GANGGUAN PENDENGARAN
Posted on December 11, 2010 by elizabethners
Klien dengan gangguan pada telinga, akan merasakan ketidaknyamanan pada telinga yang sakit,
dan berusaha mencari pertolongan pada pelayanan kesehatan, tetapi dapat pula terjadi dimana
klien dan keluarga mengobati sendiri penyakit pada telinganya sehingga dengan keterbatasan
pengetahuan dalam pemahaman mengenai telinga, baik itu perawatan maupun pengobatannya
dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diharapkan.
Fungsi perawat salah satunya sebagai care giver harus dapat memberikan asuhan keperawatan
yang komprehensif kepada klien dengan masalah pada pendengarannya. Untuk itu bersama
dengan tim kesehatan lainnya khususnya dokter ahli THT, perawat dapat membuat asuhan
keperawatan pada klien yang meliputi aspek bio, psiko, sosial dan spiritual melalui pendekatan
proses keperawatan.
1. 1. PENGKAJIAN
Pengkajian ini dimulai saat klien menjawab pertanyaan yang diajukan, dan selama interview
posisi perawat adalah duduk berhadapan dengan klien dan bertatap muka, yang dilakukan pada
tempat yang terang.
1. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
c) Dizziness
d) Nyeri telinga : kapan terasa nyeri, lokasi nyeri, usaha mengurangi nyeri
Purulent : bernanah
Bening : cairan lymph
g) Kesulitan mendengar : tiba-tiba atau bertahap, satu atau dua telinga, mengganggu
percakapan, disertai tinnitus dan vertigo
Jika keluhan utama telah diperoleh, maka kembangkan riwayat kesehatan secarang berdasarkan
keluhan utama tersebut dengan Pedoman P,Q,R,S,T seperti contoh dibawah ini :
Provokatif/Paliatif : kapan nyeri mulai dirasakan?, Tindakan apa yang dapat dilakukan klien
untuk mengurangi nyeri telinga klien?, Tindakan apa yang dapat memperberat nyeri telinga
klien?
Qualitas/Quantitias : seperti apa nyeri telinga yang klien rasakan? Apakah seperti ditusuk jarum?
Seperti diremas-remas? Seperti dipukul palu? Dll. Berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien?
Apakah nyeri yang dirasakan berlangsung terus menerus ataukah intermitten?
Region/Radiation : Dimanakah lokasi/letak dari rasa nyeri yang dialami klien? Apakah nyeri
yang dirasakan menyebar ke tempat lain ? Apakah mengganggu dalam aktivitas sehari-hari?
Scale of pain: (Symptom Assessment Scale; 1996 WA Hospice Palliative Care Association)
Skala nyeri ini juga dapat dibuat rentang tersendiri oleh perawat yang mengkaji keluhan
nyeri telinga yang dirasakan klien berdasarkan kemampuan aktivitas sehari-hari.
Time : Saat kapan nyeri telinga dirasakan oleh klien, apakah pagi hari, siang hari ataukah malam
hari?
a) Perawat perlu mengkaji adakah riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik
atau pemakaian obat ototoksik sebelumnya.
b) Apakah sebelumnya pernah menderita parotitis, influenza berat atau meningitis?
c) Apakah ganguan pendengaran ini diderita sejak bayi sehingga mempengaruhi dalam
kemampuan klien berbicara dan berkomunikasi?
d) Pada orang dewasa, tanyakan apakah gangguan ini lebih terasa ditempat bising atau tempat
yang tenang?
a) Apakah klien sering membersihkan telinga dengan menggunakan peniti, penjepit rambut ?
