Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dapat bersifat
sementara maupun permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan
cara, alat atau obat - obatan (Atikah dkk, 2010).
Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun dkk, 2009).
Program nasional Keluarga Berencana (Birth Control) telah berjalan dengan
baik dan berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk beberapa persen setiap tahun.
Keberhasilan ini sangat menunjang program pembangunan nasional, yang sedang
menuju kepada terciptanya keadilan dan kemakmuran yang merata dalam masyarakat.
Sebagai bagian mayoritas penduduk Indonesia, umat Islamlah yang paling banyak
disentuh oleh gerakan program nasional Keluarga Berencana (KB). Karena itu
diperlukan penjelasan tericinci tentang tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan KB.
Dalam pelaksanaan program nasional Keluarga Berencana telah diperkenalkan
kepada masyarakat beberapa alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh suami-isteri
untuk menyukseskan program tersebut. Misalnya pil, kondom, susuk, IUD dan
sterilisasi (vasektomi dan tubektomi). Dari segi etika, hampir setiap alat kontrasepsi
tersebut dibenarkan oleh Islam, kecuali IUD (spiral). IUD sebagai alat kontrasepsi yang
dipasang pada rahim wanita memerlukan metode tertentu agar tidak melanggar etika
Islam. Penggunaan IUD dapat dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolannya
dilakukan oleh tenaga medis wanita, atau jika terpaksa dapat dilkukan oleh tenaga
medis laki-laki dengan disampingi oleh oleh suami atau wanita lain.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian MOW.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat melakukan MOW.
3. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi MOW.
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari MOW.
5. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi dari MOW.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi MOW
MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur
kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur,
dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga
tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun
(BKKBN, 2009).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tuba fallopi sehingga
spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu.

B. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan
ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan
bergerak menuju uterus. Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan
menjadi embrio yang kemudian melekat di uterus.
Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa
ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau
mengikat. Metode yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan
laparoskopi kemudian menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang
ring.
Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu:
laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC),
mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan
merangsang jaringan ikat, sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan/ teknik
melalui vagina (sekarang tidak dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat
menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop
berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan
kecil di perut untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian
dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba
falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut
laparotomi tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong
atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
(Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi
tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2010).

C. Jenis-jenis
D. Jenis-jenis
1. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah (suprapubik) maupun sub
umbilical (pada lingkar perut pusat). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak
klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus.
Operasi ini aman dan efektif.
2. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini
dapat dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan atau setelah atau abortus (tanpa
komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan pada jumlah klien yang cukup
banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.

E. Syarat Melakukan MOW ( Metode Operasi Wanita )


Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2011) yaitu sebagai berikut:
1. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan
tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2009).
2. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur
istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan
anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro,2009).
3. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat
memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang
tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang
sedang hamil atau dicurigai sdang hamil (BKKBN, 2006).

F. Teknik Melakukan MOW


1. Tahap persiapan pelaksanaan
a) Informed consent
b) Riwayat medis/ kesehatan
c) Pemeriksaan laboratorium
d) Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
e) Anesteri
2. Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi
antara lain:
1) Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan
ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat
dilakukan oleh dokter yang mendapat pelatihan khusus. Operasi ini juga
lebih aman dan efektif (Syaiffudin, 2009)
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian
dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup
kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila
tidak ditemukan komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari.
(Syaiffudin,2009).
2) Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan
yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif.
Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8 minggu pasca pesalinan atau setelah
abortus (tanpa komplikasi). Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada
jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya
pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi
dapat digunakan dengan anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat
jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2009).
3. Perawatan post operasi
1) Istirahat 2-3 jam
2) Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
3) Ambulasi dini
4) Diet biasa
5) Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1
minggu, cari pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada abdomen
yang menetap, perdarahan luka insisi.

G. Waktu Pelaksanaan MOW


Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2009) pelaksanaan MOW dapat
dilakukan pada saat:
1. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca
persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi
yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan berkurang
setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut
uterus dan alat alat genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka
operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
3. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4. Waktu operasi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut
hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai
indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada
pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus
untuk melakukan kontrasepsi mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW
(Mantap Operasi Wanita) dapat dilaukan pada:
1) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara
rasional klien tersebut tidak hamil.
2) Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3) Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah
6 minggu atau 12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu
dalam keadaan tidak hamil.
4) Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau
laparoskopi setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu
7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada
triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.

H. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 – 40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 – 30 tahun dengan 3 anak
atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri
35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang
kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah
yang diinginkan oleh pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2009).
Menurut Mochtar (2010) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut :
a. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila
wanita ini hamil lagi.
1) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia
(psikosis), sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.
b. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang,
seksio sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
c. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan
untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
d. Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial
ekonomi yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
I. Kontraindikasi MOW
Menurut Mochtar (2009) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi
menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative.
1. Kontra indikasi mutlak
a) Peradangan dalam rongga panggul
b) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c) Kavum dauglas tidak bebas, ada perlekatan
2. Kontraindikasi relative
a) Obesitas berlebihan
b) Bekas laparotomi

Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak


menjalani Tubektomi yaitu:

a) Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai


b) Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
c) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol
d) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
e) Belum memberikan persetujuan tertulis.

J. Keuntungan MOW
Menurut BKKBN (2010) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain :
1. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
2. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
3. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
4. Tidak mempengaruhi ASI
5. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali
tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis

Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari kontrasepsi


mantap adalah sebagai berikut :

a. Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
c. Tidak bergantung pada faktor senggama.
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang
serius.
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
f. Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)

K. Kerugian MOW
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan
Sujiyati,2009) yaitu antara lain:
1. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali.
2. Klien dapat menyesal dikemudian hari
3. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
4. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi
atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
6. Tidak melindungi diri dari IMS.

L. Komplikasi dan Penanganan


1. Komplikasi
a. Komplikasi selama operasi
1) Perdarahan dan syok.
2) Sesak nafas (apnoe).
b. Komplikasi pasca bedah
1) Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
2) Infeksi dan febris.
3) Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada bekas luka
kolpotomi.
2. Penanganan
a. Infeksi Luka
1) Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotik.
b. Hematoma (subkutan)
1) Gunakan pack yang hangat dan lembab ditempat tersebut.
c. Rasa sakit pada lokasi pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan
dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan
demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi
kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2010)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan
Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga
spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2009).
B. Saran
1. Untuk Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu informasi yang baru bagi masyarakat
agar lebih mengetahui tentang alat kontrasepsi dengan menggunakan metode
permanen MOW dan MOP. Dan juga masyarakat dapat menjaga kebersihan dirinya
agar tidak berdampak buruk bagi dirinya sendiri.
2. Untuk Petugas Kesehatan
Agar selalu memberikan informasi yang baru kepada masyarakat tentang
informasi penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif. Selain itu, perawat
juga dapat menerima ilmu baru yang akan diaplikasikan langsung kepada dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanafi. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC.


2. Sujayati,Noviawati.2009. Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka.
3. BKKBN.2012.Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan.
Jakarta.BKKBN.
4. Wiknjosastro.2009.Rencana Asuhan Kebidanan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta : EGC.
5. Syaiffudin.2009. Diagnosis Keperawatan Nanda: Definisi & Klasifikasi 2008-
2009. Jakarta : prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai