Anda di halaman 1dari 14

Rhinosinusitis Maksilaris Akut

A6

Niko Julian 102016052


Kevin Wikanata Prakasa 102016240
Nia Uktriae 102014113
Aenul Khopiah 102015181
Luky Dea Clara 102016064
Sonia Dwi Reina Tumanggor 102016118
Christina Sonia Wibowo 102016197
Nor Umi Izati Binti Khalidi 102016261

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta


Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11510

Abstrak

Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa sinus
paranasalis. Sinus parasanal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Perkembangan lebih lanjut dari inflamasi sinus ini dapat
menyerang orbita, tulang, dan intrakranial. Komplikasi pada orbita dan otak umumnya berasal dari
sinusitis etmoidalis. Dengan adanya perkembangan antibiotik, komplikasi sudah jarang terjadi. Namun,
penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat berujung pada kematian.
Kata kunci: inflamasi, sinus, rhinosinusitis

Abstract

Sinusitis is a clinical condition characterized by inflammation of the mucosa of the paranasal


sinuses. Parasanal sinus is one of the human organs that is difficult to describe because its shape varies
greatly in each individual. Further development of this sinus inflammation may invade the orbit, bone,
and intracranial. Complications in the orbit and brain generally originate from etmoidal sinusitis. With
the development of antibiotics, complications are rare. However, inadequate management can lead to
death.
Key words: inflammation, sinus, rhinosinusitis

1
Pendahuluan

Sinus paranasal adalah rongga–rongga di dalam tulang kepala yang terletak disekitar rongga
hidung dan mempunyai hubungan dengan melalui muaranya. Inflamasi pada mukosanya dikenal sebagai
sinusitis. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Peradangan
yang melibatkan beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai seluruh sinus disebut
pansinusitis.1
Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan etmoidal. Sinusitis bisa terbagi
menjadi akut, subakut, dan kronis. Pemeriksaannya bisa dengan pemeriksaan fisik seperti inspeksi dan
palpasi untuk melihat apakah ada pembengkakkan dan nyeri tekan, serta beberapa pemeriksaan penunjang
seperti transiluminasi, sinuskopi, rhinoskopi, dan pemeriksaan radiologik. 1

Pembahasan

Skenario

Seorang perempuan 20 tahun datang dengan keluhan nyeri di pipi kanan.


Anamnesis

 Keluhan utama: nyeri sejak 2 minggu.


 Riwayat penyakit sekarang: hidung kanan dan kiri tersumbat terutama kanan.
 Keluhan penyerta: kadang ada demam dan sakit kepala.
 Riwayat penyakit dahulu: pilek 1 bulan – ada ingus warna kuning kehijauan, kental, berbau.
 Riwayat alergi: sering pilek terutama kalau terkena debu.
Pemeriksaan Fisik

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi, palpasi, rinoskopi
anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologi, dan sinoskopi.


Inspeksi : Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi
sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah – merahan mungkin menunjukkan
sinusitis maksila akut. Pembengkakan pada kelopak mata atas mungkin menunjukkan
sinusitis frontal akut. Sinusitis ethmoid menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila
telah terbentuk abses.


Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan pada dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial
atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. 2

2
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologik : Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan lateral. Posisi Waters
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid. Posisi PA untuk menilai
sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan etmoid. Kelainan akan terlihat
berupa perselubungan, batas udara dan cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa. 1
CT Scan sinus merupakan gold standar diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan
sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena
pemeriksaannya mahal, CT scan hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang
1
tidak membaik dengan pengobatan atau pra operasi saat melakukan operasi sinus.
Sinuskopi : Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan
di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan
mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.1

Pemeriksaan Mikrobiologik : Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan dengan


mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik
lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. 2

Working Diagnosis

Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa sinus
paranasalis. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.

Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis maksilaris
diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung beberapa
hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis
kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis
subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis
mukosa sinus yang irreversible, sehingga untuk menentukan sinusitis tersebut akut, subakut atau kronik
diperlukan pemeriksaan histopatologis.3

3
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan anamnesis, American Academy of Otolaryngology (AAO) memberikan suatu
kriteria diagnosis untuk rinosinusitis yaitu dengan menegakkan kriteria mayor dan minor.
a. Kriteria mayor meliputi nyeri wajah, rasa penuh pada wajah, hidung tersumbat, hidung
berair, sekret purulen, hiposmia atau anosmia dan demam (pada kondisi akut).
b. Kriteria minor meliputi nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk, nyeri
atau rasa penuh pada telinga.

Diagnosis ditegakkan bila terdapat dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor selama sekurang-kurangnya 12 minggu. Kecurigaan sinusitis didapatkan bila ditemukan satu
kriteria mayor atau dua kriteria minor.

Ada pula kriteria diagnosis rhinosinusitis menurut European Position Paper on Rhinosinusitus and
Nasal Polyps (EPOS) tahun 2012 yaitu

Adanya satu atau lebih gejala :

 hidung tersumbat
 keluar seret dari hidung (anterior atau post-nasal drip)
 Ada atau tidak adanya nyeri/rasa tertekan pada wajah
 Ada atau tidak adanya hyposmia/anosmia

Dengan hasil yang mendukung dari

 Pemeriksaan THT
 Endoskopi : polip nasal dan/atau sekret mukopurulen terutama dari meatus medius dan/atau
edema/obstruksi mukosa terutama di meatus medius
 Riwayat diagnosis penyakit dahulu dan pengobatan yang berkaitan,
 Riwayat alergi, dan tes alergi.
 Penemuan dari CT scan : perubahan mukosa pada kompleks osteomeatal atau pada sinus oleh
karena inflamasi kronik

Differential Diagnosis

1. Rhinitis alergi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh hipersensitivitas
tipe 1, dengan gejala bersin-bersin yang berulang, keluar ingus (rinore), rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen.
Klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis
and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

4
 Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4hari/ minggu atau kurang dari 4
minggu
 Persisten (menetap) : bila gejala lebih dari 4hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi :
 Ringin : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang menganggu.
 Sedang-berat : bil terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

2. Rhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronis merupakan salah satu kondisi kronis terbanyak yang prevalensinya lebih tinggi
disbanding asma, penyakit jantung, diabetes, atau nyeri kepala. 1,2 Rinosinusitis kronis dapat menurunkan
kualitas hidup penderitanya. Jika dibandingkan dalam sebuah populasi, penderita rinosinusitis kronis
lebih sering mengeluhkan nyeri, tidak bugar, dan penurunan fungsi sosial. Penelitian menunjukkan bahwa
penderita rinosinusitis kronis memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibanding penderita penyakit
paru obstruktif kronis, diabetes, dan penyakit jantung kongestif. 4

Epidemiologi

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik sehari – hari, bahkan
dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis
menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang didiagnosis
tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis.
Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa adalah 18 – 75 tahun dan kemudian anak – anak berusia 15
tahun. Pada anak usia 5 – 10 tahun, infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan sinusitis akut.
Sinusitis jarang pada anak – anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan
baik sebelum usia tersebut.

Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya karena :
1. Ukuran,
Merupakan sinus paranasal yang terbesar
2. Posisi ostium,
Posisi ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasarnya sehingga aliran sekret/drainase hanya
tergantung gerakan silia
3. Letak ostium,
Letak ostium pada sinus maksilaris berada pada meatus nasi medius di sekitar hiatus semilunaris
yang sempit sehingga mudah tersumbat
4. Letak dasar
Letak dasar sinus maksila berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (prosesus alveolaris)
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.

