PENDAHULUAN
Republik Arab Mesir, lebih dikenal sebagai Mesir adalah sebuah negara yang sebagian
besar wilayahnya terletak di Afrika bagian Timur Laut. Mesir juga digolongkan negara maju di
Afrika.
Mesir juga merupakan negara pertama di dunia yang mengakui kedaulatan Indonesia
pada 17 Agustus 1945.
Dengan luas wilayah sekitar 997.739 km 2 Mesir mencakup Semenanjung Sinai (dianggap
sebagai bagian dari Asia Barat Daya), sedangkan sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika
Utara. Mesir berbatasan dengan Libya si sebelah Barat, Sudan di sebelah Selatan, jalur Gaza dan
Israel di Utara Timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut Tengah di Utara dan
Laut Merah di Timur.
Mesir merupakan negara Arab paling banyak penduduknya sekitar 74 juta orang. Hampir
seluruh populasi terpusat di sepanjang SungaiNil, terutama Iskandariyah dan Kairo, dan
sepanjang Delta Nil dan dekat Terusan Suez. Hampir 90% dari populasinya adalah pemeluk
Islam dan sisanya Kristen.
POLITIK MESIR
Mesir berbentuk republik sejak 18 Juni 1953. Mesir adalah negara pertama yang
mengakui kedaulatan Indonesia. Mohamed Hosni Mubarak telah menjabat sebagai Presiden
Mesir selama lima periode, sejak 14 Oktober 1981 setelah pembunuhan Presiden Mohamed
Anwar El Sadat. Selain itu, ia juga pemimpin Partai Demokrat Nasional. Perdana Menteri Mesir,
Dr. Ahmed Nazif dilantik pada 9 Juli 2004 untuk menggantikan Dr. Atef Ebeid.
Kekuasaan Mesir diatur dengan sistem semi presidensial multi partai. Secara teoritis,
kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat
tunggal. Mesir juga mengadakan pemilu parlemen multi partai.
Pada akhir Februari 2005, Presiden Mubarak menginginkan perubahan aturan pemilihan
presiden menuju ke pemilu multi kandidat. Untuk pertama kalinya sejak 1952, rakyat Mesir
mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin dari daftar berbagai kandidat. Namun, aturan
yang baru juga menerapkan berbagai batasan sehingga berbagai tokoh, seperti Ayman Nour,
tidak bisa bersaing dalam pemilihan dan Mubarak pun kembali menang dalam pemilu.
Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut presiden yang sekarang berkuasa, Hosni
Mubarok untuk meletakkan jabatannya. Hingga 18 hari aksi demonstran besar-besaran menuntut
Presiden Hosni Mubarok mundur, akhirnya pada tangal 11 Februari 2011 Hosni Mubarok resmi
mengundurkan diri. Pengunduran diri Hosni Mubarok ini disambut baik oleh rakyatnya dan
disambut baik oleh dunia internasional.
Pada 4 Juli 2013, panglima angkatan bersenjata Mesir Jenderal Abdel Fatah Al Sisi
mengumumkan adanya revolusi untuk mengamankan Mesir, yang bertujuan untuk
menggulingkan Moursi. Moursi sendiri adalah presiden pertama Mesir yang dipilih secara
demokrasi.
KONFLIK DI MESIR
Kembali demokrasi menunjukkan wajah sesungguhnya. Mohammed Mursi yang menang
dengan suara mayoritas kursi di parlemen terpilih menjadi presiden. Tetapi kemenangan itu
berumur pendek karena militer menggulingkan Mursi (3 Juli) dengan arahan Barat (AS).
Aljazeera (12/07) juga mengungkap peranan Amerika dalam pendanaan politisi dan aktifis untuk
menggulingkan Mursi. Keberadaan puluhan dokumen pemerintah AS mengkonfirmasikan bahwa
Washington telah mendanai politisi oposisi yang menyerukan penggulingan Presiden Mursi
melalui Program Departemen Luar Negeri AS. Bantuan ini dilakukan dalam rangka promosi
demokrasi di Timur Tengah. Begitu juga tindakan militer yang bekerjasama dengan kelompok
liberal dan media massa liberal membangun opini memberangus Ikhawan (pendukung Morsi)
sebagai teroris yang berbahaya. Dalam tulisan yang dipublish pada (15/7), penulisnya David E.
Kirk Patrick mengungkap beberapa trik yang dilakukan oleh militer, diantaranya :
Para pembawa acara talk show dari kaum liberal mencela Ikhwanul Muslimin sebagai ancaman
asing dan anggotanya digambarkan sebagai “sadis, makhluk yang kasar” yang tidak layak bagi
kehidupan politik.
Khaled Montaser, seorang Kolumnis Liberal, menyatakan bahwa kelompok Islam lebih buruk
daripada “kelompok penjahat dan psikopad” karena mereka tidak pernah bisa melakukan
reformasi, mereka tidak mengerti arti “tanah air”, mereka hanya tahu arti “Khilafah” dan
organisasi mereka.
Presiden Mursi digulingkan militer menuai protes dari pendukungnya hingga terjadi
bentrokan yang luar biasa dan polisi Mesir memuntahkan peluru-peluru mereka saat
membubarkan paksa para pendukung Mursi (Republika.co.id 17/8) yang menambah jumlah
korban hingga ratusan orang.
Kekerasan itu telah menyebabkanMesir terbelah dan tidak pernah terjadi sebelumnya
dalam sejara beberapa tahun terakhir. Pada Jum’at, pendukung Mursi telah mengumumkan aksi
“Amarah Jum’at” yang berubahmenjadi kekerasan di Kairo.
Kita ketahui tentara Mesir adalah tentara yang ditata dan dilatih oleh Amerika dengan
berbilion-bilion Dollar AS, As Sisi akan bertindak sebagai “Diktator Boneka” yang selalu
mematuhi arahan Amerika. Padahal tercatat harum dalam sejarah, bagaimana gagahnya militer
Mesir menaklukkan Israel pada perang Yom Kippur, 6 Oktober 1973 (Republika.co.id). kala itu,
Israel yang coba-coba menduduki wilayah Semenanjung Sinai kalang kabut diusir desingan
peluru-peluru tentara Mesir. Bendera Israel dicabik-cabik dan diinjak-injak sepatu kotor tentara
Mesir. Dunia Islam bersorak, mengelu-elukan militer Mesir yang perkasa. Kini, peluru-peluru
dari tentara Mesir jadi salah arah malah membantai rakyatnya sendiri. Semua itu tidak lepas dari
arahan Amerika dan kepentingan Israel.
Amerika sesungguhnya benar-benar ingin memusnahkan Mesir seperti Iraq dan Syria.
Amerika telahm menyusun penggulingan presiden Mesir yang dipilih secara demokrasi,
Mohammad Mursi. Salah satu sebabnya ialah Mursi telah dengan lantangnya menentang pelan
Ethopia yang ingin membuat empangan di Sungai Nil, mencuri bekalan air Mesir yang akan
menyebabkan kematian rakyat Mesir akibat kekurangan bekalan air (Republika.co.id).
Seorang analisis Israel (Dan Margalit) mengatakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan
oleh surat kabar “Israel Today”, kembalinya Ikhawanul Muslimin ke kursi kekuasaan dianggap
sebagai ancaman terbesar bagi Israel, terutama setelah pemerintah Israel secara terang-terangan
mendukung kudeta militer di Mesir. Margarit menambahkan Ikhwanul Muslimin akan selalu
membahayakan kepentingan seluruh wilayah Timur Tengah (Eramuslin. 22/8).
Mesir bukanlah yang pertama, sebelumnya ada FIS di Aljazair. Kemenangannya juga
diberangus militer dengan dukungan negara-negara Barat. Pasalnya FIS akan menerapkan
Syariah Islam. Hamas di Gaza juga mengalami nasib yang hampir sama, mengalami tekanan
politik yang kuat dari Barat dan rival politiknya, Fatah yang dikontrol Barat.
Semua ini seharusnya cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mempercayai
jalan demokrasi karena tidak sesuai Syariah dan pasti berakhir dengan pertumpahan darah. Para
Jihadis di Timur Tengah dan sekitarnya mulai bergerak melihat krisis politik di Mesir, dan
melihat tindakan keras pemerintah yang dibentuk militer terhadap Ikhwanul Muslimin. Tragedi
tersebut membenarkan pandangan para Jihadis bahwa demokrasi adalah hanyalah alat para
musuh Islam yang dipaksakan di negeri-negeri muslim yang hanya untuk pemecah belah umat
dan tentunya permainan demokrasi ini tidak boleh sekali-kali dimenangi oleh kalangan Islam.
Semua ini seharusnya cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mempercayai jalan
demokrasi.
Sungguh apa yang terjadi di Mesir merupakan bukti kebenaran metode yang ditempuh
Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafah. Metode ini mencakup: penciptaan opini umum
didasarkan pada kesadaran umum terhadap pemikiran Islam, hukum-hukumnya dan negara
Khilafah serta mengambil Nushrah dari Ahlul Quwah (pemilik kekuatan) yang saat ini tercermin
pada militer.
Pesan Hizbut Tahrir dalam pernyataan pers Maktab I’lami Hizbut Tahrir Mesir
(25 Sya’ban 1434 / 4 Juli 2013) penting untuk kita perhatikan :
Hendaklah kaum Muslimin mengetahui bahwa hanya ada satu metode, tidak ada yang lain, untuk
menegakkan pemerintahan Islam yang lengkap, atau berpartisipasi dalam sistem rusak yang
menyalahi Islam, beliau tetap bersabar sampai Nushrah itu sempurna seraya tetap berjuang
mengubah masyarakat. Beliau sungguh-sungguh menciptakan opini umum di tengah-tengah
umat yang terpancar dari kesadaran umum tentang kewajiban menerapkan Syariah Allah secara
menyeluruh di dalam negara Islam.