Anda di halaman 1dari 13

KASUS SETYA NOVANTO KORUPSI E-KTP DITINJAU DARI SUDUT PANDANG

ACTUS HUMANUS DAN PRINSIP-PRINSIP REFLEKTIF DARI HATI NURANI


YANG BENAR
PAPER

(Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Filsafat Moral yang dibina oleh
Bapak Dr. Agustinus W. Dewantara., S.S., M.HUM)

Oleh:

Nama : Futri Mia Hidayati

NIM : 52416014

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

MADIUN

2018
KASUS SETYA NOVANTO KORUPSI E-KTP DITINJAU DARI SUDUT PANDANG
ACTUS HUMANUS DAN PRINSIP-PRINSIP REFLEKTIF DARI HATI NURANI
YANG BENAR
Futri Mia Hidayati
ABSTRAK

Dalam dunia politik, banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab. Praktek-praktek politik di Indonesia seringkali mengesampingkan nilai-
nilai moral dalam mencapai tujuan politiknya. Penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan
serta korupsi masih marak terjadi. Tindakan menyimpang tersebut berkaitan dengan actus
humanus karena hanya tindakan yang dilakukan dengan tahu-mau-bebaslah yang bisa disorot
moralnya sehingga siapapun yang melakukannya harus mempertanggungjawabkan
konsekuensinya. Jadi, berpolitik harus menggunakan cara yang baik dan berdasarkan prinsip
reflektif hati nurani yang benar. Dalam analisis ini mengambil contoh kasus korupsi e-KTP
yang dilakukan oleh Setya Novanto. Dengan harapan ada perubahan yang dilakukan oleh
politisi kedepannya ke arah positif.

Kata kunci :, Actus Humanus, Setya Novanto, Korupsi.


1. Pendahuluan

Selama beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia diharuskan untuk memperbarui


Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka. Pembaharuan dilakukan pada sistem yang digunakan
yakni berubah menjadi e-KTP. Kementrian dalam negri (Kemendagri) yang dalam hal ini
kepanjangan tangan dari Pemerintah Indonesia menggratiskan pembaharuan Kartu Tanda
Penduduk. Kemendagri telah menyiapkan dana sebesar Rp 6 Triliun yang digunakan untuk
proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional dan dana senilai Rp
258 Milyar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis
NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Prosedur pembuatan KTP
elektronik yakni perekaman data penduduk dengan menunjukkan KTP lama setelah itu
tinggal menunggu hingga proses selesai dan e-KTP bisa diambil di dinas pencatatan sipil.
Kemendagri bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi
proyek yang disiapkan Pemerintah Indonesia. Namun pada kenyataannya tetap saja ada
oknum yang tidak bertanggung jawab, yang memanfaatkan kewenangannya untuk
kepentingan diri sendiri. Tindakan oknum politisi ini menyebabkan kerugian negara senilai
2,3 Triliun. Menurut jaksa, telah dilakukan tindakan yang secara langsung atau tidak
langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek
e-KTP tahun 2011-2013. Banyak yang dirugikan dari kasus yang dilakukan oleh oknum
politisi ini. Selain negara, masyarakat juga dirugikan karena mereka harus menunggu proses
pembuatan e-KTP yang lama. Kasus penyelewengan dana proyek e-KTP ini telah menyita
perhatian banyak kalangan di seluruh negeri, berbagai komentar dan kritik pedas diluapkan
oleh masyarakat Indonesia terhadap Setya Novanto sebagai akibat dari kekeceweaan yang
mereka rasakan.

2. Kasus Korupsi e-KTP sebagai Bentuk Tindakan Actus Humanus yang Menyimpang
dan Tidak Menyertakan Prinsip-prinsip Reflektif Hati Nurani yang Benar.

