Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN TERINTEGRASI


DI PUSKESMAS KAMPUNG BARU ULU

Sri Lestari
P07224319072

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN TERINTEGRASI


Asuhan kebidanan pada Ny Salasiah umur 35 tahun GIIP1001 usia kehamilan 23
Minggu 2 hari dengan anemia ringan telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing ruangan dan pembimbing institusi di PUSKESMAS KAMPUNG
BARU ULU

Balikpapan, November 2019


Mahasiswa,

Sri Lestari
NIM. P07224319072

Mengetahui,
Pembimbing Institusi Bidan Koordinator

Nursari Abdul Syukur, M.Keb Noviana Ekamukti W, Amd.Keb


NIP. 197805192002122001 NIP. 198911292011012005
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Antenatal
Care Terintegrasi. Penyusunan Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan
dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. H. Supriadi B, S.Kp., M.Kep selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur
2. Inda Corniawati, M.Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur
3. Nursari Abdul Syukur, M.Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Kalimantan Timur
4. Nursari Abdul Syukur, M.Keb selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan masukan dengan sabar kepada peneliti dalam
penyusunan laporan ini
5. Noviana Ekamukti W, Amd.Keb selaku Bidan Koordinator di Puskesmas
Kampung Baru Ulu tempat peneliti melakukan praktek lapangan yang
telah memberikan dukungan dan masukan dalam penyusunan laporan ini
6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur
7. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan baik dukungan
material dan moral
8. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan
penyusunan laporan ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. semoga Laporan Komprehensif ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Samarinda, November 2019


Penulis

Sri Lestari
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah terjadi
penurunan yaitu dari 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, turun
menjadi 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka
ini sudah mendekati sasaran RPJMN 2004-2009 yaitu 226/100.000 KH, dan
diupayakan terus untuk mencapai target pencapaian MDG 102/100.000 KH
pada tahun 2015. Penyebab langsung dari kematian ibu adalah perdarahan
(28%), hipertensi dalam kehamilan (24%), infeksi (11 %), abortus tidakaman
(5%) dan persalinan lama (5%).
Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk menjamin
bahwa setiap ibu memilik akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang
berkualitas mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan
khusus dan rujukan bila terjadi komplikasi, serta akses terhadap keluarga
berencana (Kemenkes RI, 2014).
Angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68
persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun, meskipun sangat
kecil (0,02%) dan kehamilan pada umur remaja (15-19 tahun) sebesar 1,97
persen. Apabila tidak dilakukan pengaturan kehamilan melalui program
keluarga berencana (KB) mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia
(RISKESDAS, 2013).
Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu
hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir
seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan
kehamilan (K1) dan frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa
kehamilannya adalah 83,5 persen. Adapun untuk cakupan pemeriksaan
kehamilan pertama pada trimester pertama adalah 81,6 persen dan frekuensi
ANC 1-1-2 atau K4 (minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali
pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester3) sebesar 70,4 persen.
Tenaga yang paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%)
dan tempat pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek bidan (52,5%)
(RISKESDAS, 2013).
Oleh karenanya perlu intervensi selama kehamilan Indonesia saat ini
menduduki peringkat ke-107 dari 179 negara pada tahun 2007 dalam Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index) dimana awalnya lebih
disebabkan oleh tingkat kesehatan, utamanya terhadap stimulasi otak dini
janin dan asupan gizi pada ibu hamil.
Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi adalah integrasi asuhan
antenatal dengan pelayanan program Gizi, Imunisasi, IMS-HIV-AIDS, ESK
dan Frambusia, TB dan Kusta, Malaria, Kecacingan, dan Intelegensia dengan
pendekatan yang responsif gender untuk menghilangkan missed opportunity
yang ada. Selanjutnya akan menuju pada pemenuhan hak reproduksi bagi
setiap orang khususnya ibu hamil. Untuk itu perlu adanya perbaikan standar
pelayanan asuhan antenatal yang terpadu, yang mengakomodasi kebijakan,
strategi, kegiatan dari program terkait. Dalam pelaksanaannya perlu dibentuk
tim pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi, yang dapat memfasilitasi
kemitraan antara dokter spesialis, dokter umum, bidan maupun dukun dengan
sistem rujukan yang jelas, dilengkapi fasilitas pendukung dari masing-masing
program guna mewujudkan Making Pregnancy Safer.
Data K1 dan K4 dari PUSKESMAS KAMPUNG BARU ULU pada
tahun 2018 yaitu dari sasaran ibu hamil sebanyak 917 jiwa, tercatat K1
sejumlah 768 jiwa (83,75%) dan K4 sebanyak 737 jiwa (80,37%)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah ibu mempunyai masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi
kehamilan?
2. Apakah ibu mendapat pelayanan pendidikan kesehatan dan konseling?
3. Apakah ibu telah merencanakan persalinannya?
C. Tujuan
1. Deteksi dan antisipasi dini kelainan/penyakit/gangguan yang mungkin
terjadi dalam kehamilan.
2. Pelayanan pendidikan kesehatan dan konseling yang harus ibu dapatkan
pada kehamilan yaitu nutrisi ibu, IMD dan ASI Eksklusif, perawatan tali
pusat, penggunaan alat kontrasepsi, imunisasi tetanus, pemberian tablet
Fe, pencegahan penyakit malaria dan IMS
3. Persiapan persalinan yang ibu rencanakan bertujuan agar dapat
menyikapi kemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan

D. Manfaat
1. Meningkatkan efektivitas pola kerjasama antar unit atau program yang
akan diintegrasikan dalam model pelayanan asuhan antenatal
terintegrasidi masa mendatang.
2. Meningkatkan efek sinergi dalam rangka mencapai target penurunan
angka kematian ibu dan perinatal melalui berbagai kegiatan intervensi
yang ada dalam model pelayanan asuhan antenatal terintegrasi sesuai
dengan karakteristik kebutuhan dan potensi yang tersedia di daerah atau
fasilitas kesehatan.
3. Menjadi pedoman bagi pemberi pelayanan dalam melaksanakan asuhan
antenatal terintegrasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Standar Pelayanan Asuhan

1. Antenatal Terintegrasi
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan
persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Kualitas pelayanan
antenatal yang diberikan akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu
bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas.
Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat memastikan
bahwa kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit yang
dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara adekuat sehingga ibu hamil siap untuk
menjalani persalinan normal.
Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami penyulit
atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, sesuai
standar dan terpadu untuk pelayanan antenatal yang berkualitas.
Standar Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi adalah seperangkat rekomendasi
tentang penyelenggaraan pelayanan asuhan antenatal pada fasilitas kesehatan, mulai dari
tingkat unit pelayanan antenatal dan jaringannya. Fasilitas kesehatan pada level yang lebih
tinggi juga memerlukan standar pelayanan minimal, selain standar pelayanan spesialistik
dan obstetrik.
Standar Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi ini akan dapat memberikan
pedoman bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan dan keselamatan ibu
dan bayi yang dilahirkan.

2. Tujuan
a. Deteksi dan antisipasi dini kelainan/penyakit/gangguan yang mungkin terjadi dalam
kehamilan.
b. Intervensi dan pencegahan kelainan/penyakit/gangguan yang mungkin dapat mengancam
ibu dan atau janin.
c. Standarisasi kegiatan pelayanan asuhan antenatal terintegrasi, meliputi : tujuan,
persyaratan, implementasi serta pemantauan dan penilaian
d. Mengintegrasikan asuhan antenatal rutin dengan pelayanan tambahan dalam praktik
asuhan antenatal.
3.Program-Program Yang di Integrasikan dalam Pelayanan Antenatal Terintegrasi
1. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) Standar:
Semua wanita yang melahirkan dan bayi yang dilahirkannya harus terlindung dari
Tetanus

Tujuan:

Mencegah Tetanus Maternal dan Neonatal (MNT)


Persyaratan:
• Terdapat perencanaan, strategi, kebijakan, dan pedoman nasional maupun
lokal terkait MNTE pada tempat pelayanan asuhan antenatal
Di daerah yang tergolong risiko tinggi MNT, perlu perencanaan dan strategi
implementasi dengan “pendekatan risiko tinggi”, termasuk imunisasi pada Wanita
Usia Subur (WUS).
• Tersedia Standard Operating Procedure (SOP) penilaian mutu vaksin, jadwal
imunisasi dan pemberian imunisasi
• Semua anggota tim antenatal di tempat pelayanan asuhan antenatal telah
dilatih untuk melakukan penapisan status imunisasi, memberikan imunisasi
Tetanus dan mengelola pelayanan imunisasi TT
• Di tempat pelayanan asuhan antenatal , tersedia vaksin dan logistik
(refrigerator, ADS (Auto Disable Syringe) dll) yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan imunisasi Tetanus
• tempat pelayanan asuhan antenatal yang dapat melayani imunisasi Tetanus
mudah diakses oleh ibu hamil
• Terdapat sistem monitoring dan evaluasi imunisasi Tetanus yang efektif,
termasuk register imunisasi, kartu imunisasi pribadi dan buku KIA.
• MNT dimasukkan dalam sistem surveilans nasional
• Tersedia informasi tentang sistem pelayanan rujukan dan tempat pelayanan
yang menjadi rujukan pada kasus MNT
Pelaksanaan:
Tim asuhan antenatal di tempat pelayanan asuhan antenatal, secara khusus, harus :
1) Sebelum pemberian vaksin, periksa tgl kadaluwarsa dan VVM (vial- vaccine-
monitoring)
2) Vaksin yang sebelumnya telah membeku tidak boleh diberikan.

3) Pada pelayanan antenatal, periksalah status imunisasi ibu hamil


melalui penapisan (dengan anamnesis atau memeriksa kartu),
sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Cara Penapisan Imunisasi TT pada WUS dan ibu hamil
Pemberian Kapan diberikan Lama proteksi yang
immunisasi (Selang Waktu Pemberian diharapkan
Minimal)
T1 -

T2 Minimal 4 minggu setelah T1 1-3 tahun

T3 Minimal 6 bulan setelah T2 Minimal 5 tahun

T4 Minimal setahun setelah T3 Minimal 10 tahun

T5 Minimal satu tahun setelah T4 Minimal 25 th

Usia saat vaksinasi Imunisasi Imunisasi yang dianjurkan


terakhir sebelumnya
(berdasarkan Pada kunjungan Kemudian
rekaman tertulis) ini/pada kehamilan (dengan interval
minimal
setahun)
Bayi 3 DPT 2 dosis TT/Td 1 dosis TT/Td
(minimal interval 4
mgg antara kedua
dosis)
Anak Usia Sekolah 1 DT + 2 TT/Td 3 dosis TT/Td

D. Rekam/catat dosis yang telah diberikan pada register standar


imunisasi TT, kartu imunisasi pribadi, dan buku KIA. Kartu
imunisasi pribadi dan buku KIA harus disimpan oleh yang
bersangkutan.

