Anda di halaman 1dari 15

ASFIKSIA

PRINSIP DASAR ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR


Saat dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit bayi
menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada
frekuensi 120 sampai 140 per menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat.
Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan
gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan
yang wajar. Bayi-bayi ini dapat mengalami apnu atau menunjukkan upaya pernafasan
yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan
kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2.
Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini mencakup:
 Asfiksia intrauterin.
 Bayi kurang bulan.
 Obat-obat yang diberikan diminum oleh ibu.
 Penyakit neuromuskular bawaan (kongenit5al).
 Cacat bawaan.
 Hipoksia intrapartum.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki perdioe apnu yang dikenal
sebagai apnu primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus
otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya.
Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama periode apnu primer dapat
merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap
yang dalam, denyut jantung terus-menerus, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan
bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apnu yang diesbut apnu sekunder. Selama apnu sekunder ini, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar oksigen di dalam darah (PaO 2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebagai akibat hipoksia janin, janin
dapat pulih dari apnu primer ke apnu sekunder di dalam rahim. Ururtan perkembangan
apnu, termasuk apnu primer dan apnu sekunder dapat dimulai intrauterin dan
berkelanjutan sesudah bayi dilahirkan. Dengan demikian bayi mungkin dilahirkan
dalam apnu primer atau apnu sekunder. Dalam kenyatannya, apnu primer atau apnu
sekunder sulit sekali untuk dibedakan. Pada kedua keadaan tersebut, bayi tidak bernafas
dan denyut jantung dapat menurun sampai < 100 denyut per menit.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi diisi dengan “cairan paru-paru janin”.
Cairan paru-paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus masuk ke
dalam paru-paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan
tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat
berkembang untuk npertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya
pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada tekanan
untuk pernafasan berikutnya agar berhasil. Menghadapi bayi yang tidak pernah
mengambil nafas pertama dapat diasumsikan bahwa pengembangan alveoli tidak terjadi
dan paru-paru tetap berisi cairan. Melakukan pernafasan buatan pada bayi seperti ini
diperlukan tekanan tambahan untuk membuka alveoli dan mengeluarkan cairan paru-
paru.
Masalah yang dihadapi dalam mengeluarkan cairan dari paru-paru adalah :
 Bayi sudah menderita apnu saat dilahirkan.
 Bayi dengan upaya pernafasan yang lemah dan tidak efektif seperti pada:
- Bayi kurang bulan.
- Bayi yang dilahirkan dengan depresi karena asfiksia, pengaruh obat-obat
pada ibu, anestesia dan lain-lain sebab.
Upaya pernafasan seperti pernafasan megap-megap atau tidak teratur tidak
cukup untuk mengembangkan paru-paru. Hal ini berarti bahwa anda tidak bisa
mengandalkan pada upaya pernafasan spontan sebagai indikasi pernafasan efektif bayi
baru lahir. Pergerakan dada tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya indikator untuk
pernafasan yang efektif.
Pada kelahiran, peredaran darah di paru-paru harus meningkat untuk
memungkinkan proses oksigenisasi yang cukup. Keadaan ini akan dicapai dengan
terbukanya arterioli dan diisi darah yang sebelumnya dialirkan dari paru-paru melalui
duktus arteriosus. Bayi dengan asfiksia, hipoksia dan sidosis akan mempertahankan pola
sirkulasi janin dengan menurunnya peredaran darah paru-paru.
Pada awal asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung. Dengan
adanya hipoksia dan sidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun
dan aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang.

PENILAIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan tadi.
Penilaian selanjutnya merupakan dasar untuk menentukan kesimpulan dan tindakan
berikutnya. Upaya resusitasi yang efisien dan efektif berlangsung melalui rangkaian
tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Rangkaian
tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda melakukan
rangsangan taktil anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda
akan menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau
bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan berikutnya yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan
positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya
adalah menilai denyut jantung bayi. Segera seduah memulai suatu tindakan anda harus
menilai dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
yang penting, yaitu :
 Pernafasan
 Denyut jantung
 Warna.
Nilai Apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi atau
untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.
Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi
lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut
jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang
harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu hasil penilaian Apgar satu
menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan terutama pada bayi yang
mengalami depresi berat.
Walaupun Nilai Apgar tidak penting dalam pengambilan keputusan pada awal
resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaanbayi dan penilaian
efektivitas upaya resusitasi. Jadi Nilai Apgar kurang dari 7 penilaian nila tambahan
masih diperlukan yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian
menunjukkan nilai 8 dan lebih.

PENANGANAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR (RESUSITASI PADA BAYI


BARU LAHIR)
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernafasan biasa,
walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus.
Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan bernafas sendiri. Pernafasan buatan
atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk
membantu bayi memulai pernafasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Apabila kita dapat membedakan bayi dengan apnu primer dari bayi dengan apnu
sekunder, maka kita dengan mudah dapat membedakan bayi yang hanya memerlukan
rangsangan sederhana dan pemberian oksigen dengan bayi-bayi yang memerlukan
pernafasan buatan dengan tekanan positif (VTP). Akan tetapi secara klinis apabila bayi
lahir dalam keadaan apnu, sulit dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer atau
apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu,
kita harus beranggapan bahwa kita berhadapan dengan bayi apnu sekunder dan harus
segera melakukan resusitasi.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan
stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan
meningkatkan risiko kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi
yang mengalami apnu sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernafasan buatan,
semakin lama bayi memulai pernafasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya
pernafasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat keterlambatan pernafasan yang
spontan dan teratur. Perhatikanlah bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu
sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan otak.
Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah
tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu memulai pernafasan
spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara
progresif menjadi asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal
dan mencegah asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang
adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi
A – Memastikan saluran nafas terbuka.
B – Memulai pernafasan.
C – Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
Bagian-bagian dari tatalaksana resusitasi yang dikaitkan dengan ABC resusitasi
dapat dilihat di bawah ini.
A – Memastikan saluran nafas terbuka.
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi: bahu diganjal.
 Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
 Bila perlu, masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
B – Memulai pernafasan.
 Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
 Memakai VTP, bila perlu seperti:
- Sungkup dan balon, atau
- Pipa ET dan balon,
- Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C – Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara:
- Kompresi dada,
- Pengobatan.

PERSIAPAN RESUSITASI
Mengantisipasi bayi lahir dengan depresi/asfiksia
 Meminjau riwayat antepartum.
 Meninjau riwayat intrapartum.

Persiapan alat
 Alat pemanas siap pakai
 Oksigen
Dibutuhkan sumber oksigen 100% bersama pipa oksigen dan alat pengukurannya.
 Alat penghisap
- Penghisap lendir kaca
- Penghisap mekanis
- Kateter penghisap no. 5F atau 6F, 8F, 10F
- Sonde lambung no 8F dan semprit 20 ml
- Penghisap mekoneum.
 Alat sungkup dan balon resusitasi
- Sungkup berukuran untuk bayi cukup bulan dan kurang bulan/prematur
(sungkup mempunyai pinggir yang lunak seperti bantal)
- Balon resusitasi neonatus dengan katup penurun tekanan. Balon harus mampu
untuk memberikan oksigen 90-100%. Pipa saluran pernafasan berukuran untuk
bayi cukup bulan dan kurang bulan. Oksigen dilengkapi alat pengukur aliran
oksigen dan pipa-pipanya.
 Alat intubasi
- Laringoskop dengan lidah lurus no. 0 (untuk bayi kurang blan) dan no. 1 (untuk
bayi cukup bulan)
- Lampu dan baterai ekstra untuk laringoskop
- Pipa endotrakeal ukuran 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 mm
- Stilet
- Gunting
- Sarung tangan.
 Obat-obat
- Epinefrin 1 : 10.000 dalam ampul 3 ml atau 10 ml
- Nalokson hidroklorid 0,4 mg/ml dalam ampul 1 ml atau 1 mg/ml dalam ampul 2
ml
- Volume expander, salah satu dari yang berikut ini:
 5% larutan Albumin Saline
 Larutan NaCl 0,9%
 Larutan Ringer Laktat.
- Bikarbonas natrikus 4,2% (5 mEq/10 ml) dalam ampul 10 ml
- Larutan Dekstrose 5%, 10%, 250%
- Aguadest steril 25 ml
- Larutan NaCl 0,9%, 25 ml.
 Lain-lain
- Stetoskop bayi
- Plester ½ atau ¾ inci
- Semprit untuk 1, 3, 5, 10, 20, 50 ml
- Jarum berukuran 18, 21, 25
- Kapas alkohol
- Baki untuk kateterisasi berukuran 3,5F; 5F
- Three-way stopcocks
- Sonde lambung berukuran 5F.
Paling sedikit satu orang siap di kamar bersalin yang terampil dalam melakukan
resusitasi bayi baru lahir dan dua orang lainnya untuk membantu dalam keadaan
resusitasi darurat.

URUTAN PELAKSANAAN RESUSITASI


Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
 Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat melatakkan bayi
hangat
 Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan
dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan
mekoneum, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekoneum
dihisap dari trakea)
 Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu
ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang
tembus pandang.

