Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN TB PARU DI RUANG TULIP RSUD DR


CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI

DISUSUSN OLEH:
JAUHARI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH


2019
TB PARU

A. PENGERTIAN
Tuberculosis atau Tb adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon (Hood Alsagaff,1995:73)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan
bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi
penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J powh 2001)
1. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi
kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4. Individu tanpa perawatan yang adekuat
5. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass
gatrektomi.
6. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin
Karibia)
7. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8. Individu yang tinggal di daerah kumuh
9. Petugas kesehatan
C. ANATOMI

Seperti pada gambar di atas berikut ini alat dan bagian system pernapasan manusia sesuai
urutannya:
1. Hidung: organ tubuh pertama kita yang dilalui oleh oksigen. Bagian hidung terdiri
dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Di dalam rongga
hidung terdapat selaput lendir dan bulu-bulu hidung.
2. Tenggorokan: memiliki 2 cabang saluran yaitu untuk saluran pernapasan dan saluran
pencernaan. Khusus untuk saluran pernapsan biasanya panjangnya 12-14 cm, tepat di
bagian pangkalnya dinamakan laring panjangnya sekitar 3-4 cm dan berbentuk seperti
kerucut terbalik yang tersusun 9 tulang rawan dan beberapa otot sedangkan pintu
massuk laring disebut epiglotis, epiglotis fungsinya sangat penting karena dia
memiliki klep yang tugasnya mengatur pergantian pertukaran udara pernapasan dan
makanan pada persimpangan jalan masuk itu. Selain epiglotis di laring terdapat cairan
dan pita suara,cairan fungsinya untuk menangkap debu dan kotoran yang masuk,
sedangan pita suara untuk berbicara.
3. Trakea (batang tenggorokan): terletak di kerongkongan saluran makanan, trakea
tersusun dari tulang rawan yang berbentuk cincin, untuk dinding sebelah dalamnya
terdapat selaput lendir dan sillia, fungsinya menahan dan mengeluarkan kotoran agar
tidak masuk paru-paru jika kotoran tersebut tidak dapat ditangkap oleh cairan dari
laring.
4. Bronkus: cabang trakea dan tersusun atas tulang-tulang rawan yang berbentuk cincin,
cabangnya ada dua yaitu ke kanan menuju paru kanan dank e kiri menuju paru kiri.
Fungsi bronkus sendiri sebagai tempat untuk masuknya udara ke paru-paru dan
keluarnya udara dari paru-paru.
5. Bronkiolus: cabang dari bronkus adalah bronkiolus, jumlah cabaangnya sesuai
gelambir paru-paru, bagi yang menuju paru kanan berjumlah 3 cabang sedangkan
yang ke paru kiri ada 2 cabang. Bronkiolus adalah saluran halus, kecil, dan
dindingnya tipis. Bronkiolus rongganya ada sillia dan tidak memiliki tulang rawan,
ujung bronkiolus terdapat gelembung-gelembung sangat kecil dinamakan alveolus.
6. Alveolus: memungkinkan udara keluar masuk dari dalam paru-paru, alveolus ini
berjumlah sekitar 300 juta dalam paru-paru. Alveolus diselubungi pembuluh darah
yang membentuk jaring, dinding alveolus sangat tipisseperti silapis sel, lembab dan
berdekatan dengan kapiler darah.
7. Paru-paru organ yang paling vital diantara organ yang lain letaknya berada didalam
rongga dadatepatnya diatas diafragma, diafragm adalah sekat rongga badan yang
membatasi antara rongga dada dengan ronga perut, bagian kiri terdapat 2
gelambir/lobus (atas bawah) dan dikiri ada 3 gelambir yaitu atas, tengah, dan bawah.
Paru-paru terbungkus pleura (selaput paru-paru), pleura terdiri 2 lapisan salah satunya
berisi cairan yang fungsinya supaya tidak ada lecet pada paru-paru akibat gesekan
yang disebabkan mengembang dan mengempisnya paru-paru, kapasitas paru-paru
menampung udara berkisar sekitar 3,5 liter.
Berikut contoh gambar paru-paru normal dan yang teinfeksi mycobacterium
tuberculosis dan penularan.
D. PATOFISIOLOGI
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri
dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-
paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-
hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal,
atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu
10 sampai 20 hari.

