Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan anjuran yang ditetapkan dan diatur oleh agama

sebagai bentuk perhatian pada kehidupan manusia yang dinamis dan selalu

berkembang. Islam mengatur kehidupan manusia dari bangun tidur hingga

mereka tidur kembali tak terluput tentang kemana dan pada siapa satu hasrat

manusiawi yang dimiliki oleh setiap manusia harus di salurkan.

Berbicara mengenai hasrat manusia memiliki jalur penyaluran hasrat

lewat pernikahan sebagai solusi keislaman. Akan tetapi, dalam melaksanakan

ikatan pernikahan ini, perlu diperjelas kepada siapa saja seseorang boleh

menjalin ikatan ini.

Pelbagai persoalan bermunculan dengan alibi yang modern. Sehingga,

perlu diperjelas lagi golongan-golongan yang dilarang oleh Islam untuk

melakukan hubungan pernikahan sehingga pemakalah menyusun rumusan

masalah ke bagian sub judul di bagian satu ini

B. Rumusa Masalah

1. Bagaimana sifat pelarangan Islam terhadap wanita yang dilarang

untuk dinikahi?

2. Siapa saja golongan wanita yang terlarang untuk dinikahi?

3. Apa hikmah dibalik pelarangan pernikahan tersebut?

1
2

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan guna memnuhi syarat penyelesaian

tugas kolektif dari dosen pengampuh mata kuliah bimbingan perkawinan yang

telah mengamanahkan judul ini kepada kami selaku kelompok empat. Selain

dari itu, penulisan ini juga bertujuan sebagai bahan bacaan dan penambah

wawasan bagi para pembaca dan menjadi sumber ilmiah dikemudian hari jika

diperlukan.

2
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Terminology pernikahan dan Wanita yang haram untuk dinikahi

Menikah merupakan substansi dari penciptaan laki-laki dan perempuan.

Pernikahan merupakan penyaluran hasrat seksualitas yang legal dari Negara

dan agama sebagai bentuk fitrah manusia. Dalam pokok hukum perdata

Subekti menyatakan bahwa pernikahan atau perkawinan adalah pertalian yang

sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama1.

Adapula dalam Islam sendiri, pernikahan atau perkawinan di artikan dengan

Akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan seksual dengan

lafadz nikah, tazwij atau makna yang sepadan dengan nya2.

Pernikahan memiliki variasi hukum yang berbeda sesuai dengan keadaan

seorang mukallaf, ada kalanya pernikahan berupa wajib, jika ia telah

memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku menurut agama, jika ia tidak

mengambil jalur pernikahan tersebut ia akan terjerumus kedalam dosa

maksiat. Adakalanya pernikahan itu bersifat mandub jika memang pernikahan

itu belum merupakan sesuatu yang urgen bagi dirinya dan ia masih sanggup

menahan diri nya dari perbuatan maksiat. Akan tetapi, pernikahan bisa saja

menjadi sesuatu yang terlarangalias haram, jika pernikahan tersebut didasari

atas niat buruk, berdasarkan dendam, belum siap untuk itu yang kemudian

1
Subekti, 1985, Poko-pokok Hukum Perdata,Intermasa:Jakarta. Hal. 23
2
Khatib Syarbini, 959H, Mughni Al-Muhtaj Jilid. 3, dar al hadis:Beirut. Hal. 123

3
4

jika dilakukan akan mendatangkan kemudharatan yang besar, serta pernikahan

juga menjadi haram hukum nya jika dilaksanakan dnegan orang-orang yang

terlaran untuk menikah dengan nya, sehingga lazim hal ini disebut dengan

mahrom.

Pernikahan merupakan suatu ibadah yang amat besar dan memeiliki nilai

Ibadah dalam setiap kejadian jam, menit bahkan detik nya. Pernikahan

merupakan suatu anjuran nabi Muhammad SAW bahkan dikecam oleh nabi

jika seseorang membenci pernikahan tersebut. Sebagaimana sabda nabi

tersebut:

........‫النكاه من سنّتي فمن لم يعمل بس ّنتي فليس منّي‬

“Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan

sunnahku, maka ia bukan dari golonganku”3.

