumnya agar tidak
mengalami hambatan e-purchasing dilaksanakan. Mereka menyampaikan
informasi rencana pengadaan kepada distributor penyedia di awal tahun anggaran.
Distributor penyedia menyiapkan barang, setelah barang tersedia distributor
penyedia akan memberi informasi balik kepada pihak Dinas Kesehatan, selanjutnya
pihak Dinas Kesehatan melakukan e-purchasing obat ( Kusmini dkk, 2016).
Proses pengadaan yang sesuai dan dapat berjalan dengan lancar akan
membawa dampak terpenuhinya ketersediaan obat sehingga tidak terjadi
kekosongan obat. Pengadaan obat secara e-purchasing sendiri juga memiliki
kelebihan yakni dapat menekan biaya obat karena harga obat didasarkan pada
distributor yang memenagkan tander dengan harga yang paling murah dan itu
berlakau secara nasional. Metode pengadaan obat secara e-purchasing bila berjalan
56
lancar tanpa hambatan akan sangat efisien dan mampu menghemat biaya obat (
Kusmini dkk, 2016).
Pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar berdasarkan katalog
elektronik (e-catalogue). Hal ini sesuai dengan Pasal 110 Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012,
dikembangkan metode pengadaan obat melalui sistem E-Purchasing Obat.
Pengadaan obat oleh Satuan Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah
dan FKTP atau FKRTL dapat dilaksanakan sebagai berikut:
2. Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam Katalog Elektronik
(E-Catalogue) obat, proses pengadaan dapat mengikuti metode lainnya
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.
dari petugas Puskesmas kendala yang di alami ketika proses pengadaan obat
yaitu tidak tersedianya obat di Dinas Kesehatan ataupun stock di Dinas
Kesehatan sedikit sehingga permintaan Puskesmas tidak sesuai LPLPO.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan di Puskesmas maka pihak Puskesmas
boleh melakukan pengadaan sendiri.
Pengadaan sendiri pernah dilakukan oleh beberapa Puskesmas seperti
pada Puskesmas Garum dan juga Puskesmas Ngelegok. Pengadaan pada kedua
Puskesmas tersebut dilakukan dengan membeli stock obat yang kosong di
Apotek. Namun karena ada peraturan terbaru yang mengatur tentang
pengadaan obat di Puskesmas maka Puskesmas tidak lagi melakukan
pengadaan sendiri. Hal yang biasanya dilakukan oleh petugas Puskesmas
dengan mengganti obat yang kosong dengan obat yang memiliki indikasi yang
sama. Menurut salah satu petugas Puskesmas untuk melakukan pengadaan
sendiri di Puskesmas terlalu sulit dan harus menyesuaikan harga sesuai
ketentuan, sehingga Puskesmas memilih untuk tidak melakukan pengadaan
sendiri.
Kekosongan obat pada Puskesmas tersebut dapat di karenakan
pengadaannya yang belum optimal seperti jumlah obat yang di adakan tidak
sesuai dengan LPLPO karena stock di Dinas kesehatan terbatas atau bahkan
Kosong. Salah satu Puskesmas juga pernah mengalami kekosongan obat untuk
penyakit jiwa yang setiap bulannya mengambil resep. Dari hal tersebut maka
pihak Puskesmas harus mampu melakukan perencanaan dan merealisasikan
pengadaan sesuai kebutuhan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka untuk
memenuhi kebutuhan di Puskesmas maka pihak Dinas Kesehatan juga harus
mampu memenuhi ketersediaan obat untuk di distribusikan ke Puskesmas.
3. Penyimpanan
Penyimpanan obat di Puskesmas tidak jauh berbeda dengan Gudang
IFK Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar. Di beberapa Puskesmas Kabupaten
Blitar penyimpanan sudah sesuia ketentuan akan tetapi masih terdapat kendala
yang dialami yaitu, penyimpanan obat OKT terpisah, dimana sebagian
diletakkan di lemari khusus OKT dan sebagian diletakkan di Gudang obat
tanpa lemari khusus. Dari penyimpanan ini, sebaiknya diletakkan pada satu
tempat khusus saja atau dalam lemari 2 kunci, agar tidak terjadi kesalahan
64
66
67
Departemen Kesehatan R.I. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan
Kesehatan Di Daerah Kepulauan
Departemen Kesehatan Ri, 2004. Manajemen Puskesmas 2004. Penerbit Depkes Ri. Jakarta
Departemen Kesehatan Ri, 2004. Penyelenggaraan Puskesmas Unit Swadana Buku I. Penerbit
Depkes Ri. Jakarta.
Departemen Kesehatan Ri. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
Depkes RI, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Jakarta: Depkes RI
Dwiaji, A., Sarnianto, P., Thabrany, H. 2016. Evaluasi Pengadaan Obat Publik pada JKN
Berdasarkan Data e-Catalogue Tahun 2014-2015, Jurnal Ekonomi Kesehatan
Indonesia. Vol.1. No. 1.
Dwiaji, A., Sarnianto, P., Thabrany, H., et.al, 2016, Evaluasi Pengadaan Obat Publik pada JKN
Berdasarkan Data e-Catalogue Tahun 2014-2015, Jurnal Ekonomi Kesehatan
Indonesia, 1(1) : 39-53
VII
Kusmini, Satibi Dan Suryawati Sri. 2016. Evaluasi Pelaksanaan E Purchasing Obat Pada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2015. Jurnal Managemen Dan
Pelayanan Farmasi. Volume 6 Nomor 4
Menteri Kesehatan Ri. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Peraturan Bupati Blitar Nomor 57 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Uraian Tugas Dan Fungsi Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang
Kabupaten Blitar.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Apotek
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2015 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan,
Serta Sarana Dan Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun
Anggaran 2016, Jakarta
VIII
Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : Ui
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan. I, Penerbit
EGC, Jakarta.
IX
Lampiran
X
Gambar 3. Gudang penyimpanan alat kesehatan gudang farmasi
XI
Gambar 5. Pengawasan program ORI di posyandu wilayah Puskesmas Gandusari
XII
Gambar 7. Proses pemusnahan obat di Puskesmas Ponggok
XIII
Gambar 9. Foto Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Gambar 11. Foto Form Permintaan Obat Kejadian Luar Biasa (KLB)
XIV