E. MANIFESTASI KLINIK
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah
dan demam. Gambaran klinik TB paru dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Gejala respiratorik
a. Batuk: gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan, mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah: darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak, batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah, berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas: gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan
lain-lain.
d. Nyeri dada: nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleutirik yang ringan, gejala
ini timbul apabila system persyarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik
a. Demam: merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebass serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan
malaise

F. KLASIFIKASI
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau biakan kuman
TB positif.
4) satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB,
yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini
tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik terhadap basil
TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
Deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi. Pelaksanaannya
rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan
masalah

H. PENATALAKSANAAN TB PARU
1. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
Streptomisin injeksi 750 mg,Pas 10 mg, Ethambutol 1000 mg, Isoniazid 400 mg.
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis
INH,Rifampicin,Ethambutol dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama
pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan
mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan
terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuaidengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya.

Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal


sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.

b. Preventif
1 ) Vaksinasi BCG
2 ) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4 ) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain

f. Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah
yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.

g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
- inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
- Palpasi : Fremitus suara meningkat.
- Perkusi : Suara ketok redup.
- Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P 2 syang mengeras.
5) istem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
h. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

i. Rencana Keperawatan
TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif Respiratory status : Airway suction
Ventilation  Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan Respiratory status : Airway tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi patency  Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran Aspiration Control sebelum dan sesudah
pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil :  Informasikan pada klien
jalan nafas.  Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suarasuctioning
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak ada Minta klien nafas dalam
- Dispneu, Penurunan suara sianosis dan dyspneusebelum suction dilakukan.
nafas (mampu mengeluarkan Berikan O2 dengan
- Orthopneu sputum, mampu bernafasmenggunakan nasal untuk
- Cyanosis dengan mudah, tidak adamemfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas (rales, pursed lips) nasotrakeal
wheezing)  Menunjukkan jalan nafas Gunakan alat yang steril
- Kesulitan berbicara yang paten (klien tidaksitiap melakukan tindakan
- Batuk, tidak efekotif atau merasa tercekik, irama Anjurkan pasien untuk
tidak ada nafas, frekuensi pernafasanistirahat dan napas dalam
- Mata melebar dalam rentang normal, tidaksetelah kateter dikeluarkan
- Produksi sputum ada suara nafas abnormal) dari nasotrakeal
- Gelisah  Mampu  Monitor status oksigen
- Perubahan frekuensi dan mengidentifikasikan danpasien
irama nafas mencegah factor yang dapat Ajarkan keluarga
menghambat jalan nafas bagaimana cara melakukan
Faktor-faktor yang berhubungan: suksion
- Lingkungan : merokok,  Hentikan suksion dan
menghirup asap rokok, perokok berikan oksigen apabila
pasif-POK, infeksi pasien menunjukkan
- Fisiologis : disfungsi bradikardi, peningkatan
neuromuskular, hiperplasia saturasi O2, dll.
dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma. Airway Management
- Obstruksi jalan nafas :  Buka jalan nafas,
spasme jalan nafas, sekresi guanakan teknik chin lift atau
tertahan, banyaknya mukus, jaw thrust bila perlu
adanya jalan nafas buatan,  Posisikan pasien untuk
sekresi bronkus, adanya eksudat memaksimalkan ventilasi
di alveolus, adanya benda asing  Identifikasi pasien
di jalan nafas. perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


Respiratory Status : GasAirway Management
Definisi : Kelebihan atau exchange  Buka jalan nafas,
kekurangan dalam oksigenasi Respiratory Status :guanakan teknik chin lift atau
dan atau pengeluaran ventilation jaw thrust bila perlu
karbondioksida di dalam Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk
membran kapiler alveoli Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien
Batasan karakteristik : peningkatan ventilasi danperlunya pemasangan alat
 Gangguan penglihatan oksigenasi yang adekuat jalan nafas buatan
 Penurunan CO2  Memelihara kebersihan  Pasang mayo bila perlu
 Takikardi paru paru dan bebas dari  Lakukan fisioterapi dada

 Hiperkapnia tanda tanda distressjika perlu


pernafasan  Keluarkan sekret dengan
 Keletihan
 Mendemonstrasikan batuk atau suction
 somnolen
batuk efektif dan suara
 Iritabilitas  Auskultasi suara nafas,
nafas yang bersih, tidak ada
 Hypoxia catat adanya suara tambahan
sianosis dan dyspneu
 Lakukan suction pada
 kebingungan
(mampu mengeluarkan
mayo
 Dyspnoe sputum, mampu bernafas
 Berika bronkodilator
 nasal faring dengan mudah, tidak ada
bial perlu
 AGD Normal pursed lips)
 Barikan pelembab udara
 sianosis  Tanda tanda vital dalam
 Atur intake untuk cairan
 warna kulit abnormal (pucat, rentang normal
mengoptimalkan
kehitaman)
keseimbangan.
 Hipoksemia  Monitor respirasi dan
 hiperkarbia status O2
 sakit kepala ketika bangun
frekuensi dan kedalaman nafas Respiratory Monitoring

abnormal  Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan usaha

Faktor faktor yang respirasi

berhubungan :  Catat pergerakan

 ketidakseimbangan perfusi dada,amati kesimetrisan,

ventilasi penggunaan otot tambahan,

 perubahan membran kapiler- retraksi otot supraclavicular

alveolar dan intercostal


 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama
 auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Nutrition Management
Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi
cukup untuk keperluan  Adanya peningkatan untuk menentukan jumlah
metabolisme tubuh. berat badan sesuai dengan kalori dan nutrisi yang
tujuan dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik :  Berat badan ideal sesuai  Anjurkan pasien untuk
- Berat badan 20 % atau lebih di dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
bawah ideal  Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk
- Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
makanan yang kurang dari RDA  Tidak ada tanda tanda vitamin C
(Recomended Daily Allowance) malnutrisi  Berikan substansi gula
- Membran mukosa dan  Tidak terjadi penurunan  Yakinkan diet yang
konjungtiva pucat berat badan yang berarti dimakan mengandung tinggi
- Kelemahan otot yang serat untuk mencegah
digunakan untuk konstipasi
menelan/mengunyah  Berikan makanan yang
- Luka, inflamasi pada rongga terpilih ( sudah
mulut dikonsultasikan dengan ahli
- Mudah merasa kenyang, sesaat gizi)
setelah mengunyah makanan  Ajarkan pasien bagaimana
- Dilaporkan atau fakta adanya membuat catatan makanan
kekurangan makanan harian.
- Dilaporkan adanya perubahan  Monitor jumlah nutrisi dan
sensasi rasa kandungan kalori
- Perasaan ketidakmampuan  Berikan informasi tentang
untuk mengunyah makanan kebutuhan nutrisi
- Miskonsepsi  Kaji kemampuan pasien
- Kehilangan BB dengan untuk mendapatkan nutrisi
makanan cukup yang dibutuhkan
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen Nutrition Monitoring
- Tonus otot jelek  BB pasien dalam batas
- Nyeri abdominal dengan atau normal
tanpa patologi  Monitor adanya penurunan
- Kurang berminat terhadap berat badan
makanan  Monitor tipe dan jumlah
- Pembuluh darah kapiler mulai aktivitas yang biasa
rapuh dilakukan
- Diare dan atau steatorrhea  Monitor interaksi anak atau
- Kehilangan rambut yang orangtua selama makan
cukup banyak (rontok)  Monitor lingkungan selama
- Suara usus hiperaktif makan
- Kurangnya informasi,  Jadwalkan pengobatan dan
misinformasi tindakan tidak selama jam
makan
Faktor-faktor yang  Monitor kulit kering dan
berhubungan : perubahan pigmentasi
Ketidakmampuan pemasukan  Monitor turgor kulit
atau mencerna makanan atau  Monitor kekeringan, rambut
mengabsorpsi zat-zat gizi kusam, dan mudah patah
berhubungan dengan faktor  Monitor mual dan muntah
biologis, psikologis atau  Monitor kadar albumin,
ekonomi. total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai