Anda di halaman 1dari 8

Terapi abortus

Berikut ini merupakan penatalaksaan abortus1 :


1. Resusitasi1
a. Cek vital sign, jika terjadi syok segera panggil panggil bantuan
b. Amankan airway breathing dan circulation (lapangkan jalan nafas, berikan oksigen 6-
8 liter/menit dan memasang infus dengan cairan kristaloid.
c. Evaluasi disability (AVPU), berikan antibiotik jika ada tanda sepsis
d. Memasang foley catheter dan dilakukan pengecekan darah lengkap dan cross match.
2. Terapi abortus berdasarkan klasifikasi
Ada beberapa teknik dalam melakukan aborsi yaitu2 :
a. Teknik bedah
- Dilatasi serviks diikuti oleh kuretase (vakum aspirasi, dilatasi dan evakuasi,
dilatasi dan ekstraksi, menstrual aspirasi)
- Laparotomi yaitu histerektomi dan histeroktomi
Laparotomi dapat dilakukan pada abortus infeksiosus yang gagal dengan
pengobatan antibiotik dan evakuasi uterus serta dicurigai adanya perforasi usus.
Histerektomi harus dilakukan pada pasien dengan nekrosis uterus, adanya gas
gangrene pada pelvis dan ada pendarahan uterus yang tidak terkontrol.
Histerektomi dan histeromi dapat dilakukan
b. Teknis medical
- Oksitosin IV
Oksitosin 20 unit dimasukan dalam 500 ml larutan kristaloid dengan kecepatan 40
tetes permenit.
- Prostaglandin E2, E1 dan analog
Prostaglandin E2 diberikan secara supositoria pada fornix posterior sedangkan
prostaglandin E1 (misoprostol) diberikan pervaginam dengan dosis 600µg
ditambah 400µg tiap 4 jam pada terminasi kehamilan trimester kedua. Pada
terminasi kehamilan trimester pertama misoprostol 800 µg diberikan pervaginam
diulangi sampai 3 dosis. Misoprostol lebih baik diberikan secara sublingual atau
buccal dibandingkan peroral.
- Antiprogesteron-RU 248 (mifepristone) dan epostane
Mifepristone dengan dosis 100-600 mg peroral diberikan bersama misoprostol
200-600 µg peroral atau 800 µg pervaginam pada terminasi kehamilan trimester
pertama.
- Methotrexate-IM dan oral
Methotrexate 50 mg IM atau peroral diberikan bersama misoprostol 800µg
pervaginam dalam 3-7 hari.

Beberapa terapi penatalaksanaan abortus berdasarkan klasifikasi3,4,5,7,8:

Jenis abortus Penatalaksanaan


Abortus iminens a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
c. Pemeriksaan ultrasonografi
d. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat
diberikan:
 Penenang: luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari
atau luminal 3 kali 30 mg
 Tokolitik: papaverin, isoxsuprine
Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5
hari
 Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3
kali 1 tablet
e. Bila penyebab diketahui maka dilakukan
terapi terhadap penyebabnya
f. Pada kasus tertentu seperti abortus
habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan
rawat inap.
g. Tidak dianjurkan untuk melakukan
hubungan seksual sementara waktu.
h. Beberapa penelitian menjelaskan bajwa
pemberian progesterone supositoria dapat
menurunkan angka kejadian abortus namun
tidak signifikan secara statistik.
Abortus insipiens - Dilakukan perbaikan keadaan umum
- Pada UK < 12 minggu dilakukan kuretase
- Apabila UK ≥ 12 minggu dilakukan drip
oksitosin dan kuretase
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500
ml cairan intravena (garam fisiologis atau
Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes
per menit sampai terjadi ekspuisi hasil
konsepsi kemudian dilakukan kuretase
- Jika perlu berikan misoprostol 200 µg
pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800
mcg).
- Pemberian medikamentosa berupa
antibiotika broad spectrum seperti
Amoksisilin dengan dosis 3x500 mg per
oral dan metilergometrin 3x5 mg per oral.
Abortus inkomplit - Dilakukan perbaikan keadaan umum
- Dilakukan evakuasi uterus. Apabila UK <
12 minggu dilakukan kuretase (AVM atau
Dilatasi dan kuretase). Apabila UK ≥ 12
minggu dilakukan drip oksitosin dan
kuretase
 Pemberian medikamentosa berupa
antibiotika broad spectrum seperti
Amoksisilin dengan dosis 3x500 mg per
oral dan metilergometrin 3x5 mg per oral.
Abortus komplit  Apabila diagnosis komplit sudah dipastikan
abortus jenis ini tidak memerlukan terapi
jenis apapun
 Jika belum dipastikan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG untuk konfirmasi.

Abortus septic  Dilakukan perbaikan keadaan umum


Terapi suportif dengan infus (NaCl 0,9%
atau RL), pemasangan kateter urin,
pemberian vaksinasi tetanus toksoid
 Diberikan antibiotik parenteral dengan
pilihan antibiotik : cefoxitin 2g IV tiap 6
jam atau cefotetan 2 g tiap 12 jam ditambah
doxycyclin IV sampai pasien bebas demam
untuk 48 jam
 Dilakukan evakuasi uterus
 Dapat dilakukan pemeriksaan tambahan
berupa pemeriksaan gram, kultur bakteri
dari endoserviks, darah, dan hasil konsepsi,
serta foto BOF.

Missed abortion  Dilakukan perbaikan keadaan umum


 Apabila UK < 12 minggu dilakukan
kuretase langsung. Apabila UK ≥ 12
minggu diberikan laminaria stiff selama 12-
24 jam atau misoprostol lalu dilanjutkan
dengan oksitosin drip lalu dilakukan
kuretase.
 Misoprostol 800 mcg pervaginam setiap 3
jam (maksimal 2 kali) atau 600µg
sublingual setiap 3 jam (maksimal 2 kali)
juga dapat diberikan pada missed abortion
pada trimester pertama.