Dari textual hadis ini dapat dipahami bahwa. Baginda nabi mengecam

keras jika seseorang menolak untuk melakukan pernikahan bahkan di klaim

sebagai diluar golongan Nabi karena enggan melaksanakan pernikahan yang

sejatinya mampu ia kerjakan. Jauh menelitik kedalam konteks hadis ini.

pemakalah mendapati maksud huruf lam di dalam hadis tersebut sebagaimana

menurut Ndang Kurnia dalam bukunya ilmu An-Nahwi li Tadris al-Wustho

menjelaskan bahwa huruf lam yang masuk kedalam fi’il mudhari’ kemudian

3
Ibnu Majah, 1999, Sunan Ibnu Majah, Darussalam:Riyadh. No. 1846

4
5

dimasuki oleh adwat syarat yang mengubah fungsi perubahan zaman dan hal

nya, sehingga lam nafi’ tersebut memiliki pelarangan kemasa yang akan

datang4. Sehingga keadaan yang bukan golongan kami maksud Rasulullah

tersebut memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku secara agamis, yang telah

diatur dalam hadis yang di tulis oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitab nya

Bulughul maram yang berbunyi:

.......‫يا معشر الشباب من استطع منكم البأة فليتزوج‬

Artinya: “ wahai golongan pemuda, sesiapa pun yang telah sanggup

diantara mu untuk melakukan hubungan badan maka menikahlah....”5

Teks ayat ini secara jelas merujuk kepada pemuda yang mampu dengan syarat

berhubungan badan. Akan tetapi, berhubungan badan saja belum cukup untuk

melakukan pernikahan.pernikahan juga harus ditunjang dengan kesiapan

mental menanggung amanah yang berat. Secara kontekstual hadis ini berlaku

bagi sesiapapun yang sudah sanggup melaksanakan hubungan badan dan

mampu mengemban amanah yang berat, termasuk bagi para duda yang ingin

menikah kembali.

Pernikahan di anjurkan oleh nabi melalui media hadis quli dan fi’li

nya. Akan tetapi, dalam melaksanakan pernikahan ada peraturan-peraturan

4
Ndang Kurnia, ilmu An-Nahwi li Tadris al-Wustho, Pekan Baru:DeHa pers. Hal. 24
5
Ibnu Hajar Al-asqolani, Bulughul Maram juz I, jakarta:Toha Putra. Hal. 345

5
6

dalam hukum Islam tentang sesiapa yang boleh di nikahi dan yang tidak boleh

alias Haram untuk di nikahi. Secara teoritis pemakalah memberikan makna

tentang wanita yang haram untuk dinikahi ialah golongan tertentu yang

ditangguhkan oleh syara’ untuk dinikahi baik secara mu’abbad maupun

mu’aqqod ataupun dengan kata lain ialah golongan yang diharamkan untuk

dinikahi dikarenakan hubungan nasab, mushahharah maupun persemendaan.

Adapun golongan yang pemakalah maksud ialah mereka yang telah

ditentukan oleh syara’ maupun adat istiadat setempat. Untuk menggali hal itu

terlebih dalam pemakalah menyusun sub bab selanjutnya dengan judul yang

akan menjelaskan tentang golongan tersebut.

B. Kelompok Wanita Yang Haram Untuk Dinikahi

Dari terminology diatas, dapat kita ketahui bahwa aturan Islam bersifat

kaffah dan sholih likulli zaman. Hal ini dapat dibuktikan dengan tata cara dan

tata atutran Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dimulai

ia bangun tidur hingga ia tertidur kembali. Tidak satupun ada hal yang luput

dari aturan Islam. Demikian pula tentang hasrat seksualitas yang dimiliki oleh

setiap ciptaan tuhan yang terkhusus kepada manusia, sudah menjadi tanggung

jawab agam kemana hasrat itu harus disalurkan, kapan ia harus di salurkan

dan kepada siapa saja hasrat itu boleh dislaurkan.

Dalam memilah dan memilih pasangan, agama juga mengatur kepada

6
7

siapa saja diperbolehkan dan dilarang untuk meletakkan tulang rusuk dan di

gandeng dari hayat hingga ajal menjemput. Dalam Islam ada istilah

pelarangan secara Mu’abbad dan Mu’aqqod6.

Istilah Muabbad dalam kamus mahmud yunus di berikan makna tidak

terbatas waktu, selama-lamanya7. Maksud Muabbad ini adalah ada

segolongan wanita yang menjadi terlarang untuk dinikahi tanpa batas waktu

pelarangan. Artinya wanita tersebut akan haram untuk dinikahi selama-lama

nya. Pelarangan yang tanpa batas waktu ini dikarenakan sebab nasab,

mushahharah dan juga persemendaan.