5. Bila teridentifikasi suatu kasus Tetanus Neonatal (TN), berikan ibu


satu dosis TT secepatnya dan rawat bayinya sesuai pedoman
nasional. Dosis selanjutnya diberikan sesuai dengan waktu
pemberian minimal.
6. Rekam/catat semua kasus MNT dan laporkan pada yang berwenang.
Semua kasus MNT yang berasal dari daerah berisiko rendah harus
diselidiki lebih lanjut.
7. Rekam/catat dan laporkan semua kasus Tetanus dari kelompok umur
lain secara terpisah.
8. Penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat
tentang perlunya dilaksanakan imunisasi Tetanus.

b. Antisipasi Defisiensi Gizi Dalam Kehamilan (ANDIKA)


Standar:
Semua ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling gizi pada
setiap kunjungan antenatal.
Tujuan:
Mencegah dan menangani masalah gangguan gizi selama masa
kehamilan agar menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan bayi
yang optimal, serta ibu yang sehat
Persyaratan:
1) Terdapat perencanaan, strategi dan kebijakan nasional maupun lokal
dalam penanganan masalah gizi pada ibu hamil.
2) Ketersediaan pedoman tentang penanggulangan masalah gizi (KEK,
Anemia, KVA) dan konseling, alat peraga penyuluhan/konseling
gizi (seperti food-model, kit konseling menyusui), pemeriksaan
laboratorium (Hb), pita LILA, suplementasi tablet besi.
3) Ketersediaan pemberi pelayanan gizi yang berkompeten
4) Ketersediaan informasi tentang sistem dan tempat rujukan
pelayanan gizi oleh ahli gizi (tenaga gizi)
Pelaksanaan:
1) Semua ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling gizi, termasuk
konseling menyusui
2) Semua ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet
perhari selama hamil sampai dengan masa nifas (minimal untuk 90
hari), termasuk konsumsi tablet besi mandiri. Pemberian dilakukan
pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya
(K1).
3) Semua ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada
kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil dengan KEK dirujuk ke
fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).
4) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama

lokal tentang pedoman pencegahan dan pengelolaan IMS/ISR


tersedia
1) Semua ibu hamil dengan anemia dan KEK berat dirujuk ke
pelayanan kesehatan rujukan.

b. Pencegahan Dan Pengobatan IMS / ISK Dalam Kehamilan (


PIDK )
Standar :
Semua ibu hamil pada setiap kunjungan antenatal mendapatkan
informasi dan penapisan Infeksi Menular Seksual ( IMS ) / Infeksi
Saluran Reproduksi ( ISR ), serta diberikan pengobatan dan rujukan
yang tepat dan efektif bagi ibu hamil dan pasangannnya.
Tujuan :
Menurunkan morbiditas, mortalitas maternal dan infertilitas yang
disebabkan oleh IMS dan ISR, serta menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada bayi / anak.
Persyaratan :
1) Terdapat perencanaan, strategi dan Kebijakan nasional maupun local
tentang pedoman pencegahan dan pengelolaan IMS / ISR tersedia.

2) Tersedia pemberi pelayanan asuhan antenatal yang kompeten untuk


memberikan informasi tentang IMS dan ISR, serta mampu
mendiagnosis dan mengobati infeksi tersebut.
3) Seluruh perlengkapan, supplai dan obat-obatan yang dibutuhkan
guna mendiagnosis, mengelola serta (konseling) tentang IMS/ISR
tersedia di semua tempat pelayanan asuhan antenatal .
4) Pelayanan kesehatan IMS/ISR haruslah terjangkau (accessible and
affordable) bagi semua ibu hamil dan pasangannya.
5) Terdapat mekanisme pencatatan hasil pemeriksaan dan pengobatan
IMS/ISR.
6) Tersedia informasi tentang sistem dan tempat rujukan kasus
IMS/ISR
Pelaksanaan:
Tim Asuhan Antenatal Terintegrasi haruslah :
1) Semua ibu hamil yang datang memeriksakan diri selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus diberikan informasi yang tepat
mengenai identifikasi dan pengendalian IMS/ISR.
2) Dengan cara simpatik menanyakan kepada semua ibu hamil pada
setiap kunjungan, menjelang persalinan dan kunjungan pasca
persalinan, adanya keluhan yang mengindikasikan adanya suatu
IMS/ISR.
3) Bilamana ibu mempunyai keluhan yang menandakan IMS/ISR
(misalnya adanya duh tubuh vagina abnormal, ulkus, nyeri perut
bagian bawah, dll) periksalah untuk menemukan gejala dan tanda
ISR, termasuk pemeriksaan vagina dengan menggunakan spekulum.
4) Berikan pengobatan bagi ibu, pasangannya, dan bayinya sesuai hasil
temuan kasus IMS/ISR, hasil tes sifilis on site dan pemeriksaan bayi,
dan rujuklah bila fasilitas yang dibutuhkan tidak tersedia di tingkat
pelayanan asuhan antenatal.
5) Diskusikan dengan ibu pentingnya pengobatan itu baginya, bagi
pasangannya, dan bayi mereka, jelaskan konsekuensi yang timbul
bila tidak segera mendapat pengobatan, dan pentingnya penggunaan
kondom selama pengobatan.
6) Berikan informasi tentang pencegahan primer IMS, penggunaan
kondom, gejala dan tanda IMS, konsekuensi bagi ibu dan bayinya
bila tidak mendapat pengobatan, saran untuk pencegahan terhadap
HIV serta saran untuk melakukan VCT.
7) Menyiapkan perawatan lanjutan atau rujukan bagi ibu, bayi dan
pasangannya, bila timbul komplikasi atau kegagalan pengobatan.
8) Rekam diagnosis dan pengobatan yang diberikan dalam buku kohort
atau buku KIA ibu.
9) Pelaksanaan kegiatan pendidikan/ penyuluhan kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan dan
pengelolaan IMS dan ISR.

d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) Dan Frambusia


Standar:
Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal harus
mendapatkan layanan penapisan sifilis dan atau penapisan frambusia
serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu
hamil dan pasangannya.
Tujuan:
Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi akibat sifilis
dan frambusia
Persyaratan:
1) Tersedia perencanaan, strategi, kebijakan dan pedoman nasional dan
lokal tentang pencegahan, penapisan dan pengelolaan ibu hamil
dengan sifilis dan atau frambusia.
2) Tersedia informasi tentang manfaat penapisan sifilis dan risiko
sifilis jika tidak diobati pada ibu hamil.
3) Tersedia fasilitas untuk penapisan sifilis, atau fasilitas untuk
pengambilan dan pengiriman specimen untuk penapisan sifilis pada
tempat pelayanan asuhan antenatal dengan fasilitas terbatas.
4) Semua wanita hamil mempunyai akses untuk melakukan/dilakukan
penapisan terhadap sifilis.
5) Tersedia tenaga pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten
didalam pencegahan sifilis, penapisan selama kehamilan, tindakan
pada wanita yang positif sifilis dengan pasangannya, perlindungan
dan perawatan pada bayi baru lahir, konseling pencegahan sifilis,
dan bagaimana mencegah reinfeksi selama kehamilan dengan
mempromosikan kondom.
6) Tersedianya metode dan logistik penapisan dengan RPR, VDRL,
atau Rapid Test di pelayanan antenatal.
7) Logistik untuk tes tersedia baik di tempat pelayanan asuhan
antenatal maupun di tingkat laboratorium.
8) Pusat laboratorium dan fasilitas kesehatan menjamin kualitas uji
laboratorium
9) Benzatine Penicilin tersedia di tempat pelayanan asuhan antenatal ,
pelayanan maternal dan klinik pasca persalinan.
10) Tersedia sistem monitoring layanan sifilis yang efektif
11) Tersedia materi pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran individu, keluarga dan komunitas tentang pentingnya
mendatangi klinik antenatal lebih awal untuk pencegahan sifilis dan
perawatannya.
12) Tersedianya buku saku atau leaflet yang berisi foto klinis penderita
frambusia.
13) Tersedianya informasi tentang sistem rujukan dan tempat pelayanan
yang menjadi rujukan kasus sifilis dan atau frambusia.

Pelaksanaan:
1) Penapisan semua ibu hamil dengan sifilis on site dengan metode uji
cepat (rapid test) pada kunjungan antenatal yang pertama.
penapisan harus dikerjakan sedini mungkin (lebih baik sebelum 16
minggu dari kehamilan) untuk mencegah infeksi kongenital. Pada
kunjungan ulang, ibu yang dengan beberapa alasan tidak dapat
menunjukkan hasil tes sifilis harus di tes kembali.
2) Apabila hasil rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan dan
diberi informasi tentang perlunya pemeriksaan terhadap infeksi
HIV. Satu minggu kemudian pasien dirujuk untuk pemantauan dan
penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil rapid test pertama
negatif, maka akan dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester
ketiga.
3) Review hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat persalinan. Jika
ibu belum dites pada saat kehamilan, tes sifilis seharusnya
ditawarkan setelah persalinan.
4) Semua ibu hamil yang seropositif diberikan Benzathine
benzylpenicilin, dosis 2,4 juta unit intramuskuler sebagai dosis
tunggal, kecuali alergi penicilin. Pada kasus alergi penisilin, ibu
hamil harus dirujuk pada pelayanan lebih tinggi.
5) Pada ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa pasangannya juga
harus di tes dan diberi tindakan dengan regimen yang sama, segera
setelah kelahiran.
6) Semua ibu hamil dengan dengan riwayat kehamilan yang buruk,
seperti abortus, lahir mati, bayi terinfeksi sifilis harus di tes dan
diberikan perawatan yang sesuai.
7) Semua ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat terpapar
dengan orang yang terkena sifilis harus mendapatkan perawatan.
8) Semua ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan untuk
IMS lainnya serta konseling dan perawatan yang sesuai.
9) Semua ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk konseling
VCT .
10) Buat perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran.
11) Rekam hasil tes dan perawatan di buku KIA.
12) Lakukan pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari
kemungkinan adanya frambusia pada semua ibu hamil di daerah
endemis (dan pada daerah non-endemis jika hasil tes serologis sifilis
positif)
13) Dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran
individu, keluarga dan komunitas tentang pentingnya mendatangi
klinik antenatal lebih awal untuk pencegahan sifilis dan
perawatannya.

HIV dengan datang ke klinik VCT terdekat, pengelolaan umum ibu


hamil dengan HIV , pengawasan efek samping obat ARV,
kerahasiaan status HIV pasien, kemampuan melakukan rujukan
(khususnya ibu hamil diduga/dengan HIV +), memberikan
dukungan ibu hamil dengan hasil tes HIV + dan mampu melakukan
pencatatan dan pelaporan.

e. Pencegahan Penularan Hiv Dari Ibu Ke Bayi (PMTCT)


Standar:
Semua ibu hamil mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS, akses
untuk mendapatkan layanan VCT (Voluntery Counseling and Test),
profilaksis ART, dan layanan rujukan.
Tujuan:
Mencegah penularan HIV dari ibu dengan HIV ke bayi dan mengurangi
dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi.
Persyaratan:
1) Tersedia kebijakan nasional maupun lokal tentang HIV-AIDS dan
PMTCT, termasuk buku pedoman (manual) pelayanan HIV pada
ibu hamil.
2) Adanya kebijakan dan dukungan dari pemerintah daerah dan
institusi pelayanan kesehatan untuk mendukung dan memberikan
pelayanan HIV pada ibu hamil.
3) Terdapat pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten serta
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk memberikan
dorongan pada ibu hamil dan suaminya untuk mengetahui status
4) Semua ibu hamil dengan faktor risiko HIV mempunyai akses untuk
mendapatkan layanan VCT
5) Adanya informasi fasilitas klinik VCT dan Rumah sakit rujukan
HIV terdekat dari tempat pelayanan asuhan antenatal .
6) Terdapat informasi tentang sistem dan tempat rujukan ibu hamil
dengan HIV
Pelaksanaan:
1) Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko HIV,
cara pemeriksaan/tes HIV, risiko penularan ke bayi pada ibu hamil
dengan HIV.
2) Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi dan atau pada populasi
berperilaku risiko tinggi dilakukan full-coverage untuk VCT.
3) Pada kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan
melakukan penapisan/penapisan tanda dan gejala HIV serta
penapisan/penapisan apakah ibu hamil termasuk dalam kelompok
berisiko tinggi HIV. Jika ya maka dorong dan beri dukungan agar
ibu hamil dan juga suaminya mau melakukan konsultasi dan tes
HIV di klinik VCT terdekat, melakukan aktivitas seksual yang sehat
(termasuk penggunaan kondom) dan konsultasikan ke klinik TBC
jika ditemukan batuk lama yang tidak sembuh.
4) VCT dilakukan dengan prinsip 3C; Counselling, Confidential dan
Consent
5) Ibu hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap negatif
dan melakukan aktivitas seksual yang sehat.
6) Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk
menurunkan risiko penularan ke bayi dan mempunyai akses untuk
profilaksis ART, pilihan persalinan (melalui konseling) dan PASI
(Pengganti Air Susu Ibu) (melalui penyuluhan atau konseling).
7) Ibu hamil dengan status HIV +, diberikan profilaksis ARV (untuk
mencegah penularan dari ibu ke bayi) dan kemudian dilakukan
pemeriksaan CD4 nya untuk menentukan indikasi pemberian ARV.
8) Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk menentukan
cara persalinan (melalui konseling) apakah memilih melahirkan
melalui partus normal atau SC dan berharap ibu dengan HIV tidak
memberikan ASI kepada bayinya.
9) Ibu dengan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV dengan
indikasi (karena pemberian ART adalah untuk seumur hidup).
10) Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV , mendapatkan profilaksis
ARV dan dilakukan pemeriksaan status HIV nya pada umur 18
bulan.

f. Pencegahan Malaria Dalam Kehamilan


Standar:
Semua ibu hamil di daerah endemis malaria mendapatkan penapisan
malaria, kelambu berinsektisida (LLIN/Long Lasting Insecticide Nets
(Kelambu berinsektisida tahan lama)) pada kunjungan antenatal
pertamakali, dan bila hasil pemeriksaan positif untuk malaria, maka ibu
hamil diberi pengobatan sesuai usia kehamilan.
Tujuan:
Menurunkan insidens penyakit malaria dan berbagai
komplikasi/dampak negatif terhadap ibu hamil yang disebabkan oleh
penyakit malaria

Persyaratan:
1) Tersedia pedoman teknis dan kebijakan nasional maupun lokal
dalam pencegahan, penegakan diagnosis dan pengobatan penyakit
malaria
2) Tersedianya pemberi pelayanan di unit pelayanan antenatal yang
sudah terlatih dan kompeten dalam pengelolaan kasus malaria
selama kehamilan antara lain: penegakan diagnosa baik secara
mikroskopis maupun RDT, pemberian obat untuk kasus positif
malaria, dan penyuluhan untuk penggunaan kelambu berinsektisida
3) Ibu hamil mau dan mampu mengakses ke tempat pelayanan asuhan
antenatal .
4) Ada jaminan ketersediaan mikroskop atau RDT, obat dan kelambu
5) Penyuluhan dan pendidikan untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat tentang bahaya malaria bagi ibu hamil telah
dilaksanakan secara efektif.
6) Adanya informasi sistem dan tempat rujukan untuk kasus malaria.

Pelaksanaan:
Tim antenatal di daerah endemis harus mampu:
1) Melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik atau
RDT pada kunjungan pertama ibu hamil ataupun kunjungan
berikutnya bila disertai dengan keluhan demam. Apabila serologis
positif dilakukan pengobatan berdasarkan umur kehamilan.
Trimester I : Kina (dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan 3 kali sehari
selama 7 hari)
Trimester II, III : ACT (Artemisinin Combination Therapy)
(Artesunat 10 mg/kgBB, Amodiakuin 10mg/kgBB selama 3 hari )
2) Setiap ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap
kunjungan pertama, atau kunjungan berikutnya apabila belum
mendapatkan kelambu pada kunjungan pertama/sebelumnya.
3) Dilakukan pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar semua
ibu hamil bersedia tidur memakai kelambu sesegera mungkin selama
umur kehamilan mereka bahkan dilanjutkan setelah pasca persalinan.
Tim Antenatal di daerah non-endemis harus mampu :
 Mewaspadai jika dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala anemis
dan/atau demam jika sebelumnya mempunyai riwayat pernah
menderita dan/atau berkunjung di daerah endemis malaria.
Selanjutnya diberikan pengobatan sesuai dengan standar teknis
pengobatan malaria yang berlaku secara nasional.
 Sebagai bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan nasehat
agar semua ibu hamil lebih waspada apabila akan tinggal atau
berpergian ke wilayah endemis malaria dan dapat melakukan
tindakan pencegahan terhadap gigitan nyamuk misal dengan
memakai pakaian tertutup, lotion anti nyamuk , dll
 Dibuatkan catatan riwayat pengobatan malaria secara lengkap di
kartu antenatal dari semua ibu hamil.

g. Penatalaksanaan TB Dalam Kehamilan (TB-ANC) Dan Kusta


Standar:
Semua wanita yang dijumpai pada periode kehamilan harus diberikan
informasi yang tepat mengenai pencegahan dan pengenalan penyakit
TB Paru dan Kusta. Mereka harus diperiksa gejala dan tanda TB Paru
dan Kusta, dan bila perlu diberikan pengobatan yang tepat dan efektif
bagi mereka
Tujuan:
Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB Paru
dan Kusta dengan cara memutuskan rantai penularan, kekambuhan dan
Multi Drug Resistant (MDR) (khusus pada TB Paru) dapat dicegah
sehingga penyakit TB Paru dan Kusta tidak lagi merupakan masalah
kesehatan bagi ibu hamil di Indonesia.

Persyaratan:
1) Adanya suatu kebijakan nasional dan adaptasi lokal pedoman
pencegahan dan pengelolaan TB Paru dan Kusta pada semua ibu
hamil
2) Tersedia pemberi pelayanan asuhan antenatal yang kompeten dalam
mengenali dan memberikan informasi kepada para ibu tentang
gejala, tanda dan pencegahan TB Paru dan Kusta
3) Terdapat tenaga wasor Kusta Kabupaten, minimal 2 orang per
kabupaten, dibantu dengan dokter/petugas Kusta terlatih di
Puskesmas.
4) Seluruh perlengkapan, supplai dan pengobatan yang diperlukan
untuk penatalaksanaan, konseling dan pencegahan TB Paru dan
Kusta tersedia di berbagai level tempat pelayanan asuhan antenatal .
5) Jasa pelayanan kesehatan untuk TB Paru dan Kusta mudah didapat
dan terjangkau bagi ibu hamil
6) Terdapat mekanisme untuk merekam hasil pemeriksaan dan
pengobatan TB paru
7) Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan untuk meninggikan
kesadaran masyarakat tentang pencegahan dan penatalaksanaan TB
Paru dan Kusta pada kelompok ibu hamil

Pelaksanaan:
1) Paradigma Sehat.
a) Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini
mungkin, serta meningkatkan cakupan program.
b) Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup
sehat.
c) Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi
tertentu.

2) Srategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), sesuai


rekomendasi WHO, terdiri dari 5 komponen yaitu :
a) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dana.
b) Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis yang
terjamin mutunya
c) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB
dengan tatalaksanan kasus yang tepat, termasuk pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
d) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
e) Sistim Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.
3) Prinsip pengobatan bagi ibu hamil yang menderita TB paru adalah
tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya :
a) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 (6 bulan):
(1) Phase Intensif 2 bulan setiap hari
(2) Phase Lanjutan 4 bulan 3 kali seminggu
(3) Kategori 1 untuk pasien baru BTA (+), pasien baru BTA (-)
dengan Rontgen (+)
b) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 (8 bulan):
(1) Phase Intensif 3 bulan setiap hari
(2) Phase Lanjutan 5 bulan 3 kali seminggu
(3) Kategori 2 untuk pasien kambuh, pengobatan setelah putus
berobat (default), gagal (failure)
4) Hampir semua OAT aman untuk kehamilan kecuali streptomisin
5) Ibu hamil dapat diberikan pengobatan TB kecuali streptomisin.
Sebaiknya bila ibu hamil memerlukan pengobatan kategori 2
maka pengobatan sebaiknya ditunda setelah melahirkan. Apabila
pengobatan tidak bisa ditunda maka sebaiknya dirujuk untuk
pengobatannya.
6) Prinsip pengobatan ibu hamil yang menderita kusta tidak berbeda
dengan penderita kusta lainnya:
a) Multi Drug Treatment (MDT) untuk Pauci Basiler (PB) : Obat
diberikan selama 6-9 bulan, terdiri dari:
o Dapson setiap hari
o Rifamipisin (1x/bulan)
b) MDT Multi Basiler (MB) : Obat diberikan selama 12-18 bulan
terdiri dari:
Rifamipisin (1x/bulan)
o Dapson setiap hari
o Klofazimin setiap hari
c) Reaksi Kusta
Reaksi kusta merupakan fase akut pada perjalanan penyakit kusta
yang kronis. Sebelum, selama, dan sesudah penyakit kusta, reaksi
dapat terjadi. Jika terjadi reaksi pada ibu hamil yang menderita
kusta, pasien harus dirujuk
d) Semua MDT aman untuk ibu hamil
7) Bidan di desa membantu penemuan kasus TB dan Kusta pada bumil
melalui pengiriman dahak ke Unit pelayanan ANTENATAL pada
TB, dan melaporkan tersangka/kasus Kusta pada petugas/wasor
kusta di Puskesmas/Kabupaten.
8) Pengembangan program dilaksanakan secara bertahap keseluruh
UPK.
9) Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan
advokasi, diseminasi informasi dengan memperhatikan peran
masing-masing.
10) Kabupaten/Kota sebagai titik berat manajemen program meliputi :
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi serta
mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
11) Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan
melibatkan semua unsur terkait.
12) Memperhatikan komitmen internasional.
13) Pada setiap ibu hamil harus dilakukan inspeksi kulit untuk mencari
tanda/gejala kusta, dilakukan minimal sekali selama kehamilan. Bila
ditemukan kelainan kulit/bercak disertai gangguan saraf berupa mati
rasa/baal, nyeri saraf, tangan/kaki bengkok, kaki semper atau mata
tidak dapat menutup, rujuk ke layanan yang lebih tinggi
(petugas/wasor kusta atau dokter terlatih).
14) Tersedia informasi sistem rujukan dan tempat rujukan kasus TB Paru
atau Kusta
h. Pencegahan Kecacingan Dalam Kehamilan (PKDK)
Standar:
Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan akibat yang
ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi yang dilahirkan. Bila
dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain, perlu adanya
penapisan khusus tentang kecacingan.
Tujuan:
Mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia) pada
ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan
Persyaratan:
1) Adanya kebijakan dan strategi nasional pencegahan kecacingan pada
wanita hamil dan diimplementasikan dengan baik.
2) Ketersediaan pemberi pelayanan antenatal yang kompeten untuk
memberikan penyuluhan/informasi tentang pencegahan, akibat dan
pengendalian kecacingan dalam kehamilan
3) Terdapat fasilitas yang dibutuhkan untuk penapisan dan intervensi
anemia dan kecacingan pada ibu hamil
4) Terdapat informasi tentang sistim rujukan dan tempat yang menjadi
rujukan pelayanan kecacingan dalam kehamilan