Meletakkan bayi dalam posisi yang benar


 Bayi diletakkan terlentang di atas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit
tengadah (ekstensi)
 Untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut
yang digulung di bawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3)
cm).

Membersihkan jalan nafas


 Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian
belakang
 Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud:
- Cairan tidak teraspirasi
- Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap (gasping)
 Apabila mekoneum kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan
penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa ET).

Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan
hidup bayi.
 Usaha bernafas.
 Frekuensi denyut jantung.
 Warna kulit.

Menilai usaha bernafas


 Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai frekuensi
denyut jantung.
 Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas (megap-megap atau gasping)
dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki
bayi atau menggosok-gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.
 Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah
pemberian VTP (ventilasi tekanan positif).
 Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung
oksigen).
Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila sungkup tidak
tersedia, oksigen 100% diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan di atas muka
bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah
kahilangan panas dan pengeringan mukosa saluran nafas, oksigen yang diberikan
perlu dihangatkan dan dilembabkan melalui pipa berdiameter besar.

Menilai frekuensi denyut jantung bayi


 Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan yang diperlukan,
tanpa memperhatikan pernafasan apakah spontan normal atau tidak, segera
dilakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi.
 Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi bernafas spontan,
dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
 Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun bayi bernafas
spontan, menjadi indikasi untuk dilakukan VTP.
 Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan dan
pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai.

Menilai warna kulit


 Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan frekuensi denyut
jantung bayi lebih dari 100/menit.
 Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan.
 Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis perifer
disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena
suhu ruang bersalin yang dingin, bukan akibat hipoksemia.
Ventilasi tekanan positif (VTP)
Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai alat sungkup dan balon resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
tidak mempunyai alat tersebut seperti Puskesmas atau Bidan, dapat dilakukan resusitasi
dengan alat sungkup dan tabung yang diuraikan pada bagian akhir Bab ini.
 Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
 Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi
harus disesuaikan.
 Kecepatan ventilasi.
Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
 Tekanan ventilasi.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
membutuhkan: 30-40 cm H2O. setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm
H2O. bayi dengan kondisi/penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance,
membutuhkan: 20-40 cm H2O. tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila
digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
 Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal.
Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,
menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan yang diberikan
terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.
 Observasi gerak perut bayi.
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak
perut mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
 Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua
paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
 Observasi pengembangan dada bayi.
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu
penyebab berikut:
- Pelekatan sungkup kurang sempurna.
- Arus udara terhambat.
- Tidak cukup tekanan.

Apabila dengan tehapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang,
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon!

Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP


 Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan ventilasi 15-20
detik pertama.
 Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah denyut jantung
dalam 6 detik dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung per menit.
 Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
- Lebih dari 100 kali/menit.
- Antara 60 – 100 kali/menit.
- Kurang dari 60 kali/menit.
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit.
Bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang
frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas
diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah, oksigen dapat dikurangi secara
bertahap.
Apabila pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan!
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit.
VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi.
Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali/menit, dimulai kompresi dada
bayi!
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali/menit.
VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan
benar 100%?
Segera dimulai kompresi dada bayi!
Memasang kateter orogastrik
 Indikasi
VTP dengan balon dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang kateter
orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, oleh karena selama ventilasi udara
dari orofaring dapat masuk ke dalam esofagus dan lambung yang berakibat:
- Lambung yang terisi udara akan membesar dan menekan diafragma
menghalangi paru-paru berkembang.
- Udara dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi lambung yang
mungkin menimbulkan aspirasi.
- Udara dalam lambung dapat masuk ke usus, menyebabkan perut kembung yang
akan menekan diafragma.
 Alat yang dipakai ialah pipa orogastrik nomor 8F. semprit 20 ml.
 Ukur panjang pipa yang akan dimasukkan dengan cara mengukur panjangnya mulai
dari pangkal hidung ke daun telinga bayi dan dari daun telinga ke prosesus
sifoideus (ujung bawah tulang dada) bayi.
 Masukkan pipa melalui mulut (hidung untuk ventilasi).
 Setelah pipa dimasukkan sesuai panjang yang diinginkan (sesuai pengukuran
sebelumnya), sambung dengan semprit 20 ml dan hisap isi lambung dengan cepat
dan halus.
 Lepaskan semprit dari pipa. Biarkan ujung pipa terbuka agar ada lubang udara ke
lambung. Plester pipa ke pipi bayi untuk fiksasi ujung pipa.

