Penginderaan Jauh 4
Penginderaan Jauh 4
MODUL 4
Land Surface Temperature
Tanggal: 4 Oktober 2018
1. Pendahuluan
1.1 Tujuan Praktikum
● Mencari dan mengklasifikasikan nilai LST pada citra Landsat-8 pada kota Sukabumi
pada tahun 2013 dan 2018.
● Membandingkan dan mencari perubahan nilai LST pada citra Landsat-8 pada kota
Sukabumi pada tahun 2013 dengan tahun 2018.
● Mencari nilai NDVI pada citra Landsat-8 pada kota Sukabumi pada tahun 2013 dan 2018.
● Mencari faktor dari perubahan nilai LST pada citra Landsat-8 pada kota Sukabumi pada
tahun 2013 dengan 2018 dengan menghubungkan data nilai NDVI dan tingkat kepadatan
penduduk.
Land Surface Temperature merupakan suhu di permukaan tanah yang berasal dari
beberapa faktor dimulai dari keseimbangan energi di permukaan tanah, aktivitas atmosfer,
keadaan thermal di permukaan tanah, dan media bawah permukaan tanah. Land Surface
Temperature bisa didefinisikan dengan nilai suhu rata-rata di permukaan tanah yang
digambarkan secara vertikal oleh piksel-piksel dengan tingkatan warna atau nilai digital tertentu.
Land Surface Temperature biasa digunakan sebagai kontrol perubahan iklim global dimana
dapat diketahui bahwa tingkat kandungan gas rumah kaca yang meningkat di atmosfer. Nilai dari
Land Surface Temperature pula dapat dijadikan sebagai salah satu faktor penting akan
mencairnya gletser dan cairan es di daerah kutub yang mengakibatkan kenaikan muka air laut.
Dikarenakan kepentingannya, Land Surface Temperature dipelajari di berbagai disiplin-disiplin
ilmu seperti geologi, hidrologi, ekologi, oseanografi, meteorologi, klimatologi, dan lain-lain.
LST merupakan salah satu parameter kunci keseimbangan energi pada permukaan dan
merupakan variabel klimatologis yang utama. LST mengendalikan fluks energi gelombang
panjang yang melalui atmosfer. Besarnya LST tergantung pada kondisi parameter permukaan
lainnya, seperti albedo, kelembaban permukaan dan tutupan serta kondisi vegetasi. Oleh karena
itu, pengetahuan tentang distribusi spasial LST dan keragaman temporalnya penting bagi
pemodelan aliran yang akurat antara permukaan dan atmosfer (Prasasti et al, 2007).
Vegetation Index (VI) atau Indeks Vegetasi merupakan sebuah alat ukur yang digunakan
oleh para agronom dalam melakukan penelitian tentang biomassa dan vegetatif dengan
menganalisa pada nilai kecerahan digital. Nilai kecerahan digital dipengaruhi oleh besarnya
gelombang yang diterima oleh alat rekam digital. Gelombang yang dikeluarkan dari sinar
matahari terdiri dari berbagai macam gelombang. Gelombang yang dipancarkan tersebut akan
jatuh pada permukaan dari daun-daun tanaman, yang kemudian sebagian akan diserap sebagai
bahan fotosintesis oleh klorofil, dan sebagian akan dipantulkan kembali. Gelombang pantulan
inilah yang akan dianalisis untuk penelitian-penelitian para agronom. Indeks vegetasi yang
tersedia sangat beragam bergantung pada tujuan penelitian yang akan dilakukan. Salah satu
Indeks Vegetasi yang sering digunakan adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
Dalam perhitungannya NDVI menggunakan jumlah radiasi reflektan dari gelombang tampak dan
Near-Infrared. Menurut Ryan (1997), perhitungan NDVI didasarkan pada prinsip bahwa
tanaman hijau tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah spektrum cahaya
tampak (PAR atau Photosynthetically Active Radiation), sementara itu tanaman hijau sangat
memantulkan radiasi dari daerah inframerah dekat. Konsep pola spektral didasarkan oleh prinsip
ini menggunakan hanya citra band merah adalah (NIR – Red) / (NIR+Red).
2. Pembahasan
2.1 Tahapan
1. Buka Aplikasi ENVI
Gambar 2.17 Tampilan Formula TOA spectral radiance pada band math
16. Pada tabel yang muncul, pilih “Thermal Infrared 1” dari citra hasil proses koreksi
atmosfer sebagai variabel “B10”. Pilih nama dan tempat file yang akan dibuat.
Gambar 2.18 Tampilan pemilihan variabel
17. Pada bagian “Toolbox”, cari dan pilih “Band math”.
Gambar 2.22 Tampilan Formula TOA brightness temperature (°C) pada band math
20. Pada tabel yang muncul, pilih citra hasil proses transformasi nilai digital menjadi nilai
radians sebagai variabel “B20”. Pilih nama dan tempat penyimpanan file yang akan
dibuat.