i. Manajemen Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi


Standar:
Ibu hamil melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali dengan
mendapatkan pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi sesuai sesuai
dengan karakteristik, kebutuhan dan kemampuan lokal
Tujuan:
Membantu ibu hamil agar dapat tetap sehat selama kehamilan dan dapat
mempersiapkan persalinan dengan optimal sehingga didapatkan
keluaran ibu dan bayi yang sehat. Menurunkan morbiditas dan
mortalitas maternal neonatal yang diakibatkan masalah kesehatan
terkait kehamilan.
Persyaratan:
1) Cakupan pelayanan Asuhan Antenatal Dasar (K1dan K4) telah
memenuhi target cakupan
2) Merupakan wilayah yang berpotensi endemis atau berisiko tinggi
terjadinya masalah kesehatan terkait kehamilan
3) Tersedia perencanaan, strategi, pedoman, dan kebijakan nasional
maupun lokal terkait program pelayanan Asuhan Antenatal
Terintegrasi yang akan dijalankan
4) Tersedia fasilitas pendukung layanan Asuhan Antenatal Terintegrasi
sesuai dengan program yang akan dijalankan
5) Ibu hamil mau dan mampu mengakses tempat pelayanan asuhan
antenatal
6) Tenaga asuhan antental telah mendapatkan pelatihan dan
berkompeten menyelenggarakan layanan Asuhan Antenatal
Terintegrasi sesuai dengan program yang akan dijalankan
7) Tersedia informasi sistem dan tempat rujukan untuk masing-masing
kasus dalam program Asuhan Antenatal Terintegrasi yang akan
dijalankan
8) Tersedia pedoman tentang standar pencegahan infeksi pada fasilitas
asuhan antenatal
9) Persyaratan khusus mengacu pada masing-masing program Asuhan
Antenatal Terintegrasi yang akan dijalankan
10) Tersedia catatan medik dan buku register yang disimpan di tempat
pelayanan asuhan antenatal dan buku pemeriksaan kehamilan (buku
KIA) yang dibawa oleh ibu hamil.
11) Sistem pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi mampu mendorong
terciptanya komunikasi 2 arah antara petugas dengan ibu hamil dan
suami, serta keduanya mampu merencanakan/menentukan
rujukan dan tempat rujukan jika menghadapi komplikasi/
kegawatan kehamilan dan persalinan (Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi/ P4K).
Pelaksanaan:
1) Setiap ibu hamil melakukan minimal 4 kali kunjungan ke fasilitas
asuhan antenatal dengan jadwal yang dianjurkan sesuai pedoman
nasional
2) Dalam 4 kali kunjungan, minimal disertai/diantar oleh suami 1 kali
kunjungan.
3) Pada setiap kunjungan ibu hamil minimal mendapatkan pelayanan
”7T” sebagai berikut; Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur
Tekanan darah, ukur Tinggi fundus uteri, penapisan status imunisasi
Tetanus Toxoid (TT) dan pemberian bila perlu, pemberian Tablet zat
besi minimal 90 tablet selama kehamilan, Tes laboratorium sesuai
indikasi (Hb, IMS/ISR, Sifilis, HIV/AIDS, TB, Malaria), Temu
wicara/konseling meliputi perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi (terkait dengan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi/P4K), perencanaan KB pasca persalinan, gizi,
dan asuhan bayi baru lahir.
4) Pada setiap kunjungan, semua pemeriksaan dan tindakan yang diberikan
harus memenuhi standar pencegahan infeksi (universal precautions)
5) Pada setiap kunjungan diinformasikan tentang pengawasan kehamilan
yang dapat dilakukan oleh ibu hamil dan tanda kegawatan dimana ibu
hamil harus segera datang untuk memeriksakan diri.
6) Apabila ditemukan ketidak normalan pada kunjungan antenatal,
petugas menyampaikan rencana tindak lanjut, kemungkinan untuk
melakukan rujukan (pemeriksaan penunjang; laboratorium atau
7) Pada kunjungan terakhir diinformasikan tentang tanda-tanda
persalinan dan saran untuk datang tidak lebih dari 2 minggu sebelum
waktu tanggal taksiran persalinan.
8) Pelaksanaan disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan tiap program
dalam Asuhan Antenatal Terintegrasi

B. Konsep Dasar Teori Anemia Ringan dalam Kehamilan


a. Pengertian Anemia Ringan dalam kehamilan
Menurut Manuaba (2007), anemia ringan adalah dimana
kadar hemoglobin berkisar antara 9-10 gr%.Anemia ringan menurut
Shafa (2010) kadar hemoglobinnya berkisar antara 9-10.9 gr%
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin
dalam darah dibawah batas normal. Di Indonesia, kasus anemia
umumnya terjadi karena kekurangan zat besi dalam darah
(Saifuddin, 2006).
b. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang
memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan
Fe saat hamil dan menyusui (kebutuhan fisiologis), dan kehilangan
banyak darah saat menstruasi (Manuaba, 2007).
Anemia lebih sering ditemukan dalam kehamilan
karena keperluan akan zat-zat makanan makin bertambah dan terjadi

pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang.


Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim
disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-
sel darah kurang dibandingkan dengan plasma, sehingga terjadi
pengenceran darah (hemodilusi). Pertambahan tersebut berbanding
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi ibu yaitu dapat
meringankan beban kerja jantung yang harus bekerja lebih berat
dalam masa hamil, yang disebabkan oleh peningkatan cardiac
output akibat hipervolemia. Kerja jantung lebih ringan apabila
viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga
tekanan darah tidak naik. Kedua, pada perdarahan waktu persalinan,
banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan
dengan apabila darah itu tetap kental. Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu
dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36
minggu. (Wiknjosastro, 2006).
c. Macam-macam anemia
Menurut Prawirohardjo (2009), ada beberapa macam jenis
anemia yang dapat terjadi, yaitu :
1) Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang paling sering
dijumpai yang disebabkan karena kekurangan unsur zat besi
dalam makanan, karena gangguan absorpsi, kehilangan zat besi
yang keluar dari badan yang menyebabkan perdarahan.
2) Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12 (kobalamin).
3) Anemia Aplastik adalah anemia aplastik pada kehamilan
biasanyaterjadi eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada
sebelumnya oleh kehmilan dan hanya membaik setelah terminsi
kehamilan.
4) Anemia Penyakit Sel Sabit adalah anemia penyakit sel sabit
(sickle cell anemia) biasanya disertai dengan peningkatan
insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan
antepartum, prematuritas, dan kematian janin.
d. Klasifikasi Anemia Pada Kehamilan

Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin kurang


dari 11,0 gr%. Menurut Manuaba (2010), Anemia pada ibu hamil di
Indonesia sangat bervariasi, yaitu:
1) Tidak anemia : Hb >11 gr%
2) Anemia ringan : Hb 9-10 gr%
3) Anemia sedang : Hb 7-8 gr%
4) Anemia berat : Hb < 7 gr%

e. Tanda dan Gejala Anemia


Suplai oksigen ke jaringan tubuh menyebabkan kadar
hemoglobin dalam darah menjadi berkurang atau menurun sehingga
menimbulkan gejala anemia secara umum, sebagai berikut keletihan
mengantuk, kelemahan, sakit kepala, malaise, pica, nafsu makan
kurang (perubahan dalam kesukan makanan), perubahan mood,
perubahan kebiasan tidur (Varney, 2006).
Pada pemerikasaan tanda-tanda anemia dapat meliputi pucat,
ikterus, hipotensi ortostatik, edema perifer, membran mukosa dan
bantalan kuku pucat, lidah halus (papilla tidak menonjol), lidah
mengalami lecet, splenomegali, takikardia atau aliran murmur,
takipnea, serta dispnea saat beraktivitas (Varney, 2006).

f. Pengaruh Anemia pada Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Janin


Anemia sangat berpengaruh terhadap kehamilan, persalinan,
nifas, dan janin. Menurut Manuaba (2009), pengaruh anemia
tersebut, yaitu :
1) Bahaya anemia dalam kehamilan seperti : Resiko terjadi abortus,
Persalinan permaturus, Hambatan tumbuh kembang janin dalam
Rahim, Mudah menjadi infeksi, Ancaman dekompensasi kordis
(Hb <6 gr %), Mengancam jiwa dan kehidupan ibu, Mola
hidatidosa, Hiperemesis gravidarum, Perdarahan anterpartum,
Ketuban pecah dini (KPD).
2) Bahaya Anemia Dalam Persalinan seperti : Gangguan kekuatan
his, Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus
terlantar, Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan. Kala tiga
dapat diikuti retensio placenta dan perdarahan post partum
karena atonia uteri. Kala empat dapat terjadi perdarahan post
partum sekunder dan atonia uteri.
3) Bahaya Anemia Dalam Masa Nifas seperti : Perdarahan post
partum karena Atonia uteri dan Involusio uteri memudahkan
infeksi puerperium, Pengeluaran ASI berkurang, Terjadi
dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, Mudah
terjadi infeksi mammae, Bahaya anemia terhadap janin.
4) Bahaya Anemia Pada Janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai
keutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga menggangu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat
anemia dapat terjadi gangguan dan bentuk : Abortus, Terjadi
kematian intra uteri, Persalinan prematuritas tinggi, Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR), Kelahiran dengan anemia, Dapat terjadi
cacat bawaan, Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian
perinatal, Intelengensi rendah, oleh karena kekurangan oksigen
dan nutrisi yang menghambat pertumbuhan janin.

g. Pencegahan Dan Penanganan Anemia


Pencegahan Anemia Untuk menghindari terjadinya anemia
sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil
sehingga dapat diketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam
pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk
pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksi parasit
(Manuaba, 2009).
Penanganan pada Anemia sebagai berikut :
a) Memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi ibu hamil.
Menganjurkan ibu untuk makan makanan dengan menu
seimbang untuk pertumbuhan janin dan penambahan berat
badan ibu.
b) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup agar tidak mudah

janin.lelah,
Padayakni dengan polawanita
saat melahirkan, istirahat 2 jam padatambahan
memerlukan siang harizatdan 8
besi
jam mg
300-350 padauntuk
malam hari. Ibu sebaiknya
mengimbangi tidakyang
jumlah darah melakukan banyak
hilang. Sampai
saat pekerjaan danwanita
melahirkan, menghindari mengangkat
hamil butuh zat besibeban yang
sekitar 40 berat.
mg per hari
c)
atau Memberikan terapi sederhana
2x lipat kebutuhan yaitu sulfa
pada saat tidak hamil.ferous
Faktor2x1 dan vitamin
resiko anemia
padaBibu
com 1x1.
hamil Obat sebaiknya
lainnya, yaitu : diminum dengan air putih, bukan
dengan susu, teh atau kopi.
d) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang (Betty
dkk, 2014)

h. Faktor yang Berhubungan dengan Anemia


Besarnya angka kejadian anemia pada trimester I kehamilan
adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.
Perbedaan ini terjadi karena zat besi yang dibutuhkan pada trimester
pertama kehamilan masih sedikit karena ibu tidak mengalami
menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat.
Menginjak trimester II hingga III, volume darah dalam tubuh
wanita akan meningkat sampai 35%. Angka ini setara dengan 450
mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah . sel-sel tersebut
harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
a) Umur
Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan
sampai ibu tersebut hamil. Ada banyak hal yang menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi pada masa kehamilan
diantaranya adalah umur ibu pada saat hamil. Jika umur ibu
terlalu muda yaitu usia kurang dari 20 tahun, secara fisik dan
panggul belum berkembang optimal sehingga dapat
mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada masa
kehamilan, dimana pada usia kurang dari 20 tahun ibu takut
terjadi perubahan pada postur tubuhnya atau takut gemuk. Ibu
cenderung mengurangi makan sehingga asupan gizi termasuk
asupan zat besi kurang yang berakibat bisa terjadi anemia.
Sedangkan pada usia di atas 35 tahun, kondisi kesehatan ibu
mulai menurun, fungsi rahim mulai menurun, serta
meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan sampai
persalinan (Varney, 2006).
b) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami
oleh ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas 1-3
merupakan paritas I paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal paritas I dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
(Prawirohardjo, 2009).
Setelah kehamilan yang ketiga resiko Anemia (kurang
darah) meningkat. Hal disebabkan karena pada kehamilan yang
berulang menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dan
dinding uterus yang biasanya mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke
janin (Prawirohardjo, 2009).

