Anda di halaman 1dari 23

Journal Reading

Odontogenic maxillary sinusitis : A review


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh :
Andi Nadya Sahnaz, S.Ked
21804101050

Pembimbing
drg. Wahyu Susilaningtyas, Sp.Pros

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik

dan hidayah-Nya serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu sehingga penulisan journal reading “Odontogenic

Maxillary Sinusitis : A review” dapat diselesaikan dengan lancar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan journal reading kedokteran

klinis ini masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Kritik dan saran guna

penyempurnaan penyusunan journal reading ini sangat penulis harapkan,

sehingga nantinya bisa menjadi refleksi dan koreksi pada pembuatan journal reading

selanjutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kepanjen, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................................ 4
Rumusan masalah .................................................................................................... 5
Tujuan...................................................................................................................... 5
BAB II JURNAL READING
Abstrak .................................................................................................................... 6
Pendahuluan ............................................................................................................ 6
Etiologi .................................................................................................................... 7
Tanda Klinis ..............................................................................................................
Diagnosis ...................................................................................................................
Manajemen Terapi.....................................................................................................
Kesimpulan................................................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Sinus ....................................................................................................... 14
Definisi Sinusitis ................................................................................................... 15
Etiologi Sinusitis ................................................................................................... 16
Patofisiologi Sinusitis............................................................................................ 19
Gejala Klinis Sinusitis ........................................................................................... 20
Diagnosis Sinusitis ................................................................................................ 21
Diagnosa Banding Sinusitis .................................................................................. 25
Penatalaksanaan Sinusitis ...................................................................................... 25
Komplikasi Sinusitis ............................................................................................. 26
Prognosis Sinusitis ................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 29

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinusitis merupakan suatu inflamasi pada mukosa hidung dan sinus paranasal,
disertai dua atau lebih gejala dimana salah satunya adalah buntu hidung (nasal
blockage/obstruction/congestion) atau nasal discharge (anterior/posterior nasal
drip) ditambah nyeri fasial dan penurunan atau hilangnya daya penciuman.
Sumber infeksi terjadinya sinusitis dapat disebabkan oleh karena infeksi hidung
(rinogen),atau infeksi gigi (odontogen). Secara anatomi, sinus maksilaris berada
di pertengahan antara hidung dengan rongga mulut dan merupakan lokasi yang
rentan terinvasi oleh organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga
mulut.1,2
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita di rumah sakit. Sekitar 30% dari jumlah tersebut mempunyai
indikasi infeksi pada rahang atas, yaitu infeksi odontogen yang biasanya
disebabkan oleh karena karies gigi. Pada Departemen THT-KL/RSUP H. Adam
Malik insiden sinusitis dentogen sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan
oleh abses apikal yaitu sebanyak 71.43%.3,4

Terapi yang dianjurkan pada kasus sinusitis maksilaris odontogen dapat


diatasi dari asal gigi yang terlibat yaitu dengan melakukan perawatan gigi yang
menjadi masalah atau mencabut gigi yang mengalami infeksi sehingga dapat
mencegah kekambuhan dan komplikasi.1

ii
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari sinusitis maksilaris odontogenik?
2. Apakah etiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik?
3. Bagaimana patofisiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik?
4. Apakah manifestasi klinis dari sinusitis maksilaris odontogenik?
5. Bagaimana diagnosis dari sinusitis maksilaris odontogenik?
6. Bagaimana penatalaksanaan sinusitis maksilaris odontogenik?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sinusitis maksilaris odontogenik
2. Untuk mengetahui etiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sinusitis maksilaris odontogenik
4. Untuk mengetahui manifestasi klimis sinusitis maksilaris odontogenik
5. Untuk mengetahui diagnosis dari sinusitis maksilaris odontogenik
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan sinusitis maksilaris odontogenik

6
BAB II

JOURNAL READING

2.1 Abstrak

Sinusitis maksilaris odontogenik terjadi ketika membran schneiderian


terganggu karena berbagai faktor yang berasal dari dentoalveolar. Jenis sinusitis
ini berbeda dalam patofisiologi, mikrobiologi, diagnosa dan penatalaksanaan nya
dari jenis yang lain. Oleh karena itu, kegagalan mengidentifikasi penyebab gigi
pada pasien ini dapat mengarah pada gejala yang persisten dan kegagalan terapi
medis serta bedah sehingga menyebabkan sinusitis. Gejala khas pada penyakit ini
ialah terdapat drainase yang berbau busuk. Selain itu, pemeriksaan CT-scan dan
CT-cone beam dapat membantu dalam mengidentifikasi penyakit gigi. Terkadang,
perawatan gigi sudah cukup untuk mengatasi sinusitis maksilaris odontogenik dan
untuk beberapa kasus operasi sinus endoskopik fungsional atau operasi Caldwell-
Luc kadang dilakukan.5

Kata kunci : sinusitis maksilaris odontogenik, operasi sinus endoskopik


fungsional, CT-cone beam.

2.2 Pendahuluan

Sebanyak 10-12% kasus sinusitis maksilaris telah dikaitkan dengan infeksi


odontogenik. Pada penelitian terbaru, sekitar 30-40% kasus sinusitis maksilaris
berkontribusi terhadap penyebab infeksi gigi. Sinusitis maksilaris odontogenik
adalah terganggunya membran sinus yang disebabkan kondisi seperti infeksi pada
gigi posterior rahang atas, lesi pada rahang dan gigi, trauma rahang atas (gigi),
dan iatrogenik yaitu komplikasi bedah gigi dan implan serta prosedur operasi
rahang atas. Hubungan anatomi yang sangat erat antara gigi bagian atas dan sinus
maksilaris mendukung terjadinya perkembangan infeksi odontogenik periapikal
atau periodontal menjadi sinusitis maksilaris.5

Sinusitis maksilaris dapat berkembang karena osteomyelitis rahang atas, kista


radikular, cedera mekanis pada mukosa sinus selama perawatan saluran akar,

ii
pengisian bahan endodontik yang berlebihan pada saluran akar hingga menjorok
ke sinus maksilaris, posisi implant yang tidak tepat, dan oroantral fistula (OAF)
setelah pencabutan gigi.6

2.3 Etiologi

Penyebab sinusitis maksilaris odontogenik yang paling sering ialah :

- Iatrogenik
Fistula oroantral dan sisa akar setelah proses pencabutan gigi, implan gigi
yang tidak tepat
- Periodontitis
- Kista odontogenik

Gigi yang terlibat pada kasus sinusitis maksilaris adalah gigi molar yaitu, gigi
molar pertama, gigi molar ketiga dan gigi molar kedua. Pada gigi premolar, yang
paling sering terkena adalah gigi pre-molar kedua dan gigi kaninus adalah gigi
yang paling jarang terkena dengan persentase 0.66%.7

2.4 Tanda Klinis

Gejala klasik yang menunjukkan adanya sumber dari odontogenik adalah 8 :

- Gejala sinonasal
Obstruksi nasal unilateral, rinore, bau busuk
- Gejala lain
Sakit kepala, nyeri tekan maksila anterior unilateral, postnasal drip
- Gejala gigi
Nyeri dan hipersensitifitas gigi

2.5 Diagnosis

Pencitraan radiologis 9 :

- Panoramik : mengevaluasi hubungan gigi geligi rahang atas dengan sinus,


mengidentifikasi akar gigi atau benda asing yang terperangkap dalam
sinus.

8
- CT-scan : gold standard untuk diagnosis sinusitis maksilaris karena
mempunyai resolusi tinggi dan kemampuan untuk membedakan tulang
dan jaringan lunak.
- CT-cone beam : alat yang menggunakan dosis radiasi sekitar 10% dari
CT-scan konvensional, yang mampu mencitrakan detail tulang, meskipun
detail jaringan lunak berkurang, dapat menilai ketebalan dasar sinus
maksilaris untuk kepentingan implan.

2.6 Manajemen Terapi

Terapi pada asal gigi dan sinusitis yang terkait dapat mencegah kekambuhan dan
komplikasi.5

- Eliminasi sumber infeksi : pengangkatan akar gigi eksternal dari rongga


sinus, ekstraksi, dan perawatan akar gigi penyebab sinusitis
- FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery) : pengangkatan jaringan
yang sakit, polip dan benda asing melalui middle antrostomy sehingga
menjaga fungsi sinus
- Penutupan dari defek karena ekstraksi gigi : apabila < 5 cm akan menutup
spontan dan apabila > 5 cm menggunakan penutupan primer dengan
teknik buccal advancement flaps, palatal island flaps, full or split-
thickness palatal pedicle flaps, gold foils, atau buccal fat pad pedicle
flaps.

