Anda di halaman 1dari 14

Revolusi Mesir

Revolusi Mesir berikut ini revolusi Mesir Hosni akan jatuh di revolusi mesir - Revolusi
mesir adalah eskalasi bola salju protes rakyat atas Presiden Hosni Mubarak menyebabkan
penguasa nomor wahid Mesir ini semakin kesulitan mengendalikan negaranya sendiri.
Tampaknya, anggota keluarga Mubarak telah membaca sinyal buruk mengenai nasib
pemerintahan Hosni Mubarak dengan melarikan diri ke luar negeri.

Berbagai sumber pemberitaan menyebutkan Gamal Mubarak yang diproyeksikan menggantikan


Hosni Mobarak sebagai Presiden Mesir, meminta suaka politik di Inggris. Tidak hanya itu,
dilaporkan pejabat tinggi Mesir juga melarikan diri melalui bandara internasional Kairo. Para
pengusaha dan investor besar Mesir pun merasa terancam atas memburuknya kondisi saat ini dan
mereka sontak melarikan asetnya ke luar negeri.

Untuk meredakan kemarahan rakyat, Hosni Mubarak membubarkan kabinet pimpinan perdana
menteri Ahmed Nazif dan menugaskan Ahmed Shafiq membentuk pemerintahan baru.Tidak
hanya itu, Mubarak juga menunjuk Omar Suleiman, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan
Mesir sebagai wakil pertama Presiden Mesir. Mubarak berharap naiknya Suleiman sebagai orang
nomor dua ditubuh pemerintahan Mesir bisa mengendalikan kondisi dalam negeri yang bergolak.

Para analis politik berkeyakinan bahwa ditunjuknya Suleiman sebagai wakil pertama Presiden
Mesir bertujuan menempatkan kepala badan Intelijen dan keamanan Mesir ini menjadi pemimpin
Negeri Piramida itu, jika Mubarak terguling. Berdasarkan Undang-undang Dasar Mesir, jika
presiden meninggal dunia atau mengundurkan diri, maka wakilnya akan mengemban tugas
memimpin negara hingga penyelenggaraan pemilu presiden.

Mengingat kondisi Mesir saat ini yang carut-marut, tampaknya perubahan kabinet yang
dilakukan Mubarak tidak akan efektif sama sekali. Sejak beberapa hari lalu, rakyat Mesir
seirama meneriakan lengsernya Mubarak. Api kemarahan rakyat Mesir kini semakin
memusingkan Partai Demokratis Nasional.

Berbagai gedung partai incumbent yang tersebar di seluruh penjuru Mesir menjadi sasaran
kemarahan rakyat. Tidak sedikit para menteri yang berafiliasi kepada Partai Demokratis Nasional
melarikan diri ke luar negeri. Tidak hanya itu, militer Mesir yang dijadikan sebagai sandaran
Mubarak selama tiga dekade terpecah menjadi dua arus utama, mendukung pemerintah berkuasa
dan bersama demonstran.

Sejatinya pembentukan kabinet baru yang dilakukan Mubarak tidak akan bisa memenuhi
tuntutan rakyat yang terpendam selama tiga puluh tahun. Kini bangsa Mesir bangkit melawan
penguasa mereka sendiri.

Di saat keluarga Mubarak mendengar pesan revolusi ini, Mubarak tetap belum beranjak dari
kursi kekuasaannya, seolah tidak memahami realitas yang terjadi di Mesir. Para analis
mengatakan, dengan ditunjuknya Omar Suleiman sebagai wakil pertama Presiden, itupun setelah
pembicaraan via telepon dengan Presiden AS, Barack Obama, tampaknya Mubarak tidak lagi
punya skenario untuk keluar dari negeri Piramida itu. (Revolusi Mesir)

REVOLUSI MESIR

Sejarah Negara Mesir.

Republik Arab Mesir atau lebih dikenal sebagai Mesir adalah sebuah Negara yang sebagian
wilayahnya terletak di Afrika bagian timur. Luas wilayahnya sekitar 997.739 km persegi dan ibu
kota sekaligus kota terbesar di negaranya adalah Kairo. Mesir berbatasan dengan Libya di
sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara timur. Perbatasannya dengan
perairan ialah melalui Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.
Mesir memiliki bahasa resmi Arab dan jenis pemerintahannya bersifat Republik. Jumlah
penduduk Mesir pada sensus penduduk tahun 2005 diperkirakan mencapai 77.505.756 jiwa
dengan tingkat kepadatan mencapai 77/km2. Mata uang Mesir adalah Pound EGP (Poundsterling
Mesir) dan memiliki zona waktu UTC+2.
Mayoritas penduduk Mesir menetap di pinggir Sungai Nil. Sebagian besar daratan merupakan
bagian dari gurun Sahara yang jarang dihuni.
Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monument kuno termegah di dunia,
misalnya Piramida Giza, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di Luxor, sebuah
kota di wilayah selatan, terdapat kira-kira artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno
di seluruh dunia. Kini Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan political utama di
wilayah Arab dan Timur Tengah

Revolusi di Tunisia tidaklah jauh dari kita. Warga Arab telah memasuki suasana yang sarat
kemarahan dan frustrasi," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, seperti dikutip
kantor berita Associated Press.
"Patut dicamkan oleh semua pihak bahwa orang Arab menderita kemiskinan, pengangguran, dan
penurunan sejumlah indikator lainnya. Ini menambah masalah politik yang belum beres," lanjut
Moussa pada pertemuan yang dihadiri sang tuan rumah, Presiden Mesir Hosni Mubarak.
Moussa tidak salah. Gelombang "revolusi" di Tunisia menyebar ke tetangga-tetangganya, seperti
Aljazair dan Mesir. Kini, justru Mesir menderita paling parah sindrom dari Tunisia itu.
Sama seperti di Tunisia, sebagian besar rakyat Mesir marah karena harga kebutuhan pokok kian
mahal, dan pekerjaan layak begitu terbatas.
Hampir setengah dari total populasi Mesir, yang berjumlah 80 juta jiwa, hidup di bawah, atau
sedikit di atas garis kemiskinan menurut standar PBB US$2 per hari. Meluasnya kemiskinan,
tingginya pengangguran, dan inflasi harga pangan menjadi tantangan besar bagi rezim Mubarak