c) Status Gizi Ibu Hamil


Anemia merupakan salah satu masalah utama penyebab
angka kematian ibu di Indonesia dan sering terjadi pada ibu
hamil. Biasanya Anemia ditemukan pada wanita hamil yang
jarang mengkonsumsi sayuran segar, khususnya jenis daun-
daunan hijau yang mentah ataupun makanan yang kandungan
protein hewani.
Status gizi dinilai berdasarkan perhitungan Antropometri
WHO NCHS (National Center Of Health Statistic), yaitu
pengukuran dan berbagai dimensi fisik tubuh seperti berat badan
terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan
berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan dikelompokkan.
Menurut klasifikasi Departemen Kesehatan Indonesia menjadi
gizi buruk (BB/U < 60 %), gizi kurang (BB/U 60-80%) dan gizi
lebih (BB/U > 110%).
Ibu hamil memerlukan jumlah zat gizi yang relatif besar.
Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan janin di dalam
kandungan. Peningkatan kebutuhan zat gizi ini terutama berupa
vitamin B1, (Thiamin), Vitamin E2 (Riboflapin), Vitamin A, D
dan Mineral, dan Fe (Prawirohardjo, 2009).

C.Pengertian Ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan merupakann suatu perasaan yang kurang ataupun yang
tidak menyenangkan bagi kondisi fisik ataupun mental pada ibu hamil.
Kehamilan merupakan proses alamiah pada wanita yang akan menimbulkan
berbagai perubahan dan menyebabkan rasa tidak nyaman, hal ini merupakan
kondisi yang normal pada wanita hamil. Beberapa ibu biasanya mengeluh
mengenai hal-hal yang membuat kehamilanya tidak nyaman dan kadang
menyulitkan ibu (Hidayat, 2008: 120).
Ketidaknyamanan Yang Dialami Oleh Ibu Hamil Pada Trimester II
1. Pusing
Pusing merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan oleh banyak
ibu hamil. Yang menyebabkan kondisi ini bisa terjadi pada ibu hamil adalah
karena tekanan darah menurun pada masa kehamilan akibat hormon
progresteron yang melemaskan dan melebarkan dinding pembuluh darah,
sehingga membuat ibu sakit kepala. Jika ibu mengalami masalah ini, segera
beristirahat dengan berbaring menghadap ke kiri untuk memulihkan tekanan
darah. Ketika ingin bangun dari posisi duduk atau berbaring, lakukanlah
secara perlahan-lahan. Ibu juga disarankan untuk memperbanyak minum air
putih (Irianti, 2013).
2. Sering buang air kecil
Seiring bertambahnya usia kehamilan, massa uterus akan bertambah dan
ukuran uterus akan mengalami peningkatan, sehingga uterus membesar ke
arah pintu atas panggul menuju rongga abdomen. Perubahan tersebut
menyebabkan tertekannya kandung kemih yang terletak tepat di depan uterus.
Tertekannya kandung kemih oleh volume uterus yang semakin bertambah
menyebabkan kapasitas kandung kemih berkurang, akibatnya daya tampung
kandung kemih berkurang. hal tersebut memicu meningkatnya frekuensi
kencing kehamilan trimester II (Irianti, 2013).
3. Nyeri perut bagian bawah
Nyeri perut bagian bawah biasa dikeluahn 10%-30% ibu hamil pada
akhir trimester I atau ketika memasuki trimester II. Keluhan ini biasa terasa

lebih pada ibu multigavida disebabkan karena tertariknya ligamentum,


sehingga menimbulkan nyeri seperti kram ringan dan atau terasa seperti
tusukan yang akan lebih terasa akibat gerakan tiba – tiba, di bagian perut
bawah. Nyeri perut bawah disebabkan oleh semakin membesarnya uterus
sehingga keluar dari rongga panggul menuju rongga abdomen. Keadaan ini
berakibat pada tertariknya ligamen – ligamen uterus seiring dengan
pembesaran yang terjadi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dibagian perut
bawah (Irianti, 2013).
4. Konstipasi
Pada keadaan tidak hamil,kadar hormon progesteron wanita kurang dari
1ng/ml, dan akan mengalami peningkatan fase ovulasi yaitu menjadi 5-
20ng/ml. Pada saat kehamilan, kadar progesteron mengalami peningkatan,
yaitu pada trisemer II menjadi 19,5-82,5 ng/ml atau 62-262nmol/L. Hal ini
menyebabkan kerja otot-otot polos semakin melambat. Tak heran keluhan
konstipasi sering menjadi permasalahan ibu selama kehamilan. (Chernecky,
2008)
5. Flek kehitaman pada wajah
Perubahan kulit yang terjadi selama kehamilan merupakan efek dari
ketidakseimbangan hormon selama kehamilan, yang mempengaruhi
perubahan pada kulit dan dialami oleh 90% wanita selama kehamilan. Hal ini
tidak menimbulkan efek yang berkenaan dengan estetika wanita, sehingga
mempengaruhi psikologis seorang ibu. Keluhan yang sering dialami oleh
wanita hamil yaitu timbulnya strecth mark dan hiperpigmentasi pada kulit.
Sikatrik atau strecth mark – striae merupakan garis terang atau gelap
kemerahan yang biasa timbul pada bagian payudara, perut, bokong dan betis
pada waktu kehamilan. Pada multigravida, striae kemerahan tersebut sering
disertai garis – garis putih semua keperakan yang mencerminkan striae lama
(striae pada kehamilan sebelumnya). strecht mark atau striae gravidarum
diakibatkan oleh hiperdistensi yang terjadi pada jaringan kulit akibat
peningkatan ukuran maternal yang menyebabkan peregangan pada lapisan
kolagen kulit, terutama pada payudara, abdomen dan paha. Etiologi pasti
strecth mark belum diketahui, akan tetapi diduga akibat pengaruh kombinasi
hormon esterogen, adrenocorticoid, dan relaxin yang mengubah kolagen dan
elastisitas jaringan. (Hellen dkk, 2008)
6. Penambahan berat badan
Penambahan berat badan merupakan suatu hal yang menjadi bagian pada
proses kahamilan, dimana hal ini menggambarkan keadaan suatu kehamilaan
seseorang. Penambahan berat pada kehamilan harus dipantau dengan baik, hal
ini menjadi salah satu indikator kaeadaan kehamilan. Berat badan yang
mengalami penambahan secara signifikan dapat menjadi tanda terjadinya
gangguan gestasional(preeklamsia). Sedangkan ibu dengan berat badan yang
tidak mengalami peningkatan selama kehamilan dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya pertumbuhan janin terhambat akibat gangguan pada ibu.
Gangguan tersebut dapat dikarenakan penyakit yang menyertai ibu sebelum

kehamilan. (James dkk,2006).


7. Pergerakan janin
Gerakan janin normal, yaitu dengan frekuensi 4 hingga 10 gerakan
selama 2 jam. Baik dihitung pada awal pagi(perkiraan pukul 6-8 pagi), pagi
hari (antara pukul 8-12)siang hari(antara 12-18)dan malam hari termasuk
waktu tidur (pukul 20-00), dengan mengikuti ritme aktifitas janin.(Winje
dkk,2012).
Pergerakan janin merupakan salah satu tanda yang menjadi petunjuk
keadaan janin. Jika terjadi gerakan janin yang melambat atau lebih cepat,
dapat menjadi penanda bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi secara adekuat
atau janin dalam keadaan yang tidak baik. Saat ibu merasakan gerakan janin
tidak seperti seharusnya, istirahat dan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
merupakan cara awal penstabilan keadaan janin sebelum dilakukannya
pemeriksaan untuk memastika penyebab penurunan kesejahteraan janin
(Greenow dkk, 2013)

B. Konsep Dasar Teori Anemia dalam Kehamilan

a. Pengertian Anemia dalam kehamilan


Definisi anemia adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin kurang
dari 11 gr/dl pada trimester pertama dan trimester 3, dan kadar hemoglobin
< 10,5 gr/dl pada trimester 2. Nilai batas tersebut terjadi karena proses
hemodilusi terutama pada trimester ke-2 (Prawirohardjo, 2007).
Anemia atau kurang darah (KD) adalah keadaan dimana kadar
Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal ( < 12 gr%) yang
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh, kemampuan dan
konsentrasi belajar, kebugaran tubuh, bisa menghambat tumbuh kembang
dan akan membahayakan kehamilan (Kemenkes RI, 2010).
Beberapa kriteria penetapan anemia di masyarakat dibedakan
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Departemen Kesehatan RI dan
WHO menggambarkan kriteria anemia dalam tabel berikut:
b. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya
asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan
menyusui (kebutuhan fisiologis), dan kehilangan banyak darah saat
menstruasi (Manuaba, 2007).
Anemia lebih sering ditemukan dalam kehamilan karena keperluan
akan zat-zat makanan makin bertambah dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah
banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang
dibandingkan dengan plasma, sehingga terjadi pengenceran darah
(hemodilusi). Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut: plasma
30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi
dalam kehamilan dan bermanfaat bagi ibu yaitu dapat meringankan
beban kerja jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
yang disebabkan oleh peningkatan cardiac output akibat hipervolemia.
Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi
perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, pada
perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih
sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.
Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan
umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32
dan 36 minggu. (Wiknjosastro, 2006).

c. Macam-macam anemia
Menurut Prawirohardjo (2009), ada beberapa macam jenis
anemia yang dapat terjadi, yaitu :
5) Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang paling sering
dijumpai yang disebabkan karena kekurangan unsur zat besi
dalam makanan, karena gangguan absorpsi, kehilangan zat besi
yang keluar dari badan yang menyebabkan perdarahan.
6) Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12 (kobalamin).
7) Anemia Aplastik adalah anemia aplastik pada kehamilan
biasanya terjadi eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada
sebelumnya oleh kehmilan dan hanya membaik setelah terminsi
kehamilan.
8) Anemia Penyakit Sel Sabit adalah anemia penyakit sel sabit
(sickle cell anemia) biasanya disertai dengan peningkatan
insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan
antepartum, prematuritas, dan kematian janin

d. Klasifikasi Anemia Pada Kehamilan


Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin kurang
dari 11,0 gr%. Menurut WHO (2011), Anemia pada ibu hamil
berdasarkan kelompok umur, yaitu:
Tabel 1.
Klasifikasi Anemia Menurut Kelompok Umur
Anemia (g/dL)
Non Anemia
Populasi
(g/dL)
Ringan Sedang Berat