2.7 Kesimpulan

Insidensi sinusitis maksilaris odontogenik berkisar 30-40% kasus. Penyebab


paling umum ialah karena iatrogenik dan periodontitis marginal/apical.
Pemeriksaan dengan menggunakan CT atau CBCVT dapat mengevaluasi suatu
sinus. FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery) adalah salah satu terapi
dengan tingkat komplikasi yang rendah dalam mengatasi penyakit sinusitis
maksilaris odontogenik.

ii
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Sinus

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.10
- SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.10
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.10

Gambar 2: Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)

10
- Sistem mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.10
Fungsi sinus paranasal :
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut : 10
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Sebagai penahan suhu
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

3.2 Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusitis sfenoid. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila
dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.11
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang
sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah
dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar
hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.11

ii
Gambar 3: Penyebaran infeksi pada sinusitis dentogen

 Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore:


a. Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang
dibatasi oleh bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral
hidung dan dinding lateral os maksila.
b. Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila
dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini
lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi
odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan infeksi jaringan lunak
vestibular/fasia.
3.3 Etiologi
Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama,
dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut
terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang
tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, “Tulang yang
membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya
tidak melebihi kertas pembungkus.12
Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat
menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini
didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini
menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari
hidung. 12

12
Etiologi sinusitis dentogen adalah: 12
a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai
gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus
akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun
kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh
tulang yang tebal.
b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu
akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu
dilakukan pencabutan gigi.
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari
membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan
sinus maksila.
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.
f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan folikuler.
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

Gambar 4. Faktor penyebab terjadinya sinusitis dentogen

ii
Gambar 5. Tampilan abses periodontal dan abses periapical

3.4 Patofisiologi
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan
faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu:
1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam
mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah
ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini
akan mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian sinusitis
maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
(anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan
lunak gigi dan sekitarnya rusak.
Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan
pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini
meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis
dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses
periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar
menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus
maksila sehingga memicu inflamasi. 5,12

14
2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari
granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.5,12

Gambar 6. Perubahan silia pada sinusitis

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya


berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus,
sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus
menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri
patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan
pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus,
kuman anaerob jarang ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.12

3.5 Gejala Klinis


Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Nyeri
alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Sekret mukopurulen dapat keluar
dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga
seringkali ada. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu
membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan

ii
dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring
sudah ditiadakan.11
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak
mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada
rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).11
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan
dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada
sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta
pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau
periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis
dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.11

Gambar 7. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis

3.6 Diagnosis
Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap
pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis
pasien sesuai dengan kriteria American Academy of Otolaryngology Head and
Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan
setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari
serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan
radiologi sinus paranasal dan CT Scan. 10
- Anamnesis
Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan
keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini

16
dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada
muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia,
nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang
meningkat pada penderita asma. 10
Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International
Consensus on Sinus Disease, tahun 1993 dan 2004.9 Kriteria mayor terdiri dari:
sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau
rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah
demam dan halitosis. 10

Penderita Gejala dan Tanda

Mayor Minor

Kongesti hidung atau Demam


sumbatan
Sakit kepala

Dewasa dan Anak Sekret hidung/post nasal


Nafas
purulen
berbau
Rasa nyeri/tekanan/penuh di
Fatique
wajah
Batuk
Gangguan penghidu
(hiposmia, anosmia) Sakit gigi

Demam Hidung
berbau

Gejala
telinga

Tabel 1 Kriteria mayor dan minor sinusitis

ii
- Pemeriksaan Fisik dan penunjang
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan
inspeksi luar, palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transiluminasi,
radiologi dan Ct Scan (gold standart).10
a) Inspeksi
Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-
merahan mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut.

b) Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya
sinusitis maksilaris.

Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan tambahan menggunakan alat


diantaranya:

- Rinoskopia Anterior
Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda
patognomonis, yaitu sekret purulen di meatus medius atau superior; atau pada
rinoskopi posterior tampak adanya sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).
10

- Pemeriksaan Transiluminasi
Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal
dan maksila yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan
menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena
terbatas kegunaanya.10
- Nasoendoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum
nasi hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas
keadaan dinding lateral hidung. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk
menentukan diagnosa yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di
meatus media (pada sinusitis maksilaris, etmoid anterior dan frontalis) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoid). 10