Kasus korupsi e-KTP dilakukan oleh Setya Novanto yang telah berjalan hampir satu
tahun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mengalami kendala untuk menjerat
politikus itu. Setya Novanto sempat lolos dari penetapan tersangka kasus korupsi e-KTP
sebagai dampak dimenangkannya sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
pada tanggal 29 September 2017. Namun ia kembali ditetapkan sebagai tersangka dengan
kasus yang sama pada 10 November 2017. Perjalanan kasus dari politikus ini berawal pada
tanggal 17 Juli 2017 yakni penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP
oleh KPK. Namun pada tanggal 4 September 2017 Setya Novanto mendaftarkan gugatan
praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia meminta penetapan
status tersangkanya di batalkan. Setelah menjalani serangkaian sidang, hakim tunggal
mengabulkan permohonan Setya Novanto untuk pembatalan status tersangkanya pada tanggal
29 September 2017. Namun KPK kembali mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai
tersangka korupsi e-KTP. Setya Novanto kembali menuntut hal yang sama yakni pembatalan
status tersangka di praperadilan pada tanggal 10 November 2017. Sebagai buntut dari
tindakan KPK Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan KPK. Bentuk kekesalan Setya
Novanto ditandai dengan mangkirnya dari pemeriksaan selama tiga kali yang akhirnya
penyidik KPK menetapkan Setya Novanto dalam daftar pencarian orang (DPO).

Setya Novanto dilarikan ke rumah sakit Medika Permata Hijau setelah mobil yang ia
tumpangi mengalami kecelakaan tunggal. Peristiwa itu berbuntut proses hukum pengacara
Setya Novanto saat itu Fredrich Yunadi dan dokter Rumah Sakit Permata Hijau Bimanesh
Sutarjo. Keduanya diduga memanipulasi data medis kecelakaan Setya Novanto agar politikus
itu terhindar dari pemeriksaan KPK. KPK menahan Setya Novanto sebagai tersangka kasus
korupsi e-KTP, namun sebelum diperiksa penyidik Setya Novanto mengaku sakit dan
meminta diantar ke RSCM. Pada tanggal 5 Desember berkas perkara Setya Novanto telah
P21 atau lengkap, dan esoknya berkas tersebut dilimpahkan ke pengadilan oleh KPK. Sidang
keputusan praperadilan Setya Novanto digelar di Pengadilan Jakarta Selatan, di hari yang
sama sidang perdana pokok perkara juga digelar di Pengadilan TIPIKOR. Di sidang perdana
pokok perkara Setya Novanto didakwa memperkaya diri dengan menerima aliran dana e-KTP
sebesar US$ 7,3 juta. Namun dalam sidang perkara itu Setya Novanto mengaku sakit diare.
Pada sidang eksepsi kuasa hukum Setya Novanto menilai dakwaan jaksa tidak cermat terkait
jumlah kerugian negara dan hilangnya sejumlah nama penerima korupsi e-KTP. Namun
Majelis Hakim menolak eksepsi Setya Novanto dan menilai materi dakwaan jaksa terhadap
Setya Novanto telah memenuhi syarat formil dan materil. Pada tanggal 25 Januari 2018 jaksa
menggelar sidang dengan agenda pemeriksaan saksi. Jaksa menghadirkan Mirwan Amir
mantan anggota DPR dari Partai Demokrat periode 2009-2014. Dalam kesaksiannya, Mirwan
menyebut nama mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah
dicecar pertanyaan oleh pengacara Setya Novanto. Setelah itu, Partai Demokrat melaporkaan
Mirwan dengan tuduhan pencemaran nama baik SBY. Sebelum menjalani sidang lanjutan
Setya Novanto membuka catatannya yang bersampul hitam, salah satu awak media melihat
satu halaman di catatan itu tertulis nama Nazarudin dan Edi Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Setya Novanto memberi keterangan dalam sidang lanjutan pada tanggal 22 Maret 2018. Dia
mengatakan jabatannya sebagai Ketua DPR saat itu telah dimanfaatkan oleh para pengusaha
untuk memperkaya diri. Dalam pengakuannya, Setya Novanto mengatakan adanya aliran
dana diterima oleh politikus partai PDIP sebesar US$ 1 juta. Setelah melalui beberapa sidang
pemeriksaan pada tanggal 29 Maret 2018 jaksa menuntut Setya Novanto dengan hukuman 16
tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan.

Dalam kasus ini, Setya Novanto dinilai menguntungkan diri dengan menerima dana
sebesar US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$135 ribu. Tanggal 13 April
2018 Setya Novanto membacakan nota pembelaan. Dalam pledoinya, Setya Novanto
membantah tuduhan jaksa, dia menyebut mantan menteri dalam negeri Gamawan Fauzi
punya peran lebih besar dalam penganggaran proyek sebesar 5,8 triliun rupiah itu.