Komplikasi

Adapun komplikasi dari abortus dan penanganannya1,5 :

Pendarahan hingga syok hemoragik 1. Stabilisasi pasien


Berikan oksigen 6-8 liter/menit
Berikan airan kristaloid 1-2 liter dalam
15-20 menit dengan menggunakan
abocath 16/18 G
Berikan transfusi darah jika Hb
dibawah 8
2. Identifikasi penyebab pendarahan
Penyebab pendarahan antara lain sisa
hasil konsepsi, atonia uteri, perforasi,
dan laserasi serviks.
a. Pada pasien dengan sisa hasil
konsepsi tanpa infeksi,
hemodinamik stabil dapat diberikan
misoprostol 800µg melalui rectum.
Intervensi bedah degan dilatasi dan
kuretase harus dilakukan pada
pasien dengan haemodinamik tidak
stabil, ada tanda infeksi dan
pendarahan yang membutuhkan
intervensi cepat.
b. Pada pasien dengan atonia uteri
dapat diberikan misoprostol,
metilergometrin, oksitosin atau
karboprost tromethamine.
c. Pada pasien dengan perforasi uterus
harus dipantau tanda vital dan
hematokritnya, jika kondisi pasien
tidak stabil atau ada kecurigaan
hemoperitoneum atau robek pada
organ dalam intervensi bedah dapat
dilakukan.
d. Pada pasien dengan laserasi serviks
atau vagina dapat dilakukan
tindakan konservatif seperti
tampon. Penjahitan dapat dilakukan
jika tindakan konservatif gagal
e. Placenta abnormal seperti placenta
previa atau solusio placenta

Infeksi hingga sepsis 1. Stabilisasi pasien


2. Berikan resusitasi cairan dan antibiotik
IV/IM (ampicilin 2g IV tiap 6 jam dan
gentamicin 5mg/kg BB IV tiap 24 jam
dan metronidazole 500 IV setiap 8 jam.
3. Evakuasi uterus

Edukasi

Edukasi kepada pasien pasca abortus1,6 :

1. Abortus iminens : bed rest, jangan koitus, segera pergi ke rumah sakit jika ada sakit perut,
pendarahan dan atau keluar jaringan atau gumpalan darah.
2. Pasien diedukasi untuk segera menggunakan KB jika tidak ada komplikasi pasca abortus
dengan tujuan menunda kehamilan minimal selama 6 bulan kedepan dengan
menggunakan KB. Beberapa pilihan KB pasca abortus yaitu9 :
a. Kontrasepsi non hormonal
Kontrasepsi non hormonal contohnya adalah penggunaan kondom dengan efek
samping efektivitasnya yang tidak terlalu tinggi dan keberhasilan bergantung dengan
cara penggunaan.
b. Kontrasepsi hormonal (kombinasi atau progesterone saja) yaitu pil, suntik dan
implan). Salah satu contoh kontrasepsi hormonal adalah pil. Efek samping dari
penggunaan kontrasepsi pil kombinasi ini adalah dapat menyebabkan amenorea, berat
badan naik dan tekanan darah tinggi. Selain itu kontrasepsi hormonal lainnya adalah
suntik (1 bulan atau 3 bulan) dengan efek samping terjadi gangguan haid, mual dan
mundah. Implan memiliki lama kerja selama 3 tahun dengan efek samping terjadi
perubahan pola haid, nyeri payudara, mual muntah.
c. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Kontrasepsi ini dapat menyebabkan perubahan silus haid, haid lebih lama dan banyak
dan lebih nyeri. Kontrasepsi ini dapat bertahan hingga 10 tahun namun dapat dilepas
lebih awal jika diinginkan.
d. Metode kontrasepsi mantap (metode operatif wanita atau tubektomi)
Kontrasepsi ini menghentikan fertilitas perempuan secara permanen. Kontrasepsi ini
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dalam waktu pendek setelah tindakan dan
harus dilakukan oleh dokter terlatih.
3. Pasien pasca abortus dengan terapi obat-obatan memiliki kemungkinan 79% dapat hamil
lagi sedangkan pasien pasca abortus dengan terapi bedah memiliki kemungkinan 82%
bisa hamil lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akhter, H. Chirinos, K. Mc Laurin, S. Clinical Guidelines for Emergency


Treatment of Abortion Complication. Maternal Health and safe mother hood
programme. Division of family health world health organization. Geneva. 2004.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
William Obstetrics. Edisi 23. New York: McGraw-Hill. 2010.
3. K. Gemzell Danielsson, PC. Gomez Ponce, A. Weeks, B. Minikoff. Misoprostol
to treat missed abortion in the first semester. International Jurnal of Gynecology
and Obstetrics 2007;99 (supp 2) :S182-5
4. Campbell S, Monga A. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI)
Gynaecology. London : Arnold. 2000 ; 102-106.
5. Villavicencio, J dan Vrees, RA. Diagnosis dan Management of Septic abortion.
Topic in Obstetrics and Gynecology. 2016.
6. Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional. Pelayanan Keluarga
Berencana Pasca Perslinan dan Pasca Kegeguguran. 2017.
7. De Kock J. Heyas, T. Van Resburg, GH. The ABC of hemoragic shock in the
pregnant woman. 2008(12) : 5
8. Yassaee, F. Foumani, RS. Fallahian, M. The Effect of Progesterone Suppositories
on Threatened Abortion : A Randomized Clinical Trial. Journal of Reproduction
and Infertility. Avienna Research Institute. 2014;15(3):147-151
9. Handayani, S. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Pustaka Rihanna.
Yogyakarta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai