Anda di halaman 1dari 5

Apa itu Antibodi?

Lapisan pertahanan terakhir tubuh kita melibatkan pembentukan antibodi. Ini juga nih istilah
yang lumayan sering disebut dalam kehidupan sehari-hari, tapi rata-rata pada ga tau mekanisme
dari antibodi itu sendiri.

Kalo kita intip pengertian yang ada di buku cetak:

Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sistem imunitas sebagai respons
terhadap keberadaan antigen (zat asing) dan akan bereaksi dengan antigen tersebut.
Duh, kedengerannya ribet ya. Gue coba jelasin pelan-pelan ya.

Pada umumnya, molekul antibodi berbentuk seperti huruf Y. Bagian ujung atas masing-masing
antibodi punya bentuk yang unik. Bentuk ujung ini berguna sebagai identifier antigen (zat asing).
Bentuk ujung tiap antibodi ini menyesuaikan bentuk protein khas yang ada di permukaan zat
asing yang diresponnya.
Contoh ilustrasi sederhananya:

 Antibodi A, bentuk ujung bulat, menyesuaikan bentuk protein permukaan bakteri A yang
bulat.
 Antibodi B, bentuk ujungnya segitiga, menyesuaikan bentuk protein permukaan virus B
yang segitiga.
 Antibodi C, bentuk ujungnya kotak, menyesuaikan bentuk protein permukaan antigen C
yang kotak.

Contoh ilustrasi Bentuk Antibodi


Ketika misalnya ada bakteri A yang memiliki protein permukaan berbentuk bulat masuk ke
tubuh kita, si antibodi A (yang bentuk ujungnya juga bulat) akan bereaksi. Reaksi macam apa?
Karena bentuk ujungnya sama, antibodi A mampu mengikat si bakteri A, menahan, dan
menandainya biar para pasukan fagosit (makrofag dkk) bisa langsung datang, menelan, dan
mencerna si bakteri A tadi.
antibodi mengikat, menahan, dan menandai antigen
Bisa dikatakan, sekumpulan antibodi adalah database/memori yang berisi informasi zat asing
(antigen) mana saja yang berpotensi membawa penyakit ke tubuh kita. Antibodi ini
semacam record of bad guys yang harus diwaspadai seisi kastil. Dengan memiliki catatan ini,
seisi kastil bisa cepat tanggap mengatasi the bad guys yang masuk bahkan sebelum doi beneran
bikin rusuh, “Lo datang kemari mau bikin rusuh ya. Sebelum lo bikin onar, kita bekuk lo
duluan.”

Gimana Caranya Antibodi Diproduksi?


Wah, sepertinya membantu sekali ya kalo kita bisa punya memori penyakit. Jadi kita ga perlu
jatuh sakit dulu, baru bisa meringkus si pembuat onar. Trus gimana dong caranya tubuh kita
membentuk dan mengembangkan koleksi informasi penyakit ini?

Nah, (sayangnya) secara alami, tubuh kita membentuk memori penyakit ini (masih) dengan cara
yang “payah”. Maksudnya, tubuh baru bisa memproduksi antibodi ketika tubuh terpapar suatu
jenis penyakit yang diakibatkan oleh antigen (zat asing) tertentu.

Contoh ilustrasinya begini. Ada zat asing (antigen) X yang benar-benar asing masuk ke tubuh
kita. Tubuh ga punya catatan informasi apa-apa mengenai antigen X ini. Zat asing ini kawan atau
lawan ya. Yaudah deh, kita awasi aja dulu gerak-geriknya. Baru setelah si antigen itu merusak
jaringan, sistem imunitas tubuh menyalakan alarm, “Wah, ternyata dia buat onar, hajar hajaar.”
Tubuh udah keburu jatuh sakit duluan sehingga butuh waktu yang lama untuk memeranginya.
Ketika lo lagi batuk, bersin, hingga demam; itu berarti pasukan imunitas kita lagi perang.
Ketika akhirnya pasukan fagosit berhasil meringkus antigen tadi, makrofag akan mengambil
beberapa fragmen protein permukaan dari antigen X. Makrofag kemudian melapor dan
menyerahkan fragmen tersebut ke Limfosit T. Limfosit T akan menghidupkan alarm dan
menginstruksikan pasukan fagosit lain untuk datang ke tkp, mengkloning diri, dan membantu
pembasmian. Selanjutnya, Limfosit T akan mengenali (sensing) bentuk protein permukaan yang
diserahkan makrofag tadi dan meneruskan informasi tersebut ke Limfosit B. Limfosit B akhirnya
memproduksi antibodi yang bentuk ujungnya sesuai dengan bentuk fragmen sisa dari antigen
tadi.
Sampai titik ini, tubuh udah punya informasi dan membentuk imunitas (kekebalan) terhadap si
antigen X. “Gue udah tau ulah lo kemarin. Gue catet. Awas lo yee.. Next time, you can’t mess
with us!”
Trus gimana ceritanya kalo si antigen X tadi beneran masuk lagi ke tubuh kita?
Best case-nya, tubuh udah totally kebal terhadap antigen X. Contohnya, buat yang udah pernah
menderita cacar air (chickenpox/varicella), kecil kemungkinannya untuk menderita cacar air
untuk kedua kalinya. Karena ketika pertama kali menderita cacar air, tubuh kita sudah
membentuk antibodi yang menghindarkan kita untuk jatuh ke lubang yang sama.
Skenario lain, saat kedua kalinya antigen X yang sama masuk lagi ke tubuh, si antigen masih
membuat kerusakan, tapi tidak separah sebelumnya. Saat pertama kali masuk ke tubuh, misalnya
demam yang ditimbulkan cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama. Saat kedua
kalinya antigen masuk ke tubuh, sistem imunitas bisa lebih cepat dan tanggap mengatasinya.
Hasilnya, demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dan waktu recovery-nya juga lebih cepat.
Tentunya, sungguh tidak efektif kalo kita harus nunggu terpapar suatu jenis penyakit dulu baru
bisa memiliki antibodi (memori penyakit) yang bersesuaian. Ada begitu buaanyak virus, bakteri,
parasit, dan berbagai zat asing lain di luar sana yang berpotensi menimbulkan kerusakan jika
masuk ke dalam tubuh. Apa kita harus sakit berkali-kali tiap ada zat asing baru yang masuk ke
tubuh kita?

Ada ga ya cara untuk “memanipulasi” sistem imunitas tubuh biar kita punya memori
penyakit yang cukup komprehensif tanpa menunggu si bad guy masuk ke dalam tubuh?
Caranya adalah dengan membentuk imunitas buatan. Ada beberapa cara untuk membentuk
imunitas buatan, salah satunya dengan pemberian VAKSIN.

Vaksin sebagai Imunitas Buatan


Pada 1796, ilmuwan Edward Jenner menyuntikkan material yang ia ambil dari virus cacar sapi
ke seorang anak berusia delapan tahun dengan harapan bahwa penyuntikan itu akan memberikan
perlindungan yang diperlukan untuk menyelamatkan orang-orang dari wabah cacar
(smallpox/variolla) yang menjadi penyakit paling menular dan menelan banyak korban jiwa di
Eropa pada abad ke-18. Dan hasilnya sukses. Si anak menjadi kebal terhadap penyakit cacar
yang sedang merebak dan momen itu menjadi “kelahiran” vaksin pertama di dunia kesehatan.
Sepanjang abad 18 dan 19, vaksinasi massal cacar dilakukan dan pada 1979, WHO resmi
menyatakan cacar telah berhasil diberantas (eradication). Ini adalah sebuah prestasi yang
menjadi salah satu kemenangan kesehatan publik terbesar sepanjang sejarah.
* Cacar (smallpox) ini beda ya dengan cacar air (chickenpox) yang masih biasa kita liat
sekarang. Cacar disebabkan oleh virus Variolla yang bersifat letal (mematkan). Sedangkan
cacar air disebabkan oleh virus Varicella zoster yang tidak letal.
Berbagai macam vaksin pun
dikembangkan untuk mengatasi wabah penyakit mematikan lain. Sejak vaksin polio
diperkenalkan pertama kali oleh Jonak Salk pada 1955, penyakit polio sudah nyaris diberantas
dari muka bumi ini. Pada 2014, dilaporkan masih ada 358 kasus infeksi polio. Tapi jumlah kasus
ini “ga ada apa-apanya” dibandingkan pada era 1940an ketika hampir setengah juta manusia
lumpuh atau meninggal karena infeksi polio tiap tahunnya.
Vaksin telah menyelamatkan jutaan jiwa dan membuat penyakit yang dulu mematikan kini hanya
menjadi kenangan buruk.

Nah, sebenarnya vaksin itu apa sih?

Vaksin adalah patogen yang mati/dilemahkan atau toksin yang telah diubah. Vaksin
dapat memicu reaksi imunitas, tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Analoginya, vaksin itu seperti musuh yang udah dilumpuhkan, trus diarak keliling kastil, biar
seisi kastil pada tau, mengingat wajah, dan potensi ancaman yang dia bawa. “Nih ya, di kastil
tetangga, dia bikin onar. Kalo suatu hari kalian liat dia atau komplotannya masuk ke kastil kita,
jangan cuma diam, langsung bertindak.”
Seperti pengertiannya, vaksin bertujuan agar tubuh kita bereaksi dan membentuk antibodi
dengan bentuk yang bersesuaian. Karena udah dilumpuhkan, patogen itu tidak akan
menimbulkan penyakit. Dengan adanya sistem imunitas buatan ini, tubuh kita bisa langsung
proaktif memerangi patogen karena tubuh udah punya informasinya tanpa harus mengalami
pengalaman buruk dulu dengan si patogen tersebut.

Beberapa contoh vaksin: vaksin BCG (bacille calmette guerin) untuk melawan TBC, vaksin TFT
(tetanus formol toxoid) untuk melawan tetanus, vaksin MMR (measles mumps rubella) untuk
melwan campak, dan masih banyak lagi.

Fenomena Vaksin Palsu


Oke, sekarang baru deh kita bisa ngomongin fenomena vaksin palsu yang lagi hangatnya
dibicarakan akhir-akhir ini.

Berdasarkan hasil penyelidikan Kementerian Kesehatan dan Kepolissian RI, praktik penyebaran
vaksin palsu hanya bermodalkan botol vaksin bekas. Isi vaksin palsu merupakan campuran
antara cairan infus, antibiotik gentacimin, dan air. Setiap imunisasi, dosis yang diberikan cukup
kecil, yaitu 0,5 CC.
Apa bahaya dari vaksin palsu?
Nah, karena lo udah tau pengertian dan mekanisme vaksin, gue harap lo bisa menalar sendiri nih,
kira-kira vaksin palsu itu berbahaya apa enggak?

Dampak dari vaksin palsu sebenarnya bisa ditelaah dari 2 segi, yaitu dari segi kemanan produk
dan proteksi.
Dari segi keamanan produk, kita lihat dari komposisi dan dosisnya, vaksin palsu ini relatif tidak
membahayakan. Vaksin palsu seharusnya tidak akan menimbulkan efek samping yang fatal. Toh,
“cuma” berisi campuran air.
Hanya saja, kadang pembuatan vaksin palsu ini dilakukan di lingkungan yang tidak steril. Saat
pencampuran, bisa terjadi kontaminasi bakteri, virus, atau kuman sehingga ada kemungkinan
menimbulkan infeksi saat disuntikkan ke anak. Reaksinya bisa berupa kemerahan, nyeri, atau
demam yang biasanya berakhir kurang dari beberapa hari. Jadi kalau sudah sekian lama tidak
mengalami gejala infeksi setelah imunisasi, kemungkinan besar aman.
Dampak vaksin palsu selanjutnya bisa ditinjau dari segi proteksi. Sistem imunitas bayi dan balita
masih sangat fragile dari berbagai ancaman kuman penyakit. Orang tuanya flu sedikit, wah
bayinya gampang banget ketularan. Sebagai individu yang baru hidup 1-3 tahun di dunia yang
dipenuhi berbagai ancaman kuman penyakit ini, sistem imunitas anak masih dalam fase
“training”. Oleh karena itu, si anak butuh informasi tambahan untuk melengkapi koleksi
informasi tubuhnya atas berbagai jenis kuman penyakit. Karena vaksinnya palsu, seorang
anak tidak jadi memiliki proteksi atau perlindungan atas kuman-kuman penyakit tertentu.
Ini keselnya kayak kecolongan kena tipu.
Seorang anak biasanya mendapat suntikan vaksin BCG untuk mencegah terjangkit penyakit TBC
ketika usianya mencapai dua bulan. Seandainya anak tersebut mendapat vaksin BCG palsu, maka
hingga hari ini tubuhnya rentan terhadap kuman TBC.

Itu baru satu jenis vaksinasi. Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, ada
belasan hingga puluhan jenis vaksin yang sebaiknya diberikan beberapa kali secara bertahap
pada anak sejak lahir, umur 1 tahun, 2 tahun, dan seterusnya. Bayangkan betapa resahnya orang
tua yang melakukan semua jenis vaksinasi tersebut di satu fasilitas kesehatan yang sama sejak
anaknya lahir. Udah keluar banyak duit, eh ga taunya palsu, trus sekarang anak gue rentan
terhadap semua penyakit yang seharusnya dia udah kebal.
Apakah bayi/anak yang diduga mendapat vaksin palsu perlu vaksinasi ulang?
Pastinya perlu banget biar si anak benar-benar bisa membentuk perlindungan yang sudah
seharusnya ia miliki. Selain itu, vaksinasi ulang aman dilakukan karena tidak ada istilah
overdosis dalam pemberian vaksin ini.

Anda mungkin juga menyukai