Dalam sehari, berapa kalikah klien sering membersihkan telinga? Apakah saat membersihkan
telinga keluar cairan, serumen ataukah darah?
b) Apakah keluhan gangguan pendengaran yang klien rasakan setelah naik pesawat terbang,
atau setelah berenang ?
c) Apakah pekerjaan klien ? seringkah klien terpapar suara gaduh à musik rock, mesin
industri?
d) Apakah klien sering memasukkan benda-benda kedalam telinganya, seperti mainan kecil,
potongan korek api, tumbuh-tumbuhan dll
1. b. Pemeriksaan Fisik
1) Tehnik yang digunakan adalah secara inspeksi dan palpasi,saat perawat melakukan
Phisical Assessment, posisi klien adalah dengan cara duduk atau tidur dengan posisi supinasi.
2) Apabila klien tidak kooperatif dengan cara direstrain secara hati-hati untuk mencegah
perlukaan pada telinga luar, tetapi sebelumnya informasikan dan lakukan kontrak (persetujuan)
kepada klien atau keluarga.
3) Jika klien menggunakan Alat Bantu Mendengar (ABM) sebaiknya selama pemeriksaan
dilepas terlebih dahulu.
4) Setelah pemeriksaan dengan otoscope, perawat melihat apakah Alat Bantu Mendengar
(ABM) utuh.
iv) Adanya tenderness menandakan terjadinya proses inflamasi pada telinga luar atau mastoid
i)
Bentuk
ii)
Lokasi alat pelengkap ke kepala
iii)
Kondisi dari saluran eksternal yang kelihatan
b). PINNA
1) Normalnya berbentuk tunggal tanpa tulang tambahan atau deformitas, menempel secara
vertikal pada sisi kepala dengan sudut tidak lebih dari 10o ke belakang
3) Pada Gout Kronik akan dijumpai akumulasi asam urat yang keras, tidak rata, nodul yang
nyeri yang disebut Tophi yang terdapat pada helix dan antihelix
4) Adanya rasa nyeri yang lain pada pinna kemungkinan disebabkan: Basal Cell Karsinoma,
Rheumatoid Arthritis, Squamous Cell Karsinoma, dengan ciri : bentuknya kecil, krusta,
ulserasi/lesi indurasi pada pinna
Normalnya : bebas dari lesi, kering, bersih dan tidak ada kemerahan.
1) Furuncle (bisul)
2) Akumulasi serumen yang berlebihan
4) Kemerahan, bengkak
5) Keluar cairan yang berlebihan, dapat disebabkan karena kemasukan benda asing, trauma
dan infeksi, berupa darah, cairan serebrospinal, pus dan cairan serosa
c. Pengkajian Otoscope
Alat untuk pemeriksaan telinga disebut juga otoscope. Bagian dari otoscope terdiri dari - lampu
- gagang
- alat pneumatik untuk memasukkan udara ke dalam kanal eksternal dan untuk mengetest
gerakan membran timpani. Diameter pada bagian kepala otoscope bervariasi.
v Bila saat pemeriksaan kanal eksternal, klien mengeluh nyeri, maka perawat jangan mencoba-
coba untuk melakukan pemeriksaan
v Perawat harus mengenal struktur anatomi pendengaran khususnya membran timpani sebelum
mencoba untuk melihat struktur ini dengan otoscope
4). Perawat melihat kanal eksternal secara perlahan saat spekulum secara perlahan –lahan
dimasukkan
5). Perawat harus berhati-hati dan menghindarkan penekanan spekulum kedalam dinding kanal
eksternal karena dapat mengakibatkan nyeri.
6). Setelah pinna dan otoscope terletak pada tempat yang nyaman pada kanal eksternal, perawat
mengkaji:
Normalnya : utuh, struktur yang normal terlihat melalui membran timpani (bagian panjang
maleus dan bagian pendek adalah umbo) serta memberikan reflek cahaya (refleks politzer (+))
Kanal eksternal : lesi, jumlah dan konsistensi serumen dan rambut.
Normalnya : berwarna seperti kulit, utuh, tanpa lesi, serumen sedikit dan lembek dan terdapat
rambut.