Kompresi dada
 Kompresi dilakukan apabila setelah 15-30 detik melakukan VTP dengan oksigen
100% frejuensi denyut jantung bayi adalah kurang dari 60 kali/menit, atau 60-80
kali/menit dan tidak bertambah.
 Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangannya dalam posisi yang
benar.
 Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal yang
menghubungkan kedua putting susu bayi. Hati-hati jangan menekan prosesus
sifoideus.
 Dengan posisi jari-jari tangan yang benar, gunakan tekanan yang cukup untuk
menekan tulang dada ½ - ¾ inci (+ 1,25 – 2 cm), kemudian tekanan dilepaskan
untuk memungkinkan pengisian jantung. Yang dimaksudkan dengan 1 kompresi (1
tekanan) ialah tekanan ke bawah ditambah pembebasan tekanan.
 Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90 kompresi dada dan 30
ventilasi (rasio 3:1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1 ½
detik dan ½ detik untuk ventilasi 1 kali. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap
kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang waktu, baik pada saat penekanan
maupun pada saat melepaskan penekanan.
 Yang terpenting ialah menjaga agar dalam dan kecepatan penekanan tetap konsisten
untuk memastikan sirkulasi yang cukup. Setiap interupsi penekanan akan
menyebabkan penurunan tekanan darah karena peredaran darah terhenti.
 Untuk mengetahui apakah darah mengalir secara efektif, nadi harus dikontrol
secara periodik dengan meraba nadi misalnya di tali pusat, karotis, brakhialis, dan
femoralis.
 Evaluasi frekuensi denyut jantung bayi.
Pada awal, setelah 30 detik tindakan kompresi dada frekuensi denyut jantung bayi
harus dikontrol, oleh karena setelah frekuensi denyut jantung mencapai 80
kali/menit atau lebih tindakan kompresi dada dihentikan. Frekuensi denyut jantung
bayi atau nadi dikontrol tidak lebih dari 6 detik!
 Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal.
Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi
dilakukan tidak ada respon dari bayi.

Intubasi endotrakeal
 Indikasi
- Apabila diperlukan VTP agak lama.
- Apabila ventilasi dengan balon dan sungkup tidak efektif.
- Apabila perlu melakukan penghisapan trakea.
- Apabila dicurigai ada hernia diafragmatika.
- Bayi lahir kurang bulan dengan berat < 1.000 g.
 Masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah. Ujung daun laringoskop
dimasukkan menyusuri lidah secara perlahan ke pangkal lidah sampai di vallecula
(lekuk antara pangkal lidah dan epiglottis).
 Sewaktu memasukkan daun laringoskop, jikalau terdapat sekret/lendir menutupi
jalan nafas, dilakukan penghisapan lendir menggunakan kateter sampai epiglottis
tampak dan untuk menghindarkan aspirasi apabila bayi gasping.
 Tindakan intubasi dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Pada waktu berhenti,
bayi distabilkan dengan memompa balon dan sungkup.
 Masukkanlah pipa ET diantara pita suara, sampai sebatas garis tanda pita suara,
agar ujung pipa terletak dalam trakea di tengah antara pita suara dan carina.
Sewaktu memasukkan pipa ET, jangan kenai pita suara dengan ujung pita, karena
dapat menyebabkan spasme pita suara.
 Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa mengganggu/menggeser pipa
ET.
 Cabut stilet dari pipa ET.
 Sambil memegang pipa ET, pasang sambungan pipa ke balon resusitasi dan lakukan
ventilasi sambil memperhatikan dada dan perut bayi. Apabila letak pipa ET betul
akan terlihat dada mengembang dan perut tidak mengembung sewaktu ventilasi.
Mintalah kepada orang lain (pembantu) untuk mendengarkan suara nafas
menggunakan stetoskop.
 Tanda pipa ET tepat terletak di tengah trakea.
Kedua sisi dada mengembang sewaktu dilakukan ventilasi. Suara nafas terdengar
sama di kedua sisi dada. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung.
 Tanda pipa ET terletak di bronkus
Suara nafas hanya terdengar di suatu sisi paru-paru. Suara nafas terdengar tidak
sama keras. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung. Tindakan:
tarik pipa ET kurang lebih 1 cm.
 Tanda pipa ET terletak di esofagus
Tidak terdengar suara nafas. Terdengar suara udara masuk ke lambung. Perut
tampak kembung. Tindakan: cabut pipa ET, diberi oksigen melalui balon dan
sungkup, masukkan lagi pipa ET.
 Fiksasikan pipa ET ke wajah bayi dengan plester atau dengan pemegang pipa yang
dapat ditempelkan ke wajah bayi. Sebelumnya wajah bayi harus dikeringkan.
Larutan benzoin dapat digunakan untuk melindungi kulit dan mempermudah
lekatnya plester.

Anda mungkin juga menyukai