OLEH :
ZURAIDAH HAFNI NST
NPM 1513211137
PENDAHULUAN
Indonesia tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena
5.119.935 (28,47%) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang
dan gizi buruk. Angka ini meningkat pada tahun 2005 yaitu dari 1,8 juta menjadi 2,3 juta
pada tahun 2006 dari total seluruh balita di Indonesia (WHO, 2005). Dan anak usia
bawah lima tahun yang mengalami underweight sebanyak 19.6%, kematian anak
dibawah 5 tahun sebanyak 39 per 1000 kelahiran hidup. Sementara masalah gizi di
penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak, dan keadaan kurang gizi menjadi
penyebab sepertiga dari seluruh kematian anak di seluruh dunia. Indonesia termasuk
dunia (WHO, 2012). Secara nasional presentasi pada pemberian cakupan ASI Eksklusif
42 % dan status gizi anak yang gizi kurang mengalami peningkatan19,9%, berstatus gizi
lebih 11,5% serta kasus anak kurus 13,5%, dengan stunting 36,4% dan kasus anemia
pada wanita usia 15 – 49 tahun 23% yang menunjukkan masalah gizi di berbagai daerah
di Indonesia masih menjadi masalah terutama pada status gizi anak ( WHO, 2015).
sebanyak 7,7 juta balita. Menurut Riskesdas, prevalensi balita yang mengalami
kekurangan gizi pada tahun 2007 sebesar 18,4% dan mengalami penurunan menjadi
17,9% pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2013 balita yang kekurangan gizi
mengalami peningkatan sebesar 19,6% dimana balita yang mengalami gizi buruk
sebesar 5,7% dan 13,9% berstatus gizi kurang (Riskesdas,2013). Bila dilakukan
konversi ke dalam jumlah absolutnya, ketika jumlah Balita tahun 2013 adalah
Dan pada tahun 2012, Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini
sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5 persen dari jumlah balita
Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah yang kekurangan gizi tersebar di seluruh
Hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 Untuk Provinsi Sumatera
Barat dari hasil Riskesdas tahun 2013 hasil pencapaian program gizi untuk D/S atau
partisipasi ibu membawa balita ditimbang 60,37%, Balita dengan status gizi kurus 5,2 %,
stunting 17,6%, Cakupan Asi Ekslusif 68%, sedangkan proporsi rumah tangga yang
mengkonsumsi garam beryodium 63,2%, Cakupan Balita 6-59 bulan dapat vitamin A
70,9%.
program gizi di Kota Bukittinggi dengan D/S 63,8% dari Target 85%, N/D 88,4 % dari
target 89%, Vitamin A pada Balita 77,5 % dari target 87%, Asi Ekslusif 68,2% dari
target 83%, Tablet Tambah Darah Pada bumil 91,8% dari target 89 %, vitamin A pada
Bufas 89,4% dari target 89%. (Laporan Tahunan Dinkes Bukittinggi, 2015).
meningkatkan status gizi menjadi sasaran dalam kegiatan pada bayi, balita, ibu
balita dapat mengetahui tentang gizi dan sadar akan pentingnya gizi tersebut. Hal ini
akan menambah kemauan ibu - ibu membawa anaknya untuk datang sehingga bayi
dan anak-anak dapat tercegah dari penyakit berbahaya dan mematikan. Pencegahan
tersebut akan berdampak positif pada penurunan jumlah angka kematian bayi dan
anak-anak, dan bisa meningkatkan jumlah status gizi balita/anak dan orang tua sesuai
atau keberhasilan tidak terlepas dari peranan kader posyandu (Susanti & Handoko,
2013).
memberikan informasi gizi yang tepat.Pemberian informasi gizi yang dilakukan oleh
kader dapat diperoleh melalui pelatihan ataupun penyegaran kader tentang materi –
pada kader dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap kader sehingga keadaan status
gizi masyarakat dapat meningkat. Pengetahuan dapat membentuk suatu sikap didalam
Penelitian yang dilakukan Ruba, Zainal & Mato (2013) di Puskesmas Kota
Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor :
kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat serta posyandu harus
Bukittinggi, yang terdapat 23 posyandu, yang mana kader melaksanakan kinerja dengan
(6 – 59 bulan) 69,4 %, dan pemberian kapsul Vitamin A pada Bufas 78,66% serta
cakupan ASI Eksklusif 45,1%. Tingkat partipasi masyarakat untuk datang ke posyandu
(D/S) belum mencapai target yaitu hanya 49,9%, sedangkan target 85%. Tingkat
keberhasilan penimbangan Balita (N/D) hanya mencapai 83,6% dari target sebesar 90% ,
yang dapat disimpulkan pencapaian program gizi di puskesmas Rasimah ahmad paling
rendah bila dibandingkan dengan 6 Puskesmas yang berada di kota Bukittinggi. (Laporan
kader pada pengetahuan dan sikap kader terhadap pencapaian program gizi di posyandu
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. “Pengaruh penyegaran kader pada pengetahuan dan sikap kader terhadap
pencapaian program gizi di wilayah kerja puskemas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi
tahun 2016.”
Untuk mengetahui pengaruh penyegaran kader pada pengetahuan dan sikap kader
terhadap pencapaian program gizi di wilayah kerja puskemas Rasimah Ahmad Kota
Dapat dijadikan sebagai bahan dalam meningkatkan pembinaan dan pelatihan kader
Dapat menambah dan meningkatkan ilmu kader sehingga dapat mengenal dan
mahasiswa,pembaca pada umumnya dan dapat dijadikan acuan untuk peneliti selanjutnya.
Penelitian ini direncanakan akhir bulan Januari sampai bulan Maret 2017 di
kader pada pengetahuan dan sikap kader terhadap pencapaian program gizi di wilayah
kerja Puskemas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi tahun 2016. Data di kumpulkan
dengan menggunakan kuesioner dan metode penelitian analitik dengan desain cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah kader di wilayah kerja Puskesmas
Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2016 yang berjumlah 115 orang dan sampel
dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik Purposive sampling dengan jumlah
sampel 46 orang, yaitu kader yang berada di wilayah kerja Puskesmas Rasimah Ahmad
Kota Bukittinggi Tahun 2016. Pada penelitian ini peneliti membatasi sampai analisis.