Jika Mu’abbad di bahasakan dengan pelarangan selama-lama nya

tanpa batas waktu. Maka, Muaqqod merupakan kebalikan ataupun lawan dari

Muabbad tersebut. Muaqqod adalah sutu bentuk pelarangan pernikahan

dengan beberapa golongan perempuan dengan batas waktu dan keadaan

tertentu, setelah waktu atau keadaan tersebut hilang. Maka, wanita itu kembali

halal untuk dinikahi 8.

Pelarangan secara Muabbad dan Muaqqod telah diatur oleh Allah

SWT dalam bentuk nash yang berisikan larangan ataupun dengan kata

Hurrimat sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 23 yang

6
Muabbad disini maksudnya ialah yang dilarang untuk dinikahi selama-lama nya,
adapula Muaqqod ialah wanita yang dilarang untuk dinikahi karena sebab tertentu dalam
waktu tertentu
7
Mahmud Yunus, kamus indonesia-arab, Jakarta: Mahmud Yunus Wazurriyyat. Hal.
410
8
AlHamdani, 2002, Risalah Nikah, Jakarta:Amani. Hal. 98

7
8

berbunyi:

َّ ‫ت َوأ ُ َّم َهات ُ ُك ُم‬


‫الَّل ِّتي‬ ِّ ‫َاَلت ُ ُكم َو َبنَاتُ اْلَخِّ َو َبنَاتُ اْلُخ‬
َ ‫ُح ِّ ّر َمت َع َلي ُكم أ ُ َّم َهات ُ ُكم َو َبنَات ُ ُكم َوأَخ ََوات ُ ُكم َو َع َّمات ُ ُكم َوخ‬

َّ ‫سا ِّئ ُك ُم‬


‫الَّل ِّتي‬ َ ‫ور ُكم ِّمن ِّن‬ َ ‫ضا َع ِّة َوأ ُ َّم َهاتُ ِّن‬
َّ ‫سا ِّئ ُكم َو َر َبا ِّئبُ ُك ُم‬
ِّ ‫الَّل ِّتي ِّفي ُح ُج‬ َّ َ‫ضعنَ ُكم َوأَخ ََوات ُ ُكم ِّمن‬
َ ‫الر‬ َ ‫أَر‬

َ‫دَخَلتُم ِّب ِّه َّن فَإِّن لَم تَ ُكونُوا دَخَلتُم ِّب ِّه َّن فَ ََّل ُجنَا َح َعلَي ُكم َو َح ََّلئِّ ُل أَبنَا ِّئ ُك ُم الَّذِّينَ ِّمن أَص ََّل ِّب ُكم َوأَن ت َج َمعُوا َبين‬

‫َر ِّحي ًما‬ ً ُ‫َغف‬


‫ورا‬ َ‫َكان‬ َّ
َ‫ّللا‬ ‫ِّإ َّن‬ ۗ َ َ‫سل‬
‫ف‬ َ ‫قَد‬ ‫َما‬ ‫ِّإ ََّل‬ ‫اْلُخت َي ِّن‬

Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-

anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-

saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang

menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);

anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu

campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu

ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)

isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam

perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada

masa lampau; sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi maha penyayang”.

Dalam nash ini Allah secara tegas memulai awalan ayat tersebut

dengan kalimat Hurrimat yang merupakan kalimat larangan mutlak.

Sebagaimana konsep ushul fiqh tentang makna pelarangan ialah

‫النهي هي طلب الترك من اْلعلى الى اْلدن‬

8
9

Artinya: “larangan itu suatu perbuatan yang menuntut untuk

ditinggalkan dari ujung hingga ke pangkalnya”9.

Dalam Qoidah Ushuliyyah dikatakan bahwa “hukum Ashal dari suatu

larangan ialah suatu keharaman kecuali ada dalil yang akan menyalahi

keharaman nya tersebut”10. Dari pemahaman Qoidah ini dapat dipahami

bahwa akan tetap dalam keadaan haram wanita yang disebutkan oleh An-Nisa

tersebut sampai kapan pun. Terkecuali, jika ada nash yang akan membantah

ataupun manasakh ayat tentang keharaman menikahi perempuan-perempuan yang

disebutkan oleh An-Nisa tersebut. Diantara wanita yang diharamkan tersebut ialah:

1. Ibu kandung

Ibu dalam nash ini adalah orang yang telah menjadikan kita ada, ataupun

orang yang telah melahirkan kita keatas dunia ini.

2. Anak-anak perempuan

Anak yang dimaksudkan oleh ayat ini ialah hasil hubungan seksualitas

antara seorang suami terhadap isteri nya yang sah. Adapun anak yang lahir

diluar nikah, ulama memiliki perbedaan pendapat akan hal ini. Akan tetapi,

pendapat yang masyhur diantara kita ialah pendapat Imam Syafi’I RH dan

juga Imam Hanafi RH.

Menurut imam Syafi’I anak yang lahir diluar nikah tidak memiliki nasab

dan hubungan perwalian dengan ayah biologis nya. sehingga, anak yang lahir

diluar nikah ini diperbolehkan untuk dinikahi oleh bapak biologisnya

9
Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi awwaliyah, Jakarta:Toha Putra. Hal. 8
10
Ibid.

9
10

sendiri11. Adapun menurut konsep Imam Hanafi. Anak yang lahir diluar

nikah masih tetap dianggap sebagai anak nasab dari sang Bapak biologis nya,

meskipun sang anak tersebut lahir diluar hubungan pernikahan yang sah

menurut agama. Akan tetapi, kewajiban bapak bilogis masih berlaku

terhadap anak bilogisnya tersebut. Sebab sang anak tersebut merupakan

Makhluqoh Min Maain (tercipta dari mani bapak biologis) nya tersebut12.

Pemakalah mengambil sikap bahwa, anak yang terlahir diluar nikah masih

tetap dianggap sebagai seorang anak sebagaimana dalam hukum Islam dan

haram untuk dinikahi berdasarkan Ikhtiyath metode imam Syafii berdasarkan

fatwa Imam Hanafi. Karena hal ini dapat menjaga maqoshid syariah yang

merupakan tujuan awal dari penetapan hukum.

3. Saudara-saudara perempuan

Saudara disini maksudnya ialah seluruh saudara yang sekandung, seibu

ataupun sebapak. Sebab hal ini bersifat umum tanpa adanya takhsis ataupun

di ikat oleh nash yang lain nya.

4. Tante atau bibi dari golongan bapak (saudara perempuan ayah )

Maksudnya ialah seluruh adik ataupun kakak dari golongan ayah haram

dinikahi oleh keponakan nya tanpa batas limit waktu.

5. Tante atau bibi dari golongan ibu (saudara perempuan ibu)

Sama hal nya dengan Ammah, Kholah ataupun saudara dari ibu kandung

11
Asy-Syarbini,2012, Mughni Al-Muhtaj Juz III, Beirut: Dar El Makrifah.
Hal. 233
12
Riri Wulandari, 2018, skripsi status nasab anak diluar nikah perspektif
mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’I dan Implikasinya terhadap hak-hak
anak,Lampung:UIN Raden Intan. Hal. 21-22

10
11

kita juga di haramkan untuk dinikahi.

6. Anak dari saudara laki-laki

Maksud anak dari saudara laki-laki ini ialah seluruh keturunan anak

perempuan dari saudara laki-laki kandung, seibu maupun seayah

7. Anak dari saudara perempuan

Maksudnya ialah seluruh anak dari garis keturunan saudara perempuan

yang sekandung, si ayah ataupun seibu.

8. Ibu yang telah menyusui

Maksud dari hal ini ialah konsep pelarangan selama-lama nya karena

sesusuan ataupun Mushahharoh. Ibu yang sudah pernah menyusui kita ini

terlarang untuk dinikahi hingga kapan pun.

9. Saudara sesusuan

Saudara karena sesusuan menjadikan seseorang terlarang hingga kapan pun

untuk menikah. Karena hal sesusuan menjadikan seseorang itu layaknya

saudara kandung.

10. Ibu mertua

Ibu dari isteri kita menjadi terhalang untuk dinikahi dikarenakan sebab

persemendaan. Hal ini dikarenakan bahwa posisi ibu mertua kita menempati

posisi yang sama dengan posisi ibu kandung kita dalam pandangan islam.