3. Tindakan Actus Humanus dalam Berpolitik Berdasarkan Prinsip-prinsip Reflektif


dari Hati Nurani yang Benar
3.1. Tindakan Manusia

Tindakan manusia merupakan pencetusan pribadinya. Dalam bertindak, manusia


harus mengedepankan tindakan yang memenuhi syarat moral dan etis tertentu. Manusia
sebagai subjek dari tindakannya merupakan makhluk hidup yang komplek yang berbeda
dengan makhluk hidup lainnya yaitu binatang dan tumbuhan, sehingga tindakan dari manusia
itu kompleks dan dinamis dengan prosesnya yang kompleks pula. Dari serangkaian tindakan
yang telah dilakukan akan memunculkan suatu pengalaman. Ada dua macam tindakan
manusia yaitu actus hominis dan actus humanus. Actus hominis merupakan tindakan manusia
yang berwujud hanya gerakan saja tanpa menggunakan pertimbangan akal budi. Dalam hal
ini, manusia berada pada level terendah. Sedangkan actus humanus, tindakan manusia
tercetus secara meyakinkan dan menggunakan pertimbangan akal budi.

3.2. Actus Humanus

Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dianugerahi akal budi. Akal budi lah yang
membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya, sehingga dalam hal ini rasio berperan
dalam tindakan manusia.Suatu tindakan manusia dapat disebut sebagai actus humanus jika
dalam melakukan tindakan manusia menggunakan rasionalnya. Actus humanus merupakan
salah satu syarat perbuatan moral. Artinya perbuatan itu dapat dinilai secara akal budi
manusia apakah perbuatan tersebut baik atau buruk. Tindakan yang baik adalah tindakan
yang dilakukan dengan tahu, mau, dan bebas yang selaras dengan nilai-nilai kebaikan.
Sedangakn tindakan yang buruk adalah tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan
yang dilakukan dengan tahu, mau, dan bebas. Penilaian moral hanya bisa dikenakan terhadap
perbuatan manusia yang rasionalitasnya berjalan, sehingga penilaian moral tidak dapat
dikenakan terhadap perbuatan manusia yang tidak jalan rasionalitasnya.

Dalam actus humanus, manusia sebagai subjek dari pebuatannya, maka ia harus
mempertanggungjawabkan segala konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya tersebut.
Actus humanus memiliki ciri khas tindakan yang bebas. Tindakan yang bebas maksudnya
jika manusia mengetahui dan menghendaki tindakannya tersebut sehingga ia disebut sebagai
manusia bebas, oleh karena itu dia harus bertanggungjawab atas tindakannya. Jadi, actus
humanus merupakan tindakan yang hanya bisa dinilai secara moral, karena hanya tindakan
yang dilakukan dengan tahu, mau, dan bebaslah yang dapat disorot moralnya.

3.3. Prinsip-prinsip Reflektif dari Hati Nurani yang Benar

Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Agustinus W. Dewantara, S.S., M.HUM yang
berjudul Filsafat Moral Pergumulan Etis Tindakan Manusia, ada 14 cara menjalankan hati
nurani, beberapa diantanya yaitu bonum communae bobo privato praeferri debet, occasio
proxima peccati evitanda, prinsip teologis, bonum vaciendum malum vitandum. Bonum
communae bobo privato praeferri debet artinya kepentingan umum harus lebih diutamakan
daripada kepentingan pribadi. Apapaun yang terjadi kepentingan bersama harus menjadi
prioritas utama demi kebaikan bersama, meskipun sedang dalam keadaan mendesak. Karena
untuk menjadi baik tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri atau bisa dikatakan egois,dan
tidak boleh mementingkan kepentingan pihak-pihak tertentu saja.

Occasio proxima peccati evitanda, artinya kesempatan yang paling mendekati dosa
harus dihindari/dihilangkan. Ketika dihadapkan pada suatu peluang tertentu, harus
memikirkan kemampuan diri terlebih dahulu terutama kelemahan yang dimilki. Jika suatu
peluang yang ada dirasa justru dapat menggoyahkan iman, maka sebaiknya dihindari agar
terhindar dari perbuatan dosa yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan.

