MODUL 4
GIS Modelling : Site Suitability
Tanggal: 5 November 2018
1. Pendahuluan
1.1 Tujuan Praktikum
● Mencari tingkat kesesuaian lahan terbuka hijau pada Kota Sukabumi
Analisis Spasial merupakan teknik yang dapat digunakan untuk menghubungkan dan
mengolah data SIG yang bersifat spasial maupun non-spasial. Hasil dari analisis spasial
merupakan informasi aspek keruangan yang bergantung pada lokasi objek-objek yang
bersangkutan yang dapat menjadi parameter untuk pembuatan keputusan. Data-data SIG yang
terkumpul nantinya akan disaring/dianalisir dimana untuk data-data yang tidak dibutuhkan akan
dibuang dan untuk data-data yang dibutuhkan akan disimpan. Kemudian data-data tersebut akan
dihubungkan satu sama lain dimana dicari faktor yang mempengaruhi satu sama lain. Setelah itu,
data-data tersebut dioverlay/ditumpang-tindih satu sama lain dimana dicari informasi dari setiap
data yang terjadi di tempat yang sama. Terakhir, susunan timpang-tindih seluruh data akan dicari
informasi yang sesuai dengan keperluan.
Site suitability atau site sensitivity analysis merupakan proses yang digunakan untuk
menemukan unsur-unsur yang sesuai dengan kondisi yang diinginkan atau kriteria sesuai dengan
hasil dari analisis spasial yang berasal dari data-data SIG. Setelah hasil proses analisis spasial,
akan ditentukan lokasi kriteria dengan tingkat kesesuaian cocok, cukup cocok atau tidak cocok.
2. Pembahasan
2.1 Tahapan
1. Buka Aplikasi ArcMap.
2. Pada bagian atas, klik “Add Data”. Pada tabel yang muncul, pilih data raster “DEM.tif”,
lalu klik “Ok”. Hal ini dilakukan untuk membuka dan menampilkan data raster DEM.
Gambar 2.75 Tampilan hubungan nilai total skor dan kelas kesesuaian lahan
2.2 Analisis
Dalam praktikum ini akan dilakukan pencarian kesesuaian ruang di dalam Kota
Sukabumi yang akan dijadikan sebagai ruang terbuka hijau sesuai dengan Undang-undang
Penataan Ruang No.26 Tahun 2007. Beberapa parameter yang digunakan dalam penentuan
kesesuaian ruang ini adalah kemiringan lereng dengan persentase lebih dari 15 persen, area
penggunaan lahan, keterdekatan dengan jalan arteri, dan keterdekatan dengan pusat kota. Data
yang digunakan adalah data DEM dengan resolusi spasial 300 meter, data penggunaan lahan
Kota Sukabumi, data jalan Kota Sukabumi, dan data pusat Kota Sukabumi.
Pengolahan awal data SIG berupa perubahan dan pencarian informasi yang dibutuhkan
sesuai dengan kriteria atau parameter. Untuk data DEM yang berupa data titik tinggi akan diubah
menjadi data kemiringan berdasarkan hubungan antar nilai tiap pikselnya dengan format
persentase menggunakan fitur “slope”. Kemudian nilai dari data kemiringan akan diubah
menjadi nilai integer dengan menggunakan fitur “int”. Setelah itu data yang sebelumnya berupa
raster akan dijadikan data vektor dengan menggunakan fitur “raster to polygon”. Hal ini
dilakukan agar proses overlay antar data berlangsung mudah. Pengolahan data lainnya adalah
penentuan jarak tertentu dari data jalan Arteri dan titik pusat kota. Maka dari itu dilakukan
perubahan data polyline dan titik menjadi polygon dengan panjang lebar tertentu dari garis/titik
utama dengan menggunakan fitur “buffer”.
Data-data yang telah diolah sesuai dengan parameter akan diberi penilaian tertentu atau
skoring kriteria penentuan RTH berdasarkan kemiringan lereng dengan persentase lebih dari 15
persen, area penggunaan lahan, keterdekatan dengan jalan arteri, dan keterdekatan dengan pusat
kota dengan nilai 1 hingga 3. Kemudian, seluruh data akan ditumpang-tindih satu sama lain
sehingga didapatkan informasi dari data apa saja yang terjadi dalam satu tempat yang sama atau
nilai dari seluruh data pada tempat yang sama akan dijumlahkan. Proses tumpang-tindih data
dilakukan dengan menggunakan fitur “intersect”. Hasil nilai total skor lah yang merupakan
tingkat kesesuaian lahan untuk dijadikan sebagai lahan terbuka hijau dimana nilainya lebih dari
11.
Pada raster/grid, layer peta dapat dinyatakan sebagai variabel-variabel aritmatika yang
dapat dikenakan fungsi-fungsi aljabar. Pada format vektor, overlay berkaitan dengan pembagian
nilai atribut ketika geometri digabungkan. Sebagai contoh, ketika poligon dibagi oleh poligon
tumpang tindih, tertentu nilai atribut harus dibagi dengan tepat. Maka dari itu pada kali ini
dilakukan proses overlay dari data-data yang berbentuk vektor bukan raster. Hal ini juga
dikarenakan pada data-data SIG yang digunakan juga mengandung data-data atribut yang tidak
dapat dikandung oleh data raster. Kemudian, setiap data memiliki tingkat resolusi yang
berbeda-beda sehingga menyulitkan proses overlay.
Data DEM yang digunakan memiliki resolusi 300 meter sedangkan pada data vektor
jalan, pusat kota, dan penggunaan lahan berasal dari data raster yang memiliki resolusi 30 meter.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tingkat ketelitian hasil akhir atau tingkat kesesuaian
lahan memiliki tingkat ketelitian yang sesuai dengan resolusi terkecil data yang dipakai yaitu 300
meter.
Dari data-data yang digunakan tidak diketahui kapan data-data tersebut diambil. Hal ini
mengakibatkan tidak diketahuinya resolusi temporal dari data-data yang digunakan. Jika
data-data tersebut memiliki pengambilan waktu yang sangat berbeda satu sama lain maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa data yang telah berubah di keadaan aslinya yang tidak
diketahui.
Pada saat penggunaan fitur “buffer” pada pencarian jarak tertentu dari jalan Arteri, jarak
yang ditampilkan merupakan jarak datar atau jarak peta. Penggunaan jarak datar ini tidak dapat
merealisasikan keadaan asli di lapangan karena ukurannya pasti berbeda dengan jarak miring.
Pada metode skoring, belum tentu pula pada daerah yang memiliki skor tertinggi
memiliki nilai skor dari seluruh parameter yang tinggi pula. Maka dari itu diperlukan sistem
prioritas atau ditentukan atau pemilihan data yang memiliki nilai tertinggi dalam satu parameter
terlebih dahulu baru mencari nilai dari parameter berikutnya.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Analisis data spasial merupakan sekumpulan teknik untuk menganalisis data spasial yang
hasilnya sangat bergantung pada lokasi objek yang bersangkutan yang sedang dianalisis, serta
memerlukan akses baik terhadap lokasi objek maupun atribut-atributnya. Tipe dasar dari sebuah
analisis spasial adalah overlay.
Overlay adalah analisis spasial esensial yang menggabungkan dua layer atau tematik
yang menjadi masukkannya. Teknis mengenai analisis ini terbagi ke dalam format datanya, yaitu
raster dan vektor. Pada data raster, fungsi analisis spasial overlay diwujudkan dalam
pemberlakuan beberapa operator aritmatika dari dua masukan citra digital untuk menghasilkan
sebuah citra digital lainnya. dengan demikian, nilai-nilai piksel citra akan dikombinasikan
dengan menggunakan operator aritmatika dan biner untuk menghasilkan nilai-nilai piksel baru.
Pada raster/grid, layer peta dapat dinyatakan sebagai variabel-variabel aritmatika yang dapat
dikenakan fungsi-fungsi aljabar. Pada format vektor, overlay berkaitan dengan pembagian nilai
atribut ketika geometri digabungkan. Sebagai contoh, ketika poligon dibagi oleh poligon
tumpang tindih, tertentu nilai atribut harus dibagi dengan tepat. Secara umum, perangkat SIG
membaginya ke dalam dua kelompok, yaitu intersect (irisan) dan union (gabungan). Hasil dari
intersect berupa irisan antara layer 1 dan layer 2 yang di tumpang-tindih dengan tabel atribut
milik layer 1 maupun milik layer 2. Hasil dari union berupa kombinasi antara layer 1 dan layer 2
dengan atribut yang berasal dari layer 1 dan layer 2.
3.2 Saran
Daftar Referensi
Budiyanto, Eko. 2010. “Sistem Informasi Geografis dengan ArcView GIS”. Yogyakarta :
Penerbit ANDI