Anak 6-59 bulan 11 10.0 - 10.9 7.0 - 9.9 < 7.0


Anak 5-11 tahun 11.5 11.0 - 11.4 8.0 - 10.9 < 8.0

Anak 12-14 tahun 12 11.0 - 11.9 8.0 - 10.9 < 8.0

Perempuan tidak
12 11.0 - 11.9 8.0 - 10.9 < 8.0
hamil (≥ 15 tahun)

Ibu hamil 11 10.0 - 10.9 7.0 - 9.9 < 7.0

Laki-laki ≥ 15 tahun 13 11.0 - 12.9 8.0 - 10.9 < 8.0


(Sumber : WHO, 2011)

e. Tanda dan Gejala Anemia


Suplai oksigen ke jaringan tubuh menyebabkan kadar
hemoglobin dalam darah menjadi berkurang atau menurun sehingga
menimbulkan gejala anemia secara umum, sebagai berikut keletihan
mengantuk, kelemahan, sakit kepala, malaise, pica, nafsu makan
kurang (perubahan dalam kesukan makanan), perubahan mood,
perubahan kebiasan tidur (Varney, 2006).
Pada pemerikasaan tanda-tanda anemia dapat meliputi pucat,
ikterus, hipotensi ortostatik, edema perifer, membran mukosa dan
bantalan kuku pucat, lidah halus (papilla tidak menonjol), lidah
mengalami lecet, splenomegali, takikardia atau aliran murmur,
takipnea, serta dispnea saat beraktivitas (Varney, 2006).

f. Pengaruh Anemia pada Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Janin

Anemia sangat berpengaruh terhadap kehamilan, persalinan,


nifas, dan janin. Menurut Manuaba (2009), pengaruh anemia
tersebut, yaitu :

i. Bahaya anemia dalam kehamilan seperti : Resiko terjadi abortus,


Persalinan permaturus, Hambatan tumbuh kembang janin dalam
Rahim, Mudah menjadi infeksi, Ancaman dekompensasi kordis (Hb
<6 gr %), Mengancam jiwa dan kehidupan ibu, Mola hidatidosa,
Hiperemesis gravidarum, Perdarahan anterpartum, Ketuban pecah
dini (KPD).

ii. Bahaya Anemia Dalam Persalinan seperti : Gangguan kekuatan his,


Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar,
Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan. Kala tiga dapat diikuti
retensio placenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri.
Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia
uteri.

iii. Bahaya Anemia Dalam Masa Nifas seperti : Perdarahan post partum
karena Atonia uteri dan Involusio uteri memudahkan infeksi
puerperium, Pengeluaran ASI berkurang, Terjadi dekompensasi
kordis mendadak setelah persalinan, Mudah terjadi infeksi mammae,
Bahaya anemia terhadap janin.

iv. Bahaya Anemia Pada Janin

Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai keutuhan dari


ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme
tubuh sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dan bentuk : Abortus, Terjadi
kematian intra uteri, Persalinan prematuritas tinggi, Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), Kelahiran dengan anemia, Dapat terjadi cacat bawaan,
Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, Intelengensi
rendah, oleh karena kekurangan oksigen dan nutrisi yang menghambat
pertumbuhan janin

1. Pencegahan Dan Penanganan Anemia


Pencegahan Anemia Untuk menghindari terjadinya anemia
sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil
sehingga dapat diketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam
pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk
pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksi parasit
(Manuaba, 2009).

Penanganan pada Anemia sebagai berikut :


a) Memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi ibu hamil.
Menganjurkan ibu untuk makan makanan dengan menu seimbang
untuk pertumbuhan janin dan penambahan berat badan ibu.

b) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup agar tidak mudah


lelah, yakni dengan pola istirahat 2 jam pada siang hari dan 8 jam
pada malam hari. Ibu sebaiknya tidak melakukan banyak pekerjaan
dan menghindari mengangkat beban yang berat.

c) Memberikan terapi sederhana yaitu sulfa ferous 2x1 dan vitamin B


com 1x1. Obat sebaiknya diminum dengan air putih, bukan dengan
susu, teh atau kopi.

d) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang (Betty dkk,


2014)

2. Faktor yang Berhubungan dengan Anemia


Besarnya angka kejadian anemia pada trimester I kehamilan
adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.
Perbedaan ini terjadi karena zat besi yang dibutuhkan pada trimester
pertama kehamilan masih sedikit karena ibu tidak mengalami
menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat.

Menginjak trimester II hingga III, volume darah dalam tubuh


wanita akan meningkat sampai 35%. Angka ini setara dengan 450
mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah . sel-sel tersebut
harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
janin. Pada saat melahirkan, wanita memerlukan tambahan zat besi
300-350 mg untuk mengimbangi jumlah darah yang hilang. Sampai
saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari
atau 2x lipat kebutuhan pada saat tidak hamil. Faktor resiko anemia
pada ibu hamil lainnya, yaitu :

a) Umur
Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai
ibu tersebut hamil. Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi pada masa kehamilan diantaranya adalah umur
ibu pada saat hamil. Jika umur ibu terlalu muda yaitu usia kurang
dari 20 tahun, secara fisik dan panggul belum berkembang optimal
sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada
masa kehamilan, dimana pada usia kurang dari 20 tahun ibu takut
terjadi perubahan pada postur tubuhnya atau takut gemuk. Ibu
cenderung mengurangi makan sehingga asupan gizi termasuk asupan
zat besi kurang yang berakibat bisa terjadi anemia. Sedangkan pada
usia di atas 35 tahun, kondisi kesehatan ibu mulai menurun, fungsi
rahim mulai menurun, serta meningkatkan komplikasi medis pada
kehamilan sampai persalinan (Varney, 2006).
b) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu
baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas 1-3 merupakan paritas I
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal paritas I dan
paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian lebih tinggi.
Resiko pada paritas 1 dapat dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah tidak direncanakan (Prawirohardjo, 2009).

Setelah kehamilan yang ketiga resiko Anemia (kurang darah)


meningkat. Hal disebabkan karena pada kehamilan yang berulang
menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dan dinding uterus
yang biasanya mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin
(Prawirohardjo, 2009).

c) Status Gizi Ibu Hamil.

Anemia merupakan salah satu masalah utama penyebab angka


kematian ibu di Indonesia dan sering terjadi pada ibu hamil.
Biasanya Anemia ditemukan pada wanita hamil yang jarang
mengkonsumsi sayuran segar, khususnya jenis daun- daunan hijau
yang mentah ataupun makanan yang kandungan protein hewani.
Status gizi dinilai berdasarkan perhitungan Antropometri
WHO NCHS (National Center Of Health Statistic), yaitu
pengukuran dan berbagai dimensi fisik tubuh seperti berat badan
terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat
badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan dikelompokkan. Menurut
klasifikasi Departemen Kesehatan Indonesia menjadi gizi buruk
(BB/U < 60 %), gizi kurang (BB/U 60-80%) dan gizi lebih (BB/U >
110%).
Ibu hamil memerlukan jumlah zat gizi yang relatif besar. Hal
ini berkaitan dengan pertumbuhan janin di dalam kandungan.
Peningkatan kebutuhan zat gizi ini terutama berupa vitamin B1,
(Thiamin), Vitamin E2 (Riboflapin), Vitamin A, D dan Mineral, dan
Fe (Prawirohardjo, 2009).

B. Ketidaknyamanan
1. Pengertian

Ketidaknyamanan merupakann suatu perasaan yang kurang


ataupun yang tidak menyenangkan bagi kondisi fisik ataupun mental
pada ibu hamil. Kehamilan merupakan proses alamiah pada wanita
yang akan menimbulkan berbagai perubahan dan menyebabkan rasa
tidak nyaman, hal ini merupakan kondisi yang normal pada wanita
hamil. Beberapa ibu biasanya mengeluh mengenai hal-hal yang
membuat kehamilanya tidak nyaman dan kadang menyulitkan ibu
(Hidayat, 2008: 120).

2. Ketidaknyamanan Yang Dialami Oleh Ibu Hamil Pada Timester


III

a. Pusing

Pusing merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan oleh


banyak ibu hamil. Yang menyebabkan kondisi ini bisa terjadi pada ibu
hamil adalah karena tekanan darah menurun pada masa kehamilan
akibat hormone progresteron yang melemaskan dan melebarkan
dinding pembuluh darah, sehingga membuat ibu sakit kepala. Jika
ibu mengalami masalah ini, segera beristirahat dengan berbaring
menghadap ke kiri untuk memulihkan tekanan darah. Ketika ingin
bangun dari posisi duduk atau berbaring, lakukanlah secara perlahan-
lahan. Ibu juga disarankan untuk memperbanyak minum air putih
(Irianti, 2013).
b. Sering buang air kecil
Seiring bertambahnya usia kehamilan, massa uterus akan
bertambah dan ukuran uterus akan mengalami peningkatan, sehingga
uterus membesar ke arah pintu atas panggul menuju rongga
abdomen. Perubahan tersebut menyebabkan tertekannya kandung
kemih yang terletak tepat di depan uterus. Tertekannya kandung
kemih oleh volume uterus yang semakin bertambah menyebabkan
kapasitas kandung kemih berkurang, akibatnya daya tampung
kandung kemih berkurang. hal tersebut memicu meningkatnya
frekuensi kencing kehamilan trimester II (Irianti, 2013).
c. Nyeri perut bagian bawah
Nyeri perut bagian bawah biasa dikeluahn 10%-30% ibu hamil
pada akhir trimester I atau ketika memasuki trimester II. Keluhan ini
biasa terasa lebih pada ibu multigavida disebabkan karena
tertariknya ligamentum, sehingga menimbulkan nyeri seperti kram
ringan dan atau terasa seperti tusukan yang akan lebih terasa akibat
gerakan tiba – tiba, di bagian perut bawah. Nyeri perut bawah
disebabkan oleh semakin membesarnya uterus sehingga keluar dari
rongga panggul menuju rongga abdomen. Keadaan ini berakibat
pada tertariknya ligamen – ligamen uterus seiring dengan
pembesaran yang terjadi yang menimbulkan rasa tidak nyaman
dibagian perut bawah (Irianti, 2013).
4. Konstipasi
Pada keadaan tidak hamil,kadar hormon progesteron wanita
kurang dari 1ng/ml, dan akan mengalami peningkatan fase ovulasi
yaitu menjadi 5- 20ng/ml. Pada saat kehamilan, kadar progesteron
mengalami peningkatan, yaitu pada trisemer II menjadi 19,5-82,5
ng/ml atau 62-262nmol/L. Hal ini menyebabkan kerja otot-otot polos
semakin melambat. Tak heran keluhan konstipasi sering menjadi
permasalahan ibu selama kehamilan. (Chernecky, 2008).
5. Flek kehitaman pada wajah
Perubahan kulit yang terjadi selama kehamilan merupakan efek
dari ketidakseimbangan hormon selama kehamilan, yang
mempengaruhi perubahan pada kulit dan dialami oleh 90% wanita
selama kehamilan. Hal ini tidak menimbulkan efek yang berkenaan
dengan estetika wanita, sehingga mempengaruhi psikologis seorang
ibu. Keluhan yang sering dialami oleh wanita hamil yaitu timbulnya
strecth mark dan hiperpigmentasi pada kulit.
Sikatrik atau strecth mark – striae merupakan garis terang atau
gelap kemerahan yang biasa timbul pada bagian payudara, perut,
bokong dan betis pada waktu kehamilan. Pada multigravida, striae
kemerahan tersebut sering disertai garis – garis putih semua
keperakan yang mencerminkan striae lama (striae pada kehamilan
sebelumnya). strecht mark atau striae gravidarum diakibatkan oleh
hiperdistensi yang terjadi pada jaringan kulit akibat peningkatan
ukuran maternal yang menyebabkan peregangan pada lapisan
kolagen kulit, terutama pada payudara, abdomen dan paha. Etiologi
pasti strecth mark belum diketahui, akan tetapi diduga akibat
pengaruh kombinasi hormon esterogen, adrenocorticoid, dan relaxin
yang mengubah kolagen dan elastisitas jaringan. (Hellen dkk, 2008)
6. Penambahan berat badan
Penambahan berat badan merupakan suatu hal yang menjadi
bagian pada proses kahamilan, dimana hal ini menggambarkan
keadaan suatu kehamilan seseorang. Penambahan berat pada
kehamilan harus dipantau dengan baik, hal ini menjadi salah satu
indikator kaeadaan kehamilan. Berat badan yang mengalami
penambahan secara signifikan dapat menjadi tanda terjadinya
gangguan gestasional(preeklamsia). Sedangkan ibu dengan berat
badan yang tidak mengalami peningkatan selama kehamilan dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya pertumbuhan janin terhambat
akibat gangguan pada ibu. Gangguan .tersebut dapat dikarenakan
penyakit yang menyertai ibu sebelum kehamilan. (James dkk,2006).

7. Pergerakan janin
Gerakan janin normal, yaitu dengan frekuensi 4 hingga 10
gerakan selama 2 jam. Baik dihitung pada awal pagi(perkiraan pukul
6-8 pagi), pagi hari (antara pukul 8-12)siang hari(antara 12-18)dan
malam hari termasuk waktu tidur (pukul 20-00), dengan mengikuti
ritme aktifitas janin.(Winje dkk,2012).
Pergerakan janin merupakan salah satu tanda yang menjadi
petunjuk keadaan janin. Jika terjadi gerakan janin yang melambat
atau lebih cepat, dapat menjadi penanda bahwa kebutuhan janin
tidak terpenuhi secara adekuat atau janin dalam keadaan yang tidak
baik. Saat ibu merasakan gerakan janin tidak seperti seharusnya,
istirahat dan pemenuhan nutrisi dan hidrasi merupakan cara awal
penstabilan keadaan janin sebelum dilakukannya pemeriksaan untuk
memastika penyebab penurunan kesejahteraan janin (Greenow dkk,
2013)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Asuhan Kebidanan Antenatal Care

Tanggal Pengkajian : 28 Oktober 2019

Waktu Pengkajian : 09.00 WITA

Tempat Pengkajian : Puskesmas Kampung Baru


Ulu, Poli KIA
Nama Pengkaji : Sri Lestari

S:
1. Identitas Klien
Nama Ibu: Ny. Salasia Nama Suami: Tn. Aidil Adha
Umur :39 tahun Umur : 42 tahun
Suku : Bugis Suku : Bugis
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan: SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Jend. Suprapto RT 12

2. Alasan Datang Periksa/Keluhan Utama


a. Alasan Datang : Ingin memeriksakan kehamilannya
b. Keluhan Utama : Tidak ada keluhan utama

3. Riwayat Kesehatan Klien


Ibu tidak sedang/memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes,
jantung, ginjal, asma, TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan penyakit lain
yang kronis yang dapat memperberat atau diperberat oleh kehamilan,
menular ataupun berpotensi menurun.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga tidak ada yang sedang/memiliki riwayat penyakit
hipertensi, diabetes, jantung, asma, ginjal, hepatitis, TBC, HIV/AIDS
dan penyakit lain yang menular ataupun berpotensi menurun serta di
dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat keturunan gamelli

5. Riwayat Menstruasi
HPHT : 5 Mei 2019
TP : 12 Februari 2020
Ibu mengatakan pertama kali menstruasi (menarche) pada usia 13
tahun, siklus menstruasi ibu ± 28 hari ,lama menstruasi setiap bulan
adalah 6 hari, setiap kali menstruasi ibu mengganti pembalut sebanyak
2-3 kali/ hari, warna darah merah, cair, dan tidak menggumpal setiap
kali menstruasi ibu tidak memiliki keluhan apapun.

6. Riwayat Obstetrik
Kehamilan Persalinan Anak Nifas

Su - Ank UKPeny Jns Pnlg Tmp Peny Jk BB/ H M Ab-Lak - Peny


No ami PB Nor- tasi
Ma-
litas
11. I I Aterm Tdk Spt Bidan PKM Tdk LK 3100 12 th Tdk Asi Tdk
ada KB ada /50 ada sela ada
U ma
2 th
2. Ha
mil
ini

7. Riwayat Kehamilan Saat Ini


Ibu rutin memeriksakan kehamilannya dipelayanan kesehatan seperti
puskesmas dan praktik dokter kandungan. Pada trimester I ibu
mengalami keluhan mual muntah. Saat ini trimester III ibu tidak
mengalami keluhan apapun. Ibu telah mendapatkan tablet Fe. Selama
hamil ibu telah mendapatkan pendidikan kesehatan.
8. Riwayat Ginekologi
Ibu mengatakan tidak sedang / memiliki riwayat penyakit ginekologi/
penyakit kandungan seperti kista, mioma, condiloma, radang panggul,
infeksi/penyakit menular seksual dan lainnya yang dapat
mempengaruhi/memperberat kehamilan ibu dan berpotensi menurun.

9. Riwayat Kontrasepsi
Ibu tidak pernah mengggunakan alat kontrasepsi apapun

10. Pola Fungsional Kesehatan


Keterangan
Pola
Sebelum hamil Saat ini
Makan 3 kali/hari dengan porsi Makan 3 kali/hari dengan
makan nasi sepiring, sayur dan porsi makan nasi sepiring,
lauk pauk, air putih 6-7 lauk pauk dan lebih banyak
Nutrisi gelas/hari. Tidak ada keluhan sayur, air putih 6-8 gelas/hari.
dalam pemenuhan nutrisi. Nafsu Tidak ada keluhan dalam
makan baik. pemenuhan nutrisi. Nafsu
makan baik.
BAK : 3-4 kali/hari, berwarna BAK : 4-5 kali/hari, berwarna
kuning jernih, konsistensi cair, kuning jernih, konsistensi cair,
tidak ada keluhan. tidak ada keluhan.
Eliminasi
BAB : 1 kali/hari, berwarna BAB : 1 kali/hari, berwarna
coklat, konsistensi padat lunak, coklat, konsistensi padat
tidak ada keluhan. lunak, tidak ada keluhan.
Tidur siang : jarang Tidur siang : 30 menit/hari
Istirahat Tidur malam: ± 7 jam/hari Tidur malam: ± 7-8 jam/hari,
Tidak ada gangguan pola tidur Tidak ada gangguan pola tidur
Kegiatan ibu sehari-hari Kegiatan ibu sehari-hari
dirumah adalah istirahat, dirumah adalah istirahat,
melakukan pekerjaan rumah melakukan pekerjaan rumah
Aktivitas
tangga dari memasak, mencuci, tangga dari memasak,
hingga bersih, mengurus anak mencuci, hingga bersih,
dan suami. mengurus anak dan suami.
Mandi 2 kali/hari Selama kehamilan ibu mandi
Personal Ganti baju 2 kali/hari 2 kali sehari. Ibu ganti baju 2
Hygiene Ganti celana dalam 2 kali/hari kali/hari,dan mengganti celana
dalam 2-3 kali/hari.
Ibu tidak memiliki kebiasaan Ibu tidak memiliki kebiasaan
buruk seperti merokok, minum- buruk seperti merokok,
Kebiasaan minuman beralkohol dan minum-minuman beralkohol
memelihara hewan peliharaan. dan memelihara hewan
peliharaan.
Seksualitas 1-2 kali/minggu -

11. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Psikologi : kehamilan ini direncanakan oleh ibu dan suami
dan keluarga menerima kehamilan ini dengan
senang hati.
b. Sosial : ini merupakan pernikahan pertama, usia saat
menikah 39 tahun, lama menikah ± 13 tahun,
status pernikahan sah. Ibu mengaku merasa
senang atas kehamilan ini.
c. Kultural : tidak ada kebudayaan maupun kebiasaan khusus
yang dapat mempengaruhi kesehatan kehamilan
ibu.
d. Spiritual : tidak ada kegiatan keagamaan maupun kebiasaan
khusus yang dapat mempengaruhi kesehatan
kehamilan ibu.
O :
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Keesadaran : Composmentis
Tanda – Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
o
Suhu : 36,5 C
Pernafasan : 20 x/menit
Antropometri
BB sebelum hamil: 68 kg
BB saat ini : 72,6 kg
Tinggi badan : 154 cm
LILA : 31,5 cm

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : warna rambut hitam, tidak ada lesi, , distribusi
rambut merata, tidak terdapat nyeri tekan, dan
benjolan abnormal.
Wajah : simetris, bentuk wajah oval, tidak pucat, terdapat
cloasma gravidarum, tidak teraba oedema.
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera berwarna
putih, tidak terdapat pengeluaran kotoran, tidak
odema pada palpebral.
Hidung : simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,
kebersihan cukup, tidak ada polip, tidak ada kelainan
bentuk.
Mulut : bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak
terdapat caries dentis, lidah tremor, tidak terdapat
pembengkakan pada tonsil, tidak ada tanda
peradangan.
Telinga : simetris, tidak terdapat pengeluaran cairan atau
serumen berlebihan
Leher : tidak terdapat hiperpigmentasi pada leher ibu, tidak
terdapat pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan
pada vena jugularis.
Dada : simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada saat ibu
bernafas, suara nafas terdengar vesikuler, tidak
terdengar suara nafas tambahan, bunyi jantung
normal
Payudara : simetris, bersih, puting susu pada kedua payudara
menonjol dan terdapat hiperpigmentasi pada areolla
mammae, tidak teraba benjolan abnormal pada
payudara, tidak teraba pembesaran kelenjar limfe,
tidak terdapat pengeluaran ASI.
Abdomen : tidak terdapat linea nigra, pembesaran pada uterus
sesuai usia kehamilan, tidak terdapat luka bekas
operasi. TFU : 15 cm
Leopold I : ballotement (+)
Leopold II : Tidak dilakukan
Leopold III : Tidak dilakukan
Leopold IV : Tidak dilakukan
DJJ : 153 kali/menit
TBJ : (15-12) x 155 = 465 gram
Genetalia : tidak dikaji
Anus : tidak dikaji
Ekstremitas :
Atas : simetris, tidak odema, capillary refill time kembali <
2 detik, reflek bisep (+), reflek trisep (+).
Bawah : simetris, tidak oedema, tidak ada varices, human
sigh (-), capillary refill time kembali < 2detik, reflek
patella (+), reflek babinski (+).