Sebagaimana diungkapkan oleh syeikh Ibrahim Alzarnujy dalam Ta’limul

Mutaallim “ada tiga orang tua mu selama di dunia yang pertama ialah orang

tua yang telah melahirkan dan membesarkan mu, yang kedua ialah mereka

yang telah menjadikan mu sebagai menantunya dan yang ketiga ialah guru

11
12

yang telah mengajarkan mu Ilmu pengetahuan”13.

Pelarangan menikahi mertua merupakan suatu hal yang wajar diatur dan

ditetapkan oleh Allah. Karena, jika Agama tidak melarang hal ini, tentu akan

mengganggu penjagaan terhadap nasab pada keluarga tersebut.

11. Anak Tiri

Anak tiri yang berada pengasuhan seorang suami. Menjadi haram untuk

dinikahi apabila sang suai telah melakukan hubungan badan dengan ibu

kandung anak tiri tersebut. Akan tetapi keadaan haram dinikahi ini bisa saja

berubah menjadi boleh apabila sang suami belum bergaul atau berhubungan

badan dengan ibu kandung anak tiri tersebut.

12. Menantu

Seorang laki-laki diharamkan oleh Allah untuk menikahi menantu nya

tanpa batas waktu. Karena hal ini telah tergambar jelas dalam paparan

mertua diatas.

13. Poligami dengan dua orang saudara perempuan sekaligus

Menikahi perempuan kandung, seibu ataupun seayah sah-sah saja menurut

agama. Akan tetapi hal itu dilarang jika dilaksanakan dalam waktu yang

bersamaan.

Dalam nash tersebut dijelaskan setidaknya ada 13 golongan wanita yang

haram untuk dinikahi baik secara Muabbad ataupun Muaqqod. Pelarangan itu akan

terus ada sampai ada syarat-syarat yang menyatakan bahwa hal itu telah hilang

sehingga boleh dilangsungkan nya pernikahan.

13
Burhanuddin AzZarnujy, Ta’limul Mutaallim, Semarang:Perpustakaan Al-Alawi.
Hal. 34

12
13

Selain dari golongan menurut anNisa’ diatas. Ada beberapa golongan

lain nya yang dilarang oleh agama untuk dinikahi. Sebagaimana berikut:

1. Nenek

Nenek memnag tidak dijelaskan oleh an-Nisa ayat 23 tersebut.

Akan tetapi, makna dari ibu kandung dalam ayat diatas

menjelaskan bahwa keturunan ibu menurun kebawah dan naik

keatas memiliki hukum yang sama untuk haram dinikahi.

2. Perempuan yang terpelihara

yaitu perempuan yang masih bersuami, tetapi jika ia dicerai

oleh suaminya atau ditinggal mati suaminya sebelum masa ‘iddah-

nya selesai maka perempuan ini tidak boleh dinikahi, jika telah

selesai maka boleh untuk dinikahi14.

3. Wanita yang ditalak tiga kali oleh suaminya

Wanita yang ditalak tiga kali oleh suaminya. Maka, haram

untuk dikawini lagi oleh bekas suaminya, kecuali jika perempuan

itu menikah dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan habis

masa ‘iddah-nya, maka ini boleh dikawini lagi oleh bekas suami

yang dulu15.

4. Pernikahan yang kelima

14
M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami:
Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 11
15
Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam,
Amazah: Jakarta.2010. hal 128

13
14

Selama masih berada dalam ikatan pernikahan yang keempat,

maka tidak halal bagi seorang lai-laki menikah kelima kalinya

hingga ia berpisah dengan salah satunya dan telah habis masa

iddahnya, tidaklah terkumpul antara lima atau lebih dalam

pernikahan, karena islam tidak memperblehkan mengumpulkan

yang lebih dari empat, mengumpulkan dalam masa ‘iddah seperti

mengumpulkan dalam masa nikah, karena ia masih dalam masa

‘iddah sehingga pernikahan masih terjalin secara hukum. Karena

itu jika dinkahi perempuan yang kelima sebagian darikeempat istri

atau masing-masing mereka masih dalam keadaan iddah maka ia

tetap dalam keadaan menikah secara hukum yang kelima ini tidak

boleh, baik ketika ia dalam massa iddah akibat talak Raj’i atau

Ba’in Qubra. Berbeda dengan Asy-Syafi’i yang memperblehkan

menikah yang kelima jika perempuannya dalam ‘iddahnya dengan

talak ba’in qubra,karena pernikahan dianggap hilangdan selesai

dengan talak ba’in qubra meskipun ia masih dalam keadaan

‘iddah.

5. Menikahi budak perempuan sedangkan terdapat perempuan

merdeka

Oleh karenanya yang menikahi perempuan merdeka maka

tidak boleh baginya untuk menikahi budak perempuan hingga

istrinya yang merdeka dicerai dan habis masa’iddahnya.

14
15

Alloh berfirman QS.An Nissa:25

”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak

cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi

beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-

budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu;

sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain[285], karena itu

kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah

maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-

wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula)

wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan

apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian

mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka

separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang

bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-

orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari

perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik

bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Sebab tidak dibolehkannya karena dalam menikahi budak

perempuan atas perempuan merdeka perendahan baginya dan

menyakitkan karena kehormatannya, oleh karenanya hal itu tidak

boleh

6. Perempuan yang beda Agama kecuali Agama Samawi.

15
16

Para ulama Fiqh sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh

menikah dengan perempuan yang beda Agama yang tidak samawi.

Yang dimaksud Ulama Fiqh dengan Agama samawi adalah Agama

yang memilki kitab yang diturunkan pada

saat kemunculan Agama tersebut, ia memiliki nabi yang diutus

yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang mulia yaitu Nasrani dan

Yahudi16.

Maka bagi setiap perempuan yang tidak beragama dengan

Agama samawi dengan dasar ini tidak halal untuk menikah

dengannnya. Ia dianggap seperti seorang permpuan musyrik yang

tidak boleh berakad dengannya.

Alloh berfirman dalam QS.Al Baqarah : 221:

Artinya :

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang

mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik

hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,

walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,

sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

16
Ibid. hal 131

16
17

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)

kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.( QS.Al

Baqarah : 221)

7. Perempuan Murtad.

Tidak halal bagi seorang muslim dan tidak tetap pernikahannya

atas orang kafir dan tidak pula bagi seorang murtad karena ia telah

keluar pada akidah dan petunjuk yang benar.

Alloh berfirman dalam QS. Al Mumtahanah:10

“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)

dengan perempuan-perempuan kafir......”( QS. Al

Mumtahanah:10)

8. Perempuan yang sedang berihram

Perempuan yang sedang berihramterhalang untuk melakukan

akad nikah untuk diri sendiri maupun diwakilkan17. Menurut

pendapat ulama jumhur berdasarkan sabda Nabi : “ Orang yang

berihram tidak menikah dan tidak dinikahkan dan tidak boleh pula

meminang”

9. Kawin dengan pezina,

Konsep ini merupakan konsep kafaah dalam islam. Hal ini

berlaku bagi laki-laki yang baik dengan wanita pelacur, ataupun

antara wanita-wanita yang baik dengan laki-laki pezina maka

17
Op. Cit. Hal 11

17
18

haram hukumnya, kecuali setelah masing-masing menyatakan

bertaubat.

Berdasarkan firman Alloh dalam QS.An Nur :03

Artinya :

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan

perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan

perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki

yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan atas oran-orang yang mukmin”( QS.An Nur :03)

10. Pernikahan yang dilarang oleh adat.

Dalam hal ini, pemakalh tidak dapat mengemukakan dalil nash.

Dikarenakan nash secara zahir tidak melarang pernikahan ini.

Akan tetapi dalam pelaksanaan nya ada sebagian daerah yang

emnggunakan prinsip adat sebagai bentuk terhalang nya

pernikahan.

Pernikahan yang dilaarang oleh adat tidak mendapatkan

kepastian mengapa bisa terjadi. Namun, berdasarkan hasil diskusi

dengan tetua adat (ninik mamak ) dan pemangku adat desa Muara

Mahat Baru. Pemakalah mendapatkan pencerahan bahwa, hal ini

dilakukan karena adanya beberapa factor diantara nya:

a. Ketakutan orang dahulu bahwa sering meminta pertolongan

persusuan kepada orang sekampung yang biasanya sesuku.

18
19

b. Karena sebab kepercayaan tetua-tetua dahulu. Yang mana

mereka menakutkan. Jika pernikahan dilakukan sesuku.