Gambar 2.23 Tampilan pemilihan variabel
21. Pada bagian “Toolbox”, cari dan pilih “Band math”.
Gambar 2.42 Formula pencarian land surface temperature pada band math
37. Pada tabel yang muncul, pilih citra hasil proses pencarian nilai NDVI sebagai variabel
“B50”. Pilih nama dan tempat penyimpanan file yang akan dibuat.
Gambar 2.43 Tampilan pemilihan variabel
38. Pada bagian “Toolbox”, cari dan pilih “Band math”.
Kalibrasi radiometrik beserta koreksi atmosferik thermal yang dilakukan nantinya tidak
ada peran atmosfer dalam pengolahan data selanjutnya. Dari citra yang telah dikoreksi, band 10
thermal (TIR) dengan resolusi 30 meter dari citra tersebut akan digunakan untuk mencari nilai
TOA Brightness Temperature (°C) dengan mengkonversi nomor digital ke nilai spektral radian
dan dikonversi lagi ke brightness temperature satuan celcius. Kemudian nilai Brightness
Temperature dari citra tahun 2008 dan 2018 dibandingkan atau dijadikan dalam satu citra yang
memiliki nilai besar perubahan nilai Brightness Temperature. Setelah itu dilanjutkan dengan
mengklasifikasi citra perubahan tersebut ke 4 kelas agar dapat mudah diidentifikasi/analisis yaitu
kecil, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Proses ini dilakukan dengan alat Sistem Informasi
Geografi.
Sama seperti Brightness Temperature, nilai NDVI dari dua citra tahun 2008 dan 2018
diambil kemudian dibandingkan satu sama lain. Citra perbandingan nilai NDVI tersebut juga
diklafisikasikan ke dalam 4 kelas yang sama yaitu kecil, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Hasil klasifikasi citra perbandingan nilai Brightness Temperature dan nilai NDVI
ditampalkan satu sama lain untuk mencari daerah yang memiliki perubahan penutupan yang
signifikan.
Jika dilihat dari hasil estimasi land surface temperature dari daerah dengan waktu yang
berbeda (5 tahun), terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai temperaturnya dimana nilai
rata-rata LST-nya naik dari 22.165 derajat celsius menjadi 24.655 derajat celsius. Untuk lebih
tepatnya terdapat bagian daerah pada tahun 2013 yang memiliki suhu yang lebih tinggi maupun
lebih rendah daripada pada tahun 2018 di daerah yang sama. Hal ini berarti terdapat unsur
eksternal yang mengalirkan energi thermal ke permukaan tanah sehingga suhu permukaan tanah
semakin naik, begitu pula sebaliknya. Terdapat beberapa faktor pengaruh atau sumber energi
yang mulai mengalirkan energinya ke permukaan tanah (yang seharusnya ke tempat lain).
Gambar 3.1 Tampilan nilai LST tahun 2013 (kanan) dan tahun 2018 (kiri)
Gambar 3.1 Tampilan perbandingan nilai LST tahun 2013 dengan tahun 2018
Secara visual, perbedaan yang dimiliki oleh citra landsat 8 pada tahun 2013 dan pada
tahun 2018 kota Sukabumi, terdapat bagian daerah yang sebelumnya berwarna hijau kemudian
menjadi warna coklat. Ada pula daerah yang berwarna hijau tua pada tahun 2013, namun daerah
tersebut berubah warnanya menjadi hijau kecoklatan atau hijau muda. Hal ini menandakan
bahwa terjadi perubahan penutupan lahan di kota Sukabumi dimana yang sebelumnya terdapat
daerah vegetasi menjadi daerah urban di lima tahun yang akan datang. Lalu bisa juga dikatakan
daerah yang sebelumnya dipenuhi tanaman lebat berkurang kepadatannya. Kemudian jika dilihat
dari hasil perhitungan nilai NDVI dari kedua citra, memang betul terjadi pengurangan kepadatan
vegetasi yang bisa ditunjukkan dengan rata-rata nilai NDVI pada tahun 2018 yang lebih rendah
daripada tahun 2013 dimana nilai tersebut menurun dari 0.496 menjadi 0.376. Pada citra tahun
2018, gelombang sinar tampak (merah) yang diterima oleh sensor nilainya lebih tinggi daripada
citra tahun 2013 dengan gelombang sinar Near-Infrared Radiation yang nilainya kecil sehingga
nilai NDVI mengecil. Nilai NDVI dapat menggambarkan kepadatan vegetasi karena NDVI
adalah salah satu dari indeks vegetasi atau sistem perhitungan nilai digital citra untuk
mengetahui nilai klorofil/kehijauan yang dimiliki oleh citra tersebut dengan menggunakan band
merah dan band NIR yang dimiliki oleh citra yang telah di kalibrasi radiometrik dan koreksi
atmosferik (FLAASH). Selain itu dapat menunjukkan parameter yang berhubungan dengan
parameter vegetasi seperti biomass dedaunan hijau, daerah dedaunan hijau yang merupakan nilai
yang dapat diperkirakan untuk pembagian vegetasi.
Jika data perubahan suhu permukaan tanah dihubungkan dengan data penurunan rata-rata
nilai NDVI di daerah yang sama pada tahun 2013 dengan 2018, dapat disimpulkan bahwa
berkurangnya kepadatan vegetasi merupakan faktor dari meningkatnya suhu permukaan tanah.
Perlu diketahui bahwa vegetasi maupun tumbuhan yang berklorofil memiliki fungsi untuk
menyerap energi termal dari matahari untuk kegiatan fotosintesis. Lalu tumbuhan berklorofil
juga memiliki aktivitas untuk menyerap kandungan gas karbondioksida di udara dan
mentransformasikannya menjadi gas oksigen. Maka dari itu, jika kepadatan vegetasi maupun
tumbuhan berklorofil berkurang, maka energi termal dari matahari yang seharusnya diserap oleh
vegetasi akan diserap oleh permukaan tanah yang akan meningkatkan suhu/temperaturnya.
Kemudian, keseimbangan kandungan gas karbondioksida dan gas oksigen di udara akan kacau
dimana didominasi oleh gas karbondioksida. Dikarenakan sifat dari gas karbondioksida yang
panas dan memiliki massa jenis yang tinggi (selalu berada di elevasi rendah atau berada di dekat
permukaan tanah), suhu permukaan tanah akan semakin meningkat.
Dalam suatu lingkungan urban, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
meningkatnya jumlah kandungan karbondioksida di udara seperti aktivitas penduduk yang
menggunakan kendaraan bermotor, penggunaan energi yang berasal dari sumber daya alam dan
lain-lain.. Maka dari itu dengan meningkatnya jumlah penduduk maka potensi terjadinya
pemanasan global (global warming) juga semakin tinggi dimana dinamika kependudukan sangat
erat kaitannya dengan perubahan iklim. Penggunaan kendaraan bermotor dan pengolahan sumber
daya alam untuk dijadikan energi pun semakin meningkat pula dimana akan terjadi
ketidak-seimbangan alam. Dengan meningkatnya kepadatan penduduk, terjadi perubahan guna
lahan dimana yang sebelumnya kawasan vegetasi menjadi kawasan tempat tinggal penduduk.
Tanaman/vegetasi yang kepadatannya menurun akan tidak sanggup untuk menyerap kadar
karbondioksida di udara yang semakin banyak. Hal ini terjadi pada kota Sukabumi dimana
dengan menggunakan data kepadatan/pertumbuhan penduduk kota Sukabumi pada tahun 2013
dengan tahun 2018, terjadi peningkatan penduduk dari 311.822 hingga 323.097. Dengan
menggunakan citra Landsat 8 kota Sukabumi tahun 2018, dapat dilihat bahwa terdapat
objek-objek yang memiliki tingkat reflectance atau pemantulan sinar matahari yang tinggi
dimana objek-objek tersebut merupakan kawasan penduduk dan industri, sangat berbeda jika
dibandingkan dengan citra tahun 2013. Dengan menghubungkan data tersebut dengan data
perubahan suhu permukaan bumi dapat disimpulkan bahwa meningkatnya kepadatan penduduk
merupakan salah satu faktor meningkatnya Land Surface Temperature di kota Sukabumi.
Pada perubahan nilai LST pada tahun 2013 dengan 2018 di kota Sukabumi, terdapat pula
daerah yang mengalami penurunan suhu. Dengan melihat data citra Landsat 8 tahun 2013 di
tempat tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat objek berupa awan dan sedangkan pada citra
tahun 2018 objek tersebut berupa vegetasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa awan atau kualitas
merupakan faktor dari hasil estimasi nilai LST. Lalu perlu diketahui pula sulit ditemukan citra
dengan kualitas bagus dengan permukaan bumi yang tidak ditutupi oleh awan pada tahun 2013.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pencarian nilai Brightness Temperature dan nilai NDVI pada citra Landsat 8 di
kota Sukabumi pada tahun 2008 dan 2018, dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu/temperatur
permukaan tanah di beberapa bagian di kota Sukabumi juga diikuti dengan pertumbuhan vegetasi
yang meningkat. Kemudian dapat disimpulkan bahwa faktor utama meningkatnya suhu
permukaan bumi di kota Sukabumi adalah meningkatnya radiasi matahari pada kota tersebut.
Kemudian dapat disimpulkan juga perubahan tutupan lahan di Kota Sukabumi dari vegetasi
menjadi pemukiman juga diikuti dengan perubahan dari lahan kosong menjadi vegetasi.
Dari peta perubahan tutupan lahan, daerah yang memiliki perubahan yang paling kecil
adalah daerah utara dimana jika ditampalkan pada “Google Map”, daerah tersebut merupakan
daerah pusat kota. Kemudian untuk daerah yang memiliki perubahan yang paling tinggi adalah
daerah selatan yang saat ini merupakan daerah vegetasi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
pada area kota yang sudah terbangun tidak memiliki perubahan apa pun dalam 10 tahun terakhir
sedangkan pada area selatan memiliki perubahan tutupan lahan dari lahan kosong menjadi
vegetasi.
3.2 Saran
Daftar Referensi
Bahpira dan Mulya, 2009, Mandiri Geografi SMA Kelas XII , Jakarta: Erlangga