18
- Foto polos sinus paranasal
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos. Foto polos posisi
Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus – sinus
besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,
batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa. 10
- CT Scan
CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus. 10
- Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus media
atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila
diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Kebanyakan sinusitis
disebabkan infeksi oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis. Gambaran bakteriologik dari sinusitis yang berasal dari gigi
geligi didominasi oleh infeksi gram negatif sehingga menyebabkan pus berbau
busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung. 10
- Sinoskopi
Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila. Pemeriksaan
ini menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior
atau fosa kanina. Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam
rongga sinus maksila, serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan
kelainannya masih reversibel atau sudah ireversibel.10

3.7 Diagnosis Banding


Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit
odontogenik: 5
a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel,
dan yang paling sering yaitu kista retensi.

ii
b. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan
penyimpangan, ekspansi, atau erosi dinding sinus. Ini termasuk
ameloblastoma, odontoma, cementoma, fibromas ossifying, tumor epitelial
odontogenik, tumor skuamosa odontogenik, dan tumor adenomatoid.
c. Tumor ganas termasuk keganasan gingiva, kistik adenoid dan sarkoma.

3.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen: 4,10
a. Atasi masalah gigi
b. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur
mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.
c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,
kortikosteroid dan irigasi sinus.
d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus
inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi
sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.
 AKUT
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan
terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk
memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada
pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan
13
maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan
dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka
dilakukan terapi sinusitis kronik. Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang
diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. 13

20
 KRONIK
a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang
sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik mencukupi 10-14 hari. 4,10
b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode
akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya
perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada
obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu
BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi
diagnosis. 4,10
c. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang
sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian
Proetz.
d. Pembedahan

3.9 Komplikasi

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan


derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan
ini harus rutin dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi. 5

 Komplikasi Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan
dapat menimbulkan infeksi isi orbita. 5

Komplikasinya antara lain :


a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
infeksi sinus ethmoidalis di dekatnya.
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

ii
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata
yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses
orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri
melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk
suatu tromboflebitis septik.
 Komplikasi Intra Kranial 5
a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara
ethmoidalis.
b. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi,
maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
c. Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis
kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan

3.10 Prognosis

Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan


pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus
membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai
prognosis yang baik.8

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Fokkens W., Lund V., Mullol J. European
position paper on


rhinosinusitis and
nasal polyps. Rhinology. 2007 [disitasi
tanggal 23
Agustus 2016]; 45(20):1-139.
Tersedia dari: 10.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/178448
2. Topazian RG, Goldberg MH. 1994. Oral dan Maksilofasial Infeksi.
3rd ed.Philadelphia: Saunders
3. Departemen Kesehatan RI. Pola Penyakit 50 peringkat utama menurut
DTD Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2003. 

4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di
RSUP H.Adam Malik Medan Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala,
dan Leher FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan; 2006.
5. Mehra P, Jeong D. Maxillary sinusitis of odontogenic origin. Curr Allergy
Asthma Rep 2009;9:238-43. 

6. López M, Gallardo C,Galdames I, Valenzuela J. Maxillary sinusitis of
dental origin. A case report and literature review. Int J Odontostomat
2009;3:5-9.
7. Arias-Irimia O, Barona-Dorado C, Santos-Marino JA, Martinez-Rodriguez
N, Martinez-Gonzalez JM. Meta- analysis of the etiology of odontogenic
maxillary sinusitis. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2010;15:e70-3. 

8. Brook I. Sinusitis of odontogenic origin. Otolaryngol Head Neck Surg
2006;135:349-55. 

9. Nah K. The ability of panoramic radiography in assessing maxillary sinus
inflammatory diseases. Korean J Oral Maxillofac Radiol 2008;38:209-13.
10. Soetjipto, & Mangunkusumo. Sinus paranasal, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Telinga hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi
keenam.2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
11. A.Marissa, Noerjanto, B., & Savitri, Y.Infeksi odontogen pada sinusitis
maxillaris ditinjau dari radiografik panoramik. 2011.
12. Universitas Muhammadiyah Semarang. Sinusitis Maksilaris Odontogen.
Universitas Muhammadiyah Semarang; [disitasi tanggal 6 Mei 2019].
Tersedia dari: http://digilib.unimus.ac.id/dow n load.php?id=12241
13. Mulyarjo. Terapi medikamentosa pada rinosinusitis. Dalam Mulyarjo,
Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati S, eds. Naskah
lengkap perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan
rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-KL Univ. Airlangga; 2004.

ii
24

Anda mungkin juga menyukai