Prinsip teologis artinya tujuan dari tindakan yang dilakukan haruslah masuk akal,
benar, dan terarah kepada kebaikan, meskipun dalam mencapai tujuan tersebut dihadapkan
pada berbagai risiko dan hambatan yang sulit. Jika teleos (tujuan) tidak dipegang, maka dapat
menyimpang dari tujuan tersebut. Apapun godaannya jika hati berpegang teguh pada tujuan,
maka segala rintangan akan dapat teratasi.

Bonum faciendum, malum vitandum artinya kebaikan harus dilakukan sedangkan


keburukan harus dihindari. Manusia dianugerahi akal budi oleh Tuhan, dengan akal budi ini
manusia dapat berpikir tindakan yang seharusnya dilakukan dan yang harus dihindari. Oleh
karena itu, setiap manusia hendaknya melakukan kebaikan dan menghindari melakukan hal-
hal yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan.

3.4. Mengupayakan Tindakan Actus Humanus yang Terarah kepada Kebaikan


dalam Berpolitik

Sesuai penjelasan di atas, bahwa tindakan actus humanus berkaitan erat dengan politik
dan kepemimpinan. Hubungan tindakan actus humanus dengan politik terjadi karena tindakan
ini sangat melekat pada manusia yang dapat disorot moralnya. Manusia diciptakan oleh
Tuhan dengan dianugerahi akal budi, sehingga manusia hendaknya dapat berpikir secara
rasional dalam bertindak karena semua tindakan yang dilakukan oleh manusia harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam kehidupan sehari-hari, tindakan manusia beraneka ragam
dalam melakukan kegiatan mereka seperti dalam kegiatan belajar, berpolitik, bisnis,
bermasyarakat, dll. Dalam hal ini, tindakan actus humanus memiliki relasi dengan kegiatan
berpolitik.

Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Agustinus W. Dewantara, S.S., M.HUM yang
berjudul Filsafat Moral Pergumulan Etis Tindakan Manusia, secara garis besar tindakan actus
humanus manusia merupakan tindakan yang bebas dalam hal ini manusia mengetahui dan
mengehendaki tindakan yang dilakukannya sehingga ia bertanggungjawab atas tindakannya.
Dalam proses actus humanus, manusia merefleksikan bagaimana dirinya bertindak dan juga
memikirkan konsekuensi atau akibat dari tindakan yang dilakukannya tersebut.Oleh karena
itu, hanya tindakan actus humanus yang dapat dinilai secara moral. Hendaknya manusia
melakukan tindakan yang baik, yaitu tindakan yang tahu, mau, dan bebas yang selaras dengan
nilai-nilai-kebaikan.

Dengan demikian, berbuat kebaikan seharusnya bukan karena paksaan maupun


pencitraan semata, melainkan berdasar pada akal budi manusia untuk bertindak secara etis
yang tidak menyimpang dari nilai-nilai moral. Jika tindakan actus humanus mengarah kepada
kebaikan, maka segala cetusan tindakan manusia seharusnya terarah pada tujuan yang baik
pula. Sehingga dalam hal ini tindakan actus humanus yang terarah kepada kebaikan harus
disertakan dalam aktivitas politik demi tercapainya tujuan yang baik. Dapat disimpulkan
bahwa aktivitas politik yang dilakukan dengan tindakan actus humanus yang mengarah pada
kebaikan akan mendatangkan kebaikan pula bagi semua pihak.

3.5. Aktivitas Politik yang Berlandaskan Prinsip Reflektif Hati Nurani yang Benar

Suatu kegiatan politik dinilai baik bila hasil yang dicapai dari kegiatan berpolitik
tersebut mampu mensejahterakan masyarakat. Hendaknya semua orang melakukan tindakan-
tindakan yang baik dan selaras dengan nilai-nilai moral. Sehingga para politikus diharapkan
memiliki etika berpolitik yang baik. Dalam melakukan aktivitas politik, hendaknya dilakukan
dengan berlandaskan prinsip-prinsip reflektif dari hati nurani yang benar agar dalam
berpolitik seorang politikus dapat mengontrol diri untuk tidak melakukan kecurangan-
kecurangan yang dapat merugikan banyak pihak. Setiap manusia memiliki hati nurani, dan
hati nurani ini lah yang membimbing manusia kea arah kebaikan karena hati nurani adalah
“suara Tuhan”. Dengan demikian, jika hati nurani tidak diasah menggunakan prinsip-prinsip
reflektif dari hati nurani yang benar, maka dapat berakibat pada tindakan yang direfleksikan
oleh manusia akan menyimpang dari nilai-nilai kebaikan karena mereka tidak mengikuti
petunjuk dari Tuhan yang sudah pasti dapat mengarahkan kehendak manusia kepada
kebaikan.