(Sumber : Adams, Boies, Higler , 1996,.BOIES Buku Ajar Penyakit THT., Edisi 6, Alih Bahasa :
dr Caroline Wijaya dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta)
Dilakukan setelah pemeriksaan Otoscope terhadap kedua telinga klien, test ini berguna untuk
mengkaji terhadap ketajaman pendengaran klien, yang meliputi :
Bisikkan beberapa kata dengan jarak 30 – 60 cm , kemudian klien harus mengulang kata
tersebut, test ini dilakukan untuk kedua telinga klien
Detik jam digunakan untuk menguji ketajaman suara terhadap frekuensi tinggi, dengan cara ;
dekatkan jam pada masing-masing telinga dengan jarak 12,7 cm / 5 inchi lalu tanyakan pada
klien, apakah ia dapat mendengar (normal ; klien dapat mendengar)
Test ini berguna untuk membedakan apakah klien mengalami tuli konduktif ataukah tuli
sensorineural. Materi ini dibahas dalam test diagnostik sistem pendengaran.
iv) Audiometri
Digunakan untuk melihat telinga luar dan membran timpani, tes ini lebih tajam dan lebih akurat
daripada Otoscope, oleh karena itu perawat lebih mudah menggunakannya untuk mengkaji
pendengaran. Materi ini dibahas pula dalam tes diagnostik system pendengaran.
1. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah data terkumpul semuanya, perawat dapat mengelompokkan data senjang baik itu data
subjektif maupun data objektif sehingga dapat dibuat perumusan Diagnosa Keperawatan
berdasarkan prioritas masalah klien, seperti dibawah ini :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri pada telinga b.d reaksi inflamasi, reaksi infeksi pada
telinga
2. Perubahan persepsi sensory : pendengaran b.d obstruksi pada kanal auditory eksternus
akibat infeksi oleh agen bakteri atau allergen.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d perkembangan penyakitnya
4. Resiko tinggi injury b.d penurunan proses pendengaran
5. Harga diri rendah b.d gangguan pada pendengaran, telinga yang sakit
6. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, penyebab, penatalaksanaan dan prosedur
pembedahan.
1. 3. INTERVENSI
Secara umum intervensi yang diberikan kepada klien mengacu kepada Diagnosa Keperawatan,
dengan berpedoman bahwa Intervensi harus dilakukan berdasarkan etiologi yang terjadi.
Dibawah ini akan dibuatkan Intervensi secara umum yang dapat diberikan pada klien dengan
gangguan pendengaran sebagai berikut :
1. Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur selama nyeri dirasakan dan mengganggu
kenyamanan
2. Berikan kompres hangat lokal 20 menit selama 3 kali sehari dengan menggunakan
handuk dan air hangat pada klien dengan otitis Eksterna
3. Batasi gerakan kepala dan gerakan tubuh yang tiba-tiba
4. Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep telinga
5. Jelaskan pada klien penyakit yang dialaminya, penyebab terjadinya penyakit tersebut dan
rencana pembedahan yang kemungkinan akan dilakukan pada klien
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan
mengenai pembedahan
1. Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usaha atau intervensi yang harus
dilakukan bagi kesembuhannya
2. Kolaborasi terapi antibiotika topikal , terapi steroid, terapi analgetik seperti
Acetylsalicilat acid (Aspirin – Entrophen) dan Acetaminophen (Tylenol, Abenol)dll.
4. EVALUASI
Evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan seperti tertuang dibawah ini :
(artikel ini dapat dibaca dalam buku ” Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Telinga Hidung Tenggorokan dan Gangguan Wicara” . Jml hal : 174 ISBN : 978-979-17963-9-2
Penulis : Elizabeth Ari S.Kep.,Ns.,M.Kes Penerbit : Rekatama dengan harga yang relatif murah
http://elizabethners.wordpress.com/2010/12/11/proses-keperawatan-pada-klien-dengan-gangguan-
pendengaran/