Rakyat Mesir juga telah lama hidup dalam situasi terkekang. Mereka tak leluasa mengkritik
kekurangan pemerintah, apalagi kepada Presiden Mubarak yang telah 30 tahun berkuasa. Kritik
keras bisa berujung ke penjara.

Maka, seperti di Tunisia dan Aljazair, kemarahan mereka menjadi-jadi saat pemerintah tak bisa
lagi mengatasi masalah ekonomi. Dalam suatu demonstrasi terbesar di negara itu, Selasa 25
Januari 2011, rakyat Mesir menuntut rezim Mubarak mundur.

"Ini adalah kali pertama bagi saya ikut unjuk rasa. Kami sudah menjadi bangsa penakut, tapi
akhirnya kami berani mengatakan tidak," kata Ismail Syed, seorang pekerja hotel di Kairo yang
hanya mendapat upah US$50 per bulan, atau tak sampai Rp500.000.

Para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai "hari revolusi atas penyiksaan,
kemiskinan, korupsi, dan pengangguran." Walau pemerintah Mesir sudah mengeluarkan
larangan, tak ada jaminan dari kaum oposisi, dan rakyat marah, bahwa demonstrasi tak akan
berlanjut

Gejolak Mesir.

Gejolak di Mesir terjadi pada tanggal 25 Januari 2011, dimana Rakyat mesir menuntut
presidennya yaitu Hosni Mubarak untuk segera turun dari tahta Kepresidenan karena dianggap
sudah tidak mampu lagi memimpin Mesir. Rakyat Mesir menginginkan Revolusi mesir cepat
dilakukan dan hal ini menyebabkan demonstrasi besar-besaran sehingga bentrok antara warga
Mesir yang pro Mubarak dan yang Anti Mubarak tidak dapat dihindarkan.
Berbagai cara telah dilakukan oleh para demonstran untuk menggulingkan Mubarak. Mereka
melakukan berbagai macam aksi anarkis seperti membakar kendaraan pihak keamanan serta
bangunan-bangunan milik pemerintah daerah. Aksi anarkis terjadi setelah warga Tunisia berhasil
menggulingkan kekuasaan Presidennya yaitu Zine El Abidine Ben Ali dengan cara berunjuk
rasa, sehingga hal ini menginspirasi warga Mesir untk melakukan hal yang sama
Pusat Demonstrasi terjadi di Tahrir Square, Kairo, puluhan ribu orang turun kejalan sehingga
memasuki episode berdarah. Hujan tembakan mengarah ke demonstran yang menuntuk Presiden
Mubarak turun, akibat kejadian ini setidaknya 10 orang tewas dan 1.500 orang terluka.
Berdasarkan data pada tanggal 2 Februari 2011, PBB memperkirakan jumlah korban tewas
mencapai 300 orang pada unjuk rasa pemerintahan Mesir, dan jumlah ini terus meningkat setiap
harinya dengan laporan-laporan yang belum di konfirmasi dan lebih dari 3.000 cedera dan
ratusan orang lainnya ditahan. Sedangkan sumber-sumber keamanan dan medis di Mesir,
mengatakan setidaknya 102 orang tewas dalam gelombang unjuk rasa yang melanda Negara
Mesir tersebut.
Demonstrasi besar-besaran ini mengakibatkan terputusnya seluruh jaringan komunikasi yang
terdapat di Mesir oleh pihak pemerintah baik itu jaringan komunikasi telepon maupun internet,
karena pemerintah beranggapan bahwa semakin banyaknya demonstran yang turun kejalan
disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh warga Mesir melalui situs jejaring sosial
seperti facebook dan twitter.
Bukan hanya saluran komunikasi saja yang ditutup oleh pemerintah, bank-bank yang terdapat di
Mesir juga ditutup oleh pemerintah Mesir, sehingga hal ini menyulitkan warga Mesir untuk
mendapatkan bahan pokok. Namun berdasarkan kabar terakhir yang saya dapat bahwa bank-
bank di Mesir telah dibuka kembali. Hal ini dikarenakan pemerintah Mesir memperkirakan
kerugian yang terjadi karena penutupan bank-bank di Mesir dapat merugikan ekonomi Negara
tersebut. Salah satu Bank yaitu Credit Agricole mengatakan bahwa penutupan Bank selama aksi
demonstrasi berjalan mengakibatkan kerugian Negara mencapai US$310 juta perhari.

Rakyat Mesir Ajukan Empat Tuntutan

VIVAnews - Rakyat Mesir menggelar demonstrasi secara serentak di sejumlah kota, Selasa 25
Januari 2011 waktu setempat. Aksi itu merupakan yang terbesar di Mesir.

Laman stasiun radio Iran, IRIB World Service, mengungkapkan sejumlah tuntutan para
demonstran kepada pemerintah Mesir. Pada intinya mereka ingin mengakhiri rezim Presiden
Hosni Mubarak, yang telah memerintah Mesir selama 30 tahun, di tengah krisis ekonomi yang
melanda Negeri Piramid itu.