Seorang politikus yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dia tidak peduli dengan
tujuan politiknya, yang ia pikirkan hanya untuk kepuasan pribadinya. Sedangkan politikus
yang memegang prinsip Bonum communae bono privato praeferri debet, tentunya dia akan
lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadinya. Bisa
dikatakan politikus ini memiliki tindakan actus humanus yang mengarah pada kebaikan
sehingga dapat mendatangkan kebaikan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas politik yang dilakukan dengan tindakan actus
humanus yang mengarah pada kebaikan akan mendatangkan kebaikan pula bagi semua pihak.
Aktivitas politik yang semacam ini biasanya dilakukan oleh politikus yang memegang teguh
nilai-nilai moral. Mereka tidak akan goyah dengan berbagai godaan penyelewengan dan
fokus terhadap tujuan politiknya.

3.6. Kasus Korupsi e-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto ditinjau dari Actus
Humanus
Dewasa ini, kewenangan dalam dunia politik sering disalahgunakan oleh okunum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka egois hanya memikirkan ego dan
keinginannya untuk memperkaya diri dengan cara merugikan masyarakat dan negara. Tujuan
politik yang seharusnya untuk kebaikan masyarakat, justru malah membuat masyarakat
merasa dirugikan akibat tindakan penyelewengan oleh para tikus berdasi. Dalam kasus
korupsi e-KTP tersebut, masyarakat dirugikan karena pembuatan e-KTP yang tak kunjung
selesai prosesnya. Banyak masyarakat yang mengantri dan berdesak-desakan untuk membuat
e-KTP yang diwajibkan bagi seluruh rakyat Indonesia terebut. Akan tetapi, tindakan
penyelewengan dana e-KTP yang dilakukan oleh tikus berdasi telah membuat rakyat geram.
Wakil rakyat yang seharusnya dapat membawa kebaikan dan menjadi panutan bagi
rakyatnya, justru menjadi parasit yang merugikan negara dan rakyat.

Ditinjau dari sudut pandang tindakan actus humanus, tindakan yang dilakukan oleh
tikus berdasi tersebut meupakan tindakan yang nyata ia sadari, kehendaki, dan tanpa paksaan.
Tidakan peneyelewengan dana tersebut termasuk ke dalam tindakan yang buruk, karena
tindakan tersebut menyimpang dari nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh oknum tidak
bertanggungjawab dengan tahu, mau, dan bebas. Para pelaku penyelewengan dana tersebut
mengetahui bahwa dana e-KTP seharusnya digunakan untuk proyek e-KTP, akan tetapi
dirinya menghendaki untuk menggunakan dana e-KTP tersebut untuk memperkaya diri,
terlebih lagi tindakan tersebut terbukti ia lakukan bebas tanpa paksaan dari siapapun.
Sehingga hal ini menyimpang dari nilai-nilai moral dan etika seorang politikus. Pelaku
penyelewengan dana tersebut tidak menggunakan akal budinya secara rasional, dana yang
disediakan oleh negara seharusnnya digunakan untuk membuat Negara Indonesia menjadi
lebih baik dengan pengadaan e-KTP bagi rakyatnya malah diselewengkan untuk kepentingan
pribadi. Keteguhan hati para wakil rakyat saat ini mulai tergoyahkan karena uang.

Dalam hal ini, nilai-nilai kebaikan sangat perlu ditanamkan dalam diri seluruh
masyarakat Indonesia khususnya para wakil rakyat, demi kebaikan bagi Negara Indonesia
dan juga seluruh rakyat. Dalam setiap tindakan actus humanus manusia dapat dinilai apakah
tindakan tersebut baik atau sebaliknya, maka harus dapat berpikir secara rasional mana
tindakan yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan agar kebaikan bersama
dapat tercapai. Bagi para politikus, hal ini perlu di cermati agar dirinya sadar bahwa
kehadirannya sebagai wakil rakyat adalah untuk kebaikan bagi rakyat pula dan bermanfaat
bagi rakyat dan negara, dengan melakukan tindakan yang mengarah pada kebaikan dalam
berpolitik.
Kebaikan yang hendak dicapai harus dilakukan secara sadar, tahu, mau, dan bebas
oleh seluruh orang Indonesia (terutama oleh para politikus atau wakil rakyat). Artinya,
kegiatan politik dilakukan dengan tindakan sadar dan tahu bahwa yang hendak ia capai
adalah kebaikan, serta menghendaki tindakan dalam berpolitiknya mengarah pada kebaikan
pula. Oleh karena itu, ia harus bertanggungjawab atas seluruh tindakan yang dilakukan dalam
berpolitik dan mengemban amanat dari rakyat.

3.7. Kasus Korupsi e-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto ditinjau dari
Prinsip-prinsip Reflektif dari Hati Nurani yang Benar

Saat ini, kebanyakan politikus di Indonesia tidak menanamkan prinsip reflektif hati
nurani yang benar sehingga sering terjadi kasus korupsi di Indonesia. Dari dulu hingga saat
ini, kasus korupsi masih marak terjadi, bahkan bukan lagi menjadi hal yang tabu. Oleh karena
itu, sangat perlu memahami cara menjalankan hati nurani yang benar agar tidak menyimpang
dari nilai-nilai kebaikan.

Dalam kasus korupsi e-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto dapat dilihat bahwa
tindakan yang dilakukannya hanya untuk memperkaya diri, artinya ia hanya mementingkan
kepentingannya. Bisa dikatakan bahawa Setya Novanto lebih mengutamakan kepentingan
pribadi daripada kepentingan bersama yaitu kepentingan bagi rakyat Indonesia. Hal tersebut
dapat dilihat dari dana yang disediakan negara yang seharusnya digunakan untuk proyek e-
KTP, justru diselewengkan oleh Setya Novanto untuk memperkaya diri. Padahal dana
tersebut seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat Indonesia bersama. Sebagai tokoh
politikus yang dikenal oleh masyarakat, seharusnya Setya Novanto dapat menjadi panutan
yang baik bagi rakyat, dengan mengajarkan untuk lebih mengutamakan kepentingan bersama
dari pada kepentingan pribadi. Namun prinsip bonum communae bono privato praeferri
debet tidak tertanam dalam diri Setya Novanto sehingga membuat dirinya lebih
mengutamakan egonya untuk memperkaya diri.

Dalam kasus ini juga nampak bahwa Setya Novanto lemah ketika mengemban
kewajiban yang berhubungan dengan uang. Menurut prinsip occasio proxima peccati
evitanda, seharusnya jika Setya Novanto lemah dalam melihat uang, sebaiknya menolak
mengemban tugas yang berhubungan dengan uang. Sebelum menerima tugas yang akan
diemban oleh seorang politikus hendaknya memikirkan terlebih dahulu apa yang menjadi
kelemahan dalam dirinya agar terhindar dari perbuatan dosa. Jika sudah tahu bahwa dirinya
lemah dalam melihat uang tapi tetap ingin menerima tugas yang berhubungan dengan uang
(dalam kasus ini dana proyek e-KTP), maka hal ini justru dapat menggoyahkan imannya
sehingga pada akhirnya Setya Novanto berbuat tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai
kebaikan yakni menyelewengkan dana proyek e-KTP. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Setya Novanto tidak menerapkan prinsip occasio proxima peccati evitanda karena
dirinya tidak menghindari kesempatan yang paling dekat dengan dosa.

Ditinjau dari prinsip teologis, dapat dilihat dalam kasus ini Setya Novanto telah gagal
mencapai tujuan politiknya. Tujuan berpolitik sebenarnya adalah untuk kebaikan bersama
baik untuk kebaikan masyarakat maupun kemajuan bangsa. Akan tetapi, Setya Novanto tidak
memegang teguh teleosnya, sehingga ia melakukan perbuatan yang menyimpang dari tujuan
kebaikan. Jika dirinya memegang teguh teleos , maka adanya godaan semacam apapun
dengan berbagai risiko yang mungkin terjadi, ia tidak akan menyimpang dari tujuan awalnya.
Namun dalam kasus ini sangat terlihat jelas bahwa Setya Novanto telah melakukan tindakan
yang menyimpang, ia tidak berhasil menghadapi segala godaan dalam berpolitik sehingga
membuat dirinya melakukan korupsi.