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan


Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2019
Oleh : Petugas Laboratorium Puskesmas
Kampung Baru Ulu Hasil :
No. Jenis Pemeriksaan Batas Normal Hasil Pemeriksaan
1. Hemoglobin ≥ 9,2 gr / dl -
2. HbSAg - Non Reaktif
3. HIV/AIDS - Non Reaktif

A:

Diagnosis Ibu : G1IP1001, 23 Minggu 2 hari


Diagnosis Potensial : Tidak ada
Masalah Potensial : Tidak ada
Kebutuhan segera : tidak ada
P:

Tanggal Paraf
No Pelaksanaan
Waktu Pelaksana
1. 28 Oktober Membangun BHSP dengan ibu,
2019
menjelaskan maksud dan tujuan bahwa
09.00 wita
ibu akan dilakukan asuhan kebidanan
secara terintegrasi. Mahasiswa
E : ibu mengerti mengenai penjelasan yang
diberikan dan ibu bersedia untuk diasuh.

09.10 wita Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu


2. bahwa hasil pemeriksaan normal yaitu TD
: 120/70 mmHg N : 80 x/i RR : 20 x/i T :
36,5oC TFU : 21 cm Djj : 148 x/i Mahasiswa
E : ibu mengerti mengenai penjelasan
yang diberikan tentang kondisinya dan
janin yang dikandungnya
3. 09.15 wita Menganjurkan ibu untuk periksa darah di Bidan dan
laboratorium dikarenakan ibu belum Mahasiswa
pernah periksa darah selama kehamilan ini
E : Ibu mengerti dengan arahan yang di
sampaikan petugas
4. 09.20 wita Ibu datang ke laboratorium dan petugas Petugas
laboratorium mengambil sampel darah Laboratorium
untuk diperiksa, setelah beberapa saat
kemudian hasilnya keluar
E : Ibu telah diambil sampel darah dan
telah mengetahui hasilnya
5. 10.30 wita Ibu datang ke poli gizi dan diberi KIE oleh Petugas Gizi
petugas gizi
Menganjurkan ibu untuk makan 4x sehri
dengan porsi nasi sedikit atau sekitar 1
centong nasi, makan di pagi hari jam 9,
makan siang jam 12, kemudian jam 4 sore
ibu dianjurkan makan, dan makan malam
di sekitar jam 7 atau 8 malam.
Ibu dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
protein nya dengan makan telur minimal 1
kali sehari atau hati ayam, dan juga harus
makan banyak sayuran hijau
Ibu diberikan biskuit ibu hamil
E : Ibu memahami apa yang disarankan
oleh petugas gizi, dan berusaha untuk
memenuhi nutrisi nya

6. 10.40 wita Menjadwalkan kunjungan ulang 1 bulan Bidan dan


lagi yaitu tanggal 28 November 2019 Mahasiswa
untuk pemeriksaan kehamilan selanjutnya
atau saat ibu memiliki keluhan.
E : ibu mengerti dan akan melakukan
kunjungan ulang sesuai jadwal atau saat
ibu memiliki keluhan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan antara teori dan praktek dari
asuhan kebidanan Antenatal Care Terintegrasi yang telah dilakukan dimulai pada
Ny.Salasiah usia 35 tahun GIIP1001. Hari pertama haid terakhir ibu yaitu 5 Mei
2019 dan taksiran persalinan yaitu tangga 12 Februari 2020. Pengkajian kepada
Ny.Salasiah dimulai pada tanggal 28 Oktober 2019 dengan usia kehamilan 23
Minggu 2 hari. Pembahasan mengenai asuhan kebidanan Antenatal Care
Terintegrasi kepada Ny.Salasiah usia 35 tahun adalah sebagai berikut :

A. Pembahasan Asuhan Kebidanan Kehamilan

1. Pemeriksaan laboratorium yang telah dilaksanakan pada tanggal 28


Oktober 2019 didapatkan hasil bahwa kadar hemoglobin Ny.Salasiah
sebesar 9,2 gr/dL. Kadar hemoglobin normal bagi wanita hamil
adalah >11 gr%. Pada kasus Ny.Salasiah dapat dikatakan bahwa
terjadi anemia ringan. Anemia ringan dengan kadar hemoglobinnya
berkisar antara 9-10.9 gr%. Terdapat kesenjangan antara teori dan
kadar hemoglobin Ny.S (Kemenkes, 2009). Maka, penulis memberi
pendidikan kesehatan tentang pemenuhan nutrisi selama kehamilan
terutama zat protein dan zat besi, vitamin serta mineral karena
kehamilan ibu beresiko.Pusing merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan oleh banyak ibu hamil. Yang menyebabkan kondisi
ini bisa terjadi pada ibu hamil adalah karena tekanan darah menurun
pada masa kehamilan akibat hormon progresteron yang melemaskan
dan melebarkan dinding pembuluh darah, sehingga membuat ibu sakit
kepala. Jika ibu mengalami masalah ini, segera beristirahat dengan
berbaring menghadap ke kiri. Ketika ingin bangun dari posisi duduk
atau berbaring, lakukanlah secara perlahan-lahan. Ibu juga disarankan
untuk memperbanyak minum air putih (Irianti, 2013). Tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek.

2. Pelayanan pemeriksaan kehamilan ini terdiri dari 10T yaitu


pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan, pengukuran
tekanan darah (tensi), pengukuran lingkar lengan atas (LILA),
pengukuran tinggi rahim, penentuan letak janin (presentasi janin) dan
perhitungan denyut jantung janin, penentuan status imunisasi Tetanus
difteri (Td), pemberian tablet Fe, tes laboratorium, konseling atau
penjelasan, tata laksana atau mendapatkan pengobatan (Kemenkes RI,
2015). Pada saat melakukan asuhan antenatal care terhadap Ny. S,
mahasiswa telah melakukan asuhan standar minimal 10T tersebut.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa Ny. S telah mendapatkan pelayanan
pemeriksaan sebanyak 10T, Namun pada standar pemberian suntik
Td tidak dilakukan oleh penulis karena Ny.S sudah diberikan
imunisasi. Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek.
Pengkajian kehamilan di trimester III ini pada tanggal 28 Oktober
2019 pukul 09.00 WITA dengan usia kehamilan 23 minggu 2 hari.
Dilakukan pemeriksaan kehamilan head to toe pada Ny. S didapatkan
berat badan Ibu meningkat dari 68 kg (sebelum hamil) naik menjadi
72,6 kg. Terjadi penambahan berat badan sebesar 4,6 kg. Penambahan
berat badan ibu hamil yaitu berdasar IMT dimana metode ini untuk
menentukan penambahan berat badan yang optimal selama
kehamilan. Pada kasus Ny. S, IMT pra hamil yaitu 47,14 (BB:
72,6 kg dengan tinggi 154 cm) dan termasuk kategori obesitas.
Pemeriksaan umum yang meliputi kesadaran compos mentis, tanda
vital yang terdiri dari tekanan darah yaitu 120/70 mmHg atau <
140/90 mmHg, nadi yaitu 60-100 x/menit suhu tubuh

yaitu 36,5-37,50C, pernafasan yaitu 16-20 x/menit (Varney, 2007).


Pada pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,50C. Tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktek.

3. Kehamilan Ny.S pernah periksa ke tenaga kesehatan yaitu di


Puskesmas Kampung Baru Ulu. Ny.S memutuskan untuk
merencanakan persalinannya di Puskesmas Kampung Baru Ulu. Ini
merupakan kunjungan pertama ibu untuk memeriksakan
kehamilannya di puskesmas.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan kehamilan


terintegrasi pada Ny.Salasiah dengan kehamilan trimester III di
PUSKESMAS KAMPUNG BARU ULU, maka penulis menarik kesimpulan
bahwa dalam pemberian asuhan kebidanan menggunakan manajemen
kebidanan 7 langkah varney terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
saat melakukan asuhan kebidanan pada Ny.Salasiah.

1. Pada kasus Ny.S dapat dikatakan bahwa terjadi anemia ringan. Anemia
ringan dengan kadar hemoglobinnya berkisar antara 9-10.9 gr%.
Terdapat kesenjangan antara teori dan kadar hemoglobin
Ny.S(Kemenkes, 2009). Maka, penulis memberi pendidikan kesehatan
tentang pemenuhan nutrisi selama kehamilan terutama zat protein dan zat
besi, vitamin serta mineral karena kehamilan ibu beresiko. Ibu
mengatakan tidak ada keluhannya pada trimester III.

2. Pelayanan pemeriksaan kehamilan ini terdiri dari 10T yaitu pengukuran


tinggi badan dan penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah
(tensi), pengukuran lingkar lengan atas (LILA), pengukuran tinggi
rahim, penentuan letak janin (presentasi janin) dan perhitungan denyut
jantung janin, penentuan status imunisasi Tetanus difteri (Td), pemberian
tablet Fe, tes laboratorium, konseling atau penjelasan, tata laksana atau
mendapatkan pengobatan (Kemenkes RI, 2015). Pada saat melakukan
asuhan antenatal care terhadap Ny. A, mahasiswa telah melakukan
asuhan standar minimal 10T tersebut. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
Ny. A telah mendapatkan pelayanan pemeriksaan sebanyak 10T, Namun
pada standar pemberian suntik Td tidak dilakukan oleh penulis karena
Ny.A sudah diberikan imunisasi. Tidak terdapat kesenjangan antara teori
dan praktek.
3. Kehamilan Ny.S melakukan pemeriksaan di Puskesmas Kampung Baru
Ulu. Ny.S memutuskan untuk merencanakan persalinannya di
Puskesmas Kampung Baru Ulu. Ini merupakan kunjungan pertama ibu
untuk memeriksakan kehamilannya di puskesmas. Kebijakan program
pelayanan antenatal care menetapkan frekuensi kunjungan
pemeriksaan kehamilan untuk pemantauan dan pengawasan
kesejahteraan ibu dan janin minimal 4 kali selama kehamilan yaitu pada
kehamilan trimester satu 1 kali kunjungan, kehamilan trimester dua 1
kali, dan kehamilan trimester tiga sebanyak 2 kali kunjungan
(Wiknjosastro, 2010). Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktik.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki dalam
melakukan asuhan kebidanan kehamilan secara terintegrasi sesuai dengan
standar profesi bidan dan dapat mengatasi kesenjangan yang timbul
antara teori dan praktek sehingga dapat meningkatkan pengaplikasian
teori yang didapat dengan perkembangan ilmu kebidanan terbaru.

2. Bagi Lahan Praktik


Diharapkan bidan dan tenaga kesehatan lainnya dapat
memberikan asuhan yang menyeluruh serta mendeteksi kelainan secara
dini dan mencegah terjadinya komplikasi dalam masa kehamilan dan
mewujudkan generasi yang berkualitas.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan institusi terus meningkatkan perbaikan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan kehamilan terintegrasi agar lebih aplikatif
dalam pelaksanaannya. Selain itu, institusi juga dapat menilai kemampuan
mahasiswa dalam menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dengan
mempraktekkan dan menerapkannya langsung kepada klien.
4. Bagi Klien
Bagi ibu khususnya Ny. S dapat menambah informasi seputar
kehamilannya, mengetahui tanda bahaya kehamilan dan dapat dideteksi
serta mencegah terjadinya komplikasi, kemudian suami dan keluarga dapat
memberikan dukungan dan semangat kepada ibu sehingga ibu dapat
menjalani kehamilan, persalinan, nifas, perawatan bayi baru lahir sehari-
hari, neonatus, dan pelayanan keluarga berencana dengan baik dan aman.
DAFTAR PUSTAKA

Nurjasmi, E., & Dkk (Eds.). (2016). Buku Acuan Midwifery Update. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.

Wiknojosastro. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Saifuddin, A. B. (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Keseshatan Maternal


Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Manuaba. (2010). Penyakit Kandungan, Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai