Tugas 3 - Pemwil - Kelompok 9 PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

BEDAH SUBSTANSI PERATURAN PERUNDANGAN (STUDI KASUS: UU NO.

26
TAHUN 2007 DAN UU NO. 4 TAHUN 2009)

Alif Ramadhan K., Dea Yahya G., Fatimatuzahra, Ramadhan Arsy P. M.

Pembangunan Wilayah B

Departemen Geografi Universitas Indonesia

1. Apa saja prinsip keruangan yang tersirat maupun tersurat dalam peraturan
pertambangan?

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 merupakan undang-undang yang mengatur tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengertian pertambangan dalam UU No. 4 Tahun
2009 adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan
dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Tabel 1. Wilayah Pertambangan

WUP (pasal WPR (pasal 22) WPN (pasal 27,28)


18)/WUPK (pasal 32)
1. Letak geografis 1. Cadangan mineral 1. Untuk komoditas tertentu dan
sekunder yang terdapat di daerah konservasi untuk menjaga
2. Kaidah konservasi sungai dan /atau di antara tepi keseimangan ekosistem dan
dan tepi sungai lingkungan
3. Daya dukung
lingkungan optimasi 2. Cadangan primer 2. Dapat diubah statusnya
sumber daya mineral logam/batubara dengan menjadi WUPK dengan
dan atau batubara kedalaman maks. 25 m pertimbangan:
a. Pemenuhan bahan baku
4. Tingkat kepadatan 3. Endapan teras, dataran industri dan energi dalam
penduduk banjir, dan endapan sungai negeri
purba b. Sumber devisa negara
c. Kondisi wilayah
4. Luas max WPR 25 Ha didasarkan pada
keterbatasan sarana dan
5. Menyebutkan komoditas prasarana
yang akan ditambang d. Berpotensi untuk
dikembangkan sebagai
6. Wilayah/tempat kegiatan pusat pertumbuhan
yang sudah dikerjakan ekonomi
sekurang-kurangnya 15 tahun e. Daya dukung lingkungan
f. Penggunaan teknologi
tinggi dan modal tinggi

Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 mengatur
ketentuan wilayah pertambangan. Prinsip keruangan yang terdapat pada Undang-Undang
No. 4 Tahun 2009 terlihat bahwa pemerintah mementingkan letak geografis suatu lokasi
pertambangan. Selain itu, pemerintah juga melihat dari konservasi yang berguna untuk
melestarikan lingkungan hidup tetapi tetap dapat memanfaatkan hasil alamnya. Selain itu
lokasi tambang dilihat juga dari kepadatan penduduk sekitar tambang. Meski tidak
menentukan detailnya tetapi jika pertambangan berada di dekat pemukiman maka akan
banyak dampak buruk bagi penduduk sekitar. Seperti ISPA, kebisingan, serta pencemaran
lingkungan. Setelah semua dapat dijalani maka pertambangan akan berjalan secara
optimal.

2. Apa pengaruh substansi yang perlu ditambahkan pada peraturan tersebut jika
dikaitkan dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang?

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 membahas mengenai Penataan Ruang di


Indonesia, termasuk di dalamnya adalah peraturan zonasi untuk sistem nasional yang
disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. Peraturan zonasi
merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan
zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota
dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar
dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan
sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan


sistem,fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis
kawasan. Bila dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, wilayah
pertambangan jika termasuk ke dalam penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan,
yaitu Kawasan Budi Daya. Klasifikasi ini menyebabkan wilayah pertambangan termasuk
dalam klasifikasi yang sama seperti industri, perikanan, pertanian, dan lain-lain, sehingga
kepastian penggunaan ruang tergantung dari hasil tahapan kegiatan eksplorasi/eksploitasi.
Hal ini mengakibatkan beberapa masalah yang muncul sebagai berikut:
a. Konflik penggunaan wilayah dikarenakan suatu wilayah dapat dimanfaatkan oleh banyak
sektor, sehingga apabila wilayah tersebut diperuntukkan untuk satu sektor tertentu maka
sumber daya yang ada di wilayah tersebut tidak dapat dioptimalisasi secara maksimal
b. Penetapan zonasi kawasan untuk wilayah pertambangan yang sesuai dengan letak ‘in situ’
dan keekonomian tambang terkadang menghasilkan lokasi tersebut berada dalam kawasan
lindung, bukan kawasan budidaya, sehingga lokasi tersebut tidak dapat difungsikan sebagai
wilayah pertambangan

Selain itu, terdapat juga konflik pemanfaatan wilayah yang muncul dalam implementasi
UU Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang dan UU Nomor 4 Tahun 2009
mengenai pertambangan ini, semisalnya masalah pertambangan tanpa izin (PETI). Salah
satu wilayah yang masih memiliki masalah ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
di Pulau Lombok.

3. Bagaimana kedudukan Pemerintah Daerah (termasuk desa) dalam penataan ruang


jika dikaitkan dengan substansi peraturan yang Saudara bahas?

Menurut pasal 4 UU No. 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara,
Pemerintah Daerah berperan dalam menyelenggarakan penguasaan mineral dan batubara
untuk kesejahteraan rakyat. Selanjutnya menurut pasal 6 huruf e penetapan Wilayah
Pertambangan (WP) dilakukan setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa. Kemudian
pada huruf n di pasal yang sama Pemerintah Daerah terlibat dalam pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara.

Menurut pasal 9 ayat 2 dan pasal 14 ayat 1 WP dan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP)
ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah. Selanjutnya
menurut pasal 11 Pemerintah Daerah bersama Pemerintah wajib melakukan penyelidikan
dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan WP. Menurut pasal 23 Pemerintah
Desa berfungsi sebagai penyedia fasilitas dalam sosialisasi pengumuman rencana Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) dan penyedia daftar pemegang hak atas tanah yang ada di
WPR.

Kemudian menurut pasal 64 Pemerintah Daerah bersama Pemerintah berkewajiban


mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP). Menurut pasal 69 Pemerintah Daerah bersama Pemerintah
berkewajiban untuk memberikan pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan dan manajemen, Menurut pasal 129
Pemerintah Daerah berhak menerima pembayaran sebesar enam persen dari keuntungan
bersih Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. Menurut pasal 148
Pemerintah Daerah dapat menjadi penyelenggara pendidikan dan pelatihan.

REFERENSI:
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Anda mungkin juga menyukai