Setiap manusia harus melakukan kebaikan dan menghindari keburukan (tindakan


yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan). Sebenarnya politik adalah hal yang baik, namun
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawablah yang membuat seolah-olah politik itu kotor.
Dalam kasus ini, Setya Novanto sebagai tokoh politikus yang menjabat sebagai Ketua Partai
Golkar, dirinya terbukti melakukan tindakan yang buruk yakni melakukan penyelewengan
dana proyek e-KTP. Seharusnya Setya Novanto melakukan kebaikan dalam berpolitik agar
dapat menjadi contoh yang baik pula bagi masyarakat. Namun dalam hal ini, Setya Novanto
jelas tidak memegang prinsip bonum vaciendum, malum vitandum, karena dirinya terbukti
melakukan tindak pidana korupsi dan proyek e-KTP, padahal korupsi merupakan tindakan
kejahatan karena mencuri hak yang bukan miliknya. Dapat dikatakan korupsi adalah tindakan
yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan sehingga perbuatan ini harus dihindari oleh semua
orang (terutama para politikus). Dengan demikian Setya Novanto telah melakukan keburukan
yang seharusnya dihindari.

4. Penutup

Tindakan actus humanus manusia sangat erat kaitannya dalam menjalankan suatu
kegiatan politik. Politik itu baik, bertujuan untuk kebaikan dan membawa manfaat bagi rakyat
dan negara. Tindakan yang dilakukan oleh para politikus hendaknya mengarah pada kebaikan
pula dengan melakukan tindakan yang tidak menyimpang dari nilai-nilai kebaikan. Maka,
dalam berpolitik tidak boleh menggunakan cara yang kotor, terlebih tindakan kotor tersebut
dilakukan dengan tahu, mau, dan bebas.

Dalam berpolitik, prinsip-prinsip reflektif dari hati nurani yang benar sangat perlu
ditanamkan dalam diri seorang politikus. Hal ini dirasa penting karena agar dalam
menjalankan kewajiban dan kekuasaannya para politikus tersebut tidak mengesampingkan
nilai-nilai moral dalam mencapai tujuan politiknya. Dengan memegang teguh prinsip reflektif
dari hati nurani yang benar, kegiatan politik yang dilakukan dapat terarah pada kebaikan.

Namun konkritnya dalam dunia politik saat ini marak terjadi penyimpangan aktivitas
politik, seperti penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta korupsi masih terjadi di
Indonesia. Hal ini dikarenakan masih ada manusia-manusia Indonesia yang tidak memilki
etika dalam berpolitik sehingga menyebabkan tindakan yang dilakukannya menyimpang dari
nilai-nilai moral. Selain itu, lemahnya keteguhan hati dalam memegang prinsip reflektif hati
nurani yang benar membuat politikus-politikus itu tergoyahkan imannya oleh uang ketika
hendak mencapai tujuan politiknya. Kesimpulannya, aktivitas politik pun menjadi kotor
apabila dalam mencapai suatu tujuan politik dilakukan dengan cara yang kotor terlebih lagi
apabila para politikus tidak menggunakan prinsip-prinsip reflektif hati nurani yang benar,
maka tujuan politik yang dicapai juga akan menyimpang dari kebaikan, alhasil banyak pihak
yang dirugikan akibat adanya oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang melakukan
kecurangan di dalam dunia politik.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).

Wikipedia. 2018. Kasus Korupsi e-KTP. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-


KTP (Diakses pada tanggal 20 November 2018).

Manurung, Yusuf M dan Rina Widiastuti. 2018. “Setya Novanto Hadapi Sidang Vonis,
Berikut Kronologi Kasusnya”. Tempo.Co. 24 April 2018, 08.03 WIB (Diakses pada
tanggal 20 November 2018). Tersedia dari :
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1082547/setya-novanto-
hadapi-sidang-vonis-berikut-kronologi-kasusnya

Anda mungkin juga menyukai