Maka, hal ini sering emndapatkan kemudhorotan seperti

kecacatan anak ataupun keturunan.

c. Hal pelarangan ini dilaksanakan juga karena. Apabila

pernikahan ini sesuku maka tidak akan dinamika social

ataupun perkembangan keturunan dengan jalan perkawinan

d. Dan yang terakhir menurut mereka. Petuah tokoh agama

dahulu menyatakan bahwa pernikahan sesuku akan

menimbulkan keadaan berbahaya bagi seluruh penduduk

suatu negeri sehingga harus ada hal yang diperbaiki.

Tidak mendapatkan kepastian hukum yang logis akan

pelarangan ini. Pemakalah sangat tidak setuju akan pelarangan

secara adat ini. Dikarenakan tidak ada kepastian hukum yang

terkandung di dalam nya. jika hanya di dasarkan pada qoidah

fiqhiyyah Al-‘Adatul Muhakkamah. Maka, harus ada penjelasan

adat yang dimaksud. Sebagaimana menurut Ndang Kurnia pakar

ushul fiqih Ponpes Dar El Hikmah dalam satu majelis

menyampaikan bahwa syarat adat yang resmi ditetapkan menjadi

suatu hukum setidsaknya ada dua menurut nya. yang pertama ialah

adat tersebut harus berlaku secara umum. Maksudnya adalah semua

lapisan masyarakat memahami bahwa adat itu berlaku ditengah-tengah

19
20

mereka. Kalau adat tersebut hanya berlaku pada sebagian orangnya saja,

maka adat itu tidak bisa dijadikan sebagai standar hukum secara umum.

Misalnya ketika ada orang yang sedang jual beli di Indonesia. Lalu

ketika menyebutkan harga, dia tidak menyebutkan mata uang yang

dipakai. Sedangkan adat di Indonesia, ketika seseorang menyebutkan

nominal uang, maka yang dimaksud uang disitu adalah uang rupiah.

Sehingga akad tersebut harus menggunakan mata uang rupiah. Karena

itulah adat yang berlaku di masyarakat. Apabila pembeli tersebut

menyerahkan mata uang lain, maka perbuatan orang ini tidak bisa

diterima. Penjual berhak mengatakan bahwa kebiasaan masyarakat di

Indonesia adalah jual beli dengan mata uang rupiah.

Kedua, tidak bertentangan dengan syariat. Bukan merupakan

syarat didalam adat harus ada dalilnya. Tapi yang penting adat

tersebut tidak bertentangan dengan masyarakat. Kalau ada adat

yang bertentangan dengan syariat Islam, maka adat tersebut tidak

dianggap oleh syariat Islam. Adat tersebut diperangi oleh Islam.

Dalam hal syarat kedua ini penulis berasumsi bahwa pelarangan

secara adat terkadang ada yang menyalahi syarat ini. Terkadang

ada dua insan yang saling cinta karena Allah dan ingin

mengaktualisasikan cinta mereka dengan jalur legal dari Allah.

Mereka kemudian terhalang karena sesuku ataupun sepersukuan.

Sedangkan secara syar’I tidak ada dasar yang menghalangi mereka

20
21

untuk melaksanakan pernikahan tersebut. Yang pada akhirnya

kedua insan ini terhalang hanya karena sepersukuan. Pemakalah

mneganggap hal ini suatu kedzhaliman dan harus di hilangkan.

Pelarangan adat ini harus dikaji lebih dalam dan mendasar

secara sosiologis, demografis dan historis. Karena tidak sedikit

pasangan kekasih yang terhalang hanya karena sepersukuan

wallahualam.

Ada banyak tujuan islam dalam penentuan penyaluran seksualitas

kemanusiaan ini dengan mengatur menggolongkan perempuan yang boleh dan

dilarang untuk dinikahi baik secara abadi maupun dengan keterikatan waktu.

Dalam menyatukan dan mengetahui hikmah dari semua ini penulis akan

menyajikan hikmah pelarangan ini dalam sub bagian tema berikut

C. Hikmah Pengharaman Menikahi Wanita tertentu

Setiap perintah dan larangan yang telah di tetapkan oleh syariat.

Memiliki konsekuensi yang bernilai positif bagi setiap pemeluknya

pemakalah menghimpun hal tersebut kedalam beberapa point-point tertentu

yaitu:

1. memperluas hubungan kekerabatan sebagaimana meluasnya


lingkup kasih sayang manusia.

2. pernikahan sedarah memang jarang terjadi di masa kini namun

berdasarkan sejarah, kita mengenal bahwa ada sebagian orang

21
22

yang mempraktekkan hal tersebut di zaman dahulu seperti pada

zaman mesir kuno. Para raja dan bangsawan mesir kuno biasanya

akan menikah dengan keluarganya. Mereka beranggapan bahwa

menikah dengan orang luar yang tidak memiliki darah yang sama

bisa merusak darah dan keturunan mereka. Para raja dan

bangsawan mesir percaya jika mereka adalah keturunan dewa dan

mereka hanya bisa menikah dengan sesamanya.

Dalam ilmu biologi, incest atau pernikahan sedarah sangat

tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan berbagai macam cacat

atau kelainana pada generasi yang akan dilahirkan. Secara genetis,

jika sesorang dengan gen yang berasal dari keturunan yang sama

menikah maka akan terjadi mutasi. Mutasi tersebut selanjutnya

akan menimbulkan masalah pada anak yang dilahirkan seperti

cacat tubuh, penyakit mental (idiot, debil, imbisil) penyakit

metabolisme seperti diabetes, hutington dan lain sebagainya. Sains

tidak menganjurkan manusia untuk menikah dengan sesama

keluarganya atau yang memiliki hubungan darah karena rawan

terjadi konflik dalam keluarga serta bisa menyebabkan

perselingkuhan dalam rumah tangga.

22
23

3. Dilarangnya menikah dengan beberapa golongan wanita tertentu

juga memberikan pemahaman untuk memiliki kehati-hatian dalam

memilih pasangan yang akan dijadikan sebagai kawan sehidup

semati.

4. Untuk menjaga kesempurnaan maqashid syariah yang lima

sehingga terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

23
24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelarangan pernikahan dalam islam bisa berlaku selamanya dan

adakalanya berlaku berdasarkan limit waktu. Penyebab dari hal ini karena tiga

factor utama yaitu sebab:

1. Nasab

2. Mushahharah

3. Dan persemendaan

Adapula hal diluar itu ialah karena persoalan agama, kafaah dan juga adat

istiadat diasuatu daerah tertentu.

Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi. Haram menikahi disini

ada dua yaitu yang bersifat selamanya dan yang bersifat sementara. Haram

selamanya mempunyai sebab-sebab antara lain Nasab/keturunan,

susuan,pernikahan, dan karena sumpah Li’an.

Bersifat sementara karena ada suatu hal yang menjadi pengahalang

seorang yang pada waktu itu haram untuk menikahi wanita tertentu, tetapi

apabila penghalang itu telah hilang maka halal untuk menikahi wanita

tersebut.

B. Kritik Dan Saran

Tentuk banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah

ini. Dengan dibacanya makalah yang jauh dari kata sempurna ini, kami

24
25

berharap masukan dan kritikan yang membangun dari para pembaca, agar

makalah ini nantinya bisa menjadi rujukan bahan bacaan yang berguna bagi

semua khlayak dikemudian hari.

25
26

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamdani, Risalah Nikah, Amani:Jakarta , 2001.

al Usmani, M shaleh A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar

Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991.

AzZarnujy,Burhanuddin, Ta’limul Mutaallim, Semarang:Perpustakaan Al-Alawi.

Hajar, Ibnu Al-asqolani, Bulughul Maram juz I, jakarta:Toha Putra.

Hamid Hakim,Abdul, Mabadi Awwaliyah juz I, Toha putra:Jakarta, 1927

Kurnia, Ndang, ilmu An-Nahwi li Tadris al-Wustho, Pekan Baru:DeHa pers. 2012.

Majah, Ibu, Sunan Ibnu Majah, Darussalam:Riyadh, 1999.

Subekti, Poko-pokok Hukum Perdata,Intermasa:Jakarta. 1985.

Syarbini, Khatib, Mughni Al-Muhtaj Jilid. 3, dar al hadis:Beiru, 959H.

Wulandari, Ririn, skripsi status nasab anak diluar nikah perspektif mazhab Hanafi

dan mazhab Syafi’I dan Implikasinya terhadap hak-hak anak,Lampung:UIN Raden Intan.

2018.

Yunus, Mahmud, kamus indonesia-arab, Jakarta: Mahmud Yunus Wazurriyyat.

2007.

Yusuf, Ali As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam.

Amazah.Jakarta.2010.

26

Anda mungkin juga menyukai