Dalam selebaran yang dibagi-bagikan kepada para peserta demo, dicantumkan empat tuntutan:
Pertama, pengunduran diri Mubarak. Kedua, pengunduran diri kabinet yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Ahmed Mohamed Mahmoud Nazef. Ketiga, pembubaran parlemen dan
penjadwalan ulang pemilu. Keempat, pembentukan pemerintahan baru pilihan rakyat.

Kamal El Helbawy, mantan juru bicara Ikhwanul Muslimin, mengatakan kepada stasiun televisi
Iran, Press TV, bahwa demonstrasi kemarin merupakan yang terbesar dan paling signifikan
dalam sejarah Mesir.

Dalam demonstrasi kemarin, sedikitnya dua demonstran dan seorang polisi tewas setelah terlibat
baku hantam. Sementara itu, harian Al-Wafd mengungkapkan bahwa polisi menahan 600 orang
dalam aksi unjuk rasa serentak Selasa lalu di Kairo, Alexandria, Port Said, Tantan, al-Mahala,
Asiut, al-Bahira, dan al-Quium. Sekitar 200.000 orang turut dalam unjuk rasa itu.

Para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai hari revolusi atas penyiksaan,
kemiskinan, korupsi, dan pengangguran. Belum ada kepastian apakah demonstrasi akan berhenti
atau akan terus berlanjut.

Mubarak telah memerintah Mesir sejak 1981 dan kini sudah berusia 82 tahun. Namun, dia belum
menentukan sikap apakah akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk enam tahun
berikut atau memilih pensiun.

Putranya, Gamal, dikabarkan pergi menuju Inggris, Selasa 25 Januari 2011. sebelum muncul
krisis di Mesir, Gamal difavoritkan sebagai pengganti ayahnya.
Hampir setengah dari total populasi Mesir--yang berjumlah 80 juta jiwa--hidup di bawah atau
sedikit di atas garis kemiskinan, yang menurut standar PBB adalah US$2 per hari. Meluasnya
kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran, dan inflasi harga pangan menjadi tantangan besar
bagi rezim Mubarak.

Pecah, Demonstrasi Terbesar di Mesir

VIVAnews - Pihak keamanan Mesir terpaksa berjibaku dengan para demonstran dalam unjuk
rasa serentak di sejumlah kota, dari Selasa hingga Rabu dini hari. Ini merupakan demonstrasi
terbesar di Mesir dalam beberapa tahun terakhir sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap
rezim otoriter Presiden Hosni Mubarak di tengah krisis ekonomi di negara mereka.

"Turunkan Hosni Mubarak, turunkan sang tiran. Kami tidak menginginkan engkau!" teriak para
demonstran di Kairo, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press. Dalam demonstrasi
kemarin, sedikitnya dua demonstran dan seorang polisi tewas setelah terlibat baku hantam.

Demonstrasi massal di Mesir itu terinspirasi oleh gerakan massa di Tunisia beberapa pekan
sebelumnya. Didera masalah serupa, yaitu mahalnya harga kebutuhan pokok dan tingginya
tingkat pengangguran, rakyat Tunisia berhasil membuat presiden yang telah berkuasa selama 23
tahun, Zine Ben Ali, kabur keluar negeri pada 14 Januari lalu.

Ketidakpuasan atas lambannya pemerintahan Mubarak mengatasi krisis ekonomi membuat


sebagian kalangan di Mesir marah. Mereka juga tidak tahan ditekan rezim Mubarak, yang
dianggap selalu bertindak sewenang-wenang.

Maka para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai "hari revolusi atas
penyiksaan, kemiskinan, korupsi, dan pengangguran," belum ada kepastian apakah demonstrasi
akan terus berlanjut.

"Ini merupakan kali pertama bagi saya ikut unjuk rasa. Kami sudah menjadi bangsa penakut,
namun akhirnya kami berani mengatakan tidak," kata Ismail Syed, seorang pekerja hotel yang
hanya mendapat upah sekitar US$50 per bulan, atau tidak sampai Rp500 ribu.

"Kami ingin perubahan, sama seperti di Tunisia," kata Lamia Rayan.

Sementara itu, pemerintah menyesalkan sikap anarkis para pengunjuk rasa sehingga terjadi
bentrokan. "Ada yang sampai melempar batu ke polisi dan yang lainnya berbuat rusuh dan
merusak properti negara," demikian pernyataan Kementrian Dalam Negeri. Karena itulah,
menurutnya pemerintah harus mengambil tindakan keras.

Hampir setengah dari total populasi Mesir--yang berjumlah 80 juta jiwa--hidup di bawah atau
sedikit di atas garis kemiskinan, yang menurut standar PBB adalah US$2 per hari. Meluasnya
kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran, dan inflasi harga pangan menjadi tantangan besar
bagi rezim Mubarak.

Selain itu, Mesir juga mengalami ketegangan antara kaum Muslim dengan Kristen Koptik.

Mubarak telah memerintah Mesir sejak 1981 dan kini sudah berusia 82 tahun. Namun, dia belum
menentukan sikap apakah akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk enam tahun
berikut atau memilih pensiun. (kd)

Mesir Dilanda Demo, Putra Presiden Kabur

VIVAnews - Putra presiden Mesir, Gamal Mubarak, bersama keluarganya menyelamatkan diri
ke Inggris di tengah kekacauan di negaranya. Padahal, sebelum muncul krisis di Mesir, Gamal
sering disebut-sebut sebagai calon pengganti ayahnya, Hosni Mubarak, yang telah 30 tahun
berkuasa di Mesir.

Menurut media Akhbar al-Arab, seperti yang dikutip The Times of India, Gamal bersama istri
dan putrinya terbang ke London dari bandara di Kairo. Keberadaan Mubarak sendiri tidak
diungkapkan.

Laporan itu muncul saat demonstrasi menentang rezim Mubarak berlangsung secara serentak di
penjuru Mesir, Selasa 25 Januari 2011. Pihak keamanan Mesir terpaksa berjibaku dengan para
demonstran dalam unjuk rasa serentak di sejumlah kota, dari Selasa hingga Rabu dini hari waktu
setempat.

Menurut kantor berita Associated Press, aksi Selasa kemarin merupakan demonstrasi terbesar di
Mesir dalam beberapa tahun terakhir sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap rezim
otoriter Presiden Hosni Mubarak karena tidak mampu mengatasi krisis naiknya harga kebutuhan
pokok dan tingginya pengangguran.

Dalam demonstrasi kemarin, sedikitnya dua demonstran dan seorang polisi tewas setelah terlibat
baku hantam. Mereka menuntut Mubarak agar segera turun dari kekuasaan sekaligus mengakhiri
status keadaan darurat di Mesir, yang diterapkan Mubarak sejak memerintah pada 1981.

Para demonstran juga menginginkan agar parlemen mengesahkan undang-undang baru agar
seorang presiden tidak boleh memimpin lebih dari dua periode berturut-turut. Selain itu, para
demonstran juga mendesak Menteri Dalam Negeri Habib al-Adly segera mundur dari jabatannya.

Sementara itu, harian Al-Wafd mengungkapkan bahwa polisi menahan 600 orang dalam aksi
unjuk rasa serentak Selasa lalu di Kairo, Alexandria, Port Said, Tantan, al-Mahala, Asiut, al-
Bahira, dan al-Quium. Sekitar 200.000 orang turut dalam unjuk rasa itu.

Para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai "hari revolusi atas penyiksaan,
kemiskinan, korupsi, dan pengangguran," belum ada kepastian apakah demonstrasi akan berhenti
atau akan terus berlanjut.

Mubarak telah memerintah Mesir sejak 1981 dan kini sudah berusia 82 tahun. Namun, dia belum
menentukan sikap apakah akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk enam tahun
berikut atau memilih pension
_________

Inilah Pemicu Revolusi Mesir

RMOL. Revolusi di Mesir merupakan akumulasi kekecewaan publik yang selama puluhan tahun dikekang
oleh rezim Husni Mubarak.

Akumulasi kekecewaan ini paralel dengan krisis politik di Tunisia, sehingga rakyat Mesir menemukan
momentum yang tepat untuk segera menggulingkan rezim Mubarak.

Demikian disampaikan pengamat politik Timur Tengah, Muhammad Jafar, kepada Rakyat Merdeka
Online, beberapa saat lalu (Senin, 31/1).

Menurut Jafar, ada tiga faktor dalam negeri yang membuat kemarahan publik Mesir memuncak.
Pertama, sistem sosial ekonomi yang tidak mencerminkan keadilan. Terjadi kesenjangan yang menganga
antara kelompok elit dengan mayoritas rakyat yang miskin.

Kedua, masih kata Jafar, pengekangan terhadap kelompok kelas menengah terdidik yang secara
intelektual sudah menyerap informasi global tentang proses demokratisasi. Akses sosial ekonomi dan
informasi mereka dibatasi oleh rezim Mubarak.

"Ketiga, kaum agamawan yang selama ini dikooptasi oleh kekuasaan," demikian Jafar.
Revolusi Mesir: Pergantian Sistem

Meski Ben Ali dan Hosni Mubarak telah tumbang, mata dunia tetap tertuju pada revolusi atau pergolakan
yang masih berlangsung di Tunisia dan Mesir. Di beberapa negara tetangganya, Aljazair dan Maroko, tanda-
tanda revolusi mulai menggeliat. Selain di negara-negara Afrika Utara ini, tetangga dekatnya di Timur
Tengah, yakni Yordania, Yaman, dan Suriah mengikuti atau sekurang-kurangnya, sudah mulai menggalang
rakyat untuk revolusi turun ke jalan menumbangkan rezim yang sudah lama bercokol.

Beberapa negara lain di sekitarnya, termasuk Libya dan Oman, diduga kuat rakyatnya sedang mencari
peluang untuk menuntut perubahan rezim dan sistem, seperti yang diinginkan rakyat di negara-negara
tetangganya yang sedang menyuarakan revolusi.

Di kawasan itu hanya di Arab Saudi dan negara-negara Teluk yang tidak atau belum ada tanda-tanda
revolusi. Hal ini karena penduduk aslinya berjumlah kecil (kecuali Arab Saudi) dan bahkan di negara-negara
Teluk lebih banyak penduduk pendatang dibanding penduduk aslinya. Selain itu, rakyat di negeri-negeri ini
relatif makmur, harga-harga sembako terkendali karena kontrol ataupun subsidi pemerintah.

Kalau dicermati, ada hal-hal yang menarik di negeri-negeri yang bergolak ini. Pertama, mayoritas
penduduknya Muslim. Kedua, sembilan negara yang bergolak atau berpotensi bergolak itu dipimpin oleh
rezim yang sudah berkuasa antara 11-40 tahun, atau rata-rata 22 tahun. Meski rezimnya republik (kecuali
Maroko, Yordania, dan Oman), kepala negara di negeri-negeri ini bercokol seperti raja, yakni berkuasa
sampai akhir hayatnya atau ingin mengalihkan singgasananya kepada anaknya. Perilaku penguasa yang
ingin membangun dinasti ini amat dibenci rakyatnya.