5
Prevalensi sinusitis di bagian THT Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun
1999 didapatkan sekitar 25% anak – anak dengan ISPA menderita sinusitis maksila akut. Sedang pada
Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok subbagian Rinologi didapatkan data dari sekitar 496
penderita rawat jalan, 149 orang terkena sinusitis (50%). 5

Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis
terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti
deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi
(penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat), infeksi nasofaring,
kelainan imunologik,

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30 – 50%), Haemophylus influenza (20 – 40%), dan Moraxella catarrhalis
(4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering, serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 6

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi antimikroba dan zat – zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Organ-organ yang membentuk Kompleks Ostio Meatal KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berdekatan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinositis non-bakterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 1

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya dan multipikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis
akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor
predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa
menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista. 1

Klasifikasi

6
Rhinosinusitis akut dewasa dan anak
ARS terdiri dari virus ARS (flu biasa) dan ARS pasca-viral. Dalam EPOS 2007 istilah ARS non-
viral dipilih untuk menunjukkan bahwa sebagian besar kasus ARS bukan bakteri. Namun istilah ini
rupanya menyebabkan kebingungan dan karena itu kami memutuskan untuk memilih istilah ARS pasca-
viral untuk mengekspresikan fenomena yang sama. Sebagian kecil pasien dengan ARS pasca-viral akan
memiliki ARS bakteri.
Rinosinusitis virus umum dingin / akut didefinisikan sebagai: durasi gejala kurang dari 10 hari.
Rinosinusitis pasca-viral akut didefinisikan sebagai: peningkatan gejala setelah 5 hari atau gejala
persisten setelah 10 hari dengan durasi kurang dari 12 minggu.
Rinosinusitis bakterial akut (ABRS) Rinosinusitis bakterial akut disarankan dengan adanya
minimal 3 gejala / tanda:
- Discoloured discharged (dengan dominasi unilateral) dan sekresi bernanah di cavum nasi,
- Mengalami nyeri lokal (dengan dominasi unilateral)
- Demam(> 38ºC)
- Elevated ESR / CRP
- Double sickening (yaitu deteriorasi setelah fase penyakit ringan awal). 7
Rhinosinusitis kronis dewasa
Rhinosinusitis kronis (dengan atau tanpa polip hidung) pada orang dewasa didefinisikan sebagai:
adanya dua atau lebih gejala salah satunya harus berupa sumbatan hidung / obstruksi / kemacetan atau
cairan hidung (anterior / posterior nasal drip):
- ± nyeri / tekanan wajah;
- ± pengurangan atau kehilangan bau;
untuk ≥12 minggu; dengan validasi melalui telepon atau wawancara.
Pertanyaan tentang gejala alergi (yaitu bersin, berair rhinorrhea, hidung gatal, dan mata berair
gatal) harus dimasukkan.7
Rhinosinusitis kronis anak
Rhinosinusitis kronis (dengan atau tanpa polip hidung) pada anak-anak didefinisikan sebagai:
adanya dua atau lebih gejala salah satunya harus berupa sumbatan hidung / obstruksi / kongesti atau
cairan hidung (nasal anterior / posterior):
- ± nyeri / tekanan wajah;
- ± batuk;
untuk ≥12 minggu; dengan validasi melalui telepon atau wawancara. 7
Manifestasi Klinik
a. Sinusitis maksila akut

7
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang
terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alveolus hingga terasa digigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa
bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun
tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.
Gejalanya demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama
1,7
sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.

b. Sinusitis etmoid akut


Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang
nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis dan
sumbatan hidung. Ingus kentaldi hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. 7
c. Sinusitis frontal akut
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi diatas alis mata, biasanya
pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Demam,sakit kepala yang hebat terkadang sering
pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. 7
d. Sinusitis sphenoid akut
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital,di belakang bola mata
dan di terkadang sampai ke daerah daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi
bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus
lainnya. Gejalanya nyeri di bola mata,sakit kepala, ingus di nasofarin. 7
e. Sinusitis Kronis
Secara keseluruhan, gejala sinusitis kronis dapat dibagi menjadi :
 Gejala lokal
Gejala lokal yang sering ditemukan adalah hidung tersumbat, hidung berair, nyeri / rasa
penuh pada wajah, nyeri kepala, gangguan penciuman hingga anosmia. Selain itu juga
akan ditemukan pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau, serta
sering terdapat ingus di tenggorok (Posterior Nasal Drip).
 Gejala regional
Gejala regional meliputi nyeri tenggorok, disfonia, batuk, halitosis, bronkospasm, rasa
penuh / nyeri pada telinga dan nyeri gigi.
 Gejala sistemik
Gejala sistemik berupa kelelahan, demam, bahkan anoreksia 1,7

8
Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis adalah untuk 1) mempercepat penyembuhan, 2) mencegah komplikasi, dan
3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga
drenase dan ventilasi sinus – sinus pulih secara alami. 1
 Terapi Medikamentosa
o
Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):
 Lini pertama:
 Amoxycilline 3x500mg.
 Cotrimoxazole 2x1tablet.
 Erythromycine 4x500mg.
 Lini kedua:
 Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau
cephalosporine generasi II atau III oral
o
Dekogestan
 Topikal:
 Solusio Efedrin 1% tetes hidung
 Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05% semprot
hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari
 Sistemik:
 Fenil Propanolamine
 Pseudoefedrine 3x60mg
o
Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
o
Analgesik/antipiretik (bila perlu):
 Parasetamol 3x500mg
 Metampiron 3x500mg
o
Antihistamin (diberikan pada penderita alergi)
 CTM
 Loratadine
 Tindakan non invasif
o
Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut sebanyak 5-6
kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.
o
Irigasi sinus maxilla
 Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat
 Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan irigasi
melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan melalui ostium,
maka dinding antral dibawah concha inferior dibuang suatu lubang dengan antral
trokar.

9
Gambar 1: Gambar Irigasi Sinus.
 Tindakan pembedahan
o
Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa yang
patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan yang dilakukan
adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.

Gambar 2: Operasi Caldwell-Luc.

 Teknik Operasi Caldwell-Luc:


Operasi ini dilakukan dibawah anastesi umum endotracheal atau dengan blok syaraf
maksila. Jika menggunakan anastes endotracheal maka dapat diberikan injeksi lokal
vaso konstriktor yang efeknya untuk mengurangi perdarahan di daerah operasi.
Insisi dibuat pada batas gusi dibawah gingivo labial folg sisi posterior gigi C sampai M 1
dan M2. Mukosa periosteum diangkat dari fosa kanina dan dikaitkan dengan 2 retraktor.
Antrum dibuka dengan menggunakan pahat atau bor kemudian selaput mukosa sinus
diinsisi, sehingga tampak rongga sinus maksilaris. Dinding atronasal pada meatus nasi
inferior diangkat dan selaput mukosa pada sisi hidung dari dinding antro nasal dibuka,
sehingga terbentuk suatu lubang. Sinus maksilaris terbuka dan dibuat hubungan antara
rongga hldung dan sinus maksilaris melalui dinding antro nasal dibawah turbinate
nasalis inferior, untuk menjamin drainage yang tetap kedalam hidung. Insisi sub labial
dijahit dengan jahitan interupted. Teknik ini sudah tidak digunakan lagi.
o
Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
(BSEF), yang telah menjadi tindakan pembedahan utama untuk menangani sinus.
Tindakan ini hamper menggantikan semua jenis tindakan bedah sinus terdahulu karena
memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakannya lebih ringan dan tidak radikal.
Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah ostio-meatal yang menjadi
sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase menjadi lancar kembali
melalui ostium alami. Tingkat keberhasilannya mencapai 90% dengan tanpa
meninggalkan jaringan parut.8

10
Komplikasi

1. Selulitis orbita dan abses

Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau karena
penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri disekitar mata diikuti
pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola mata terbatas. Pasien mengeluh rasa
sakit yang hebat dan bila mengenai N. Optikus akan menyebabkan kebutaan. Apabila tidak
dilakukan perawatan, selulitis orbita ini akan menjadi abses.

2. Meningitis

Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau tromboflebitis yang
menyebar.

3. Abses otak

Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya gangguan ingatan,
sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.

4. Mukokel

Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid sehingga terjadi
penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus dikenal sebagai mukokel atau piokel.

5. Trombosis sinus cavemosus

Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip dengan abses
orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini berlangsung cepat dan pasien dapat
meninggal.

6. Osteomyelitis

Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris. Menghasilkan nanah
yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat juga terjadi akibat kesalahan perawatan
pada sinusitis maksilaris akut. Bila keadaan ini tidak dirawat akan menyebar keseluruh maksila,
orbita dan dinding lateral rongga hidung. 3,8
Prognosis

Prognosis sinusitis akut sangat baik, dengan sekitar 70% pasien dapat sembuh tanpa pengobatan.
Antibiotik oral dapat mengurangi gejala sinusitis.1,7
Sinusitis tidak menyebabkan mortalitas secara signifikan. Tetapi komplikasi sinusitis dapat
mengarah ke morbiditas dan, pada kasus-kasus yang sangat jarang, kepada kematian.

11
Sekitar 40% sinusitis akut dapat sembuh sendirinya tanpa antibiotic. Kesembuhan spontan
sinusitis viral adalah 98%. Pasien dengan sinusitis akut, ketika diterapi dengan antibiotic yang sesuai
biasanya akan menunjukan perbaikan yang cepat. Kemungkinan relaps setelah terapi yang berhasil adalah
kurang dari 5%.

Jika tidak ada respons dalam 48 jam atau gejala memburuk, pasien harus dievaluasi ulang.
Rhinosinusitis yang tidak di terapi atau tidak diterapi secara adekuat akan mengarah kepada komplikasi-
komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernosus, abses atau selulitis orbita, dan abses otak.

Pada pasien dengan rhinitis alergi, terapi untuk mengatasi gejala pada hidung dan tanda edema
mukosa (yang dapat mengobstruksi jalan sinus), dapat mengurangi sinusitis sekunder. Jika adenoid
terinfeksi kronis, mengangkatan dan eliminasi nidus infeksi dapaat mengurangi infeksi sinus.

Pencegahan

Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena sinusitis. Bagi
perokok lebih baik mengurangi rokok dan hindari asap rokok karena asap dapat mengiritasi saluran
hidung dan meningkatkan kemungkinan infeksi. Alergi hidung bisa memicu infeksi sinus, juga. Dengan
mengidentifikasi alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi) dan menghindarinya. Menjaga kebersihan
tangan dan lingkungan juga menghindari kontak dengan orang yang sedang terkena infeksi saluran napas
dapat menurunkan risiko terkena ISPA sehingga dapat mengurangi risiko terkena sinusitis.

Jika memiliki kemacetan dari pilek atau alergi, berikut ini dapat membantu mengurangi risiko
mengembangkan sinusitis:
 Minum banyak air. Hal ini menipis sekresi hidung dan membuat membran mukosa lembab.

Menggunakan uap untuk menenangkan bagian hidung. Tarik napas panjang sambil berdiri di
mandi air panas, atau menghirup uap dari baskom berisi air panas sambil memegang handuk di
atas kepala.

Hindari membuang ingus dengan kekuatan besar, yang dapat mendorong bakteri ke dalam sinus.

Beberapa dokter menyarankan periodik pencucian rumah hidung untuk membersihkan sekresi.
Hal ini dapat membantu mencegah, dan juga mengobati, infeksi sinus. 6,8
Kesimpulan

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut,
infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa
lesu. Hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang seringkali
turun ke tenggorok. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan .

12
Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan
inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian. Sesuai dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
dalam skenario mengalami rhinosinusitis maksila akut yang dipicu oleh rhinitis alergi yang sering dialami
pasien.

13
Daftar Pustaka

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepaladan Leher, Ed 6. Jakarta, Badan Penerbit FK UI.
2007. hal 150-3.
2. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC 2013.
3. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis, disampaikan
dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik, Sinusitis dan Demo
Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali.
4. Lund VJ. Anatomy of The Nose and ParanasalSinuses, In: Kerr AG,ed. Scott Brown’s
Otolaryngology Rhinology. 6th ed, Butterworth, London : 1997.
5. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepada & Leher Edisi
Keenam. Jakarta : Badan Penerbit FKUI 2011.
6. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee Stephen J,
Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of Disease: An
Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia, 2003.
7. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps 2012, Rhinology Official Journal of the European and International Societies. 2012.
8. Siswantoro, Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005.

14

Anda mungkin juga menyukai