Ketiga, negeri-negeri ini umumnya sahabat atau sekutu Amerika Serikat (AS), baik karena kedekatannya
dengan Israel (seperti Mesir dan Yordania) maupun karena memerangi teroris Alqaidah (misalnya Mesir dan
Yaman). Keempat, praktis tidak ada kebebasan pers karena pemerintahnya ringan tangan untuk menangkap
wartawan dan mengusirnya, atau membatasi bahkan melarang pemberitaan serta penerbitan yang dianggap
mengancam rezim berkuasa.

Kelima, rezim yang berkuasa dirasakan oleh rakyatnya tidak atau sedikit memberikan ruang bagi demokrasi
yang sebenarnya. Demokrasi yang dijalankan masih sebatas formalitas semata (yang sarat dengan
kecurangan), yakni sekadar melegalisasi pemilu dan penguasa yang terpilih.

Keenam, melalui aparat penegak hukumnya, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, diam-diam
penguasa politik berbagi kekuasaan dan rezeki. Hukum digunakan untuk menindas lawan-lawan politik
rezim berkuasa. Sebagai kompensasinya rezim berkuasa 'merestui' aparat penegak hukum berkorupsi
memperkaya diri dengan memberlakukan hukum yang tajam pada yang lemah dan membela yang kuat dan
berduit.

Ketidakadilan dalam penegakan hukum di negeri-negeri ini memang sejalan dengan ciri-ciri yang ketujuh,
yaitu tingginya tingkat korupsi di lingkungan birokrasi. Tingginya korupsi ini tidak saja merusak proses
penegakan hukum, tetapi juga dalam proses penyusunan kebijakan dan program pemerintah, termasuk
anggaran yang boros dan tidak kena sasaran.

Kedelapan, negeri-negeri korup ini umumnya adalah debitur aktif Bank Dunia. Kesembilan, negeri yang
berevolusi ini mengidap penyakit kemiskinan yang serius. Kecuali Tunisia dan Oman, kemiskinan meliputi
7,5 persen di Libya hingga 23 persen di Aljazair dan 45 persen di Yaman. Kesepuluh, pengangguran di
sembilan negeri itu berkisar dari yang terendah delapan persen (Suriah) sampai 35 persen (Yaman) atau
rata-rata 15 persen dari jumlah penduduk.
Kesebelas, inflasi yang relatif tinggi seperti di Yaman 18 persen. Keduabelas, Kecuali Yaman yang per kapita
income-nya 2600 dolar AS, negeri yang sedang atau berpotensi revolusi ini income per kapitanya lebih
besar dari income per kapita Indonesia yang 3.000 dolar AS. Di Tunisia hampir 7.000 dolar AS, Mesir 5.700
dolar AS, dan Yordania 5.250 dolar AS.

Ketigabelas, mirip dengan Indonesia, negeri-negeri yang dibahas di sini juga mendekati kategori failed
states (negara-negara gagal). Indonesia termasuk dalam peringkat 61 dalam daftar 177 negara gagal,
publikasi Foreign Service Institute di Washington DC. Meskipun lebih baik dari Yaman, Indonesia dikenal
sebagai negara yang gagal melindungi warganya.

Kecuali pengekangan pers, ciri atau kondisi objektif, di negeri-negeri yang sedang dilanda revolusi atau
semangat revolusi itu, terdapat di Indonesia. Selain kebebasan pers, kita juga mempunyai kebebasan
menyatakan pendapat dan sikap, meski umumnya tidak efektif karena pemerintah yang cenderung cuek.
Meski begitu, kebebasan itu bukan tidak mengandung risiko seperti apa yang terjadi pada Antasari yang
mencoba menjadi whistle blower IT KPU, atau Susno Duadji sang whistle blower kasus Gayus atau
Misbakhun dengan Bank Century-nya.

Pengalaman, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, menunjukkan bahwa penguasa yang tumbang
oleh revolusi karena terlambat atau menolak merespons tuntutan yang diajukan rakyat pendemo. Presiden
Soekarno jatuh karena menolak membubarkan PKI, Presiden Soeharto lengser karena menolak reformasi.
Kini, pemerintah terasa menolak tuntutan masyarakat untuk membongkar tuntas skandal Bank Century,
mafia hukum dan pajak, rekening gendut polri, dan pengendalian harga bahan-bahan pokok. Kegagalan
memenuhi tuntutan-tuntutan seperti itu akan menjadi peluru tajam bagi tuntutan penggantian rezim dan
sistem.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa karena lemahnya kepemimpinan nasional banyak kalangan yang
berpendapat bahwa Indonesia hanya dapat dibenahi dengan perubahan rezim dan sistem. Perubahan yang
signifikan seperti itu rasanya sulit diharapkan dari lembaga-lembaga negara yang umumnya korup. Harapan
hanya pada tuntutan rakyat khususnya pemuda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh bermoral.

Oleh karena itu, penguasa di negeri ini tidak perlu gusar bila ada yang berpendapat bahwa revolusi ala Mesir
yang telah menumbangkan rezim penguasa dan sedang mengganti sistem politik ataupun ekonominya,
karena kondisi objektif di Indonesia yang sama atau mendekati, akan terjadi juga di Indonesia.
Revolusi rakyat Mesir telah berhasil karena berbagai alasan. Di antaranya karena dimulai dari
rasa sakit rakyat Mesir dan penderitaan sehingga tidak percaya terhadap rezim Mubarak.
Menurut penelitian akademi adalah hasil kebijakan ekonomi terbuka yang menguntungkan
kalangan tertentu dari para pengusaha dan perusahaan-perusahaan atas kemaslahan mayoritas.

Penderitaan sosioekonomi inilah yang menjadi bahan bakar kemarahan para pemuda yang telah
membuktikan kepada dunia bahwa umat masih hidup, mampu mengadakan perubahan dan
mengarahkan kapal perubahan di laut yang penuh dengan gelombang konspirasi internasional
dan intervensi untuk mempengaruhi dan membentuk masa depan negara-negara Arab dan Islam
dengan perencanaan eksternal seperti yang terjadi di Irak, yang hancur karena interfensi pihak
luar, dan terjadilah apa yang terjadi di dalamnya karena banyak alasan.

Antara lain karena perubahan tidak terjadi dari dalam melalui revolusi rakyat, tetapi datang
melalui tank-tank AS pada tahun 2003, setelah bertahun-tahun panjang Irak diembargo dan masa
kediktatoran yang lama.

Revolusi meyakinkan bahwa rakyat Mesir lebih kuat dari diktator mana pun. Rakyat Mesir
adalah rakyat yang mempunyai peradaban yang membentang sejak ribuan tahun yang dimulai
dari masa Fir’aun, Qibthi (golongan Kristen) bahkan pengaruh peradaban Yunani dan Romawi
pun berasimilasi di Mesir sebelum terbentuknya budaya dan peradaban Arab dan Islam di Mesir.

Rakyat Mesir telah melawan perangkat keamanan negara mereka yang termasuk di antara
perangkat keamanan terbesar di dunia karena terdiri dari 1.5 juta unsur. Revolusi Mesir ini
merupakan hasil dari kepintaran dan kepemimpinan kolektif dari masyarakat Mesir. Dan hal ini
lah yang berperan di dalam menjaga (mengawal) hasilnya daripada diculik setelah pencapaian
tujuan pertamanya.

Kecerdasan kolektif ini dipelopori oleh generasi yang disebut dengan kalangan menengah dari
para pelajar di berbagai macam disiplin ilmu di dalam pemerintahan dan sektor swasta, bahkan
dari orang-orang yang belajar dan bekerja di luar negeri. Kalau begitu, apa yang dihasilkannya
yaitu perubahan di dalam pemikiran kalangan menengah ini yang telah lulus dari universitas-
universitas selama 3 dekade yang lalu. Terlebih dengan jumlah populasi rakyat Mesir yang terus
naik dari 45 juta warga pada tahun 1980 menjadi 80 juta lebih pada tahun 2010.

Faktor lainnya, keberhasilan Revolusi Mesir ini disebabkan oleh persatuan antara kelompok dan
kekuatan politik di Mesir, yang berfokus pekan lalu di bawah kepemimpinan dari apa yang
dikenal sebagai “Koalisi Pemuda Revolusi,” karena semua kekuatan politik ini berusaha untuk
mensukseskan revolusi ini sebagai “image revolusi kerakyatan,” karena apabila dibuat di bawah
kepemimpinan politik yang terpisah-pisah, sudah barang tentu hal ini akan dimatikan oleh
pemerintah sejak pertama kali muncul.

Tetapi tulang punggung revolusi ini adalah aktivis muda dari gerakan yang berbeda. Beberapa
dari mereka tanpa ideologi dan ada juga yang berideologi, yang menggerakan sendi tubuh
masyarakat Mesir, yang meletus dan menciptakan sebuah revolusi yang jarang terjadi dalam
sejarah, yaitu ketika hampir sepuluh juta dan mungkin lebih dari sepuluh juta orang dalam satu
hari atau 10% dari penduduk Mesir (turun ke jalan).
Koalisi Pemuda Revolusi ini terdiri dari : Pemuda Gerakan 6 April, Pemuda untuk Keadilan dan
Kebebasan, Pemuda Ikhwanul Muslimin yang ditangkapi rezim yang lalu (Rezim Hosni
Mubarak) sekitar 30 ribu orang selama sepuluh tahun yang lalu, Pemuda Kampanye Kerakyatan
untuk Mendukung ElBaradei, Partai Front dan para independenwan yang muncul di jejaring
social di internet.

Sudah barang tentu semua ini terjadi atas dukungan dari para pemuda partai politik Mesir lainnya
yang sudah ada atau yang sudah melemah di era mantan Presiden Mubarak dan sejumlah gerakan
lain sebagai gerakan “kecukupan” dan “Asosiasi Nasional untuk Perubahan.” Dan partai lain di
antaranya Al-Wafd dan At-Tajammu dan An-Nashiri.

Faktor lain menurut penelitian Institute for Social Research di Viktoria Australia yaitu erosi yang
memakan legitimasi Negara dan institusinya, legislative, eksekutif dan keamanan yang
menghilangkan kepercayaan dalam hati jutaan rakyat Mesir terhadap isnstitusi ini dan
mendorong mereka untuk berdemonstrasi, oleh karena itu, ketika tentara turun ke jalan-jalan
disambut oleh rakyat sebagai jaminan terakhir dari institusi Negara untuk keluar dari dilemma
ini.

Perkembangan Wacana Tuntutan Revolusi

Revolusi telah menghilangkan hambatan utama bagi kemajuan rakyat Mesir, dengan runtuhnya
pemerintahan Presiden Mubarak dan pernyataan pertama kalinya setelah kurang dari satu jam
jatuhnya Mubarak yang merupakan harapan rakyat Mesir untuk masa yang akan datang.

Hal yang penting, kita harus membaca pernyataan yang telah disiapkan di tenda pimpinan
Koalisi Pemuda Revolusi di alun-alun At-Tahrih, dan suasana pertemuan penting tersebut
disiarkan oleh Al-Jazeera, dan yang dihasilkan dari diskusi para pemuda ini, yaitu sebuah
pernyataan yang dibacakan di Al-Jazeera oleh Wakil Ketua Dewan Presiden, Muhammad Fuad.

Sesudah itu, kemudian teks tersebut diserahkan kepada pimpinan militer yang sekarang dijadikan
sebagai mitra rakyat di dalam menyelesaikan revolusi ini. Teks pernyataan tersebut berbunyi,
“Kami adalah rakyat Mesir, pemilik kedaulatan atas wilayah, nasib serta kekayaan kami yang
telah diambil alih kembali dengan revolusi 25 Januari, revolusi rakyat, sipil dan demokrasi, dan
pengorbanan para martirnya.

Dan setelah keberhasilan revolusi untuk menggulingkan rezim yang korup dan para
pemimpinnya, kami mengumumkan kelanjutan dari revolusi damai ini sampai kemenangan dan
pencapaian tuntutannya :

Pertama, pencabutan keadaan darurat segera,


Kedua, pembebasan segera semua tahanan politik,
Ketiga, pencabutan Konstitusi yang ada dan perubahannya,

Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir su Konstitusi sudah mebekukan Konstitusi Mesir.
Pada hari Senin (14/2) terbentuklah sebuah komite untuk mengamandemen konstitusi negara
Mesir di bawah pimpinan Kanselir dan pemikir Islam Tariq Al-Besyari dan Sobhi Saleh, seorang
anggota blok parlemen dari Ikhwanul Muslimin di Parlemen Mesir tahun 2005, serta Doktor Atef
Al-Banna, seorang profesor hukum konstitusi dan para Kanselir dari Pengadilan Agung
Konstitusi, dan Hassanein Abdel-’Al dari Universitas Kairo, dan Mohamed Bahi Younis dari
Universitas Aleksandria dan Kanselir Mahi Sami Wakil Presiden Agung Mahkamah Konstitusi
dan lain-lainnya.

Komisi ini akan terus bekerja selama sepuluh hari ke depan untuk mengamandemen pasal-pasal
dari Konstitusi terkait dengan reorganisasi sistem politik dan pemilu. Tentara Nasional Mesir
telah berjanji akan mengatur proses referendum atas amandemen Konstitusi ini dalam jangka
waktu dua bulan, sebagai langkah awal dari kekuasaan sipil yang demokratis).

Keempat, pembubaran Majelis Rakyat, Majelis Syura dan Dewan Legislatif lokal, ( Dewan
Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir benar-benar telah membubarkan Majelis Rakyat dan
Dewan Syura) .

Kelima, pembentukan majelis pemerintahan presidensial yang transisi yang terdiri dari lima
anggota, termasuk tokoh militer, dan empat tokoh dari sipil yang diakui untuk patriotisme
mereka dan disetujui oleh semua, dengan catatan untuk setiap anggota tidak berhak untuk
mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pertama yang akan datang.

Keenam, membentuk pemerintahan transisi yang terdiri dari kompetensi dan independen
nasional, tidak termasuk aliran politik atau partisan yang mengurus urusan negara dan penyedia
bagi penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan pemilihan yang adil pada akhir masa
transisi untuk jangka waktu tidak lebih dari sembilan bulan, dengan catatan tidak boleh anggota
dari pemerintahan transisi ini mecalonkan diri sebagai presiden atau anggota dewan di pemilu
legislatif dan presiden pertama nanti.

Ketujuh, membentuk susunan dewan kepengurusan inti “Jam’iyyah Ta’sisiyyah” untuk


pengembangan konstitusi demokratis yang baru sesuai dengan konstitusi demokratis tertua dan
perjanjian internasional hak asasi manusia, dan direferendumkan ke rakyat dalam waktu tiga
bulan dari deklarasi pembentukan susunan dewan kepengurusan.

Kedelapan, kebebasan untuk membentuk partai politik berdasarkan dasar-dasar sipil, demokratis
dan damai, tanpa syarat atau kualifikasi.

Kesembilan, peluncuran kebebasan pers dan pertukaran informasi.

Ksepuluh, peluncuran kebebasan untuk mengorganisir semua jenis serikat dan organisasi
masyarakat sipil.

Kesebelas, pembatalan semua pengadilan militer dan luar biasa dan semua putusan-putusan yang
dikeluarkan oleh mahkamah terhadap rakyat sipil.

Keduabelas, akhirnya, kami rakyat Mesir memohon dari Tentara Nasional Mesir yang berbakti
sebagai generasi dari rakyat yang besar ini yang menjaga darah rakyat dan menjaga keamanan
dalam negeri dalam revolusi besar untuk mengumumkan adopsi penuh dari semua keputusan dan
tuntutan revolusi dan bergabung secara totalitas dengan rakyat. “

Data pergerakan dan tren politik telah menyebar, memperlihatkan perkembangan wacana
revolusi Mesir. Di dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada tanggal 14 Februari 2011 oleh
koalisi para pemuda revolusi yang memfokuskan demonstrasi mereka untuk 3 tuntutan lainnya,
yaitu : (1) pembubaran partai nasional yang berkuasa sebelumnya yang kantor pusatnya telah
banyak dibakar oleh para demonstran, bahkan website-nya tidak aktif lagi, (2) penghapusan
perangkat Investigasi Keamanan Negara, dan (3) penghapusan undang-undang kepartaian
sekurang-kurangnya dalam jangka waktu sepuluh hari dan penyusunan undang-undang baru
sekurang-kurangnya dalam jangka waktu satu bulan.

Selain 15 tuntutan tersebut yang ditegaskan juga oleh Ikhwanul Muslimin dan akan segera akan
menyusul pengumuman tentang partai politik, ternyata ada yang menuntut agar kasus-kasus
korupsi dan kasus-kasus administrasi di semua sektor segera diusut dan diungkap dan semua
kasus tersebut dibawa ke meja hijau. Juga ada tuntutan agar segera dilakukan investigasi atas
para penyerang/penembak yang menewaskan sebagian demonstran dan ratusan demonstran
lainnya hilang selama satu bulan terakhir ini.

Pertanyaan Masa Depan Mesir

Sesungguhnya revolusi ini telah mencapai bagian pertama dari tujuannya dan menang atas
kemauan kekuatan-kekuatan luar (asing) yang ingin mempertahankan rezim yang digulingkan.
Walaupun rezim itu menjadi rezim penerima bantuan militer AS kedua terbesar di dunia setelah
Israel.

Tetapi untuk membangun apa yang telah dihancurkan selama dekade terakhir ini perlu
perjuangan yang berlanjut, dan jalan menuju pencapaian mimpi-mimpi revolusi masih berduri
dan banyak tantangannya. Karena tujuan menjatuhkan rezim telah menyatukan semua kekuatan
politik.

Apakah perhatian dan agenda nasional akan tetap di atas semua kepentingan pribadi, partisan dan
politik sampai Mesir mencapai daratan yang aman yaitu sistem yang adil agar rakyat bisa hidup
dalam keadaan aman, sejahtera dan memiliki stabilitas. Atau perbedaan akan merembes ke
barisan revolusioner dalam hal bagaimana mengarahkan revolusi ini di minggu dan bulan-bulan
mendatang.

Dan ada kekhawatiran bahwa revolusi ini akan dipalingkan oleh pihak asing atau lokal dari
tujuan utamanya dengan dipetiknya buah atau hasil revolusi ini oleh pemimpin politik yang tidak
mengindahkan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, tokoh-tokoh demonstran berkata kepada rakyat
Mesir untuk tetap waspada, karena revolusi mereka ini baru mencapai tujuan pertamanya saja.

Para pemuda revolusi ini merasa khawatir bahwa kegembiraan rakyat Mesir akan dihancurkan
dengan lambatnya revolusi ini atau tidak tercapainya tujuan revolusi yang tuntutan tersebut. Rasa
khawatir bahwa revolusi ini akan diculik, sehingga mendorong para pemuda membentuk Majelis
Rakyat Sementara atau Majelis Koordinasi Penggerak Revolusi yang mewakili semua kalangan
yang berperan di dalamnya. Dan tentara akan menulis sejarah baru apabila mereka merespon
semua tuntutan ini dan melaksanakan sepenuhnya.

Revolusi Mesir masih terancam gagal jika tidak tercapai tujuannya sebagaimana dikatakan oleh
tokoh-tokoh demonstran. Dan rakyat Mesir yang telah meledak kekuatannya dengan semangat
yang tinggi mampu untuk bergerak lagi. Karena semangat ini kembali hidup di hati rakyat Mesir,
dan semangat ini akan menjaga keberlangsungan revolusi ini, yang nantinya akan terlihat
kembali di dalam kebangkitan ekonomi yang ditunggu-tunggu.

Dua sistem di dunia Arab telah berubah dan ada yang lain sedang dalam proses perubahan, Hal
ini terjadi setelah negara-negara Barat dan Timur sudah lama menggunakan satu pola dari situasi
perpolitikan dengan sekutunya di dunia Arab.

Tapi Dunia mau tidak mau (terpaksa) harus memikirkan sebuah metode baru dalam berinteraksi
untuk menghadapi gelombang demokrasi dan kebebasan baru di dunia Arab. Di antara negara-
negara yang konsen terhadap situasi di Timur Tengah, yaitu Eropa dan Amerika Serikat.

Amerika Serikat, yang sangat konsen terhadap peralihan demokrasi di dunia Islam seperti di
Indonesia, Bangladesh dan Pakistan dan di negara-negara lainnya. Menurut laporan majalah
Time Amerika pada tanggal 11/2/2011 menyatakan bahwa pemrintah Amerika sedang
menyiapkan sebuah rencana untuk mendukung oposisi Mesir dalam rangka mendukung
reformasi konstitusi, pengembangan demokrasi dan penyelenggaraan pemilu di Mesir.

Amerika Serikat memiliki sejarah yang panjang di dalam mendukung gerakan oposisi di banyak
negara yang telah mengalami atau sedang menjalani perpindahan politik sebagai salah satu cara
diplomasi luar negeri Amerika terhadap negara-negara tersebut. Apakah dukungan Amerika ini
akan mempengaruhi Mesir dan sampai sejauh mana?

Dan kalau kita melihat ke masa depan Mesir, maka kita jangan melupakan peran Mesir dari sisi
agama dan budaya, setelah mundurmya peran Al-Azhar sebagai rujukan penting keagamaan
yang moderat bagi Ahlu Sunnah (Sunni) di dunia selama dekade terakhir ini. Sesungguhnya
reformasi yang terjadi di dalam Lembaga Al-Azhar pada waktu sekarang ini, bisa
mengembalikan statusnya dalam restrukturisasi kebijakan dan peran Mesir dalam urusan Arab
dan Islam supaya bersinergi antara peran politik Mesir luar negeri dengan peran Al-Azhar
terhadap isu-isu umat Islam di dunia. Dan inilah harapan bangsa Arab dan umat Islam dari Mesir
di abad 21 ini.

Semua akan memantau masa depan pengalaman revolusi dan reformasi Mesir ini yang mungkin
menjadi awal perubahan atau gelombang gerakan kebebasan yang kedua di kawasan Arab di
awal abad ini, seperti efek dari ide-ide reformasi yang berasal dari Mesir di awal abad yang lalu
yang dampaknya menyebar ke Asia dan Afrika dengan gelombang gerakan pembebasan yang
pertama dari penjajahan asing. Dan tanda-tanda kemarahan rakyat nampak yang akan berdampk
ke seluruh Timur Tengah. Sohaib Jassim/Kepala Perwakilan Aljazeera di Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai